Tokoh  

Kata TGB, Interaksi Manusia Semangatnya Harus Mendamaikan

Gubernur TGH M Zainul Majdi saat menyampaikan tausiyah usai menunaikan sholat subuh berjama’ah di Masjid Jami’ Darussalam Kota Wisata, Bogor Provinsi Jawa Barat, Sabtu (28/10). (Foto: Dok Humas NTB)
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Optimisme dan interaksi yang mendamaikan merupakan kekuatan Islam

lombokjournal.com

Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi yang lebih akrab dengan sapaan Tuan Guru Bajang  (TGB)  mengajak seluruh umat Islam untuk membangun optimisme dalam setiap berinteraksi dengan siapa pun. Sebagaimana yang dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW, ketika membangun Kota Madinah.

Disamping optimisme, interaksi sesama manusia menurut TGB juga harus dibangun dengan semangat islah, yaitu mendamaikan.

TGB menguraikan hal itu dalam tausiyahnya usai menunaikan sholat subuh berjama’ah di Masjid Jami’ Darussalam Kota Wisata, Bogor Provinsi Jawa Barat, Sabtu (28/10).  Gubernur hadir memenuhi undangan Tablig Akbar yang digelar pengurus masjid setempat.

Lebih lanjut diuraikannya terkait interaksi itu. Menurut TGB,  interaksi itu kalau digambarkan dalam bentuk piramida, maka tahapan pertama, adalah interaksi yang dilandasi dengan kesamaan latar belakang.

Kedua interkasi yang dibangun atas fondasi  kesamaan visi, lalu pertautan hati, hati yang bersih dengan memahami kekurangan masing masing atau saling mengisi dan memaafkan.

Terakhir adalah interksi yang dilandasi mawaddah, yaitu interksi yang dibangun atas landasan kepentingan orang banyak. Kasih sayang satu sama lain yang tidak terbatas.

Di hadapan sekitar 600 jama’ah, TGB  menegaskan bahwa optimisme dan interaksi yang mendamaikan itulah sesungguhnya letak kekuatan Islam.

TGB menguraikan dua ayat dalam Surah Al-Hujurat, yaitu ayat 9 dan 10. Ayat 9 Allah manyampaikan kalau dua kelompok beriman berperang, maka islahkan (damikian). Ayat ini dalam skala besar, membahas perselisihan antara dua kelompok.

Sedangkan Ayat 10, Allah menjelaskan sesunggunya orang beriman itu bersaudara, maka damaikanlah. Dua ayat tersebut perlu ditadaburi dan menjadi bahan renungan dalam setiap interaksi dengan orang lain. Terutama, bagaimana membangun interkasi yang mendamaikan.

“Kalau dua ayat ini diletakkan dalam kaca, maka pertanyaannya adalah kapan kita sudah mendamaikan orang,” katanya.

Karena dua ayat ini tidak hanya berbicara soal kesholehan pribadi , tetapi persoalan mendamaikan orang lain. Orang sholeh hanya membangun kepribadian diri, namun Islah diminta dan diperintahkan untuk Islah untuk orang lain.

“Tugas kita adalah bagaimana mendamaikan. Bukan sebaliknya,” ungkap TGB

Kalau tidak ada langkah-langkah untuk mendamaikan perselisihan, maka akan merusak apa-apa yang baik dalam diri umat Islam.

Apa kebaikan itu? Yaitu kebaikan yang sudah disebarkan oleh Allah SWT di atas permukaan bumi ini. Sebagaimana air hujan yang menyirami tanah tandus, yang kita tidak bisa bedakan tetesan yang mana yang menumbuhkan.

Ini merupakan pengingat bagi kita, kebaikan itu sudah disebarkan oleh Allah di seluruh permukaan bumi. Sehingga, kebaikan itu menggambarkan bahwa tidak ada ruang bagi ulama untuk tidak menerima kebenaran dari orang lain.

“Kalau terjadi sesuatu dalam umat, mari kita belajar untuk mendamaikan. Sebagaiman risalah yang dibawa oleh Rasulullah SAW,” ajaknya.

Namun, diingatkannya mendamiakan itu tidak selamanya berbanding lurus dengan ketinggian ilmu seseorang. Kadang kondisi itu, dapat menghilangkan keobjektifan seseorang dalam memutuskan sesuatu. Sebagaimana yang terjadi pada sahabat-sahabat Nabi.

Karena itu, TGB mengajak seluruh jam’ah untuk menumbuhkan semangat menyelesaiakn persoalan di tengah masyarakat, sekecil apapun persoalan dan perselisihan itu.

“Perselisihan yang besar sering kali dimulai oleh perselisihan yang kecil,” ungkapnya, yang melanjutkan tTausyiah tersebut dengan dialog interaktif.

AYA/Hms