Seni  

Jazz & World Music Festival; Bukan Sekedar Tuan Rumah

JAZZ & WORLD MUSIC FESTIVAL; menciptakan iklim lebih menggairahkan kreatifitas musisi Lombok

SENGGIGI – lombokjournal.com

Musisi juga perlu mendapat suntikan vitamin.  Kehadiran musisi kaliber dunia yang tampil dalam event “Pesona Senggigi Jazz & World Music Festival 2016” ibarat vitamin yang memberi gairah musisi Lombok. “Event Jazz & World Music ini penting dan sangat diperlukan untuk merangsang kreativitas musisi kita,” kata Ari Juliant, di tengah semaraknya hari kedua performing Jazz & World Music di Senggigi, Minggu (22/8) malam.

Sampai hari kedua, semua musisi dari mancanegara, seperti Log Sanskrit feat Banu (India), Cellomano (Venezuela), Danne The Riddim (Jepang) sudah mewarnai irama pantai Senggigi. Hanya Mark Heyward (Australia) yang urung datang. Tak ada penjelasan mengenai alasan ketidakhadirannya.

jazsenggigi,21Agustus2

IVAN NESTORMAN

 

Namun ketidakhadiran Heyward tak mengurangi kerennya hajadan berkumpulnya musisi kelas dunia di pantai Senggigi. Malam itu, sebut saja Bonita & The Hus Band –yang albumnya berjudul ‘Small Miracle’ tahun 2014 masuk dalam jajaran album terbaik versi majalah Rolling Stone – dengan powerfull suaranya mengusik energy positif penonton yang sebagian besar duduk di pasir pantai.

Waktu ia mengakhiri penampilannya dengan lagu nostalgik, penonton bertepuk tangan sambil berdiri. Penonton yang mengapresiasi performance putri dari Koes Hendratmo (artis dan presenter fenomenal yang hingga kini masih berpenampilan segar) itu sebagian besar adalah wisatawan bule.

Dan yang tak terlupakan, penampilan Ivan Nestorman, musisi di Flores-Nusa Tenggara Timur yang malam itu seperti biasa memadukan unsur (berbagai alat musik) etnik dalam irama Jazz yang dimainkannya. Misalnya malam itu, ditampilkan pemain musik warga Senegal yang piawai dengan instrumen tradisi Afrika. Ada juga instrumen angklung yang dimainkan dengan dinamis.

Memang banyak di antara penonton yang belum tahu siapa Ivan Nestorman. Padahal ia pernah menulis lagu yang kemudian dipopulerkan penyanyi Chrisye (alm).  Ia juga menggarap aransemen dan lirik untuk penyanyi seperti Glenn Fredly, Edo Kondologit, Franky Sahilatua, Black Sweet, Andre Hehanusa, dan banyak penyanyi lainnya.

Karyanya Nera  merupakan hasil kolaborasinya dengan penabuh drum kondang, Gilang Ramadhan. Bersama Dwiki Darmawan dan Dira Yulianti, menghasilkan karya world peace orchestra. Di antara musisi yang tampil hari kedua, hanya Ivan dengan irama Jazznya bisa mengajak sebagian besar penonton malam itu ‘bergoyang’.

Para alumni ISI (Institut Seni Indonesia) Jogja malam itu dengan projek musik Subkultur Artificial (didirikan tahun 2013) membawa konsep bermusik yang unik. Seluruh pemainnya masing-masing membawakan alat musik tradisional dari daerah masing-masing.  Namun instrument tradisi itu dikawinkan dengan unsur musik. ‘dunia’.

Jadilah ramuan musik yang dibarengi pemikiran sosiologis.  Eksperimentasi musik yang dilakukan Enriko Gultom dan kawan-kawannya jebolan ISI itu, tidak menganggap musik berhenti sebagai musik.  Seperti seni lainnya, musik juga merepresentasikan masyarakatnya.

Karena itu mereka menganggap pertunjukannya sebagai dialektika desa-kota, lokal-internasional, dan tentu saja juga terjadi dialog Timur-Barat. Namun pertunjukan malam itu mendapat sambutan meriah dari penonton yang meskipun terasa agak ‘aneh’ tapi bisa menikmati musik eksperimentasi itu. Mereka melengkapi musisi nasional lainnya yang rata-rata tampil ciamik.

Bukan SekedarTuan Rumah

Untuk musisi luar negeri yang tampil dalam ‘Jazz & World Musik Festival’ itu tentu tak diragukan lagi mendapat apresiasi besar penontonnya. Tapi bagaimana dengan musisi Lombok(NTB), seperti Dipa & Friends, The Datu Band, Novee Nhavan, Keroncong Bandini, Pipiet Tripitaka & The Jazz Kidding dam lainnya termasuk yang tampil di hari pertama?

“Lombok tak kekurangan musisi berbakat. Mereka siap disandingkan dengan musisi nasional,” kata Ari Juliant mengomentari performance rekan-rekannya..

Seperti halnya hari pertama, pada pertunjukan hari kedua musisi tuan rumah juga tak kalah dengan musisi dari luar. Adanya event ‘Jazz & World Music Festival’ merupakan bagian menciptakan iklim dan atmosfer kreativitas musik di Lombok.

Musisi Lombok memang bisa belajar dari mana pun, tapi mereka juga mempunyai potensi dan bakat yang layak mendapat kesempatan tampil. Karena itu, menurut Ari, harus ada dukungan dari berbagai pihak, khususnya pemerintah daerah, agar event semacam bisa berkelanjutan.

Imam Sofian
Imam Sofian

Imam Sofian, owner dari Bandini Koffee yang menjadi salah satu penggagas event ini, sependapat untuk menciptakan iklim lebih menggairahkan kreatifitas musisi, secara khusus musisi Jazz. “Event seperti ini untuk memperkuat komunitas Jazz NTB, dan harus berkelanjutan tiap tahun,” katanya.

Sebab ‘Jazz Pantai’ yang baru berlangsung tahun 2016, tentu akan menambah daya tarik Senggigi sebagai destinasi wisata. Karenanya diperlukan persiapan lebih matang, sehingga akan meningkatkan kualitas event.

“Baik sosal-soal teknis maupun materinya yang akan ditampilkan musisi Lombok juga harus disiapkan matang. Even seperti ini menjadi ajang peningkatan kualitas,” kata Iman.

Jadi ada dua tujuan sekaligus. Pertama, menguatkan destinasi wisata, itu berarti menjadikan even itu sebagai ikon yang jadi daya taris wisatawan. Dan kedua, dengan adanya even ini mendorong musisi Lombok tertantang meningkatkan kualitasnya.

“Kita tidak ingin sekedar jadi tuan rumah,” kata Imam.

Suk