By Amanda Froelich at theantimedia.org
Guru ini mengendarai sepedanya, menembus desa ke desa. Dengan satu-satunya kendaraan yang dimilikinya itu, ia membawa perpustakaan kelilingnnya untuk desa-desa di Afghanistan. Di desa-desa Afganistan tak ada perpustakaan, tidak sekolah sekolah, dan tentu tidak ada toko buku.
Saber Hossesi , nama guru itu, benar-benar bisa dijadikan teladan. Berkat dedikasinya sebagai pendidik, ribuan anak-anak di desa-desa terpencil, bisa menikmati kesempatan istimewa, membaca buku. Seni mengajar adalah membantu anak didik ‘menemukan’ sesuatu yang tak mungkin didapatkannya bila tak ada guru yang penuh dedikasi, itu kata seorang ahli pendidikan.
Dan mungkin mungkin itu hanya berlaku bagi seseorang yang ingin berbuat lebih baik untuk masa depan bangsanya. Itulah yang dilakukan guru di Afghanistan, Saber Hosseini..
Tiap akhir pekan, guru penuh rasa cinta pada anak-anak desa yang sebagian besar buta aksara itu, membebani sepedanya dengan buku-buku, berkeliling menerobos ke desa-desa yang tidak memiliki sekolah.
Hosseini menggunakan buku catatan untuk melacak buku-buku yang telah dipinjamkannya. Kemudian menawarkan yang baru kepada peminjam itu bila sudah mengembalikan bukunya.
Hosseini benar-benar telah merubah satu-satunya sepeda yang dimilikinya, menjadi perpustakaan keliling!
Waktu ditanya wartawan, Saber Hossein mengatakan:
“
Banyak anak-anak yang sebenarya cukup tua, seandainya ada kesempatan bersekolah sudah duduk di bangku kelas empat atau kelas lima. Dan mungkin bagi anda agak mengejutkan, bahwa mereka sama sekali belum pernah belajar membaca atau menulis. sama sekali belum pernah. Seharusnya tidak boleh terjadi.
”
Sepanjang tujuh bulan sejak ia menjalankan ‘perpustakaan keliling’dengan sepedanya, koleksi buku yang dibawanya semula hanya 200 buku, kini bertambah menjadi 3500. Hossein mengatakan. Kalau toh perpustakaan sepedanya terus berjalan, semata-mata karena ia sanagt menikmati apa yang dikerjakannya.
(Rayne Qu)