Fungsi APBN sebagai Shock Absorber 

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pentingnya fungsi APBN sebagai shock absorber di tengah meningkatnya tensi perang tarif dagang 

ILUSTRASI ; Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut fungsi APBN menjadi andalan pemerintah saat menghadapi berbagai shock atau guncangan ekonomi / IST
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Fungsi APBN merupakan instrumen untuk membiayai banyak program-program penting pemerintahan Presiden Prabowo

Merumuskan fungsi APBN guna memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia.
Catatan : Agus K. Saputra

LombokJournal.com ~ Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati menegaskan, pentingnya fungsi APBN sebagai shock absorber di tengah meningkatnya tensi perang tarif dagang yang sedang terjadi. 

Hal ini disampaikannya dalam acara Sarasehan Ekonomi bersama Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dengan tema “Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Nasional di Tengah Perang Tarif Dagang”.

Sri Mulyani menekankan bahwa APBN merupakan salah satu instrumen utama dalam pengelolaan ekonomi, khususnya dari sisi makro. Ia menyebut fungsi APBN menjadi andalan pemerintah saat menghadapi berbagai shock atau guncangan ekonomi.

BACA JUGA : Siap Dikritik untuk Mewujudkan NTB Lebih Baik

Sementara berbagai program subsidi yang telah dilaksanakan merupakan salah satu wujud dari perlindungan APBN kepada masyarakat di tengah gejolak perekonomian global.

“Subsidi BBM, subsidi LPG 3kg, subsidi listrik, semuanya dari sisi volume mengalami kenaikan. Ini artinya APBN bekerja untuk melindungi masyarakat agar mereka yang bebannya terasa dalam situasi saat ini mereka mendapatkan perlindungan dari APBN,” ujarnya.

Hingga akhir Maret 2025, postur APBN menunjukkan perbaikan yang signifikan. Kinerja penerimaan pajak pada bulan Maret sudah mengalami turn around pada angka positif  9,1. Belanja pemerintah juga terjaga on track, sedangkan dari sisi pembiayaan defisit tetap terjaga sesuai dengan desain dalam UU No. 62 tahun 2024 yang sudah disetujui bersama DPR yakni sebesar 2,53 persen..

Menkeu menambahkan fungsi APBN merupakan instrumen untuk membiayai banyak program-program penting pemerintahan Presiden Prabowo. APBN akan terus dikelola dengan baik sehingga program-program  yang sudah dicanangkan dapat dilaksanakan dengan profesional dan akuntabel sehingga memberikan assurance kepada investor.

BACA JUGA : Tarif Resiprokal AS, Indonesia Ajukan Negosiasi

Postur APBN Maret 2025

Dalam pemaparan Menkeu di acara Saresehan tersebut, kita menjadi mengatahui bahwa defisit APBN per Maret 2025 mencapai Rp 104,2 triliun per akhir Maret 2025, atau setara 0,43 persen dari produk domestik bruto (PDB). Angka itu sudah sekitar 16,9 persen dari target defisit anggaran pendapatan dan belanja negara pada 2025 yang senilai Rp 616,2 triliun atau setara 2,53 persen dari PDB.

Defisit APBN itu berasal dari pendapatan negara yang baru senilai Rp 516,1 triliun atau 17,2 persen dari target tahun ini Rp 3.005,1 triliun, dan belanja negara Rp 620,3 triliun atau 17,1 persem dari target Rp 3.621,3 triliun.

Dengan kata lain, defisit dari APBN di Maret 2025 ini, terpantau disebabkan oleh penerimaan negara yang lebih rendah dibandingkan belanja negara. Di mana realisasi belanja negara sebesar Rp620,3 triliun. Sedangkan, pendapatan negara hanya mencapai Rp516,1 triliun. Artinya terdapat gap yang cukup besar.

Pendapatan negara itu sendiri terdiri dari realisasi Penerimaan Perpajakan yang sebesar Rp 400,1 triliun, atau setara 16,1 persen dari target 2025 Rp 2.490,9 triliun dan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) Rp 115,9 triliun atau 22,6 persen dari target Rp 513,6 triliun.

Sedangkan penerimaan perpajakan yang berasal dari Penerimaan Pajak sebesar Rp 322,6 triliun per akhir Maret 2025 atau 14,7 persen dari target Rp 2.189,3 triliun, serta Kepabeanan dan Cukai Rp 77,5 triliun, setara 25,7 persen dari target Rp 301,6 triliun.

Jika dibandingkan dengan realisasi periode tahun sebelumnya atau Maret 2024 penerimaan pajak tersebut terkontraksi sebesar 18,1 persen, di mana penerimaan pajak di tiga bulan pertama 2024 lalu mencapai Rp393,91 triliun setara dengan 19,81persen dari target yang ditetapkan Rp1.988,88 triliun.

Namun, Sri Mulyani melihat penerimaan pajak bruto pada Maret 2025 tumbuh sebesar 9,1 persen, berbalik arah dari pertumbuhan negatif minus13 persen pada Januari dan minus 4 persen pada Februari.

BACA JUGA : Wagub Umi Dinda Tekankan Pendidikan dan Nilai Spiritual

“Kalau kita lihat pada Maret penerimaan pajak bruto kita sudah turn around , yang tadinya growth-nya minus 13 persen di Januari, Februari minus 4 persen, ini sekarang sudah positif 9,1 persen, turning around itu kelihatan sudah mulai baik,” kata Menkeu. 

Adapun belanja negara yang sudah senilai Rp 620,3 triliun berasal dari realisasi Belanja Pemerintah Pusat Rp 413,2 triliun, atau 15,3 persen dari target Rp 2.701,4 triliun, dan Transfer Ke Daerah Rp 207,1 triliun, 22,5 persen dari target Rp 919,9 triliun.

Detail dari Belanja Pemerintah Pusat itu terdiri dari realisasi Belanja K/L yang sudah sebesar Rp 196,1 triliun atau 16,9 persen dari pagu Rp 1.160,1 triliun, dimanfaatkan untuk belanja pegawai termasuk pemberian Tunjangan Hari raya (THR) bagi PNS/TNI/Polri, serta bantuan sosial. 

Sementara Belanja non-K/L Rp 217,1 triliun, setara 14,1 persen dari target Rp 1.541,4 triliun telah disalurkan untuk dukungan pembayaran manfaat pensiun termasuk THR, subsidi, dan kompensasi sesuai jadwal.

Sedangkan realisasi Transfer Ke Daerah, menurut Menkeu, “Dari mulai dana desa, dana bagi hasil, dana alokasi umum, dana alokasi khusus baik itu yang fisik maupun non fisik. Jadi semua angka di APBN memang dilihat secara lebih teliti.”

Meskipun realisasi pendapatan dan belanja negara itu telah menyebabkan defisit per Maret 2025 sebesar Rp 104,2 triliun, keseimbangan primer masih mampu membukukan surplus Rp 17,5 triliun atau minus 27,7 persen dari target defisit keseimbangan primer Rp 63,3 triliun.

Khusus untuk realisasi pembiayaan anggaran, realisasi per akhir Maret 2025 sudah sebesar Rp 250 triliun, atau sebesar 40,6 persen dari target yang didesain sesuai rencana defisit APBN 2025 sebesar Rp 616,2 triliun. 

“Kita akan tetap menjaga APBN dan terutama utang maupun defisit secara tetap prudent, transparan,” tegas Sri Mulyani.

Sekali lagi, untuk menutup defisit tersebut, pemerintah telah merealisasikan pembiayaan anggaran sebesar Rp250 triliun atau 40,6 persen dari target Rp616,2 triliun. Dari jumlah itu, pembiayaan utang menyumbang Rp270,4 triliun—mayoritas berasal dari penerbitan Surat Berharga Negara (SBN) neto sebesar Rp282,6 triliun. Namun, pemerintah juga mencatat pengembalian pinjaman neto sebesar minus Rp12,3 triliun.

“Jangan khawatir, tidak jebol APBN-nya, atau melebihi ambang batas yang telah ditetapkan pemerintah yakni sebesar 2,53 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) yakni sebesar Rp616,2 triliun,” tambah Sri Mulyani.

Reformasi Administrasi Perpajakan

Menteri Keuangan pun menyampaikan akan memangkas beban tarif para pelaku usaha, setelah Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan pengenaan tarif impor sebesar 32 persen terhadap Indonesia (sumber: infobanknews.com Apr 8, 2025)

Secara detil dijelaskan bahwa reformasi administrasi perpajakan dan kepabeanan akan memotong bebang tarif pengusaha sebesar 2 persen. Sehingga, yang tadinya bebannya sebesar 32 persen (tarif Trump) hanya akan menjadi 30 persen.

“Jadi ini adalah reform yang bisa kita lakukan di pajak dan bea cukai hanya dari sisi administratif penyederhanaan akan akan mengurangi beban. Jadi kalau tadi dunia usaha akan kena 32 persen ini bisa dengan berbagai reform 2 persen lebih rendah,” ungkap Sri Mulyani. 

Kemudian, pemerintah juga berjanji akan memotong tarif pajak penghasilan (PPh) impor sebesar 2 persen, sehingga yang tadinya 2,5 persen hanya menjadi 0,5 persen.

“Untuk PPh impor kami akan melakukan penyesuaian untuk produk tertentu yang tadinya antara 2,5 persen ke hanya 0,5 persen. Ini berarti mengurangi lagi 2 persen beban tarif. Jadi anything yang bisa mengurangi tarif karena sudah adanya beban tarif selama belum turun dari Amerika kita akan coba lakukan,” ujarnya.

Selain itu, Sri Mulyani juga akan melakukan penyesuaian tarif bea masuk produk impor yang 5-10 persen menjadi 0,5 persen. Pengurangan ini berlaku pada produk-produk yang berasal dari AS yang masuk dalam 

“Ini berarti mengurangi lagi 5 persen beban tarif. Ini untuk produk-produk yang berasal dari Amerika Serikat yang masuk dalam most favoured nation,” jelasnya.

Lebih dari itu, tarif bea keluar untuk CPO (crude palm oil) juga dilakukan penyesuaian yang secara equivalent akan mengurangi beban hingga 5 persen.

“Semua minta agar bea masuk anti-dumping, imbalance safeguard bisa dilakukan dan dipercepat hanya dalam waktu 15 hari. Itu akan kita lakukan bersama dengan K/L (Kementerian/Lembaga) yang lain. Jadi kami akan terus melakukan reform terutama di bidang pajak bea dan cukai dan prosedur supaya ini betul-betul mengurangi beban sesuai dengan penekanan Bapak Presiden,” imbuhnya.

BACA JUGA : Uang Beredar Januari 2025

Sebagai kesimpulan, acara sarasehan ini menjadi ajang diskusi strategis antara Presiden, jajaran Kabinet Merah Putih, serta berbagai asosiasi pelaku ekonomi nasional dalam merumuskan fungsi APBN guna memperkuat ketahanan ekonomi Indonesia. 

Dengan kondisi geopolitik dan perekonomian global yang terus bergerak dinamis, pemerintah menegaskan komitmennya untuk mengelola fungsi APBN dengan prinsip prudent dan sustainable ***

#Akuair-Ampenan, 14-04-2025