Seni  

Film SAMOTA, Ungkap Kekayaan Alam dan Surga Pariwisata di Kawasan Timur NTB

Adi Pranajaya
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

MATARAM.lombokjournal.com

Film SAMOTA (teLuk SALEH, pulau MOYO dan kawasan gunung TAMBORA) dalam dua sesi merupakan film bergenre semi documenter, yang disutradarai sineas senior Indonesia, Adi Pranajaya.

Film tersebut diproduksi guna mengungkap dan menyampaikan ke dunia luar kekayaan alam dan budaya di kawasan bgia timur Provinsi Nusa Tenggra Barat (NTB).

Sutradara film Samota mengatakan,  meski durasi film Samota masing-masing 10 menit, film Samota dalam dua sesi menjadi film yang cukup menguras tenaga dan pikiran.

Bahkan disebut sebagai film ‘tersulit’ dari hampir ratusan film yang pernah digarapnya, sejak mulai berkarir sebagai sutradara film pada tahun 1994 silam.

Sesi pertama film Samota diberi sub-judul Perikanan, Pertanian, Perkebunan dan Kemaritiman. Pada film pertama ini, Adi mengupas potensi Teluk Saleh, Pulau Moyo dan Gunung Tambora dari segi melimpahnya potensi alam dari mulai perikanan, pertanian, perkebunan dan kemaritiman.

Sesi ke dua dengan sub-judul Samota dalam bingkai Pariwisata mengupas jauh dan dalam kekayaan pantai dan laut Samota.

Dalam sesi dua film itu, Adi mendeskripsikan Kawasan Samota sebagai bakal surga yang menunggu sedikit polesan investor guna menjadi surganya pariwisata.

“Ini adalah persembahan untuk NTB kita yang lebih baik ke depan,” ungkap Adi dalam sambutannya.

Asisten II Setda Provinsi NTB H. Ridwansyah menyampaikan apresiasi tinggi untuk Adi Pranajaya yang dengan penuh kegigihan dan ketekunan berhasil menyelesaikan pembuatan film Samota.

Diharapkan, karya tersebut bisa jadi pintu masuk para pemerhati pariwisata dan kebudayaan untuk melebarkan sayapnya dengan berinvestasi di Samota.

“Kita berharap film ini semakin banyak ditonton, orang akan mengenal NTB bukan hanya Lombok, Mandalika, di timur ada Sumbawa. Ketika bicara Sumbawa, jawabannya adalah Samota,” kata Ridwansyah.

Ridwansyah menggambarkan pentingnya film sebagai media propaganda untuk kemajuan daerah. Ia menjadikan Bangka Belitung sebagai percontohan.

Pasca film Laskar Pelangi yang settingnya di Bangka Belitung, daerah tersebut menjadi tujuan banyak investor asing. Hal yang sama ia harapkan terjadi di NTB melalui film Samota.

“Kita ingin mengabarkan Samota ke dunia luar. Kalau tidak dikabarkan percuma. Pernah nonton Laskar Pelangi dan akhirnya Bangka Belitung mendunia. Tanpa banyak bicara, investor datang ke Belitung,” kata Ridwansyah.

Pemilihan gambar pada dua sesi film Samota banyak memperlihatkan keindahan bawah laut Teluk Saleh yang berair jernih tanpa polusi.

Di dalam laut diperlihatkan beragam spesies ikan dengan bermacam bentuk dan ukuran. Mulai dari ikan hias yang kecil-kecil hingga hiu paus berukuran besar yang ramah pada manusia.

Demikian halnya dengan Pulau Moyo dan Gunung Tambora yang digambarkan memiliki keindahan alam luar biasa yang patut untuk dikelola dan dijadikan objek wisata berkelas dunia.

Film Samota – diputar di Taman Budaya NTB, Rabu (16/12/20) — merupakan film ke tiga Adi Pranajaya yang semua kru-nya berasal dari NTB.

“Saya hanya membawa diri saya dari Jakarta. Semua dari NTB,” terang Adi Pranajaya dikenal banyak belajar film dari Teguh Karya.

Ast