Desa Setanggor, Jangan Dilewatkan Jika ke Lombok

JAMUAN MAKAN SIANG. Ida Wahyuni, inisiator Desa Wisata Setanggor, mengajak makan siang tamu mancanegara di persawahan
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Tamu Dijamu Makan Di Tengah Persawahan

Budaya agraris dan kearifan lokal masyarakat di sana Desa Setanggor di Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah, bisa menjadi magnet yang menyedot kunjungan wisatawan.

LOGTENG.lombokjournal.com

Berjarak sekitar 9 Km dari Lombok International Airport (LIA), atau sekitar 15 menit perjalanan, Desa Setanggor dengan luas wilayah sekitar 650 hektare, menawarkan tidak kurang dari 10 spot wisata yang bisa dinikmati pengunjung.

Sanggar seni tradisional Desa Setanggor

Uniknya, semua spot wisata ini masih sangat alami dan berhubungan dengan kearifan lokal, kebiasaaan hidup masyarakat agraris di pedesaan. Pengunjung bisa berinteraksi dan terlibat kegiatan masyarakat setempat.

Mulai dari melihat aktivitas di kampung pusat tenun Sasak dan ikut belajar menenun, menyaksikan atraksi kesenian musik dan tari tradisonal, melihat aktivitas petani dan peternak lokal, hingga jamuan makan di tengah persawahan dengan menu lokal khas Lombok.

“Baru sekarang bisa merasakan nikmatnya makan di tengah persawahan,” kata Lala Haerul (23), mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta yang berkunjung ke Desa Setanggor.

Karena itu ia berpikir, Desa Setanggor harus dipromosikan. Lebih dari itu menurutnya, potensi ini harus didukung pemerintah. “Sebab bisa menjadi destinasi baru di Lombok,” kata Lala yang datang ke Desa Setanggor bersama empat orang temannya. Ia mengaku tergelitik untuk berkunjung ke Desa Setanggor setelah melihat video tentang Desa ini di situs Youtube.

Minggu siang itu, Lala dan rombongan dijamu makan siang oleh Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) Desa Setanggor.

Menunya menu lokal, pelecing kangkung, pepes jamur, ayam santan Lombok, dan sambal terong. Tapi, bagi Lala dan teman-temannya, lokasi makannya yang luar biasa, di tengah persawahan yang menghijau.

Mereka menikmati hidangan itu di sebuah berugak (semacam gazebo tanpa dinding) yang terletak di lintasan pematang sawah desa.

“Semua tamu kami perlakukan sama, layaknya menjamu saudara yang datang dari jauh,” tutur Ida Wahyuni (29), pembina Pokdarwis Setanggor yang jiuga penggagas wisata desa Setanggor, Sabtu (4/2).

Lokasi untuk menjamu sengaja dipilih di tengah sawah, agar pengunjung biisa menikmati suasana alami pedesaan. Menurut Ida, makan di tengah persawahan merupakan salah satu spot wisata di Desa Setanggor yang paling diminati pengunjung.

“Terutama pengunjung domestik dari kota besar, seperti Jakarta dan Surabaya. Juga menjadi favorit wisatawan mancanegara,” tutur Ida.

“Pernah juga ada tamu dari Australia yang sangat senang bisa mengambil singkong dan membakarnya sendiri di spot perkebunan yang kami sediakan. Mungkin bagi mereka ini pengalaman yang baru,” katanya.

10 Spot Ditawarkan

Desa Seranggor sebagian besar penduduknya petani. Desa Setanggor menawarkan wisata persawahan dan perkebunan, sebagai lokasi wisata agro dan kuliner.

Selain menikmati hidangan di sawah atau kebun, pengunjung bisa juga menyaksikan langsung aktivitas petani termasuk memetik hasil perkebunan, sepertu buah Naga.

Untuk wisata budaya, sebuah sanggar musik dan tari tradisional disediakan bagi pengunjung untuk menyaksikan berbagai aktraksi budaya setempat.

Sanggar seni di Setanggor sudah lama berlangsung dan menjadi tradisi yang tetap hidup. Aktivitas budaya masyarakat masih marak sampai sekarang. “Banyak juga wisatawan yang senang karena bisa berlatih menari atau belajar main alat musik tradisional,” kata Ida.

Di Sanggar Seni Setanggor juga tersimpan sebuah Gong Tua berdiameter 1 Meter, yang diperkirakan dibuat pada tahun 1828 silam. Gong Tua disimpan dalam sebuah ruangan tertutup berukuran 1,5 X 1,5Meter. Gong ini bisa berbunyi sendiri pada saat-saat tertentu.

Ngaji Al Qur’an di tengah persawahan

“Ini erat kaitannya juga dengan makam Raden Kekah, salah satu ulama penyiar Islam di Lombok, yang letak makamnya tak jauh dari Sanggar. Ini juga sudah menjadi wisata religi,” kata Ida.

Di lokasi lain, perkampungan pusat kerajinan tenun juga menjadi spot andalan Desa Setanggor. Di sini, selain bisa membeli cindera mata, pengunjung bisa melihat langsung bagaimana sejumlah wanita merangkai benang menjadi kain tenun khas Lombok dengan berbagai corak lokal.

Sentra tenun di Desa Setanggor.

Menurut Sekretaris Desa Setanggor, Genam (56), hampir 90 persen kaum wanita di Desa Setanggor punya kemampuan menenun kain, berkat tradisi turun temurun.

Berdasarkan data Pemerintah Desa Setanggor, jumlah penduduk Setanggor saat ini sekitar 2.026 Keluarga terdiri dari 4.606 jiwa tersebar di 14 Dusun di wilayah Setanggor.

Sekitar 1.800 penduduk di sana tergolong wanita dewasa dan ibu rumah tangga.

“Tenun ini tradisi dari dulu, sehingga hampir 90 persen wanita di Desa ini bisa menenun,” kata Genam.

Hanya saja, sebelum pusat tenun ini dibentuk produk tenun Setanggor dijual ke pusat tenun desa lain yang lebih terkenal, seperti Desa Sukarara, Lombok Tengah.

Pusat tenun Setanggor baru saja dibentuk sekitar 4 bulan yang lalu, dan kini sudah bisa menyerap produk masyarakat setempat sekaligus sebagai tempat pemasarannya.

Aktivitas menennun saat ini mulai terasa dampak ekonomisnya bagi masyarakat Desa Setanggor. Terutama sejak ada konsep Desa Wisata yang digagas mbak Ida dan Pokdarwis.

“Kami berharap ada perhatian juga dari pemerintah,” kata Genam, salah seorang penduduk.

Gra