Bupati Najmul Akhyar Buka Temu Publik dan Pameran Tenun Lombok

Bupati Najmul Akhyar bersama peserta Temu Publik dan Pameran Program Pemulihan Pascagempa bagi Penenun Lombok, Kamis (28/11/2019) (Foto; den/humaspro)
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

“Harapan saya untuk penenun, supaya bisa berkolaborasi dengan penenun lain. Intinya, bagaimana perkakas budaya bisa bermanfaat tak hanya pada aspek sosial tetapi juga aspek ekonomi”

TANJUNG.lombokjournal.com — Bupati Lombok Utara Dr. H. Najmul Akhyar, SH, MH, membuka Temu Publik dan Pameran Program Pemulihan Pascagempa bagi Penenun Lombok, Kamis (28/11/2019).

Kegiatan tersebut diselenggarakan Pemerintah Kabupaten Lombok Utara (KLU) melalui Bappeda berkerja sama dengan Organisasi Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) Bidang Sosial dan Budaya (UNESCO).

Bupati Najmul mengatakan, perlunya para pihak berbicara masalah tenun secara holistik dalam konteks ruang yang lebih luas dan bukan hanya di Lombok Utara.

Hal ini perlu dipahami secara komprehensif lantaran pihaknya tidak memandang para pengrajin tenun hanya dalam koridor pelaku ekonomi semata, tetapi lebih sebagai pahlawan.

“Kami lihat beliau-beliau bukan hanya jadi pelaku ekonomi tetapi kami menganggap mereka sebagai pahlawan sehingga Pemda KLU memberikan suport kepada mereka,” kata Bupati Najmul.

Menurutnya, diskusi publik tersebut dipandang sangat strategis dan punya makna penting sehingga diharapkan bisa berdampak pada peningkatan ekonomi.

“Khusus kami di Lombok Utara, Kepala Dinas kami punya kebijakan hari Kamis harus menggunakan pakaian adat. Kebijakan ini berdampak pada pelaku usaha tenun dan penenun,” Jelas bupati.

Pengaturan kebijakan penggunaan pakaian adat bagi aparatur Pemda KLU akan diatur melalui peraturan bupati (Perbup). Saat ini, Pemda KLU melalui OPD leading sektor sedang menggodok ragangan Perbup dimaksud.

Di samping itu, bupati juga berencana mengundang para kepala OPD dan Kepala Sekolah untuk menandatangani MoU penggunaan tenun agar bisa berdampak langsung terhadap para penenun.

Ekspektasinya, kain tenun ini tidak hanya menjadi pakaian formal saja tetapi juga bisa dipakai oleh para milienial sehingga bisa membangkitkan semangat anak muda untuk menggunakan tenun.

“Harapan saya untuk penenun, supaya bisa berkolaborasi dengan penenun lain. Intinya, bagaimana perkakas budaya bisa bermanfaat tak hanya pada aspek sosial tetapi juga aspek ekonomi,” harap bupati.

Nilai-nilai kultural

Ketua BPMB Bali I Made Darma Suteja, SS, M.Si di hadapan Bupati Lombok Utara dan peserta pertemuan mengharapkan, kehadiran para desainer dari Jakarta dapat membantu sekaligus mengangkat ekonomi penenun dan pelaku usaha tenun Lombok Utara.

Menurut Suteja, kain tenun merupakan prouduk yang dekat dengan manusia sehingga ketika seseorang berbicara tenun pada hahekatnya tidak hanya berbicara ekonomi tetapi ada nilai-nilai kultural yang memiliki makna penting dan perlu dipelajari dengan pendekatan kultural.

“Berbicara fashion kita sangat bangga karena kain tenun Pringgasela telah jadi warisan budaya Indonesia. Semoga kehadiran UNESCO bisa membawa kain tenun menjadi kekayaan dunia,” katanya.

Ditambahkannya, beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam tradisi lisan yaitu manuscrif, adat istiadat, situs, teknologi tradisional dan rumah adat yang perlu diidentifikasi secara bersama-sama. Perkakas budaya bukan hanya berupa benda saja tetapi mencakup pellbagai unsur kebudayaan.

Dicontohkan, bilamana seseorang mengenakan kain londong abang berarti ia boleh ikut melakanakan ritual adat. Pun dalam konteks teknologi juga ada teknologi tradisional untuk tools pembuatan beragam produk tenun.

Kain tenun ini tak hanya berfaedah untuk pembungkus badan, tetapi punya simbol tersendiri terkait dengan nilai-nilai budaya dan kearifan lokal.

“Harapan kami agar tidak ada klaim mengklaim sehingga kita harus menginventarisirnya,” harap Suteja.

Kepala Unit Bidang Budaya UNESCO, Moe Chiba menjawab pertanyaan wartawan terkait tenun Bayan mengatakan, dalam otoritasnya sebagai Kepala Unit Kebudayaan UNESCO, setiap kali mendampingi penenun dari seluruh dunia, ia selalu tertarik dengan tekstil tradisional atau kain tenun tradisional.

Banyak hal yang dapat diilhami seperti budaya, selera, cara membuat dan ritualnya dan nilai-nilai kearifan lokal lainnya.

“Terkait harapan supaya penenun Bayan perlu meneruskan kepandaian dan ide-idenya, UNESCO tidak bisa melanjutkan pendampiangan dan berharap amitra-mitra yang lain untuk membantu,” ujar Diana Setiawati, Project Coordinator UNESCO Jakarta.

Kaban Bappeda Heriyanto, SP yang juga Panitia Penyelenggara melaporkan, pascagempa bumi meratakan Lombok Utara, sejak saat itu pula konsentrasi pemerintah daerah, relawan dan masyarakat beralih pada recovery baik itu fisik, ekonomi dan juga budaya.

Diceritakan Heryanto, Januari 2011 datang kunjungan dari UNESCO untuk memberi dukungan khususnya recovery ekonomi dan budaya. Kegiatan UNESCO, mendapatkan dukungan pendanaan dari berbagai pihak, sehingga  pada bulan Maret UNESCO memberikan bantuan alat tenun, los kerja serta pelatihan desain di Jogja. Selain itu juga, digelar lokakarya dan pameran di Francis.

“Dalam kesempatan yang baik ini kami sampaikan terima kasih kepada UNESCO dan BPMB. Saya harap tetap ada dukungan untuk KLU sampai bisa mandiriM,” kata Heryanto.

Kegiatan yang diselenggarakan di Aula Kantor Bupati Lombok Utara tersebut juga ditampilkan fashion show kolaborasi tenun Bayan dan tenun Pringgasela, pameran tenun penenun Pringgasela dan Bayan serta diisi talkshow program disampaikan oleh Moe Chiba.

Kegiatan tersebut dihadiri para Kepala OPD, Tokoh Adat, Budayawan, Pengrajin Tenun dan pihak UNESCO.

sta/humaspro