Peran BUMD diharapkan menopang PAD, tapi lebih dari 60 persen BUMD kontribusinya kecil bahkan banyak yang selalu rugi
MATARAM.lombokjournal.com ~ BUMD didirikan dengan tujuan menggerakan roda perekonomian suatu daerah.
Hal itu dikatakan Alexander Marwata, Wakil Ketua KPK sebagai keynote speech pada Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) terkait Pencegahan Korupsi di Lingkungan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD), Kamis (08/09/22)
“Maka dari itu, tidak ada gunanya mempertahankan perusahaan BUMD yang sudah rugi,” kata Alexander Mawarta (Lombok Journal, Kamis 08/09/22) .
Ia mengungkapkan, seluruh Pemerintah Daerah di Indonesia ada 959 BUMD dengan total aset sebanyak 855 Triliun.
Tapi dari total BUMD tersebut, sebanyak 60 persen tidak punya SPI (Satuan Pengawasan Internal). Sehingga, karena tidak ada yang mengawasi maka Direksi di BUMD bekerja semau-maunya, tidak ada yang mengatur.
Apakah ini penyebab sebagian besar BUMD selalu rugi?
BACA JUGA: Pencegahan Korupsi di BUMD, yang Rugi Tak Perlu Dipertahankan
Peran BUMD Menopang PAD
Otonomi daerah memberikan konsekuensi yang cukup besar bagi peran Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) dalam menopang Pendapatan Asli Daerah (PAD). Sesungguhnya usaha dan kegiatan ekonomi daerah yang bersumber dari BUMD telah berjalan sejak lama sebelum UU tentang otonomi daerah disahkan.
Dasar hukum pembentukan BUMD adalah berdasarkan UU No 5 tahun 1962 tetang perusahaan daerah. UU ini kemudian diperkuat oleh UU No 5 tahun 1974 tentang pokok-pokok pemerintahan daerah (Nota Keuangan RAPBN, 1997/1998).
Tujuan dibentuknya BUMD adalah untuk melaksanakan pembangunan daerah melalui pelayanan jasa kepada masyarakat, penyelenggara kemanfaatan umum, dan peningkatan penghasilan pemerintah daerah.
Berdasarkan kategori sasarannya secara lebih detail, BUMD dibedakan menjadi dua yaitu sebagai perusahaan daerah untuk melayani kepentingan umum yang bergerak di bidang jasa dan bidang usaha.
Tetapi, jelas dari kedua sasaran tersebut tujuan pendirian BUMD adalah untuk meningkatkan PAD.
Peran BUMD yang diharapkan cukup besar untuk menopang PAD ini dalam kenyataannya jauh dari harapan.
Kontribusi BUMD Kecil
Peran dan kontribusi laba BUMD dalam penerimaan PAD di daerah baik tingkat satu maupun tingkat dua masih sangat kecil.
Komposisi PAD rata-rata di seluruh Provinsi di Indonesia adalah 81,60 persen dari pajak daerah 9,64 persen dari retribusi daerah, 6,43 persen dari PAD lain-lain, dan hanya 2,33 persen berasal dari laba BUMD.
Peran dan kontribusi laba BUMD untuk menopang PAD di seluruh provinsi di Indonesia yang terbesar adalah Sulawesi Tenggara (14,14 persen), kemudian menyusul berturut-turut Kalimantan Selatan (8,43 persen), Sulawesi Utara (5,15 persen), Bengkulu (4,93 persen), NTB (4,25 persen), dan seterusnya hingga yang terkecil Jawa Timur (0,07 persen)
(data Nota Keuangan RAPBN tahun Anggaran 1999/2000).
Melihat kinerja BUMD di Jawa Timur (Jatim) yang menempati tempat paling buncit dari komposisi laba BUMD untuk menopang PAD sungguh sangat menyedihkan. Dari 11 BUMD yang ada di Jatim hanya ada satu BUMD yang tergolong sangat sehat yaitu Bank Jatim. Laba BUMD yang disetor dalam PAD tahun 2007 (Rp 89 miliar) sedangkan tahun 2008 (Rp 239,3 miliar).
Jumlah tersebut memberikan kontribusi 85 persen dari jumlah total laba 11 BUMD dalam PAD.
BACA JUGA: ITDC Diminta Fokus Penyelenggaraan WSBK Tahun Ini
Sedangkan kinerja terparah BUMD di Jatim disumbangkan oleh PT Jatim Investmant management (PT JIM). Tahun 2008, PT JIM tercatat menderita rugi bersih Rp 30 miliar.
Pada tahun 2007 sumbangan PAD juga nol besar. Padahal, perusahan yang berkantor di Jalan Tunjungan ini telah menghabiskan APBD Jatim hingga Rp 40,3 miliar.
Perlu juga dicatat, selama tiga tahun terakhir (2007-2009), Pemprov Jatim telah mengucurkan modal awal untuk 11 BUMD sebesar Rp 715 miliar dari kewajiban setor modal sebesar Rp 2,2 triliun. Sedangkan untuk tahun APBD 2010, anggaran modal untuk BUMD dialokasikaan di kisaran Rp 86 milliar. Sebagai analogi uang sebesar Rp 715 miliar apabila dimasukkan dalam SBI dengan suku bunga 10 persen pertahun maka Pemprov Jatim sudah mendapatkan imbal hasil Rp 214.5 miliar.
Faktor Penyebab Buruk Performance BUMD
Kinerja BUMD yang buruk ini disebabkan oleh banyak faktor. Baik dari dalam dan dari luar BUMD itu sendiri.
Kita sudah sering mendengar bahwa BUMD ini dikelola oleh orang-orang yang tidak cukup cakap. Banyak terjadi penempatan direksi dan bahkan tenaga kerja yang kurang didasarkan pada pertimbangan profesionalisme, skill, dan kompetensi.
Bahkan, beberapa penempatan di BUMD sebagai “tempat buangan” bagi pejabat yang tergeser kedudukannya.
Ketimpangan kompetensi ini mengakibatkan lemahnya kemampuan manajemen perusahaan serta lemahnya kemampuan pelayanan dan pemasaran, sehingga sulit bersaing dengan perusahaan yang dikelola swasta murni.
Jumlah pegawai yang tidak berkualitas ini cukup memberikan beban fixed operation head yang besar bagi neraca keuangan perusahaan.
Kurang adanya spesialisasi dan konsentrasi utama dalam bidang usaha perusahaan daerah juga menyebabkan efesiensi yang rendah dan beban biaya operasional yang ditanggung menjadi relatif lebih besar.
Faktor internal lainnya adalah kurangnya perhatian dan kemampuan atas pemeliharaan aset yang dimiliki yang berakibat rendahnya produktivitas, mutu, serta ketepatan produksi.
Management asset yang acak adut dan neraca keuangan yang selalu negatif mengakibatkan ketidakmampuan BUMD untuk menambah belanja modal (pemberian alat baru, preventif, dan prediktif maintenance, dan lain-lain).
Hal ini mengakibatkan rata-rata kondisi mesin dan peralatan sudah tua serta ketinggalan zaman dibandingkan usaha sejenis lainnya. Faktor eksternal yang berpengaruh cukup besar adalah kurangnya koordinasi antar BUMD dalam kaitannya dengan industri hulu dan hilir (Analisa Depkeu 1997)
BACA JUGA: WSBK dan Sheel Eco Marathon Diharapkan Melibatkan Potensi Lokal
Strategi Penyehatan BUMD
Untuk memperbaiki kinerja BUMD ada beberapa langkah yang bisa dilakukan sebagai solusi praktis yaitu:
Pertama, menempatkan orang-orang yang profesional yang memiliki skill dan kompetensi sesuai bidang usaha BUMD yang digarap. Selain itu peningkatan kompetensi dan profesionalisme direksi beserta stafnya dalam menjalankan perusahaan sebagai usaha komersial murni yang mengutamakan pertimbangan efesiensi dan pencapaian laba usaha yang memadai.
Direksi dan staff yang ditempatkan di BUMD haruslah orang-orang yang mempunyai jiwa dan semangat wiraswasta/ entrepeneurship dalam menjalankan operasional usaha.
Kedua, pemberian wewenang dan pendelegasian kebijakan yang lebih besar dan luas oleh pimpinan daerah kepada BUMD dalam operasionalnya. BUMD tidak boleh dijadikan sapi perah atau kereta politik bagi kepentingan birokrat maupun partai politik.
Tujuan semata-mata adalah tetap profit oriented untuk menambah PAD.
Ketiga, mengatasi kelemahan internal dengan penetapan kembali core bisnis, likuidasi unit usaha yang selalu merugi.
Memperbaiki sistem manajemen dengan cara memperluas pangsa pasar dengan mempertahankan pasar lama dan mencari pasar baru, mengadopsi teknik produksi baru yang lebih efesien dan efektif.
Dan, yang terakhir memperbaiki koordinasi antar BUMD dalam industri hulu dan hilir. Memaksimumkan peluang eksternal berupa upaya kerja sama yang saling menguntungkan dengan perusahaan sejenis atau yang ada keterkaitan. ***