Menulis puisi bagi Agus K Saputra seperti menulis buku harian, tercatat biografi perjalanan yang sarat kerinduan, takjub, sedih, kenangan, sekaligus semangat berkarya
MATARAM.LombokJournal.com ~ Perayaan buku puisi ‘Januari di Kendari’ karya Agus K. Saputra berlangsung hari Kamis (01/06/23) malam, di Galery Taman Budaya NTB, Kota Mataram.
BACA JUGA: Gubernur NTB Berharap Kebhinekaan di NTB Terjaga
Agus K Saputra mengaku, 50 puisi yang terhimpun dalam buku itu itu didedikasikan untuk koleganya di Kendari, Sulawesi Tenggara. Sekitar setahun Agus bertugas di Kota Kendari, yang mengaku mengalami banyak peristiwa mengesankan.
Ia bertemu teman-teman baru yang membuka banyak perspektif pemikiran baru, termasuk banyak bertemu seniman yang kemudian melecutnya berani terus berkarya.
Dalam acara yang dihadiri kalangan sastrawan dan banyak seniman Mataram lainnya, Agus tampak bersemangat sebagai penulis puisi. Meski ia tak punya pretensi menjadi penyair.
Membaca 50 puisi Agus K. Saputra tergambar ‘biografi’ seseorang yang sarat kerinduan, takjub, sedih, kenangan, sekaligus semangat berkarya. Dalam buku kumpulan puisi ‘Januari di Kendari’ (87 hal, 2023), ditulisnya selama bertugas di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (2018-1019).
Menulis puisi bagi Agus, (barangkali) layaknya menulis catatan harian. Ia sudah ‘memuisi’ sehingga yang menyentuhnya dituangkannya dalam bahasa yang indah dan berirama untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan pengalamannya. Agus menggunakan imaji dan ritme yang unik untuk menciptakan efek emosional, dalam mengungkapkan pengalamannya selama di Kendari.
BACA JUGA: Ekspor Vanili Organik ke AS Tahun 2023 Meningkat
Maka puisi-puisi Agus yang ditulisnya di Kendari menggambarkan perjalanan emosional, spiritual, sekaligus introspektif. Penyair seringkali menggunakan imaji dan deskripsi untuk menggambarkan tempat-tempat yang dikunjungi, pemandangan alam, suara, aroma, dan kesan yang dirasakan selama perjalanan.
“….kata-kata (dalam puisi Agus, pen) sebagai aksentuasi pengalaman dan penghayatan,” tulis Syaifuddin Gani (Peneliti Brin) yang meninjau kumpulan puisi ini dalam tulisannya.
Karena itu Syaifuddin menyebutnya sebagai buku kumpulan puisi rekaman jejak perjalanan.
Pengalamannya bertemu keluarga nelayan di wilayah pesisir Kendari, ia ungkapkan dalam AYAH GAGAL MELAUT:
Terasa kuat empatinya, menghayati derita keluarga nelayan:
AYAH GAGAL MELAUT
malam ini tak ada ikan asap
ayah gagal melaut
ketika batuk kembali menyergap
napasnya tersengal-sengal
di dapur ibu menjerang air
dengan kayu bakar menipis
seperti angin tak lagi menyapa
peluhnya bercucuran tiada henti
langit gelap
hari semakin pengap
menyoraki cerdik pandai bersenda gurau
meninggalkan kami tanpa nasi
laut bergemuruh
mencari tempat menumpahkan amarah
seperti petir siang bolong
menusuk gendang telinga
bumi pertiwi menangis
dengan air mata darah
suaranya semakin lemah
bangkitlah bangkitlah
Malalanda-Ereke, 11 November 2018
Agus memang beruntung, punya kesempatan menempuh perjalanan di banyak tempat. Setelah di Kendari (Sulawesi Tenggara), kemudian ia menjelajah di Sulawesi Selatan. Dan sejak pertengahan 2023 bertugas di Area Lampung, Provinsi Lampung, sebagai Deputi Bisnis/Vice President PT Pegadaian, Kantor Wilayah Palembang
Memang Agus bisa dibilang jenis manusia yang langka, dalam posisinya sebaga Deputi Bisnisi PT Pegadaian, telah menerbitkan 6 buku kumpulan puisi, yaitu Kujadikan Ia Embun (Halaman Indonesia, 2017), Menunggu di Atapupu (Halaman Indonesia, 2018), Sepucuk Surat dan Kisah Masa Kecil (Halaman Indonesia, 2020), Bermain di Pasar Ampenan (Halaman Indonesia, 2021), dan Mencari Rumah Sembunyi (Halaman Indonesia, 2022). Dan yang keenam adalah Januari di Kendari (Halaman Indonesia, 2023).
BACA JUGA: Gotong Royong Bhakti Stunting di Lombok Timur
Salah seorang pembicara meninjau puisi-puisi Agus, adalah sutradara teater di Mataram, Kongso Sukoco, yang mengungkapkan pendekatan ‘psikobiografi’. Pendekatan ini menginterpretasikan puisi JANUARI DI KENDARI sebagai pengalaman penyair dalam perspektif psikologi, berdasarkan sumber informasi yang ditemukan dalam puisi.
JANUARI DI KENDARI
hujan membawa sakitnya melangkah
mendapati selembar cerita
terpanah hati menjadi rintik
dingin mengembara ke langit biru
menyapa mentari hinggap di bibir
merekah bersama sebaris senyum
angin kini mengalir sendiri
membasahi setiap langkah
menepikan kepedihan
hingga api membara
membawa jalan bahagia
januari di kendari
Kendari, 13 Januari 2019
Nada dasar puisi di atas menggambarkan pengalaman dan perasaan kesedihan (sekaligus cahaya kebahagiaan) yang sangat personal. Kalau itu menggambarkan pengalaman subyektif penyair, itu bisa dipahami.
Karena Agus yang sebenarnya selalu ‘rindu keluarga’ itu harus bertugas di tempat yang jauh dari keluarga. Itu berlangsung simultan. Itu bisa ‘beresiko’ secara emosional.
BACA JUGA: NTB Segera Bangun Perusahaan Energi Terbarukan
Perayaan buku JANUARI DI KENDARI mendapat perhatian luas kalangan seniman di Lombok, termasuk dari Kepala Kantor Bahasa NTB, Dr. Puji Retno Hardiningtyas, S.S., M.Hum, Kepala Perwakilan Ombudsman RI NTB, Dwi Sudarsono SH, Kepala Taman Budaya NTB, Sabarudin, S.Sastra, dan sutradara film, Adi Pranajaya Ratsu, serta penyair Kiki Sulistio. ***