Opini, Umum  

Benarkah ada Negara yang membenci Indonesia?

Australia
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

lombokjournal.com

MEMANG, sejauh ini tidak ada negara yang menjadi musuh dan secara resmi “membenci” atau bermusuhan dengan Indonesia. Konfrontasi antara Indonesia dengan negara lain (Malaysia) terakhir kali terjadi pada 1963. Dengan politik bebas aktif yang dianutnya, Indonesia mampu terhidar dari persaingan blok-blok ideologi.

Saya lantas mencari-cari jawaban atas pertanyaan, negara mana yang membenci Indonesia? Belum ada kajian khusus mengenai bagaimana negara lain memandang Indonesia. Padahal kajian serupa terhadap Jepang, Tiongkok, dan Korea Selatan sudah ada di Pew Research.

Saya kemudian mencoba untuk mencari dengan kata kunci yang lebih spesifik seperti negative view toward Indonesia dan how countries view Indonesia. Hasilnya saya menemukan dua buahbuku yang membahas mengenai bagaimana warga negara lain memandang Indonesia.

Buku pertama berjudul Stranger Nextdoor? Indonesia and Australia in the Asian Century, penyunting (editor)nya Tim Lindsey dan Dave McRae. Buku kedua berjudul Indonesia-Malaysia Relations, Cultural Heritage, Politics, and Labour Migrants karangan Marshall Clark dan Juliet Pietsch.

Buku pertama membahas mengenai hubungan dua negara bertetangga, Indonesia dan Austalia. Keduanya sama-sama membutuhkan satu sama lain dan sejak masa yang lama memiliki ikatan atau hubungan yang berkelindan.

Indonesia dengan populasinya yang besar adalah pangsa pasar produk-produk peternakan seperti daging dan susu serta gandum, yang banyak dihasilkan Australia. Bagi Indonesia, Australia adalah salah satu investor utama sekaligus negara penyumbang turis terbesar.

Namun, hubungan antara keduanya tidaklah benar-benar manis. Khususnya Australia, tidak banyak yang menganggap Indonesia sebagai negara yang disukai.

Hanya 43 persen saja yang mengaku menganggap Indonesia sebagai hal yang positif. Sisanya ada yang menganggap negatif, biasa saja, dan sebagian lain tidak tahu. Angka 43 persen ini cukup rendah bila dibandingkan negara-negara lain yang juga masuk dalam survei tingkat “kefavoritan” masyarakat Australia.

Jepang dan Singapura misalnya, 80persen dan 76 persen masyarakat Australia menganggap kedua negara sebagai hal yang positif. Malaysia dan Filipina pun mendapat angka yang lebih tinggi meskipun secara umum masyarakat Australia tidak lebih mengetahui kedua negeri  itu daripada mengetahui Indonesia. Skor yang didapat Malaysia dan Filipina masing-masing 58 persen dan 53 persen.

Kemudian timbul pertayaan, apa penyebab cukup rendahnya orang Australia yang memandang Indonesia secara positif? Dugaan kita mungkin akan mengarah pada ketidaktahuan orang Australia tentang Indonesia.

Namun, hal yang terjadi justru sebaliknya. Indonesia ternyata bisa dikatakan sangat dikenal di Australia. Hal yang berkontribusi pada rendahnya pandangan positif Australia terhadap Indonesia adalah Indonesia belum dianggap benar-benar penting dari segi ekonomi, dibandingkan Tiongkok atau Jepang misalnya. Menurut saya, eksekusi mati atas pelaku pengedaran narkoba asal Australia serta meningkatnya radikalisme Islam turut berkontribusi pada hal ini.

Buku kedua membahas hubungan Indonesia-Malaysia. Keduanya sering dijuluki sebagai negeri serumpun atau jiran (tetangga). Namun, selama hubungan kedua negara terjalin, banyak up dan down-nya.

Buku ini menyajikan data tahun 2007 dari Asia Barometer Survey. Menurut data tersebut 65 persen orang Indonesia menganggap Malaysia dan pengaruhnya sebagai hal yang positif. Sementara itu, sebaliknya hanya 39 persen saja orang Malaysia yang menganggap Indonesia dan pengaruhnya sebagai hal yang positif.

Malaysia

Usaha-usaha untuk mendekatkan kedua negara kelihatannya berhasil di tataran politik dan kenegaraan. Selain memiliki batas darat dan laut satu sama lain, keduanya sama-sama beragama mayoritas Muslim, sama-sama menggunakan bahasa Melayu (eventually menjadi bahasa Indonesia dan Malaysia), aktif di OKI dan ASEAN.

Namun, dalam tataran akar rumput, masyarakat kedua negara masih memiliki trust issues di antara mereka.

Penyebab pandangan Malaysia yang cenderung negatif terhadap Indonesia umumnya dialamatkan pada isu atau masalah seputar budaya. Dalam kasus ini pihak Indonesia serta warganetnya menyerang pihak Malaysia sebagai pengklaim dan pencuri budaya.

Keberatan dari pihak Malaysia adalah suatu budaya seharusnya dianggap sebagai milik bersama karena Malaysia dan Indonesia dahulu memiliki ikatan dan konektivitas yang sangat erat terutama antara Semenanjung Malaya dengan Sumatera (dan sedikit banyak Jawa dan Sulawesi Selatan). Wajar saja apabila ada kesamaan antara kedua negara.

Hal lain yang berkontribusi pada perasaan negatif serta perasaan benci orang Malaysia terhadap Indonesia adalah persoalan teritori yang belum terselesaikan, terutama Blok Ambalat.

Warganet Indonesia serta merta masih mempermasalah soal Pulau Ligitan dan Sipadan yang pada tahun 2000 telah ditetapkan oleh Mahkamah Internasional di Den Haag sebagai wilayah Malaysia dengan argumentasi seputar “efective control”.

Masalah asap yang kian mengganggu pun menimbulkan perasaan geram di antara masyarakat Malaysia.

Asumsi salah seorang teman saya di kampus, Malaysia memandang Indonesia sebelah mata bukan cuma karena permasalahn atau isu-isu yang telah disebutkan dalam jawaban ini.

Faktor utama mengenai buruknya hubungan dua negara ini adalah dugaan adanya sikap dan rasa merendahkan di kalangan masyarakat Malaysia yang menganggap bahwa Indonesia adalah negara budak, pengekspor pembantu, dan bergantung pada Malaysia untuk menafkahi warganya.

BACA JUGA: Puisi Bisa Meningkatkan Kesehatan

Jadi, tidak ada negara yang (benar-benar) membenci Indonesia. Tidak pula saya temukan data konkret mengenai tingkat kefavoritan Indoensia di mata negara lain selain Australia dan Malaysia. Semoga hubungan antarbangsa dapat menjadi lebih positif dan saling menguntungkan satu sama lain. Terima kasih, tabek!

Muhammad F. Agha Ansori

Quora