Bahaya HIV/AIDS Menjadi Musuh Bersama

Bahaya HIV/AIDS
Pjs Kades, Sarjono
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint

Bahaya HIV/AIDS harus menjadi musuh bersama (common enemy), karena itu upaya mencegah penularannya membutuhkan sinergi semua lini

TANJUNG.lombokjournal.com ~ Dinas Kesehatan Kabupaten Lombok Utara (KLU) melalui Unit Pelaksana Teknis Badan Layanan Umum Daerah (UPT BLUD) Puskesmas Gangga menyelenggarakan sosialisasi bahaya penyakit HIV/AIDS di Balai Desa Sambik Bangkol (Samba), Rabu (23/06/21).

Sosialisasi diikuti oleh 25 peserta terdiri dari perwakilan setiap dusun, staf desa, perangkat kewilayahan, dan para kader desa dengan narasumber dari Bidang Penyakit Menular Dinas Kesehatan KLU, Sabri, SKM.

“Kegiatan sosialisasi ini salah satu bentuk perhatian dan kepedulian BLUD Puskesmas Gangga dalam menyelamatkan masyarakat dan generasi kita dari bahaya penyakit mematikan ini,” ujar Penjabat (Pj) Kepala Desa Sarjono, S.I.Kom membuka sosialisasi.

BACA JUGA:

Bima dan BPOLBF Perkuat Percepatan Pembangunan Pariwisata 

Menurutnya, bahaya HIV/AIDS harus menjadi musuh bersama (common enemy) semua pihak. Upaya untuk mencegah penularannya membutuhkan sinergi semua lini.

Dikatakan, penyebaran kasus HIV/AIDS laksana fenomena gunung es. Hanya sedikit saja yang nampak di zona permukaan, lainnya tidak terdeteksi. Hal ini menandakan kasus rill bisa mencapai 2 kali lipat dari apa yang terdata.

“HIV/AIDS betul-betul ancaman bagi generasi di masa depan. Usia produktif dengan rentang usia 15-24 tahun adalah usia yang rentan terkena penyakit yang menyerang sistem kekebalan tubuh manusia ini,” tutur Kasubbag Humas pada Bagian Humas dan Protokol Setda KLU tersebut.

HIV dan AIDS sulit diketahui dan diobati lantaran sulit dicegah dan dideteksi, penyakit yang baru bisa diketahui dalam waktu puluhan tahun. Upaya pencegahan sedini mungkin harus dimulai dari lingkungan keluarga.

“Memastikan anak-anak atau anggota keluarga kita terlebih dahulu atau memastikan mereka jauh dari penyakit masyarakat,” tegasnya.

Dipaparkan pula diantara sarana penularannya yaitu hubungan seksual di luar nikah atau hubungan seks yang dilarang norma-norma kehidupan.

Untuk menghindarinya, maka kehidupan sehari-hari perlu diisi dengan kegiatan-kegiatan yang bermanfaat bagi diri sendiri, orang lain, dan masyarakat.

Peserta sosialisasi diimbau sungguh-sungguh, agar materi yang disampaikan narasumber dapat diresapi secara seksama.

BACA JUGA: Pengelolaan Sampah Harus Berkelanjutan

“Itulah nanti yang harus diindahkan dan patuhi dalam kehidupan sehari-hari,” imbaunya.

Ia berharap usai sosialisasi para peserta dapat menjadi pioner atau motor penggerak pencegahan penyakit HIV/AIDS di lingkungan masing-masing.

“Lebih baik mencegah daripada mengobati, lebih baik antisipasi daripada mitigasi, dan lebih baik mitigasi daripada evakuasi. Mari kita wujudkan hidup sehat dan aman untuk masa depan yang lebih sejahtera,” kata Sarjono.

Narasumber sosialisasi, Sabri, SKM dalam paparan materinya menyebutkan ada 3 penyakit menular, yaitu HIV, TBC, dan kusta. Ketiga penyakit itulah yang menular dan masih ada hingga sekarang.

Dijelaskan, HIV merupakan virus yang merusak kekebalan tubuh. Selain HIV, Covid-19 termasuk penyakit disebabkan oleh virus.

“Semua penyakit yang disebabkan oleh virus belum ada obatnya, yang ada itu adalah anti bodi zat kekebalan tubuh,” terangnya.

Sasaran penyakit HIV itu menyerang kekebalan tubuh manusia, sementara AIDS termasuk rentetan dari HIV jika sudah kronis.

“Virus HIV ini bersarangnya di dalam tubuh, terutama dalam cairan tubuh kita. Ada 4 macam cairan dalam tubuh kita yaitu cairan mani, cairan vagina, darah dan ASI. Dan yang sudah terbukti tempat bersarangnya virus adalah di 4 tempat ini. Dan yang paling berbahaya adalah darah karena kuman itu langsung masuk ke darah,” jelasnya.

Disampaikan pula, HIV tidak serta merta langsung menyerang, tapi 5 sampai 10 tahun baru terdeteksi dampaknya. Misalnya studium tiga dengan gejala muncul benjolan-benjolan, sementara stadium empat sudah tidak bisa diobati.

“Penyakit ini disebabkan seks bebas. Sejarahnya pertama masuk di Indonesia pada tahun 1978, ada di Bali dan Jakarta. Di KLU yang sedang melakukan pengobatan ada 32 orang menyebar di semua kecamatan,” tutur Sabri.

Kata dia, di Indonesia sendiri penyakit AIDS paling banyak di Papua dan NTT. HIV penyakit yang eksklusif sehingga penderitanya tidak boleh dipublikasi.

Sabri juga mengingatkan pihak yang seringkali membawa kuman adalah perempuan. Berdasarkan data Dikes KLU rata-rata perempuan. Penularan juga bisa lewat transfusi darah, kontak seksual, dan plasenta.

“Dan yang paling bahaya itu seks lelaki dengan lelaki. Begitu pula air susu ibu dan jarum suntik mengakibatkan penularan. HIV ini beda dengan Covid, karena penularannya berbeda,” ujar Sabri.

@ng