Ancaman Kematian Dari Kanker Serviks

dr Ario Damanto, SpOG saat memberikan penyuluhan kanker serviks di aula Kantor Camat Gunungsari, sabtu (22/7)

Kanker leher rahim atau serviks bisa dicegah dengan pemeriksaan dini. Lebih dini diketahui,  lebih murah biayanya dan mudah mengobati. Kalau terlambat, fatal akibatnya

MATARAM.lombokjournal.com – Sosialisasi IVA (inspeksi visual asam asetat) diselenggarakan Perhimpunan Ahli Kebidanan dan Penyakit Kandungan bersama BPJS Kesehatan Cabang Mataram, di aula Kantor Camat Gunungsari, Lombok Barat, Sabtu (22/7).

Sosialisasi yang dimulai sejak pagi itu dibuka oleh Camat Gunungsari, H Rusni, S.Sos. Selain dihadiri Danramil danKapolsek Gunungsar, juga diikuti sekitar seratus kelompok wanita, ibu-ibu dan remaja dari Kecamatan Meninting dan Gunungsari, Lombok Barat.

Kedua wilayah kecamatan itu mendapat perhatian mengingat lokasinya termasuk dalam kawasan pariwisata

Selama penyuluhan tentang penyakit kanker serviks itu, kelompok wanita dan ibu-ibu itu tampak antusias.

Meski sudah beberapa kali BPJS Kesehatan Cabang Mataram melakukan sosialisasi deteksi dini kanker serviks, namun sosialisasi IVA langsung bersama para ahlinya.

Selain dr Ario Damanto, SpOG yang memberikan penyuluhan kanker serviks, hadir dr Doddy Ak, SpOG, ahli kandungan yang juga Ketua Perhimpunan Ahli Kebidanan dan Penyakit Kandungan serta Koordinator Female Cancer Programme Lombok.

Satu-satunya ahli penyakit kanker di NTB, dr IMW  Mahayasa, SpOG, juga hadir memberikan penyuluhan. Mahayasa juga menjawab pertanyaan dari ibu-ibu yang ingin mengetahui lebih banyak seputar kanker serviks. Selama ini ibu-ibu mendengar penyakit kanker serviks yang sering disebut di berita hiburan TV, karena merupakan penyebab kematian artis Julia Peres.

Ibu-ibu dapat langsung melakukan tes IVA, setelah penyuluhan dengan didampingi dokter ahil kanker.  Tes IVA merupakan salah satu cara untuk melakukan deteksi dini kanker serviks.  Leher rahim dipulas dengan asam asetat 3-5 persen dan ditunggu selama 1 menit.

Tidak sakit dan hasilnya saat itu juga dapat disimpulkan, pasien normal (negatif) atau  positif (lesi calon kanker). “Tes IVA merupakan deteksi dini kanker serviks. Murah, mudah dan langsung terdeteksi,” jelas dr Dodik.

Ancaman Kematian

dr Doddy Ak, SpOG

Kanker serviks merupakan tumor ganas yang mengenai leher rahim, yang ditimbulkan oleh HPV (Human Papiloma Virus), mudah ditularkan melalui hubungan seksual yang tidak sehat. Dari data rumah sakit sentral di Indonesia, terdapat 15 ribu pasien baru kanker leher rahim tidap tahun, 8 ribu di antaranya meninggal dunia.

“Tiap jam terdapat orang Indonesia meninggal dunia akibat kanker serviks,” kata dr Dodik.

Menurutnya, baru sepuluh tahun terakhir penyebab kanker serviks diketahui di Indonesia. Sejak itu dilakukan upaya deteksi dini sebelum virus berkembang  menjadi kanker. “Penyuluhan yang kita lakukan juga untuk melatih bidan-bidan di rumah sakit seluruh NTB, untuk melakukan deteksi dini, antara lain melalui tes IVA,” katanya.

Hanya melalui deteksi dini segera diketahui virusnya, dan langsung dilakukan pengobatan untuk penyembuhan total. Sebab kalau perjalanan kanker sudah sampai stadium lanjut, belum ada pengobatan yang bisa menyembuhkan. “Hanya menunggu kematian,” ujar Dodik

dr IMW Mahayasa, SpOG

Lebih jauh, dr Mahayasa menjelaskan, menemukan lesi pra kanker masih bisa diatasi, kalau sudah kanker pengobatannya membutuhkan biaya mahal,dan akan menjadi beban negara.

Di NTB sudah banyak ditemukan pasien penderita serviks stadium lanjut. Dalam sebulan sudah ditemukan 25 pasien yang harus dilakukan kemo terapi. Sebaliknya, sangat sedikit pasien yang melakukan pemeriksaan deteksi dini.

“Kita lebih banyak menemukan pasien stadium lanjut. Artinya, masyarakat kita masih rendah kesadarannya untuk melakukan pemeriksaan dini,” dr Mahayasa, ahli kanker satu-satunya di NTB itu.

Mahayasa menjelaskan tentang daya tahan orang yang telah mengidap kanker serviks. Untuk penderita stadium 1 tanpa pengobatan intensif, orang hanya bisa bertahan maksimal 15 tahun. Stadium 2 dan 3 juga makin pendek kemampuan seseorang untuk bertahan.

“kalau sudah stadium empat yang sudah tidak bisa disembuhkan, seseorang hanya bisa bertahan hidup cuma empat bulan,” tegas Mahayasa.

Karena itru, melakukan pemeriksaan secara dini mutlak penting.

Rr