Seni  

Lintasan un Nocturno de Jabo dalam Pameran “Air Palem, Burung Hantu dan Pohon Kamboja”

Pertunjukan 'Air Palem, Burung Hantu dan Pohon Kamboja' / Foto; Ka-Es
image_pdfSimpan Sebagai PDFimage_printPrint
SYAMSUL FAJRI NURAWAT (SFN) pameran seni rupa tunggal bertajuk “Air Palem, Burung Hantu dan Pohon Kamboja” di Galeri Gudang ErKaEm, di Lombok Barat, 21-28 Oktober 2020. Di hari akhir pameran itu ditutup dengan pertunjukan ‘teater gerak’ (istiah yang disampaikan Jabo sapaan SFN). “Untuk menguatkan pemaknaan karya yang saya pamerkan,” kata Jabo

 

SFN atau kita sebut Jabo, yang dikenal sebagai aktor  dan penata artistik teater, memamerkan 10 karya lukisan yang menggunakan media karton dengan tarikan garis bolpoin, 2 karya instalasi dan sebuah pertunjukan ‘happening’ tunggal.

Kita tak membicarakan seni drawing yang memvisualkan sesuatu sebagai bentuk representasi, atau suatu karya ilustrasi yang memberi keterangan atau gambar keterangan.

Syamsul Fajri Nurawat / Jabo

Karya-karya  dalam pameran itu masing-masing dipajang  di ruang (yang sengaja dipilih) dengan tingkatan makna yang berbeda. Mulai beranda dan ruang tamu, ruang tengah yang berisi karya instalasi sepatu boot dan sebutlah topi cowboy serta satu pitcher tuak dan lilin yang merobek gelap , hingga di lantai dua Galeri Gudang ErKaEm yang selama ini dipakai untuk pelbagai keperluan.

Tingkatan makna di masing-masing ruang itu, seperti pemahaman akan struktur drama, mulai dari diperkenalkannya ‘konflik’ hingga mencapai krisis. Masing-masing karya menyimpan riwayat sastra dari lintasan  un Nocturno de Jabo.

Misalnya,  setelah mengamati di antaranya ‘Kematian di Hari yang Mengecewakan’ , ‘Sebuah Adegan Mengenai Metamorfosa’, kemudian berlanjut pada ‘Patria o Muerte!!! (Negara atau Kematian!!!), lalu berlanjut ke ‘Laki-laki Pejuang dan Raungan Pembebasan’.

Tapi karya-karya Jabo memuat kisah sambung menyambung. Tiap karya bukanlah captura del momento yang berdiri tunggal,  tapi peristiwa satu bergerak menuju peristiwa lain yang merakit bangunan drama.  Kita  tengah menyaksikan riwayat seseorang, yang dikatakan Ahmad Tabibudin (dalam pengantar kurasionalnya), seorang aktor ‘yang (selalu) ingin menunjukkan sistem kerja neurosisnya dalam menangkap gejala dan simbol-simbol dalam masyarakat’

Saat menyadari pemahaman demikian, pameran karya-karya di Galeri Gudang ErKaEm itu tak cukup semata-mata layaknya mengapresiasi pameran tunggal perupa.  Ini (mungkin)  tentang seniman yang mengubah diri melalui eksperimen estetik melalui bentuk-bentuk kolaborasi pelbagai media artistik.

Jabo disebut menguasai cara menjadi sunyi di tengah keramaian, dan terbiasa memendam apa pun. Dan memang, dalam karyanya  memancar pesona pilu yang terbingkai dalam raungan semangatnya. Pertunjukan tunggalnya juga dengan hentakan kaki, teriakan tertahan dan tubuh menggeiat, campur aduk antara kobaran semangat, kekecewaan, sensiblero, dan tentu rasa pilu.

Ari Juliant

ARI jULIANT

“Saya menangkap rasa pilu, kekecewaan dan kesepian,” kata Ari Juliant. Itu diugkapkannya mengomentari pameran dan pertunjukan Jabo.

Ari Juliant, musisi yang selalu mengumandangkan gerakan gerilya kesenian dan penggagas Galeri Gudang ErKaEm,  merupakan bagian penting  dari pameran dan pertunjukan Jabo. Sejak pameran dibuka dan diakhiri dengan pertunjukan, 21-28 Okober 2020,  musik Ari (bersama violis Arif dan pemain bas kang Maman) mengisi ruang auditif dan menyeret pengunjung dalam kekecewaan dan kepiluan Jabo.

Tapi seperti diakuinya, bunyi-bunyi yang dimainkan bukan berfugsi memberi ilustrasi tapi ekspresi otonom sebagai respon bentuk-bentuk visual yang ditangkapnya. Baru saya sadari, bunyi-bunyi itu menyarankan kegembiraan dan optimisme meski membingkai kekecewaan dan rasa pilu.

Dan kemudian saya juga menyadari, selama pameran ‘Air Palem, Burung Hantu dan Pohon Kamboja’ itu juga tentang kesenangan murni. Hadirnya kolaborasi pelbagai media artistik, seperti kata orang, momen ‘Happenings’ dengan gagasan seni sebagai penanda kualitas hidup

Ka-Es