TGB Bicara Lugas Tentang Korupsi Di Yogyakarta, Ini Katanya

Gubernur NTB, TGH M Zainul Majdi ketika bicara dalam diskusi di Masjid Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sabtu (17/06) malam (foto: Ist)

Masyarakat baik itu ada saat mainstreamingnya amal shalih (kebaikan), maka ketidakbaikan terpinggirkan. Sebaliknya, saat mainstream yang terbangun kebathilan, maka kebaikanlah yang terpinggirkan. Itu kata TGB

lombokjournal.com

Gubernur NTB, TGH M Zainul Majdi dalam diskusi di Masjid Universitas Gadjah Mada di Yogyakarta, saat ditanya bagaimana meminimalisir penyimpangan birokrasi di NTB punya jawaban lugas. Tuan Guru Bajang atau TGB sapaan akrab gubernur itu mencontohkan, sistem pengadaan barang dan jasa.

Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) di NTB menjadi salah satu percontohan di Indonesia. Akan tetapi, ia mengaku dengan sistem yang tegas dan rigid, tidak bisa memastikan 100 persen bebas dari penyimpangan.

Menurutnya, memastikan (tidak terjadi penyimpangan,red)itu tidak mungkin. Tapi menduga kuat bahwa prosesnya itu memang proses yang sudah transparan akuntabel, bisa dengan sistem.

“Tapi, memastikan dari A sampai Z bahwa tidak ada hanky panky atau tipu daya dari awal A-Z  kita tidak tahu. Kita bisa mengukur dari sistem itu selama sistem itu berjalan prosedurnya,” katanya dalam diskusi di Masjid Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Sabtu (17/06) malam

Menurutnya, kalau sistem itu berjalan prosedurnya, terlihat tidak ada yang nyata menyimpang. Tapi kalau memang ada penyimpangan, prosesnya harus diaborsi, diulangi.

“Tapi sekali lagi ini kita terus berupaya,” beber TGB.

Sebelumnya dkatakan TGB, banyak kalangan menilai korupsi dan penyimpangan birokrasi pemerintahan masih menjadi persoalan Bangsa Indonesia yang sulit terpecahkan. Namun menurut Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB) Dr. TGH Muhammad Zainul Majdi, MA, hal itu bisa diatasi dengan sederhana.

“Menurut saya sederhana. Tidak usah dilakukan. Tidak ada resep yang lebih baik selain meninggalkan dan jangan lakukan itu. Ini kalau pribadi bagaimana saya,” tegas TGB.

Ya, tentu setelah itu dibangun sistem disitu ada sinyal yang jelas, siapa pun yang melakukan suap menyuap atau tindak pidana korupsi dapat ganjaran atau punishment tegas. Bentuknya ada pakta integritas. “Begitu tersangka langsung jadi non aktif. Jadi, begitu tersangka selesai,” tuturnya.

Lebih jauh TGB mengatakan, tidak bisa menjamin tindakan korupsi dan kejahatan lainnya bisa hilang sama sekali. Bahkan, pada zaman Rosulullah, Muhammad Saw, masih ada kejahatan yang terjadi dalam masyarakat.

“Apa anda kira korupsi tidak ada zaman itu. Apakah anda kira bahwa pencurian tidak ada? Apakah anda kira Prostitusi tidak ada? Ada,” tukas TGB.

Menurutnya, bukan berarti 100 persen harus baik semua baru kemudian bisa lega. Cukuplah dengan pelajaran sejarah, ketika kita mampu me-mainstream-kan kebaikan maka mudah-mudahan itu suatu tanda baik.

“Tapi kalau yang menjadi mainstream itu tidak baik. Nah, itu warning buat kita untuk kita benahi,” tandas mantan anggota DPR RI Periode 2004-2009 ini.

TGB menegaskan, keteladanan seorang pemimpin menjadi penting untuk menerapkan sistem yang baik. Keteladanan adalah katup pengaman dalam kepemimpinan. Jika seorang pemimpin memberikan teladan yang baik dengan banyak memberikan maslahat kepada masyarakat, maka penyimpangan-penyimpangan birokrasi bisa ditekan.

“Itu sebabnya kan, kalau di dalam hadist Rasul, tujuh kelompok manusia yang akan dinaungi, itu yang pertama kan imamum adil, pemimpin yang adil. Bukan berarti pemimpin yang adil itu sepenuhnya dari A-Z  tenang-tenang saja. Tidak. Dia disebut adil ya karena ada proses itu terus untuk bagaimana maslahat itu lebih banyak dari mudharat,” tukasnya.

Rr