Iuran peserta atau pemegang kartu BPJSKesehatan yang berada di bawah perhitungan aktuaria, setiap bulan BPJS Kesehatan mengalami defisit Rp 1 triliun
lombokjournal.com —
MATARAM ; Benarkah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan saat ini dalam kondisi tidak sehat secara finansial?
Ya,sebab itu sering jadi berita media, bahkan soal defisit yang dialami pernah menjadi topik perdebatan acara TV Swasta. Pertanyaan kemudian, apa sih penyebab defisit BPJS Kesehatan yang terbukti banyak memberi manfaat layanan kesehatan bagi jutaan warga Indonesia?
Tapi inilah fakta, tahun 2018 tiap hari pada 2018, BPJS Kesehatan memberi manfaat bagi 700.000 pasien pemegang kartu JKN-KIS. Dan dipastikan, jumlah itu akan terus meningkat dari waktu ke waktu.
Ironisnya, peningkatan jumlah peserta BPJS Kesehatan justru makin meningkatkan defisit keuangan itu. Tahun ini, utang jatuh tempo BPJS Kesehatan sudah mencapai Rp 9,7 triliun dan diprediksi mencapai Rp 12 triliun dalam setahun.
Dengan suntikan dana dari pemerintah sebesar Rp 10,5 triliun tahun ini, akan ada carry over defisit ke tahun 2019 sebesar Rp 5 triliun. Dengan jumlah peserta 206 juta tahun ini, defisit yang didera BPJSK rata-rata Rp 1 triliun per bulan.
Jika pemegang kartu Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) bertambah 21 juta atau jumlah peserta akan mencapai 227 juta, defisit yang dialami BPJS Kesehatan makin membengkak.
Iuran Rendah
Makin meningkat jumlah peserta justru akan meningkatkan defisit keuangan BPJS Kesehatan, karena dua hal.
Pertama, iuran peserta BPJSK di bawah perhitungan aktuaria (perhitungan ahli terkait kecukupan iuran). Kedua, tidak semua iuran peserta mandiri BPJSK mudah ditagih, apalagi peserta adalah pekerja informal yang tinggal di daerah yang sulit dijangkau transportasi umum.
Lebih sering, biaya penagihan iuran peserta yang berasal dari sektor informal lebih besar dari nilai iuran per bulan.
Dilemanya, Pemerintah menargetkan jumlah peserta BPJS Kesehatan mencapai 95 persen pada akhir 2019. Dengan asumsi jumlah penduduk Indonesia 265 juta, jumlah peserta BPJS di akhir tahun depan harus mencapai 252 juta.
BPJSK hanya berani menargetkan tambahan 21 juta karena kekhawatiran akan biaya yang bakal membengkak.
Seperti sudah dijanjikan pemerintah, tahun ini, pemerintah menyuntikkan dana Rp 10,5 triliun. Sisa “utang” pemerintah ke BPJSK tahun ini akan dialihkan ke tahun depan.
Jika ada tambahan peserta tahun depan sebanyak 21 juta peserta, defisit yang diderita akan lebih dari Rp 1 triliun sebulan.
Menurut perhitungan BPJS, total akumulasi defisit badan ini sesungguhnya sudah mencapai Rp 16,5 triliun. Namun, seperti kata Dirut BPJS Kesehatan, Fachmi Idris, pihaknya mengikuti hasil audit BPKP.
“Kami juga menggunakan tenaga auditor dan hasilnya sebesar itu. Bukan Rp 12 triliun seperti hasil audit BPKP. Namun, kami ikut BPKP, ” kata Fachmi, beberapa waktu lalu.
Defisit BPJSK bukan saja defisit cashflow, melainkan juga defisit aset neto yang jumlahnya jauh lebih besar.
Karena BPJSK adalah asuransi, demikian Fachmi, laporan keuangan perusahaan yang dipimpinnya wajib menyisihkan dana cadangan teknis. Hal ini belum bisa dilakukan karena defisitnya akan lebih besar lagi, yakni mencapai puluhan triliun rupiah.
Baca Bagian Berikutnya; Menyehatkan BPJS Kesehatan, Menyehatkan Bangsa (2)
Rr (Sumber; BERITA SATU)