Resiko mengalami tindak kekerasan membayangi pekerjaan jurnalis. Seperti menimpa Nurhadi, jurnalis majalah Tempo, yang mengalami peyekapan, pengancaman dan perampasan alat kerjanya
MATARAM.lombokjournal.com –
Nurhadi mengalami tindak kekerasan saat menjalankan penugasan dari redaksi Majalah Tempo untuk meminta konfirmasi kepada mantan Direktur Pemeriksaan Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, Angin Prayitno Aji.
Konfirmasi itu penting dilakukan karena Angin sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus suap pajak.
Penganiayaan itu diduga dilakukan sejumlah pengawal Angin Prayitno Aji, alasannya karena Nurhadi masuk tanpa izin ke acara resepsi pernikahan anak Angin, di Gedung Graha Samudera Bumimoro (GSB) di kompleks Komando Pembinaan Doktrin Pendidikan dan Latihan TNI Angkatan laut (Kodiklatal) Surabaya, Jawa Timur, Sabtu (27/03/21) malam.
Saat itu Nurhadi dibekuk, ditampar, seta dipukul di beberapa bagian tubuhnya. Untuk memastikan Nurhadi tidak melaporkan hasil reportasenya, dia juga ditahan selama dua jam di sebuah hotel di Surabaya.
Wahyu Dhyatmika, Pemimpin Redaksi Majalah Tempo dalam keterangan persnya menjelaskan, peristiwa tersebut merupakan serangan terhadap kebebasan pers, dan melanggar KUHP serta Undang Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999.
“Tempo mengutuk aksi kekerasan tersebut dan menuntut semua pelakunya diadili serta dijatuhi hukuman sesuai hukum yang berlaku,” kata Wahyu Dhyatmika dalam keterangannya.
Peristiwa penganiayaan ini dinilai Tempo merupakan tindak pidana. Setidaknya dua aturan dilanggar, yakni pasal 170 KUHP mengenai penggunaan kekerasan secara bersama-sama terhadap orang atau barang.
Dan pasal 18 ayat 1 UU Pers tentang tindakan yang menghambat atau menghalangi kegiatan jurnalistik. Ancaman hukuman untuk pelanggaran ini adalah seberat-beratnya lima tahun enam bulan penjara.
Redaksi Tempo menyatakan sikap, meminta Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afinta menindaklanjuti kasus kekerasan terhadap jurnalis Tempo dan memeriksa semua anggotanya yang terlibat. Agar pelakunya dibawa ke meja hijau untuk menerima hukuman setimpal, sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo diminta memerintahkan jajarannya di Divisi Profesi dan Pengamanan Mabes Polri untuk memproses pelaku secara disiplin profesi.
“Dan memastikan kasus ini merupakan aksi kekerasan terakhir yang dilakukan polisi terhadap jurnalis,” kata Dhyatmika.
Tempo mohon bantuan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Komisi Nasional untuk Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) dan Dewan Pers, untuk melindungi korban dari ancaman kekerasan lebih lanjut dan mengawal proses hukum atas kasus ini.
Selain itu, Tempo menghimbau semua pihak k menghormati kerja-kerja jurnalistik yang dilindungi oleh UU Pers, demi terjaminnya hak publik untuk tahu dan mendapatkan informasi yang akurat mengenai isu-isu yang penting bagi orang banyak.
Kronologi penganiayaan
Dalam catatan tertulis, Nurhadi menjelaskan penganiayaan yang menimpanya. Menurutnya, ia tiba di Gedung Graha Samudra Morokembang, Surabaya sekitar pukul pukul 18.25 WIB.
Sesuai penugasan redaksi Majalah Tempo, ia datang untuk konfirmasi ke mantan Direktur Pemeriksaan Ditjen Pajak Kemenkeu Angin Prayitno Aji yang sudah ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi.
Karena tidak semua orang bisa bebas keluar masuk, akhirnya ia masuk Bersama seorang temannya melalui pintu samping. Di dalam, Nurhadi sempat dua kali memfoto pelaminan.
Sebenarnya, Nurhadi hanya ingin memastikan Angin yang berbesan dengan dengan Kombes Ahmad Yani, mantan Karo Perencanaan Polda Jatim, berada di sisi kiri mempelai atau kanan. Tapi Nurhadi tidak menyadari, di depan/dekat pintu utama ada keterangan hadirin tidak boleh memfoto.
Nurhadi Bersama temannya memutar sampai ke pintu samping jalan masuknya tadi. Disana, laki-laki berseragam menghampirinya, “Kamu tamunya siapa?”
Karena tak bisa membuktikan siapa pengundangnya, Nurhadi dibawa ke belakang, didorong oleh ajudan Angin, dibentak, HP nya diambil. Kemudian dibawa keluar oleh anggota TNI yang bertugas jaga di luar. Kemudian dimasukkan ke mobil patroli dan dibawa ke pos mereka. Tidak Ada tindak kekerasan di pos itu.
Nurhadi dibawa balik ke tempat acara saja. Ia diturunkan di belakang Gedung Samudra Morokembang, dekat musala. Rupanya sudah banyak yang menunggu, ada ajudan Angin, polisi, sampai puluhan. Baru turun dari mobil sudah dipukul, dikiting, ditampar.
Kata Nurhadi, paling kejam si ajudan Angin, bahkan sempat bilang, mau pilih UGD atau kuburan.
Nurhadi sempat diberi Rp 600 ribu tapi ditolaknya. Karena ia menolak, Nurhadi ditampar dan ditendang. Mereka memaksa Nurhadi memegang uang itu, lalu difoto-foto. Ajudan Angin juga bilang, “Tempo itu kemarin foto-foto rumah Pak Angin. Kamu mau kubawa ke Jakarta? Nggak bakalan lihat matahari besok pagi.”
Lalu Ajudan Angin memukul perut, dada, menggampar kuping. Tiap menyampaikan pertanyaan, belum menjawab, dia langsung main tampar. Nurhadi sempat salah buka password HP, langsung ditampar dan dijotos. Kalau Nurhadi tidak mau membuka hp dan email, langsung mendapat tamparan. Ajudan itu merestart hpnya sehingga semua data-datnya hilang.
Para anak asuh Kombes Ahmad Yani juga mengerubungi. Mereka bertanya, dikiranya Tempo mau menulis soal resepsi. Padahal sudah berulang kali saya jelaskan bahwa kami hanya ingin konfirmasi ke Angin terkait kasus korupsi.
Kejadian penyiksaan ini berlangsung sekitar dua jam. Orang-orang itu tiap bertanya diiringi tamparan dan jotosan.
“Saya diperlakukan seperti maling. Bahkan lebih buruk,” kata Nurhadi.
Waktu resepsi selesai, Nurhadi diserahkan ke anak asuh Kombes Ahmad Yani, Purwanto dan Firman, yang sebeumnya juga ikut menjotos Nurhadi. Keduanya mengaku anggota Binmas Polda Jatim. Nurhadi dan temannya Fahmi dibawa Purwanto dan Firman ke Hotel Arcadia.
Saat di hotel, Nurhadi kembali menyampaikan tidak bisa menerima uang itu. Kalaupun dibawa, nanti akan dikembalikan oleh redaktur entah bagaimana caranya. Pur dan Firman sempat emosi.
“Sudahlah bawa saja. Ini sebagai pengganti hp rusak,” bentaknya.
Nurhadi sempat diajak ngobrol di hotel sekitar satu jam. Mereka butuh jaminan bahwa foto tidak akan keluar, dan Nurhadi sudah memastikan itui. Mereka koordinasi langsung dengan Ahmad Yani. Segala omongan direkam dan dikirim ke Ahmad Yani. Bahkan saat saya menelepon Linda atau Moses menggunakan HP Fahmi juga mereka rekam dan dikirim ke Ahmad Yani.
Mereka meminta peritiwa anggap aja selesai dan mengantar sampai rumah. Kalau tidak mau diantar, mereka mengancam akan menjerat saya dengan UU ITE.
“Nggak enak karo sampeyan Mas,” kata Pur dan Firman.
Nurhadi tiba di rumah sekitar pukul 01.00, dan saat hendak turun dari mobil, ia menaruh uang itu di dekat persneleng.
Rr
(Sumber; Tempo)