Indeks
Seni  

Teater Dari Lombok Meramaikan ‘Cirebon Theatre Festival’.

PUTU WIJAYA meski di atas roda, mementaskan monolog, memberi semangat komunitas teater
Simpan Sebagai PDFPrint

MATARAM – lombokjournal

Menghidupkan semangat berteater tidak mudah. Namun semangat itu tidak pernah mati.  Komunitas teater dari Lombok, Samsul Fajri Nurawat (SFN) Lab, yang ikut membidani munculnya Cirebon Theatre Festival meyakini, jaringan kerja yang dibangun komunitas teater akan membuka ruang lebih luas bagi kreativitas teater.

Cirebon Theatre Festival menjadi peristiwa penting untuk diikuti, di tengah makin sepinya gerakan komunitas teater yang bisa melibatkan komunitas dari daerah lain.

Nash Jaunah Mime dari Lombok menghibur publik Cirebon

Meski membawa gagasan besar membangun jaringan kerja teater, sebenarnya kerja komunitas teater di Cirebon itu digerakkan para pegiat teater dari kalangan pelajar.  Bahkan penanggung jawab dan penggagas festival itu, Ade Fathullah Hisyam, adalah lulusan STSI Bandung angkatan 2001.

Mengajak Seniman

Setelah Gedung Kesenian Nyimas Rara Santang Cirebon usai direnovasi tahun 2014, pemda setempat membuka kesempatan seniman yang menggarap seni pertunjukan untuk memanfaatkan gedung tersebut.

Satu-satunya gedung kesenian yang ada di Cirebon itu memang pernah menjadi tempat pertunjukan musik, tari atau teater. Sampai tahun 2010, gedung itu kemudian dianggap tidak layak menjadi tempat pertunjukan.

Itu juga menjadi salah satu penyebab merosotnnya pertunjukan teater.  Setelah gedung kesenian selesai  direnovasi tahun 2014, gagasan menyelenggarakan Cirebon Theatre Festival yang dimotori Tjaroeban Inc mulai dijalankan. “Sebelumnya tidak ada gedung yang dianggap layak,” kata Ade Fathullah Hisyam yang akrab dipanggil Bedul.

Salah satu grup teater dari Cirebon

Penyelenggaraan festival itu mendapat sambutan baik dari Dinas Budpar dan DIrjen Kebudayaan, serta tokoh teater di Cirebon. Festival yang dimulai tahun 2015 itu diikuti 24 grup teater. Mulai yang ada di Cirebon, Majalengka, Kuningan, Indramayu, Tasikmalaya, Bandung, Jakarta, Jogja dan Kota Mataram.

“Putu Wijaya yang ikut monolog (meski dengan kursi roda, red) memberi dukungan, agar penyelenggara tidak patah semangat,” cerita Bedul.

Festival itu ternyata menarik minat penonton teater. Selama 10 hari pertunjukan dari berbagai kota, penonton yang dipungut bayaran Rp20 ribu untuk menonton selama festival berlangsung, cukup ramai. Untuk pertunjukan yang berlangsung sore hari, penontonnya bisa mencapai 500 orang.

“Kita bersemangat dengan besarnya sambutan penonton,” kata Bedul.

Mereka berkomitmen, agar even teater satu-satunya di Cirebon itu terus terselenggara tiap tahun. Meski panitia mengaku, subsidi yang diberikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta dari pemda setempat dibagi habis untuk partisipasipan festival tersebut. Bahkan sisa uang di panitia bukan dibagikan sebagai honor, tapi menjadi persiapan untuk produksi teater mereka berikutnya.

Bagi Bedul, yang penting dari festival itu bisa mempertemukan komunitas teater dari berbagai tempat. Mereka bisa bertukar informasi dan share dengan teman-teman yang belum sempat hadir.

Teater di Lapis Pinggiran

Performance SFN Labs yang disutradarai Jabo

Samsul Fajri Nurawat yang akrab dipanggil Jabo — aktor dan sutradara teater  Lombok jebolan STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia) Bandung bersama SFN Labs yang didirikannya — bisa disebut pilar yang konsisten menguatkan kehidupan teater di Lombok.  Bersama 6 orang aktor asal kampus di Mataram yang selama ini mengikuti kegiatan di SFN Labs, minggu awal bulan April (2-12 April) lalu, meramaikan ‘Cirebon Theatre Fastival’  yang berlangsung di kota Cirebon, kota asal sutradara kondang Arifien C Noer (almarhum) dan Nano Riantiarno.

“Selama ini teater masih di lapis pinggiran. Memang kalangan teater sendiri yang seharusnya menjadi penggeraknya,” kata Jabo di rumahnya yang sekaligus menjadi aktifitas SFN Labs.

Syamsul Fajri Nurawat, menjadi ‘rekan diskusi’ lahirnya Cirebon Theatre Festival

Menurut Jabo, apa yang dilakukan komunitas di Cirebon itu, sebenarnya sudah pernah berlangsung di Mataram. Tapi kondisi di Cirebon bisa jadi lebih baik. Sebab pihak Disbudpar Cirebon maupun Pemprov Jawa barat, selain memberi dukungan juga sangat dekat dengan seniman teater. Bahkan Wakil gubernur jawa Barat, Dedy Miswar, sebelum acara berlangsung sempat bertandang memberi dukungan pada panitia dan anggota komunitas teater itu.

“Ada kesadaran dari komunitas teater sendiri. Kemudian pemda setempat mendukungnya dan memberi apresiasi yang sangat baik,” cerita Jabo.

 Seharusnya teman-teman komunitas teater di Mataram, khususnya pemda NTB bisa tergerak dengan penyelenggaraan festival itu. “Sayangnya, di Mataram, para seniman seperti sulit memakai gedung Taman Budaya yang sudah direnovasi,” tutur Jabo.

Ka-eS.

Exit mobile version