Indeks

Tata Ruang Resort Wisata di Lombok Masih Semrawut

Simpan Sebagai PDFPrint

MATARAM – lombokjournal

I Gusti Lanang Patra

Di tengah-tengah gencarnnya upaya mengejar target kunjungan wisatawan, ternyata tata ruang resort wisata di Lombok tak dikelola dengan baik.  Tiadanya pengendalian dan kejelasan konsep, muncul bangunan  tempat usaha yang melanggar wilayah peruntukan. Akibatnya, wajah resort wisata makin semrawut.

 “Harus ada pengendalian (tata ruanng) dari pembuat kebijakan,” kata Ketua PHRI (Persatuan Hotel dan Restroran Indonesia) NTB, I Gusti Lanang Patra.

Lanang mengatakan itu saat bicara dalam seminar  “Pemberdayaan sumber Daya Alam Guna Menunjang Pariwisata Berkelanjutan Menyongsong Pesona Lombok Summbawa 2016”, diselenggarakan Forum Pemuda Peduii Bangsa di Gedung Sangkareang Kantor Gubernur NTB, Kamis (24/03).

Situasi ini sempat marak saat banyaknya pihak swasta tertarik dengan resort Gili Trawangan dan menanamkan investasinya untuk usaha akomodasi. Banyaknya minat pihak swasta berinvestasi di Gili Trawangan disambut Pemda setempat. Tapi pertimbangan akan menambah income daerah itu menyebabkan pelanggaran zonasi peruntukkan.

Dengan pengelolaan yang baik, potensi alam yang dimiliki Lombok menjadi modal pengembangan pariwisata yang bisa mengalahkan daerah lain

Hal yang sama, kasus pelanggaran zonasi peruntukan itu terjadi di resort wisata Senggigi. “Tata ruang di senggigi tidak ada pengendalian,” kata Lanang yang bicara bersama Kepala Bidang Penelitian Badan Lingkungan Hidup Provinsi (BLHP) NTB, Retno Kuntari.

Pengembangan penataan di Senggigi diharapkan didasari konsep yang jelas. Termasuk ‘style’ bangunan ruko sebagai sarana penunjang. Mestinya harus ada kekhasa arsitektur ruko di resort wisata yang harusnya berbeda dengan yang ada di kawasan bisnis di Cakranegara.

Selain Senggigi, banyak resort wisata di beberapa tempat lain di Lombok tak dikelola dengan baik. “Ada pantai indah yang namanya pantai Surga, tapi menuju kesana kita melewati jalan neraka,” kata Lanang tentang buruknya penanganan infrastruktur pariwisata dari pemda.

Sampah

Masalah sampah dan kurangnya fasiiitas sanitasi di resort wisata masih banyak mendapat sorotan peserta seminar.  Di Senggigi masih minim penanganan sampah dari pemerintah setempat. Apalagi di musim hujan, sampah dari pemukiman yang terbawa aliran air yang mengotori hotel, tak ditangani dengan cepat. “Kami di Gili Air, selain kebersihan belum baik, juga tak ada pembangunan MCK umum,” kata seorang pemilik penginapan.

“Pemda yang memperoleh PAD cukup besar dari pajak hotel dan restoran, harusnya  bisa mengembalikan sebagian kecil anggaran untuk pengelolaan kebersihan dan lingkungan,” harap Lanang. (Ka-eS)

Exit mobile version