Sejak Februari lalu cabai memang menunjukkan tren peningkatan harga hingga berlangsung hingga hari ini.
MATARAM.lombokjournal.com — Kenaikan harga cabai yang meresahkan khususnya pengusaha restoran dan tempat makan, dinilai akan mempengaruhi perkembangan usaha kuliner.
Apalagi kuliner Lombok yang dikebal menggunakan banyak cabai. Seperti ayam bakar Taliwang, pelecing kangkung, dan beberapa kuliner pedas lainnya.
Kepala Bidang Perdagangan Dalam Negeri, H Ruslan menyatakan, kenaikan harga cabai dipengaruhi faktor kelangkaan. Kelangkaan tersebut diduga akibat cuaca buruk, yang membuat panen lebih sedikit dibandingkan kebutuhan masyarakat.
H Ruslan mengatakan, naiknya harga cabai itu bukanlah ulah mafia bahan pokok, seperti yang pernah dibacanya di beberapa media.
“Ini murni faktor cuaca,” tegas Ruslan.
Dikatakannya, sejak Februari lalu cabai memang menunjukkan tren peningkatan hingga hari ini. Minggu pertama Februari lalu, harga cabai sebesar Rp 43 ribu per kilogramnya. Pada minggu kedua mengalami kenaikan menjadi Rp 60 ribu per kilogramnya.
Harga cabai kembali naik pada minggu ketiga sebesar Rp 70 ribu per kilogramnya. Minggu keempat naik menjadi Rp 71 ribu per kilogramnya.
“Lalu bulan Maret minggu pertama menjadi Rp 73 ribu per kilogramnya dan kembali naik pada minggu kedua sebesar Rp 76 ribu, hingga Rp 80 ribu per kilogramnya,” jelasnya.
Menurutnya, satgas pangan sudah bekerja maksimal untuk menangani kenaikan harga cabai tersebut. Mereka rutin melakukan pemantauan harga di pasar setiap harinya.
Sementara kehadiran Toko Tani Indonesia Center (TTIC) bisa membantu mengatasi permasalahan itu. Hanya saja, itu masih belum maksimal. Ia menilai cabai yang ada di TTIC tidak begitu banyak. Sementara kebutuhan untuk didistribusikan ke masyarakatsangat besar.
“Masih tidak sebanding hasil panen dengan permintaan cabai di pasar. Itu persoalannya,” sambungnya.
Pemerintah NTB melakukan berbagai upaya agar harga cabai tidak kembali naik. Termasuk bagaimana mendistribusikan cabai dari luar Lombok.
Cabai dari pulau Jawa didatangkan agar harga cabai bisa menjadi stabil. Hal tersebut terus diupayakan dengan intens. Hal ini mengingat pengaruhnya yang cukup besar bagi masyarakat Lombok. Khususnya pengusaha kuliner seperti restoran dan kafe.
“Kita juga termasuk daerah pariwisata. Mahalnya harga cabai membuat usaha para restoran, kafe, dan warung stagnan,” terangnya
Kelangkaan dan mahalnya cabai juga diduga akibat pengiriman ke luar NTB oleh sejumlah distributor. Namun hal ini ditampik Ruslan.
Pengiriman tersebut terjadi pada saat hasil panen melimpah. Distributor lebih memilih mengirimkan keluar NTB dibandingkan cabai tersebut rusak. Berbeda dengan saat ini, hasil panen cabai lebih sedikit sehingga mengakibatkan harga cabai naik.
Dan diulangi penegasannya, kenaikan itu bukan karena ulah mafia.
AYA