Dalam kasus tindak pidana perdagangan orang, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tidak bisa bekerja sendiri
MATARAM.lombokjournal.com — Ketua LPSK, Abdul Haris Semendawai mengatakan, pihaknya terus bekerja sama dan menjalin koordinasi dengan semua pihak guna memaksimalkan layanan bagi saksi dan atau korban dalam tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Layanan bagi saksi dan korban tindak pidana perdagangan orang, sulit dilakukan LPSK sendirian. “LPSK memerlukan dukungan dan peran serta dari berbagai elemen,” ujar Semendawai, di tengah kegiatan Training on Trainer (TOT) kader pendamping korban TPPO yang dilaksanakan di Mataram, Nusa Tenggara Barat (NTB), Senin (21/8) pagi.
LPSK melaksanakan tugas dan fungsinya sesuai mandat UU Nomor 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban, yang telah diubah melalui UU 31 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas UU Nomor 13 Tahun 2006.
Semendawai berharap, para kader pendamping yang diberikan pelatihan dapat menjadi pelatih bagi penggiat dan pemerhati korban perdagangan orang.
“Peserta pelatihan sebagai kader pendamping diharapkan menjadi ujung tombak penanganan korban perdagangan orang,” tuturnnya.
Peserta juga diminta dapat melakukan rujukan penanganan lanjut semisal rehabilitasi ke Kementerian Sosial atau perangkat daerah, penegakan hukum ke aparat penegak termasuk ke LPSK keperluan perfindungan, bantuan dan fasilitasi restitus.
Dalam kegiatan TOT itu, LPSK menggandeng Universitas Mataram. Pelatihan TOT Kader Pendamping Korban Tindak Perdagangan Orang tersebut mengundang 30 orang peserta yang berasal dari LPSK, kader lembaga masyarakat pemerhati korban, perorangan, lembaga khususnya yang bertugas di bidang penanganan dan pencegahan serta melakukan aktifitas pendampingan terhadap saksi dan/atau korban TPPO
Pada kegiatan tersebut juga dilakukan penandatanganan Nota Kesepahaman LPSK dengan Universitas Mataram. Serta penandatangan Pedoman Kerja LPSK dengan Komisi Anti Kekerasan terhadap Perempuan.
Abdul Haris Semendawai menjelaskan, sampai saat ini proses hukum terhadap para pelaku belum sebanding dengan jumlah kasus Tindak Pidana Perdangan Orang (TPPO). Kejahatan TPPO itu sangat luar biasa dan jumlah korban luar biasa namun proses penegakan belum begitu banyak.
“Masih banyak korban yang terabaikan dan belum mendapatkan penegakan hukum,” ucapnya pada wartawan,Senin (21/8) pagi.
Jika pelakunya dikenakan hukuman, mereka yang akan melakukan TPPO tentu akan mengurungkan niatnya. “Jika hukum tidak jalan maka praktek akan semakin merajalela,”ujarnya.
Menurut Rektor Unram Prof Sunarpi, nanti penerapannya melibatkan para dosen dalam penelitian dan sosialisasi untuk pencegahan dan pemberantasan TPPO, termasuk mahasiswa juga dilibatkan.
Lewat penelitian tersebut ungkapnya akan diketahui solusi pencegahan kasus TPPO.
AYA.