Harapan bagi perempuan yang budayanya menolak membuka peluang perempuan.
New York –
Selama empat dekade, Nyonya Hillary Clinton banyak mendengar dan bicara bagi anak-anak dan orang miskin. Beberapa politisi mengakui , kapasitas intelektualnya pantas untuk maju dalam persaingan menuju Gedung Putih. Kini, ia menjadi perempuan pertama yang membuka pintu bagi perempuan untuk menduduki jabatan politik puncak di Amerika.
EDITORIAL BOARD, The New York Times
Jalan hidup Hillary Clinton, menjelaskan kemajuan perempuan dalam masyarakat Amerika. Ibunya, Dorothy Rodham, lahir tahun 1919, lahir setahun sebelum Amandemen ke-19 dalam konstitusi Amerika yang memberi perempuan hak memilih (dan dipilih).
Butuh waktu sangat panjang, untuk merealisasikan terbukanya pintu bagi partisipasi perempuan dalam demokrasi Amerika. Nammun Hillary Clinton pekan ini sudah mendekatinya, ia menjadi wanita pertama menjadi kandidat presiden oleh partai besar.
Pencalonan Nyonya Clinton membuka kesempatan bagi perempuan, yang semula dihalangi hukum dan norma tradisi untuk maju ke puncak politik Amerika. Ini menjadi inspirasi bagi kaum muda Amerika. Dan merupakan harapan bagi perempuan di negara mana pun yang budayanya menolak membuka peluang bagi perempuan.
Meski dibayangi perpecahan politik di Amerika, ia tetap menunjukkan optimisme. Kamis malam lalu saat berpidato menerima penunjukannya sebagai kandidat presiden dari Partai Demokrat, ia mengajak warga Amerika tetap bekerja sama.
“Kepercayaan yang akan diberikan rakyat Amerika dalam pemilihan, menjadi kehormatan ,” katanya. “Kita memahami tantangan yang dihadapi Amerika. Tapi kita tidak perlu cemas. Kita akan bangkit bagi kejayaan Amerika. ”
Nyoya Clinton yang dibesarkan di era sempitnya peluang perempuan membangun karir, pendidikan dan profesinya, berhasil membuka jalan. Meski pidatonya sering disesalkan — kadang-kadang seperti pidato pemilik perusahaan yang mengejar untung — namun tetap terkesan kuat ia memberi prioritas pelayanan bagi rakyatnya.
Beberapa orang Amerika sebenarnya tetap tidak nyaman melihat kemajuan kaum perempuan. Nyonya Clinton menyadarinya, namun selama ini telah berjuang sebagai ibu negara, senator dan sekretaris negara. Ia mampu membangun keseimbangan antara harapan masyarakat tentang perempuan dan cita-citanya sendiri.
Saat pertama kali mencalonkan diri sebagai presiden, tahun 2008, pencalonannya nyaris disepelekan. Tapi kini ia meraih cita-citanya. Ia berhasil menggabungkan keterampilan, pengalaman dan femininitasnya, dan memenangkan konvensi partainya pekan ini. Kalangan Partai Demokrat di Amerika, termasuk suaminya, canggung menggambarkan posisinya sebagai seorang ibu dan istri, dan sebagai Kepala Negara di negeri adi daya.
Tantangannya sekarangan, membujuk pemilih untuk menilai kemampuan dirinya dan ide-idenya, bukan gendernya atau rekam jejak suaminya.
Nyonya Clinton telah bekerja keras keras, memenangkan persaingan menghadapi kandidat laki-laki. Kerja keras untuk menyumbangkan dirinya bagi kepentingan bangsanya; dan anggapan terlalu berani bagi perempuan maju dalam pencalonan presiden, tidak ada lagi.
Editor : Roman Emsyair – (Sumber : The New York Times)
Ikuti Opini The New York Times di Facebook dan Twitter (@NYTOpinion), dan mendaftar untuk bulletin harian Opini.