Indeks

Downshifting atau Mengurangi Tingkat Konsumsi

Seseorang yang mengurangi tingkat konsumsi atau downshifting, akan mampu mengambil manfaat dari ancaman krisis

Downshifting semula dilakukan orang bukan karena krisis ekonomi
Downshifting sebagai respon terhadap hiruk pikuk saat ekonomi sedang mencapai puncaknya. Tapi perekonomian memang bergerak mengikuti conjunctur seperti huruf S yang bergulung-gulung / IST
Simpan Sebagai PDFPrint

Jadi downshifting adalah mengurangi tingkat konsumsi, meliputi jumlah (kuantitas atau frekwensi), kualitas (kandungan fisik, fungsi, kelengkapan, fitur), atau harga (lebih murah) 

 

Catatam Manajemen : Agus K. Saputra

lombokjournal.com ~ Di negara barat yang perekonomiannya sudah sangat maju, downshifting atau mengurangi tingkat konsumsi semula dilakukan orang bukan karena krisis ekonomi,  dilakukan secara sengaja untuk memperoleh kualitas hidup yang lebih dengan bekerja lebih sedikit. 

Tindakan mengurangi tingkat konsumsi diambil sebagai respon terhadap hidup yang serba hiruk pikuk di saat ekonomi sedang mencapai puncaknya. Perekonomian memang bergerak mengikuti conjunctur seperti huruf S yang bergulung-gulung.

BACA JUGA : Perubahan Radikal Dalam Bisnis

Pada saat mencapai pertumbuhan, semua orang menikmati konsumsi yang lebih besar. Mereka membeli serta mengambil kredit untuk segala hal. Kredit sebenarnya tidak lain dari sebuah bentuk konsumsi hari ini yang dibiayai dari penghasilan hari esok.                                

Mengapa mereka begitu berani mengambil kredit? Benar! Jawabannya adalah karena mereka optimis terhadap hari esok. Pada saat itu, hidup dan perekonomian seakan-akan tidak ada masalah sama sekali.

Perasaan-perasaan masyarakat yang sedang berada di era yang tumbuh (bullish) adalah perasaan berkelimpahan (berlebih), cash mudah didapat, ringan mengeluarkan uang (spending) dan optimis.

Dan begitu perekonomian mencapai puncaknya, hampir semua orang tampak sibuk, mengejar peluang ekonomi yang memberi penghasilan besar. Uang dibutuhkan untuk membiayai konsumsi, mencicil utang, dan membiayai gaya hidup. 

BACA JUGA : Ite Begawe Fest, Ajang Promosi Produk Lokal NTB

Pekerjaan tak ada habisnya dan waktu terasa kurang. 

Tentu saja kesibukan dan tekanan materialisme ini ada biaya-biaya atau pengorbannya. Sebagian orang membayar dengan kehilangan hubungan sosial, penundaan perkawinan dan memiliki keturunan, bahkan perceraian, dan pertengkaran-pertengkaran.

Sekarang Anda tinggal berhitung, mana yang lebih besar untung ruginya. Sebagian orang merasa tidak ada masalah, ia merasakan untungnya masih lebih besar dan ia meneruskan gaya hidup yang workaholic dengan membayar semua konsekuensinya. 

Tetapi, sebagian lagi melakukan sebaliknya yaitu mengurangi tingkat konsumsi. Mereka merasa sia-sia bekerja keras kalau biaya yang dikorbankan lebih besar dari apa yang mereka terima.

“Orang-orang yang saya ceritakan terakhir tadi itulah yang membanting stirnya, memelopori apa yang disebut dengan )mengurangi tingkat konsumsi atau) downshifting,” tulis Rhenald Kasali dalam bukunya Marketing In Crisis (2009: hal. 181-183).

Dalam pengantarnya, Rhenald Kasali menyampaikan ia ingin membantu para pemilik usaha dan professional agar mampu mengambil manfaat dari ancaman krisis. Sebab, saat krisis datang, segala sesuatu berubah, demikian juga dengan pasar, perilaku pembeli, daya beli, pola hubungan, dan sebagainya.

Berbeda dengan pandangan kebanyakan pengamat yang sering menakut-nakuti dunia usaha bahwa krisis menghilangkan daya beli dan pasar, maka ia justru memperlihatkan adanya pasar yang tiba-tiba muncul dari krisis. 

Itulah antara lain yang ia istilahkan sebagai marketing therapy,  yaitu terapi terhadap fungsi pemasaran agar tim pemasaran memiliki keyakinan bukan hanya untuk survive di tengah kompetisi

Tapi juga untuk menemukan dan menciptakan pasar baru sehingga Perusahaan tetap bisa tumbuh bahkan di waktu krisis (hal. ix). 

Dalam krisis, ada tiga hal penting yang mengemuka (hal. 190-191):. 

Pertama, marketing downshifting berpendapat tidak 100 persen konsumen yang menghilang itu benar-benar menghilang.  

BACA JUGA : Gugus Tugas Bisnis dan HAM, Agar Produk NTB Mendunia 

Sebagian besar justru mengalami perpindahan, yaitu shift, ke tempat lain.

Artinya kalau sebelumnya mereka membeli mobil mewah (baru) 4 buah setahun, barang kali sekarang cukup dua saja, dan dua lagi dibelikan mobil SUV atau MPV untuk keluarga. Jadi, dua di antaranya pinda ke segmen yang berbeda. Itu artinya, logika pasar tiba-tiba hilang berbeda dengan pikiran dan kepercayaan umum.

Kedua, pasar yang tiba-tiba muncul itu terjadi karena pergeseran segmen-segmen di atas maupun di bawahnya. Konsumen yang cemas biasanya bukan mengurangi tingkat konsumsi , melainkan, menggeser produk-produk yang segmennya sedikit lebih rendah. 

Sedangkan pengusaha yang menerima tambahan segmen itu bida tiba-tiba menaikkan level konsumsinya pada segemen di atasnya. Jadi, pada masa transisi ini dapat ditemui pasar-pasar baru yang tiba-tiba muncul.

Ketiga, dalam mengepung pasar downshifting, dapat ditempuh cara-cara sebagai berikut:

1.Identifikasi Market Baru 

Identifikasi dengan meneropong perilaku downshifting pada individu-individu dan industri. Perbanyak dialog dengan pasar, dan tambahkanlah alternatif-alternatif baru.

2.Bidik Setingkat di Atas atau di Bawah Segmen Lama

Karena konsumen berpindah, dan mengalami down, bidiklah setingkat di atas segmen Anda, dan berikan pelayanan yang terbaik karena meraka masih merasa sebagai premium.

3.Gunakan Pendekatan-pendekatan Baru

Segmen-segmen baru yang mengalami krisis ekonomi itu dijangkau bukan dengan media-media konvensional. Oleh karena itu, Anda harus belajar membidik mereka di dunia maya dan dunia yang mobile. Pastikan Anda tahu bagaimana cara berkomunikasi dengan mereka.

4.Relaksasi Constraint

Selalu ciptakan ruang untuk membuat konsumen lebih merasa relax dengan aturan-aturan yang baku. Ciptakan rasa percaya dan rasa aman.

5.Tetap Berpromosi

Promosi di masa-masa sulit tetap diperlukan, namun pendekatannya harus diubah untuk menimbulkan simpati dan kepercayaan.

6.Kesan Efisien

Yang dikehendaki konsumen pada masa krisis adalah efisien, bukan gengsi dan bukan pula kemasan yang berlebih. Selalu carikan upaya-upaya baru yang mengesankan Anda peduli terhadap efisiensi.

7.Empati pada Downshifter

BACA JUGA : Monitoring dan Evaluasi, Hal Penting dalam Mengelola Bisnis

Orang yang mengurangi tingkat konsumsi atau downshifting adalah orang yang punya pilihan, mereka memilih keluarga, keseimbangan, aktualisasi diri, dan gaya hidup yang lebih sehat. Jadi, ciptakanlah hubungan yang membuat Anda diterima di pasar yang tiba-tiba muncul ini. ***

#AKUAIR-Perumnas Ampenan, 18-11-2024

 

 

Exit mobile version