Bengkel Aktor Mataram Pentaskan Lakon KEMARUK

Tidak seperti biasanya, kali ini Bengkel Aktor Mataram menguliti watak kekuasaan dengan ungkapan telanjang

lombokjournal.com ~  Bengkel Aktor Mataram atau Teater BAM dalam produksi ke 62 mementaskan lakon ‘Kemaruk’, mengupas cara-cara licik bekerja untuk mempertahankan kekuasaan. Pementasan ini merupakan lakon bertema kritik sosial politik yang paling uptodate.

Tidak seperti biasanya, Bengkel Aktor Mataram yang selalu menyuguhkan kritik dengan pengungkapan yang bergaya satir dengan visual yang membuai, kali ini kelompok teater paling tua di Mataram (NTB) itu benar-benar menyampaikan kritik dengan ungkapan telanjang. 

BACA JUGA : Agus K Saputra Melakukan re-Kreasi dari Karya Visual

Dalam pentas lakon 'Kemaruk', Bengkel Aktor Mataram menyampaikan kritik dengan bahasa telanjang
Raja Kemaruk

“Persoalan yang konteksnya jelas dan hangat, isi kritik harus disampaikan apa adanya, penonton harus segera memahami isi pesan yang disampaikan” kata Kongso Sukoco sutradara senior usai pementasan.

Kemaruk secara bisa diartikan selalu ingin mendapat banyak, loba, rakus pada harta (dalam konteks lakon ini bisa dimaknai rakus pada kekuasaan) 

Lakon ‘Kemaruk’ yang dipentaskan tanggal 04 Agustus 2024 di Teater Tertutup Taman Budaya NTB malam, Lakon ini berkisah tentang penguasa yang menghalalkan segala kelicikan, agar bertahan berkuasa atau tetap mencengkeram kekuasaan. Penguasa yang selama ini bertampang (terkesan) bloon, ternyata sangat piawai mengelabui lawan bahkan kawan politiknya. 

Lakon ‘Kemaruk’ diminati 

Pementasan lakon “KEMARUK” produksi ke 62 yang dipentaskan Bengkel Aktor Mataram akhir Juli dan awal bulan Agustus, menarik perhatian penonton. Pada pementasan perdana tanggal 4 Agustus malam, gedung tertutup Taman Budaya sesak dipenuhi penonton, Saya agak telat datang ke gedung pertunjukan, terpaksa hanya kebagian duduk di lantai, depan kursi penonton paling depan. 

Rupanya lakon dengan mengangkat tema penguasa yang kemaruk kekuasaan, sangat diminati penonton. Bengkel Aktor Mataram dengan mementaskan lakon ini menghadirkan narasi yang relevan dengan kondisi sosial-politik di tengah kecamuk Pemilihan Presiden. Meski pementasan itu ‘kontekstual’ namun bungkus estetika teaternya masih kental. 

Syahdan, seorang raja yang semula dikenal bersahaja, adil dan bijaksana, saat usia menua dan menyiapkan diri untuk ‘lengser keprabon’, perlahan wataknya berubah menjadi semena-mena dan menghalalkan cara agar tetap mencengkeram kekuasaan. Menjelang undur dari kekuasaan ia tiba-tiba gelisah. Ia dihantui ketakutan karena itu akhirnya harus berlaku menghalalkan cara untuk mempertahankan tahta yang semakin goyah. 

Sang penguasa, Raja di kerajaan antah berantah, merasa kekuasaannya terancam oleh para bangsawan, rakyat, bahkan dengan sekutunya sendiri. Dalam kegalauannya, ia akhirnya menghalalkan segala cara – menabrak awiq-awiq sosial – agar tetap mencengkeram kekuasaan. Untuk mempertahankan kekuasaannya, ia menggunakan tipu daya, kekerasan hukum pada aparatnya sendiri, hingga pengkhianatan.

BACA JUGA : Buku Puisi “Amerikano” Tur di 10 Titik di Pulau Lombok

Karakter yang Menggugah

“Sekarang semua orang tau bahwa aku bukan plonga plongo, kalianlah yang sebenarnya plonga plongo, karena tiba-tiba merasa jadi bodoh,” kata Raja. Dialog itu disampaikan Asta Bajang, aktor yang menggambarkan watak Raja saat berdialog dengan penasehat yang penjilat. 

Sutradara lakon ‘Kemaruk’, Kongso Sukoco, membagi panggung menjadi dua area yang masing-masing wataknya berseberangan. Sebelah kiri panggung (dari sudut pandang penonton) merupakan area permain Raja dan Penasehat Licik-nya. Dengan set panggung yang menyiratkan tahta yang agung.

Sedang sebelah kanan panggung area panggung merupakan area para oposan yang menentang Raja, yang dipimpin Sulastri dan Sadila. Meski penata set Muhammad Zaini hanya memanfaatkan reng dan trap dan sepotong kain, namun tersirat kesan tempat yang keras dan melawan.  Secara teknis pembagian panggung menjadi dua area ini menarik, karena menjaga tempo permainan tidak lamban, irama terjaga, pertunjukan jadi padat mengalir.. 

Cerita dibuka dari dialog Raja yang berhasil menjalankan siasat untuk mempertahankan kekuasaan. Siasatnya itu membuat para penentangnya terperanjat dan tak menduga, akhirnya membuat lawannya tak berkutik. Ancaman dari penentangnya berhasil dilumpuhkan. Meski sebagian besar pemain masih punya jam terbang terbatas di atas panggung namun sutradara, Kongso Sukoco, berhasil membangun suasana licik penuh muslihat dengan pencahayaan remang dan iringan musik arkodion yang mengiris. 

Sejak awal, penonton sudah diajak menyelami psikologi penguasa yang dihantui rasa takut kehilangan kekuasaannya. Drama pun bergerak dengan ungkapan kata-kata yang menusuk namun tetap dengan gaya segar menggelitik.

Di sinilah penonton disuguhi permain menarik para aktor, misalnya Asta Bajang yang memerankan Raja, layak diacungi jempol. Transformasi karakter dari seorang raja yang tenang menjadi sosok yang paranoid terlihat sangat alami dan penuh intensitas. Setiap gerak-geriknya menggambarkan betapa akal bulus sang raja hingga rela melakukan hal-hal licik demi mempertahankan singgasananya.

Di sisi lain, karakter pendukung seperti para warga, yang diperankan oleh Susan Damayanti, Meisyi dan Nurul Maulida Utami, menjadi antitesis dari Raja. Para warga mewakili suara hati nurani yang menyindir sekaligus mengingatkan raja agar tidak tersesat dalam ambisi buta. Namun, perjuangan itu  perlahan tenggelam oleh kekerasan hati sang penguasa.

Harus diakui, permainan Dende Dila yang memerankan Sadila, tokoh perlawanan dan Wulan Zein yang memerankan Sulastri, patut diancungi jempol. Keduanya yang kerap bertentangan taktik dan strategi perlawanan, menyuguhkan adegan yang menawan. Permainan dua tokoh oposan itu kekuatan karakter perempuan.

Pesan Moral, Visual dan Tata Panggung 

Visualisasi panggung yang berhaja namun memberi impresi mendalam menjasi salah satu kekuatan utama pementasan in. Tata panggung yang megah di awal cerita dengan singgasana sebagai pusat perhatian, perlahan-lahan berubah menjadi gelap dan kusam seiring dengan makin merosotnya  moral sang raja. 

BACA JUGA : Arsvita Program Over Act Theater untuk Perluas Referensi Teater

Penggunaan pengiring musik hidup di panggung belakang yang dimainkan Kholik dan Azmi memberikan efek dramatis, khususnya lagu-lagu yang menggambarkan penguasa yang mengangkangi kekuasaan. Seolah-olah menggambarkan bahwa sang raja tidak hanya memerangi musuh-musuh politiknya, tetapi sekaligus memberangus kawan dan sekutunya.

Pencahayaan dan penggunaan warna-warna gelap semakin menambah suasana muram, terutama pada adegan-adegan ketika Raja mengungkapkan penghianatan pada orang-orang yang semula menjadi sekutunya. Ungkapan raja adalah momen yang sangat emosional, di mana penonton bisa merasakan kehancuran moral yang dialami sang penguasa.

Melalui lakon “Kemaruk”, penonton diajak merenungkan betapa penguasa yang licik, dalam kenyataan tidak selalu berakhir dengan keruntuhan. Raja tetap berkuasa, dan para penentangnya harus mengambil nafas panjang.

“Kelicikan Raja berhasil memenangkan peperangan ini,” kata Penasehat Licik sang Raja.

Dalam lakon ini menyiratkan pesan bahwa kekuasaan yang didasarkan pada rasa takut dan pengkhianatan hanya akan membawa kehancuran moral, baik bagi pemerintahan penguasa maupun bagi rakyatnya. Pementasan ini juga menyentil sisi gelap manusia yang sering kali menghalalkan segala cara demi mempertahankan apa yang dimiliki, tanpa mempertimbangkan akibat jangka panjangnya.

Penonton bisa dengan mudah mengaitkan kisah ini dengan fenomena-fenomena politik kontemporer, di mana kekuasaan sering kali disalahgunakan dan dijaga dengan cara-cara yang tidak etis.

Saat ini Bengkel Aktor Mataram merupakan kelompok teater paling senior di Mataram (NTB)
Pendukung Bengkel Aktor Mataram

Tontonan lakon “Kemaruk ” adalah pementasan teater yang tidak hanya memikat dari segi visual dan alur cerita, tetapi juga menawarkan kritik sosial yang tajam. Dengan penyutradaraan yang kuat, tata panggung yang impresif, serta alur yang penuh intrik, lakon ini berhasil menghidupkan cerita tentang ambisi kekuasaan yang tak terkendali dengan sangat baik. 

Bengkel Aktor Mataram dengan keterbatasan aktor dan aktrisnya, tetap berhasil menyuguhkan pementasan yang patut diapresiasi dan tentu saja memberikan refleksi mendalam tentang kekuasaan dan tanggung jawab kemanusiaan 

“Saya memang masih konvensional, masih menganggap ‘drama’ tetap menjadi pilar yang menegakkan struktur teater. Saya selalu berpijak dari kisah sastra,” itulah pengakuan Kongso Sukoco dalam percakapan dengan penulis. Roman Syair

 




Transformasi Karya Visual dalam Antologi Puisi ‘Pertemuan Kecil’ 

Penulisan puisi bisa beranjak dari karya visual, transformasi itu yang dilakukan penyair Agus Saputra dalam antologi puidi ‘Pertemuan Kecil’ 

MATARAM.LombokJournal.com ~ Dalam bedah buku puisi Pertemuan Kecil karya Agus K Saputra di Sanggar Tari Taman Budaya NTB, Kamis (18/04/24), Kongso Sukoco mengatakan, salah satu puisi dalam buku itu yang berjudul ‘The Last Pepadu’ menarik perhatiannya.

Karena sumbernya berasal dari olah raga rakyat yang sangat populer di Lombok yaitu Peresean.

BACA JUGA : Timnas Berprestasi Gemilang, STY Layak Dapat Penghargaan 

Transformasi karya rupa ke dalam bahasa puisi bisa memperluas makna
Performance art Zaini Muhammad

Karena itu, perupa setempat (Lalu Syaukani, red) mencoba mengabadikan permaian olahraga tradisional itu. 

Tentu saja lukisan itu tak menyampaikan pengertian verbal. Tapi mungkin puisi Agus Saputra bisa memperluas pemaknaan.” 

 ‘…hingga darah menetes//memercik tempat berpijak//menyambut hujan tiba..

Nah seperti ini, Agus menangkap makna lukisan berjudul ‘The Last Pepadu’. Ini hanya salah satu contoh, bagaimana transformasi seni rupa ke medium bahasa memungkinkan perluasan pengertian hasil pengamatan visual. 

Dan bisa jadi tidak sekedar itu, tapi juga memungkinkan hadirnya pengalaman estetik yang otonom.

Dalam contoh ini, lanjut Kongso, puisi dari proses transformasi itu salah satunya bisa mengambil peran memperluas pengertian kenapa harus diadakan ritus peresean. Ia mungkin hendak menjelaskan mitos tentang berlalunya musim kemarau di Lombok, tetesan darah merupakan simbol harapan kesuburan. Darah yang memercik dari pepadu yang berlaga, bagian dari harapan turunnya hujan menggantikan kemarau.

BACA JUGA : Limbah Radio Aktif Dibuang ke Laut, Rachmat Hidayat Protes

“Inilah yang saya maksud bahwa kreativitas membuat kita berpikir orisinal. Membuat solusi-solusi baru. Punya perspektif baru. Sesuatu yang mesti harus dihidupkan dan jangan menjadi umum, “ ujar Kongso.

Bagi Prof Wahid pertemuan ini adalah sebuah pertemuan besar dari proses dialektika. Pertama, saya menjadi tidak percaya kepada penyair, ketika menyaksikan proses musikalisasi puisi Secret Garden (karya lukis Mantra Ardhana) oleh Ary Juliyant. Karena ternyata, di balik kerendah hatian, di balik tawadhu, di balik ketidak inginan untuk disingkap, ternyata ada sesuatu yang besar.

Kedua, menarik sekali proses kreasi dari puisi-puisi ini, maka saya menjadi percaya. Bahwa dalam kajian kebudayaan ada adagium yang menyatakan penyair itu mati. Pelukis itu mati. Pembuat novel itu mati. Yang membuat ia hidup kembali adalah orang yang membacanya.

“Saya kira, penyair Agus adalah pembaca ulung yang penuh kreativitas. Yang kemudian membuat karya-karya yang oleh orang awam menjadi begitu lebih berbicara. Dan apa yang dibicarakan itu besar sekali. Inilah Ruh,” kata Aba Du Wahid, nama medsosnya di facebook.

Pada titik ini, Prof Wahid seolah diingatkan oleh pembicara sebelumnya, Majas Pribadi (Syawalan dan Berkesenian) yang mengutif Surat An-Naba ayat 38: “Yauma yaqumur-ruhu walmala ikatu saffal la yatakallahuma illa man azina lahur-rahmanu wa qala sawaba” 

Kira-kira lukisan itu seperti itu. Yauma yaqumur-ruhu. Hari ini kita berhadapan dengan lukisan, seakan-akan kita dibentangkan sebuah ruh. Ruh itu semangat. Ruh itu keabadian. Walmala ikatu: yang penuh sayap. Yang penuh sayap itu kalau kita lihat akan menghasilkan sebuah inspirasi baru. Pengetahuan baru. Inilah bagaimana malaikat menjadi personifikasi dari sayap-sayap kebenaran. Bershaf-shaf. Berjejer. Karya itu selalu lahir, lahir kembali, ditransformasikan kembali seperti diungkap Kongso Sukoco.

La yatakallamuna illa man azina lahur-rahmanu wa qala sawaha. Tidak berbicara apa-apa itu karya kecuali dijinkan oleh Allah. Dijinkan oleh Tuhannya. Dan kalau berbicara maka yang dibicarakan yang keluar dari situ adalah kebenaran.

“Kira-kira begitulah bacaan saya dari buku Pertemuan Kecil ini.  Apa yang dilihatnya dalam karya-karya seni rupa, lukisan dll. Saya kira ini menarik sekali. Ini adalah contoh bagi bagaimana pengarang, penulis atau pelukis itu dihidupkan lagi oleh orang lain. Pola ini atau cara seperti inilah yang disebut dialektika. Dialektika adalah penyambung peradaban. Peradaban akan mati. Kebenaran akan mati. Jika tidak ada pembacaan-pembacaan dialektis seperti yang dilakukan Agus K Saputra, “ tandas Prof Wahid, Guru Besar UIN Mataram.

BACA JUGA : Apel Hari Otonomi Daerah untuk Memperkuat Komitmen Pemda

Acara bedah buku yang bertajuk  Ngupi Buku: Pertemuan Kecil (18/04) dari transformasi karya visual itu dibuka oleh Kepala Taman Budaya NTB Sabarudin. Dihadiri pula oleh akademisi Agus Purbathin Hadi (Kecerdasan Buatan versus Orisinilitas Karya), para pelukis Mantra Ardhana, Zaeni Mohammad, Lalu Syaukani (Kearifan Lokal dalam The Last Pepadu dan Yellow Pricess) dan S La Radek (Karya Lukis dalam Puisi), tokoh LSM Mas Catur (Kebudayaan Kita Hari Ini), ‘gerilyawan erkaem” pemusik balada Ary Juliyant (Tentang Bunyi: Jalan Braga dan Majestic),  serta para penikmat sastra yang begitu antusias mengikuti kegiatan tersebut.

Karya lukis yang turut hadir adalah:

1.Janji Jiwa karya Mantra Ardhana

2.The Last Pepadu karya Lalu Syaukani

3.Yellow Princes karya Lalu Syaukani

4.Dilema karya Zaeni Mohammad

5.The Rising Sun karya Zaeni Mohammad

6.Sampela Rimpu karya S La Radek

7.Pemburu Donggo karya S La Radek

8.The Second Flower karya Imam Hujjatul Islam

Penampil lain adalah para musisi dan penyanyi yang populer di NTB, yakni Pipiet Tripitaka (musikalisasi puisi “Kereta Langit Sudah Datang” dan “Terkoyak Ujung Mimpi”), Ary Juliyant (musikalisasi puisi “Majestic” dengan pembaca Hurri Nugroho, dan “Secret Garden” dengan pembaca Sri Latifa), Azhar Zaini (membaca puisi “The Rising Sun dan “The Warriors) dan koloborasi performance art Zaeni Mohammad dengan Sidzia Madvoc (Gempa Lombok: Ingatan Melawan Lupa).

“Sebagai peristiwa kesenian, tentu hal ini harus tetap dirawat di tengah arus deras perubahan (sebagai penyambung peradaban, red). Revitalisasi Taman Budaya dan tentu saja kolaborasi antar seniman menjadi begitu penting dalam mengedepankan kearifan lokal,” tutup Agus K Saputra. ***

 

 




Agus K Saputra Melakukan re-Kreasi dari Karya Visual

Menerjemahkan karya visual  menjadi puisi, merupakan tantangan dan kesempatan bagi Agus K Saputra  mengembangkan kreativitasnya dalam penulisan puisi

MATARAM.LombokJournal.com ~ Menarik membahas tentang buku kumpulan puisi baru karya Agus K Saputra yang berjudul Pertemuan Kecil. Ini adalah buku puisi ketujuh yang dirilis oleh Agus K Saputra. Buku ini menawarkan kreativitas baru dengan menggabungkan puisi dengan seni lukis dan foto.

BACA JUGA : Buku Puisi ‘Amerikano’ Tur ke 10 Titik di Pulau Lombok

Agus K Saputra bersama perupa Zaeini Muhammad

Menurut penulis dan jurnalis Kongso Sukoco, yang terjadi pada Agus bukanlah kehabisan gagasan atau inspirasi dalam menulis puisi, melainkan mencoba hal baru dan berbeda. Dia menerjemahkan karya seni rupa menjadi puisi sebagai tantangan untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya.

Isnan Sudiarto, penikmat sastra dan budaya, menyebutkan bahwa kata-kata memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh foto. Kata-kata dapat memberikan berbagai makna dan interpretasi, berbeda dengan foto yang lebih terbatas.

Agus juga bekerja dengan karya-karya seni lukis dari berbagai seniman, termasuk Soni Hendrawan, Zaeni Mohammad, Lalu Syaukani, Mantra Ardana, Imam Hujatjatul Islam, dan S La Radek. Dia mengubah pengalaman visual dari lukisan menjadi narasi dalam puisi.

BACA JUGA : Komunitas Akarpohon Gelar ‘Majelis Buku Tipis’

Selain itu, buku Pertemuan Kecil juga mencakup musikalisasi puisi oleh Soni Hendrawan dan puisi-puisi yang diinterpretasi oleh Krakatau Band. Musikalisasi puisi ini memberikan dimensi baru pada karya-karya puisi tersebut.

Kongso Sukoco menyatakan bahwa transformasi yang dilakukan Agus dari pengalaman visual ke dimensi bahasa merupakan bentuk apresiasi seni yang unik dan mungkin menjadi reinterpretasi ekspresi visual melalui bahasa puisi.

BACA JUGA : Halal Bihalal Ormas Perempuan Bersama Bunda Lale

Peluncuran buku kumpulan puisi  ‘Pertemuan Kecil’ akan berlangsung di Taman Budaya NTB, Jalan Majapahit Mataram hari Kamis (18/04/24). ***




Tilawatil Qur’an Momen Pembinaan Bibit-bibit Qori’ – Qoriah 

Dari Pekan Tilawatil Qur’an akan lahir Qori dan Qoriah terbaik yang akan menjadi duta NTB di ajang-ajang kompetisi yang lebih tinggi.

MATARAM.LombokJournal.com ~ Penutupan Pekan Tilawatil Quran ke-54 oleh RRI Mataram pada 17 Maret 2024 di Aula Yri Prasetya LPP RRI Mataram disambut dengan apresiasi yang tinggi dari Pemprov NTB. 

Kepala Biro Kesra NTB, Drs. H. Sahnan, M.Pd, yang mewakili Penjabat (Pj) Sekda NTB, Ibnu Salim, mengungkapkan kebanggaannya atas kegiatan Pekan Tilawatil Qir’an ini. 

BACA JUGA : Ramadhan, Masyarakat Diajak Menyambutnya dengan Suka Cita

Ia menyebutnya sebagai momen penting dalam pembinaan bibit-bibit qori’ dan qoriah terbaik NTB.

Sahnan menyatakan, kegiatan Pekan Tilawatil Quran ini adalah sebuah peristiwa luar biasa yang tidak hanya menjadi ajang kompetisi, tetapi juga merupakan kesempatan untuk pembinaan dan pembibitan.

“Kami yakin dari sini akan lahir qori dan qoriah terbaik yang akan menjadi duta NTB di ajang-ajang kompetisi yang lebih tinggi.”

Selama acara tersebut, Yanto Prawironegoro, selaku Kepala LPP RRI Mataram, memberikan pesan kepada para peserta bahwa dalam setiap kompetisi, ada kemenangan dan kekalahan. 

Bagi para pemenang, ia mendorong mereka untuk terus mengembangkan potensi mereka agar bisa tampil lebih baik di level kompetisi Tilawatil Qur;an yang lebih tinggi. 

BACA JUGA : Imam Shalat Tarawih di Lotim Meninggal Mendadak 

Sementara bagi yang belum berhasil, ia menegaskan pentingnya tetap mempertahankan semangat dan terus memotivasi diri untuk belajar lebih keras.

Hadir dalam acara penutupan ini adalah Penjabat Sekda NTB Ibnu Salim yang diwakili oleh Kepala Biro Kesra NTB Drs. H.Sahnan, M.Pd, Kadiskominfotik NTB Dr. Najamuddin Amy, Ketua LPTQ NTB, Dewan Hakim, serta perwakilan dari pihak sponsor.

Pekan Tilawatil Quran ke-54 kali ini mengusung tema “Internalisasi Nilai-nilai Al Qur’an Bagi Generasi Milenial Menuju Indonesia Emas”. 

Para pemenang dari berbagai cabang perlombaan menerima hadiah berupa piala, sertifikat, dan uang pembinaan. 

Juara pertama baik putra maupun putri dari cabang tilawah akan langsung mewakili RRI Mataram ke tingkat nasional yang akan diselenggarakan pada 21-26 Maret 2024 di Yogyakarta.

BACA JUGA : Pemerintah Jamin Ketersediaan Stok Pangan di bulan Ramadhan

Berikut adalah daftar nama-nama juara PTQ ke-54 RRI Mataram di masing-masing cabang mata lomba:

Cabang Tausiyah Putera:

  • Juara I: Yek Ahmad Galib, dengan nilai 91.
  • Juara II: Hartawan, dengan nilai 87.
  • Juara III: Ahmad Kholiqi, dengan nilai 73.

Cabang Tausiyah Puteri:

  • Juara I: Baiq Fadilatul Islamiah, dengan nilai 94.
  • Juara II: Pairoza Resti Hatiza, dengan n

             Juara III: Dina Aulani, dengan nilai 87.

Cabang Tilawah Putera:

  • Juara I: Mohammad Alwi, dengan nilai 92.
  • Juara II: Ahmad Tohairi, dengan nilai 88.
  • Juara III: Taqwa Hikmatullah, dengan nilai 87.

Cabang Tilawah Puteri:

  • Juara I: Sulis Stiawati, dengan nilai 90,5.
  • Juara II: Hariyani, dengan nilai 87,5.
  • Juara III: Arbianti, dengan nilai 86,5.

Cabang Tahfidz Putera:

  • Juara I: Arzak Mahardika, dengan nilai 100.
  • Juara II: Iqbal Al Fiqri, dengan nilai 97.
  • Juara III: M. Kandiaz Samiu Akbar, juara III dengan nilai 96.

Cabang Tahfidz Puteri:

  • Juara I: Siti Rohdiana, dengan nilai 98.
  • Juara II: Najwa Andini Dwi Anugrah, dengan nilai 95.
  • Juara III: Laila Rahmatinnisa, dengan nilai 94,5.***

 

 




Buku Puisi “Amerikano” Tur ke 10 Titik di Pulau Lombok 

Tur buku puisi ‘Amerikano’ bermaksud meningkatkan manajemen sastra di Lombok, Gilang menyoroti kurangnya sirkulasi sastra yang memadai

MATARAM.LombokJournal.com ~ Gilang Sakti Ramadhan, seorang wartawan, penyair, dan aktor, baru-baru ini meluncurkan buku puisi terbarunya berjudul “Amerikano”,  yang diterbitkan oleh Akarpohon Mataram, pada 16-17 Februari 2024. 

BACA JUGA : Arsvita, Program Overact Theatre untuk Perluas Reverensi Teater 

Gilang membaca buku puisi di salah satu kafe
Gilang Sakti Ramdhan

Buku puisi ini menjadi bagian dari tujuh judul buku lain yang diterbitkan oleh Akarpohon Mataram. Setelah peluncuran buku tersebut, Gilang mengambil inisiatif untuk melakukan Tur Kafe Amerikano di 10 lokasi berbeda di lima kabupaten dan kota di Pulau Lombok.

Dalam merencanakan tur buku puisi  ini, Gilang menyoroti kurangnya manajemen sastra yang memadai di Lombok.

“Sastra masih diurus oleh penulis yang tergabung dalam komunitas bukan lembaga pemerintah,” katanya. 

Dengan tujuan meningkatkan manajemen sastra di Lombok, Gilang meluncurkan Tur Kafe Amerikano, yang dijadwalkan berlangsung dari Februari hingga Mei 2024.

Dalam sebuah pernyataan pada 28 Februari 2024, Gilang mengungkapkan, manajemen industri sastra di Lombok belum mencapai tingkat yang memadai. 

“Dengan bantuan teman-teman, termasuk Komunitas Akarpohon Mataram, saya menciptakan Tur Kafe Amerikano untuk mendekatkan sastra ke masyarakat yang lebih luas. Sastra harus menjadi lebih populer tanpa mengurangi kualitasnya,” paparnya

BACA JUGA : Komunitas Akar Pohon Gelar ‘Majelis Buku Tipis’

Tur buku Kafe Amerikano dirancang sebagai serangkaian percakapan di kafe-kafe yang melibatkan penulis buku, pembahas, moderator, dan penampil. 

Menurut Gilang, memilih kafe sebagai lokasi tur bertujuan untuk menjangkau orang-orang yang belum familiar dengan sastra. Kafe dianggap sebagai tempat di mana berbagai lapisan masyarakat berkumpul.

“ Ini upaya menciptakan kesempatan untuk memperkenalkan sastra kepada khalayak yang lebih luas,” uajarnya

Gilang menjelaskan bahwa tur buku puisi  juga dapat menjadi strategi alternatif untuk meningkatkan penjualan buku. Dengan membicarakan buku dari satu tempat ke tempat lain, tur ini dapat meningkatkan minat dan penasaran pembaca potensial, bahkan jika mereka tidak langsung membelinya.

Tur Kafe Amerikano bekerja sama dengan beberapa mitra, termasuk Komunitas Akarpohon Mataram, Konyu, MVP Coffee Company, Bale Jukung, Kedai BUMDes Santong, dan RestoRasi. Buku Puisi Amerikano juga tersedia untuk dibeli di setiap lokasi tur.

Mengenai isi buku puisi, Gilang menjelaskan bahwa “Amerikano” memiliki tema pesimistis yang kuat, terutama dalam konteks sosial

Puisi-puisi dalam buku ini menggambarkan hubungan subjek dengan lingkungannya, dengan nuansa pesimisme sosial yang mencolok. 

BACA JUGA : Caleg Pendatang Baru Dapil Pulau Lombok Melenggang ke Senayan

Gilang menyoroti bahwa perpisahan antara subjek-subjek dalam buku ini bukanlah secara harfiah, melainkan mencerminkan pembatalan dan kesia-siaan.***

 




Arsvita, Program Overact Theatre Perluas Referensi Teater 

Tujuan program Arsvita menambah referensi tontonan pertunjukan teater, dan membiasakan menonton pertunjukan sebagai studi tentang semua aspek dari pertunjukan 

MATARAM.LombokJournal.com ~ Overact Theatre memperluas referensi mengenal teater melalui program Arsip Video Teater (Arsvita). Arsvita Vol. I digelar di Segara Space, Kota Mataram, Minggu (18/02/24) pukul 16.00 Wita. 

Peserta yang hadir di Arsvita Vol. 1 edisi bulan Februari ini didominasi pelajar SMA yang juga anggota ekstrakurikuler teater di sekolahnya. Tentu saja selain para pelajar kegiatan Arsvita juga dihadiri masyarakat umum. 

BACA JUGA : Komunitas Akarpohon Gelar ‘Majelis Buku Tipis’

pELAJAR MENGIKUTI PROGRAM ARSVITA

Video yang ditayangkan dan dibahas di Arsvita Vol. 1 edisi bulan Februari 2024 berjudul ‘Anak yang Dikuburkan. Pertunjukan itu adaptasi dari “Buried Child” karya Sam Shepard oleh Teater Satu (Lampung) yang telah dipentaskan di Komunitas Salihara, Jakarta tahun 2012.

“Arsvita adalah upaya dari Overact Theatre untuk memperluas sekaligus mendalami referensi mengenai teater. Dengan menonton dan mendiskusikan pertunjukan-pertunjukan teater asal Indonesia yang telah terdokumentasikan,” jelas Direktur Program Overact Theatre, Bagus Prasetyo Suryanto. 

Menurutnya, tujuan program ini menambah referensi tontonan pertunjukan teater. Membiasakan menonton pertunjukan sebagai studi tentang semua aspek yang ada dari pertunjukan. 

“Arsvita penting bagi kami yang masih belum banyak menonton pertunjukan teater, terutama pertunjukan teater beberapa tahun lalu dan di luar Lombok.” jelas Bagus. 

Rangkaian kegiatan Arsvita, selain menonton arsip video teater, peserta yang hadir juga masing-masing menyampaikan tanggapan dan pendapatnya. 

BACA JUGA : Pemilu ke Depan Akan Tetap Dikawal ASN

Menurut Bagus, Arsvita akan rutin digelar selama satu tahun ini, dan akan dilaksanakan setiap dua bulan sekali. 

“Ke depannya masih akan menayangkan arsip-arsip video pertunjukan teater dari kelompok-kelompok teater yang ada di Indonesia. Video yang akan ditayangkan sudah diseleksi dengan ketentuan dapat memberikan pengalaman segar dalam menonton,” ujar Bagus.

Overact Theatre adalah ragam penampil atau collective performance yang mengalih ubah ruang-ruang di luar arus utama. 

Fokus bekerja merekonstruksi pengertian panggung dengan memproduksi dan menampilkan proyek-proyek pertunjukan di areal publik.

Selain Arsvita, beberapa program Overact Theatre, antara lain latihan rutin, program latihan setiap minggu dengan mengeksplorasi metode latihan teater. 

Program lainnya, yaitu Diskursus, yang merupakan program diskusi teater bulanan sebagai upaya studi, membangun jejaring sembari membaca peta teater yang ada di Lombok. Kemudian, program menonton film yang dilaksanakan tiap enam bulan sekali, sebagai upaya studi, menambah referensi, dan menemukan kemungkinan-kemungkinan pada film untuk proses pertunjukan teater. 

BACA JUGA : Industrialisasi Perikanan untuk Tingkatkan Kesejahteraan Nelayan

Ada juga program Overact Fest, program tahunan festival teater yang fokus mengeksplorasi segala bentuk kemungkinan dalam proses maupun bentuk pertunjukan teater. Serta program Overactour, program tur pertunjukan, sebagai upaya membangun jejaring dengan kelompok-kelompok teater yang ada di Lombok. Dengan membawakan materi pertunjukan yang telah dipentaskan di Overact Fest. Gus

 

 




Komunitas Akarpohon Gelar ‘Majelis Buku Tipis’ 

Gagasan dasar Komunitas Akarpohon menerbitkan buku tipis itu berangkat dari pikiran perihal karya-karya yang kuantitasnya terbatas, tapi dengan kualitas yang cukup pantas.

MATARAM.LombokJournal.com ~ MAJELIS BUKU TIPIS merupakan konsep buku tipis yang diinisiasi dalam program tahunan Komunitas Akarpohon, satu-satunya kelompok sastra paling produktif di Mataram, NTB.

Delapan penulis dari Komunitas Akarpohon menerbitkan buku tipis mereka dan membahas proses kreatif masing-masing dalam diskusi di Segara Space, Kota Mataram, hari Jumat, 16 Februari 2024 dan Sabtu 17 Februari 2024. 

BACA JUGA : Lingkungan Jadi Bahasan Pj Gubernur NTB bersama Dinas LHK NTB

para penulis yang bergulat di Komunitas Akarpohon

Majelis Buku Tipis mulai dikerjakan tahun 2024 sekaligus sebagai tanda usia 15 tahun komunitas ini. 

Pendiri Komunitas Akarpohon yang dikenal sebagai penyair, Kiki Sulistyo menyampaikan penjelasan itu. 

Kiki Sulystio yang banyak ‘membimbing’ para penulis muda di komunitas itu mengatakan, gagasan dasar penerbitan buku tipis itu berangkat dari pikiran perihal karya-karya yang kuantitasnya terbatas, tapi dengan kualitas yang cukup pantas. 

Karya-karya tersebut berasal dari generasi terkini maupun sebelumnya, dan di Komunitas Akarpohon, semuanya dinilai perlu mendapat tempat, semuanya perlu dibukukan. 

“Karena kuantitas yang terbatas, kami mengambil model Extended Play (EP) dari industri musik. Frasa ‘buku tipis’ serupa dengan rekaman EP atau sering juga disebut sebagai mini album. Model ini kami anggap solusi tepat untuk penerbitan karya-karya penulis generasi terkini di Lombok, maupun karya-karya generasi sebelumnya yang telah tersiar —atau tercecer— di berbagai publikasi lepas, yang kuantitasnya terbatas,” jelas Kiki.

BACA JUGA : Industri Perikanan untuk Tingkatkan Kesejahteraan Nelayan

Edisi perdana Majelis Buku Tipis menerbitkan 8 (delapan) buku —terdiri atas 5 (lima) buku puisi yang masing-masing berisi 20 puisi, serta 3 (tiga) buku cerpen yang masing-masing berisi 5 cerpen.

Delapan buku tersebut, yakni buku puisi berjudul Menghabiskan Masa Kecil Bersama (Bukan) Manusia karya Bulan Nurguna; buku puisi Amerikano karya Gilang Sakti Ramadhan; buku puisi Impasto karya Abed Ilyas; buku puisi Musa yang Lain karya Chaidir Amry; buku cerpen Surat Api karya Tara Febriani Khaerunnisa; buku cerpen Api Masih Menyala karya Rony Fernandez; buku cerpen Bayangan Kelinci di Bulan karya Bunga D. Prasasti; dan buku puisi Supersonik karya M. Allan Hanafi. 

Sementara, untuk artwork sampul maupun kebutuhan foto, Komunitas Akarohon melibatkan secara kolektif para perupa dan fotografer yang punya karir masing-masing. Semua buku tersebut diluncurkan dan dipercakapkan bersama-sama dalam suatu majelis yang diselenggarakan selama dua hari.

Di samping itu, edisi perdana ini juga menandai Komunitas Akar Pohon sebagai penerbit yang lebih independen, sebab tidak lagi menggunakan International Serial Book Number (ISBN) sebagai rujukan. Lebih memilih menyusun sendiri katalog terbitan dengan kode yang sudah dirancang sebelumnya.

Sesi pertama Majelis Buku Tipis digelar Jumat, 16 Februari 2024 pada pukul 16.00-18.00 Wita. Menghadirkan pembicara Tara Febriani Khaerunnisa dan Chaidir Amry, yang dimoderatori oleh Putri Dian Rahma Maulidya. Sesi kedua, pada Jumat, 16 Februari 2024 pada pukul 20.00-22.00 Wita, menghadirkan pembicara Gilang Sakti Ramadhan dan Bunga D. Prasasti, dimoderatori oleh Stefanie Anggita Gracia.

Sesi ketiga Majelis Buku Tipis digelar Sabtu, 17 Februari 2024, pukul 16.00-18.00 Wita, menghadirkan pembicara Rony Fernandez dan M. Allan Hanafi, dimoderatori oleh Dinda Adhiba Tsoraya. Sesi keempat, Sabtu, 17 Februari 2024, pukul 20.00-22.00 Wita, menghadirkan Bulan Nurguna dan Abed Ilyas, dengan moderator Niken Mulya. 

BACA JUGA : Festival Komunitas Seni Media (FKSM)

Para pembicara menyampaikan, seputar pengalaman mereka berkenalan dengan karya sastra. Mereka juga membicarakan tentang penyusunan karya sastra masing-masing. 

Para pembicara juga membicarakan proses penerbitan buku masing-masing. Setiap sesi ditutup dengan pembacaan karya masing-masing penulis. Gilang

 




Dalang Wayang Sasak Legendaris, Lalu Nasib AR, Dibantu Kursi Roda Elektrik oleh Rachmat Hidayat

Dalang senior Wayang Sasak Lalu Nasib AR sudah empat tahun kesulitan berjalan, Rachmat Hidayat pun turun tangan beri bantuan kursi roda elektrik

MATARAM.LombokJournal.com ~ Dalang kondang wayang Sasak asal Gerung Lombok Barat, H. Lalu Nasib yang kini tak kuasa lagi berjalan sempurna, mendapat bantuan kursi roda dari Rachmat Hidayat. 

Anggota DPR RI dari PDI Perjuangan H Rachmat Hidayat, akhir-akhir tampak konsisten menebar kebahagiaan dan membantu mereka yang menderita lumpuh dan mengalami mobilitas yang terbatas akibat penyakit di Pulau Lombok. 

BACA JUGA : Relawan Big Bro Dirikan Puluhan Posko Pemenangan Ganjar-Mahfud di NTB

Lalu Nasib memegang wayang disaksikan Rachmat Hidayat
Rachmat Hidayat dan Lalu Nasib

Bantuan politisi kharismatik asal Lombok Timur itu berupa kursi roda elektrik kini menyasar Lalu Nasib AR, Dalang Wayang Sasak, yang nyaris seluruh hidupnya diwakafkan menjaga nilai dan budaya seni pertunjukan Wayang Sasak.

Lalu Nasib kini berusia 82 tahun, tidak lagi leluasa bergerak akibat penyakit yang dideritanya. Mungkin salah satu penyebabnya, selama lima puluh tahun ia duduk bersila berjam-jam dalam saat mendalang, yang membuat lutut dan kakinya kini sulit digerakkan. 

Kini, mobilitas tokoh budaya Sasak kelahiran tahun 1941 itu sangat terbatas dan harus bergantung bantuan tongkat.

Rachmat Hidayat yang lama mengenal Lalu Nasib mengantar langsung bantuan kursi roda elektrik tersebut  ke rumah dalang legendaris itu, Minggu (04/02/24) siang. 

Ketua DPD PDI Perjuangan NTB itu mendatangi kediaman Lalu Nasib di Dusun Perigi, Desa Gerung Selatan, Kecamatan Gerung, Lombok Barat, membesuk sekaligus menyerahkan bantuan kursi roda elektrik seharga Rp 30 juta. 

Bantuan itu berasal dari program aspirasi Rachmat Hidayat melalui Kementerian Sosial, salah satu mitra kerja Rachmat sebagai Anggota Komisi VIII DPR RI.

BACA JUGA : Bunda Lale Ajak Awasi Bersama Makanan dan Obat Berbahaya

Saat datang ke rumah dalang kesohor itu, keluarga dan anak-anak cucu Lalu Nasib menyongsong kedatangan Rachmat Hidayat dan menyalaminya dengan takzim. 

Dengan tertatih-tatih, Lalu Nasib bangkit dari pembaringan dan berjalan menuju teras rumah untuk menyambut kedatangan Rachmat. Keduanya bersalaman dengan erat, lalu berbincang dengan penuh hangat.

”Bantuan kursi roda elektrik ini adalah bantuan kecil. Tak akan pernah sebanding dengan dedikasi dan pengabdian besar Kak Nasib untuk menjaga marwah seni dan budaya masyarakat Sasak,” ucap Rachmat.

Anggota DPR RI tiga periode tersebut, sebelumnya memang sama sekali tak memberi tahu kedatangannya kepada sahibulbait. Maka, jadilah silaturahmi itu menjadi sebuah kejutan yang menghadirkan kegembiraan luar biasa.

Tak butuh waktu lama. Informasi kehadiran Rachmat Hidayat di kediaman HL Nasib AR pun dengan cepat menyebar. 

Sejumlah tokoh di Desa Gerung Selatan pun turut merapat dan meriung yang membuat pertemuan dadakan selama lebih dari dua jam tersebut berlangsung gayeng dan banyak diwarnai gelak tawa.

Bagi Rachmat, Lalu Nasib AR, adalah figur penjaga marwah budaya Sasak yang hidupnya didedikasikan untuk menjaga pilar keberlanjutan identitas kolektif masyarakat Suku Sasak. Menjaga keaslian dan keunikan warisan budaya, terutama seni pertunjukan Wayang Sasak.

”Figur Lalu Nasib AR, bukan hanya pengawas nilai-nilai dan tradisi seni pertunjukan Wayang Sasak. Tetapi juga garda terdepan yang memastikan warisan budaya tersebut diteruskan dengan penuh kehormatan dan kepedulian kepada generasi penerus,” ucap Rachmat.

Rachmat dan Lalu Nasib AR, adalah kawan karib. Persahabatan keduanya sudah terjalin semenjak Rachmat masih menempuh pendidikan di bangku Sekolah Menengah Atas. 

Semua bermula, tatkala Lalu Nasib AR sedang menggelar pertunjukan Wayang Sasak di Desa Rumbuk, Lombok Timur, kampung halaman Rachmat Hidayat. 

Semenjak itu, persahabatan keduanya tak pernah putus. Musabab Lalu Nasib berusia lebih tua, Rachmat pun menyematkan panggilan ”Kakak” untuknya.

Sehari sebelum membesuk Lalu Nasib untuk membawakan bantuan kursi roda elektrik, dalang legendaris itu datang bersilaturahmi ke rumah Rachmat di Jalan Panji Masyarakat, Kota Mataram, yang didampingi mantan Anggota DPRD Lombok Barat, Lalu Sahdan Bahdiaktar.

Dari pertemuan itulah, Rachmat mengetahui persis kondisi sahabat karibnya tersebut. Dalam beberapa tahun belakangan, komunikasi intens keduanya memang lebih banyak hanya melalui sambungan telepon dan aplikasi perpesanan. 

Frekuensi pertemuan fisik menjadi berkurang, terutama setelah pandemi Covid-19 merebak.

BACA JUGA : Selewengkan Demokrasi Indonesia, Alumni Unram Desak Presiden Jokowi Mundur

Lalu Nasib AR sendiri, memang tidak banyak berbagi cerita tentang kondisi fisiknya secara detail kepada para sahabat. 

Namun begitu, sahabatnya tahu kondisi fisiknya memang sudah tidak sebugar dahulu, mengingat usia yang sudah lebih dari delapan dekade.

Meski dengan kondisi tak sebugar dulu, dedikasi Lalu Nasib terhadap seni pertunjukan Wayang Sasak, tidak kendor sedikit pun. 

Ketika berbicara ssehari-hari, kadang suaranya juga terbata-bata. Intonasi suaranya memang masih terdengar sangat lantang, namun sejumlah kata yang terlontar juga kadang terdengar tidak terucap dengan jelas.

Tapi tidak ketika mendalang. Di hadapan Rachmat dan para tetamu, Lalu Nasib memainkan sejenak satu lakon Wayang Sasak. Tangan kanannya menggenggam wayang Jayengrane, sementara tangan kirinya menggengam wayang Umar Maye. 

Dimainkannya begitu sempurna lakon tersebut dan membius semua tetamu yang hadir. Tak ada suara terbata-bata. Tak ada terdengar pelafalan kata yang tidak tepat. Apalagi yang tidak jelas.

Karena itu, di tengah kondisi fisiknya yang terbatas, Lalu Nasib masih tetap memenuhi undangan pertunjukan Wayang Sasak. 

Minggu malam misalnya, jadwal pentasnya pun sudah tersusun. Lalu Nasib akan mendalang di Desa Kumbung, Narmada, memenuhi undangan pementasan wayang dari masyarakat desa setempat.

Demikian besarnya dedikasinya Lalu Nasib untuk menjaga marwah budaya seni pertunjukan Wayang Sasak, menyebabkan Rachmat tak pernah ragu menyematkan gelar ”Pahlawan Budaya Tanpa Tanda Jasa” kepada sahabatnya itu. 

Bagi Rachmat, melalui pengorbanan dan dedikasi Lalu Nasib, masyarakat Sasak bisa terus menghargai akar sejarah yang memancarkan kebanggaan dan identitasnya.

Di tengah gempuran teknologi seni pertunjukan yang sudah sedemikian maju dan pesat, Lalu Nasib dinilainya tidak hanya merupakan figur yang menghidupkan kembali kenangan masa lalu. Tetapi juga membuka jendela masa depan. 

Dari tangan Lalu Nasib, kata Rachmat, warisan budaya bukan hanya menjadi kenangan, tetapi menjelma menjadi peta menuju pemahaman yang lebih dalam tentang diri kita sendiri, sebagai masyarakat Suku Sasak.

”Kak Nasib mengajarkan kita bahwa kepedulian terhadap budaya adalah kunci untuk memahami dan menghormati perjalanan sejarah kita sebagai masyarakat Suku Sasak,” ucap Rachmat.

Kepada Rachmat Hidayat, Lalu Nasib pun menyampaikan ucapan terima kasih dan rasa syukur atas bantuan kursi roda elektrik untuknya. Dia meneguhkan, kursi roda elektrik itu, akan selalu menemaninya dalam setiap aktivitas. Termasuk saat memenuhi undangan di tengah-tengah masyarakat untuk mendalang dan mementaskan Wayang Sasak.

Tak cuma itu. Kursi roda itu juga akan menemaninya dalam aktivitas ibadah. Dengan kursi roda elektrik tersebut, Lalu Nasib kini bisa secara mandiri pergi ke Masjid dekat rumahnya, untuk menunaikan salat berjamaah lima waktu.

Setelah mendapat sedikit tutorial tentang penggunaan kursi roda tersebut, di hadapan Rachmat, dengan ”gaya”, dalang kebanggaan masyarakat Suku Sasak itu pun segera menunjukkan bagaimana dirinya sudah begitu mahir mengendarai kursi roda tersebut. Hal yang menghadirkan gelak tawa dari para tamu.

Rachmat menegaskan, apa yang dilakukannya untuk membantu Lalu Nasib, sepenuhnya adalah aksi kemanusiaan belaka. Tak ada kaitannya dengan politik sama sekali. Rachmat mengungkapkan, hanya ingin mewakafkan dirinya untuk kebaikan masyarakat Pulau Lombok. Rachmat ingin membawa dan menghadirkan berkah untuk sesama.

“Sangat penting bagi kita untuk membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan, khususnya saudara kita yang sulit untuk bergerak dan melakukan aktivitas sehari-hari,” katanya.

Rachmat menekankan, apa yang dilakukannya ini adalah tindakan secuil. Namun, dia berharap, tindakan secuil tersebut, dapat turut membantu memperbaiki kualitas hidup mereka yang telah dibantu, dan memberikan sedikit kebahagiaan untuk mereka.

Dikatakan, bantuan kursi roda elektrik tersebut pun diharapkan dapat membuat perbedaan dalam hidup orang lain. Politisi lintas zaman ini menekankan, dengan sedikit usaha dan kepedulian, sesungguhnya kita dapat memberikan kebahagiaan bagi orang lain, terutama bagi mereka yang membutuhkan.

”Berbagi dan memberi perhatian kepada sesama itu akan selalu mengingatkan diri kita bahwa kebahagiaan sejati terletak pada kemampuan kita untuk peduli dan membantu orang lain,” ucap Rachmat. (*)

 

 




Mengabadikan Keindahan Lombok Lewat Lomba Foto

Keren, Rannya Gaungkan potensi wisata Lombok melalui Lomba Foto bertajuk ‘Caraku Mencintai Lombok’

MATARAM.LombokJournal.com ~  Destinasi wisata di Pulau Lombok yang eksotik mendorong Rannya Agustyra Kristiono, Bacaleg DPR RI dari Partai Gerindra menggelar lomba foto bertajuk ‘Caraku Mencintai Lombok’. 

BACA JUGA: Gamelan Srikandi NTB Memukau di Malaysia

Lomba foto keindahan Lombok merupakan cara untuk mengabadikan keindahan destinasi wisata Lombok
Lomba Foto Rannya

“Temanya tempat wisata favoritmu di Pulau Lombok. Saya mengajak generasi muda menceritakan tempat-tempat indah di Pulau Lombok,” kata Rannya, Senin (04/09/23). 

Pulau Lombok memiliki potensi wisata yang luar biasa, mendorong Rannya mengabadikan keindahan Lombok lewat lomba foto. 

Di Lombok Timur ada Gunung Rinjani dan Pantai Pink. Di Lombok Tengah ada Pantai Kuta Mandalika dan Selong Belanak. Sedangkan di Lombok Barat ada Pantai Senggigi dan Pantau Meang di Sekotong. 

“Di Kota Mataram ada Taman Loang Baloq ada Pura Mayura. Di Lombok Utara ada Gili Trawangan atau Hutan Pusuk, ” bebernya. 

Putri politisi senior Partai Gerindra H Bambang Kristiono (almarhum) ini yakin, sangat banyak tempat wisata lain di Lombok yang belum terekspose. Ia yakin, anak-anak muda memiliki referensi masing-masing. 

“Lomba foto ini salah satu cara saya memunculkan segala potensi itu, ” katanya.

BACA JUGA: KTT Asean Siap Digelar di JAKARTA Convention Center

Dara lulusan salah satu kampus kenamaan di Inggris ini melanjutkan, melalui lomba ini ia ingin melihat kesan anak muda Pulau Lombok pada tempat-tempat indah yang mereka temui. 

“Pokoknya harus ikut ini semeton Lombok sekalian. Ada hadiah jutaan rupiah dan souvenir dari saya, ” ucapnya. 

khusus Untuk syarat ikut lomba foto ini, kata Rannya, usianya antara 17-35 tahun. Pesertanya harus warga yang berdomisili Pulau Lombok, dan tidak dipungut biaya. 

Pengambilan Foto bebas menggunakan kamera apapun. Olah digital sebatas perbaikan minor (Saturasi, Brightness, Warna, Kontras dan Cropping). Periode lomba 4 September 2023 – 27 September 2023.

BACA JUGA: NTB Mall Pasarkan Produk Lokal NTB di Malaysia

“Untuk info lengkap syarat ini sementon Lombok bisa membuka Instagram @rannyakristiono @baturrannya. Pengumuman pemenang 2 Oktober 2023,” jelasnya.***

 

 




Festival Komunitas Seni Media (FKSM) 2023

 FKSM 2023 di Mataram tampilkan 21 komunitas Seni Media dan pertunjukan silang media dari berbagai daerah di Indonesia 

MATARAM.LombokJournal.com ~, Pertunjukan silang media JTDS 5,0 Song of The Earth oleh Bulqini dari Bandung berkolaborasi dengan Mantra Ardhana dari Organic Mind Mataram NTB dan Sangar Aruntala, menandai grand opening Festival Komunitas Seni Media (FKSM) 2023, Minggu (03/09/23) malam.

BACA JUGA: Mengabadikan Keindahan Lombok Lewat Lomba Foto

Festifal komunitas seni media 2023 untuk mendorong kolaborasi seniman
Ahmad Mahendra

Baik Bulqini maupun Mantra Ardhana selama ini dikenal sangat mengakrabi seni media. Dan pertunjukan seni media yang menggunakan teknologi media itu memukau ribuan pengunjung, yang sebagian besar kalangan muda dan pelajar.

“Pertunjukan itu memang benar-benar mewakili yang disebut pertunjukan pertunjukan silang media,” kata Winsa Prayitno, salah seorang sutradara di Mataram. 

Pada acara soft opening malam sebelumnya, Mantra juga menggelar pertunjukan seni media Ritus Alam, yang bersamaan dengan itu juga tampil Faisal Kamandobat dengan sanggar Matur Nuwun yang didukung mahasiswa Nahdlatul Ulama NTB. 

BACA JUGA: Gamelan Srikandi NTB Memukau di Malaysia

Direktur Perfilman, Musik dan Media, Ahmad Mahendra membuka FKSM 2023 yang berlangsung 2-8 September 2023 di Taman Budaya Nusa Tenggara Barat (NTB) di Mataram. 

Kegiatan FKSM 2023 melibatkan 21 komunitas Seni Media 2023  dari berbagai daerah di Indonesia, yang akan menampilkan pertunjukan silang media. Penyelenggaraan FKSM 2023, menurut Mahendra, untuk mengukuhkan Seni Media di Indonesia melalui perluasan akses terhadap seni dan teknologi media.

“Penyelenggaraan festival seni media  ini diharapkan jadi platform komunitas saling berkolaborasi, untuk meningkatkan kreativitas dalam dunia seni,” kata Ahmad Mahendra kepada wartawan.dalam jumpa pers di Teater Tertutup Taman Budaya NTB, Minggu (03/08) sore.

Tanah Dialektika

Festival Komunitas Seni Media (FKSM) yang sudah berlangsung selama 8 tahun, konsisten mendorong proses pertukaran budaya, pengetahuan, jejaring seni media di Indonesia, sebelumnya dikenal sebagai Pekan Seni Media/PKM (2015-2021). Penyelenggaraan PKM telah berlangsung di Bandung, Jawa Barat (2015), Pekanbaru, Riau (2017), Palu, Sulawesi Tengah (2018), Samarinda, Kalimantan Timur (2019).

Sejak tahun 2022 penyelenggaraan PKM berubah FKSM, yang berlangsung di Bengkulu. Tahun 2023 FKSM diselenggaran di Taman Budaya NTB, atas pertimbangan komunitas seni dan Taman Budaya di Lombok yang terus tumbuh aktif dan dinamis.

FKSM 2023 di Taman Budaya NTB berangkat dari kerangka kurasi ‘Tanah Dialektika’, bagaimana media dan teknologi berkontribusi pada dinamika masyarakat. Gagasan ‘tanah’ untuk mendorong seniman mengeksplorasi hubungan manusia dengan tanah serta lingkungan. 

BACA JUGA: KTT ASEAN Siap Digelar di Jakarta Convention Center

Acara Festival Komunitas Seni Media menghasil kolaborasi Bulqini dan Mantra
JTDS 5,0 Song of The Earth, kolaborasi Seni Media

Dorjen Kebudayaan, Hilmar Farid pernah mengatakan, para pelaku secara naluri memiliki keterbukaan untuk mengadopsi perspektif baru lewat proses kolaborasi.

“Dengan demikian, praktik seni media merespon fenomena global melalui cara yang berakar pada isu-isu lokal,” kata Hilmar. ***