Kearifan Lokal (local Wisdom) harus terus dirawat, dipahami dan dikembangkan untuk merawat NKRI
MATARAM.lombokjournal.com – Kekuatan bangsa Indonesia karena memiliki ribuan etnik, bahasa daerah dan tradisi serta kandungan kearifan lokal dalam keragaman budayanya.
Karena itu, kebudayaan di Indonesia menjadi instrumen relaksasi sosial. “Untuk mengurangi berbagai ketegangan di antara anak bangsa. Sebab di dalamnya terdapat nilai-nilai kultural yang sangat besar untuk menyatukan masyarakat,” ungkap Gubernur NTB, TGH M Zainul Majdi di Senayan Room Residence 2 Lt.2 The Sultan Hotel Complex di Jakarta, Selasa (19/9).
Gubernur NTB yang akrab disapa TGB (Tuan Guru Bajang) mengatakan itu saat menjadi narasumber pada Forum Group Discussion (FGD) seri 4 & Simposium Nasional yang diselenggarakan oleh Badan Pengkajian Persatuan Purnawirawan TNI Angkatan Darat (PPAD).
FGD itu dihadiri puluhan Jendral Purnawiran TNI, Sejumlah Perwira Tinggi dari Mabes TNI, FKPPI, termasuk Mantan Pangdam IX Udayana, Letjen TNI (Purn) Kiki Syanakri tersebut, Gubernur TGB menyampaikan materi “Pendayagunaan Kearifan Lokal Dalam Memperkuat Semangat Kebangsaan”.
Pengalamannya memimpin NTB dua periode, TGB menemukan banyak permasalahan sosial dan konflik masyarakat yang sulit dituntaskan hanya mengadalkan instutusi penegak hukum. Lebih tepat jika institusi adat diperankan dalam menyelesaikan konflik-konflik sosial.
Menurutnya, setiap local wisdom di komunitas mana pun berada, selalu terdapat 3 terminologi mendasar, yaitu kebijaksanaan (wisdom), pengetahuan (knowledge) dan kecerdasan (genious) yang dijadikan pedoman bersama .
“Kearifan lokal, berkaitan erat dengan cara pandang tentang kerukunan, kepatutan dan keselarasan dalam menjalani kehidupan bersama,” ungkapnya.
Karena itu, diperlukan tolak ukur cara pandang untuk dapat memahami betasan-batasan tentang hal-hal yang dipandang baik atau buruk, benar atau salah, positif atau negatif, beradab atau tidak beradab.
Dikatakan lebih lanjut, kearifan lokal mengandung tiga asas yang implementatif, yakni asas rukun, patut, dan laras.
Asas rukun, suatu pedoman yang diterapkan dalam menyelesaikan segala persoalan adat. Isinya berhubungan erat dengan pandangan dan sikap hidup bersama untuk mencapai hidup dalam suasana rasa aman, tentram, dan sejahtera.
Dalam Asas Patut, mengandung nilai-nilai etika dan tatakrama yang menjadi kesepakatan kolektif. Asas bermakna keselarasan sikap dan perilaku individu menjalani kehidupan bermasyarakat agar dapat diterima semua pihak. “Nilai-nilai universal inilah yang harus terus dirawat, dipahami dan dikembangkan untuk merawat NKRI,” kata TGB.
Kata TGB, nilai-nilai luhur budaya lokal kemudian mengkristal menjadi nilai-nilai Pancasila yang mengilhami pemikiran para pendiri bangsa (founding fathers) yang merumuskan konsensus nasional yang dapat diterima oleh seluruh masyarakat Indonesia.
“Pancasila lahir sebagai konsensus, digali oleh para ulama dan pendiri negara secara mendalam dari nilai-nilai agama, nilai-nilai budaya dan nilai-nilai tradisi budaya lokal yang sangat beragam membentuk Nusantara dan Indonesia Jaya,” jelasnya.
AYA