Pemprov NTB menanggapi serius maraknya ragam modus TPPO, yang diperlukan melibatkan sinergi semua pihak
MMATARAM.LombokJournal.com ~Makin marak dan beragamnya modus Tindak Pidana Perdagangan Orang atau TPPO, Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB menanggapi serius.
Untuk penguatan tim pencegahan, Pemerintah Provinsi NTB menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) TPPO di Gedung Sangkareang Kantor Gubernur NTB, Selasa (11/07/23).
Isu TPPO di Provinsi NTB butuh penanganan serius yang melibatkan sinergisemua pihak. Terutama semua lini yang memiliki yang punya daya ungkit tinggi untuk menghapuskan TPPO di NTB.
Hal itu dingkapkan Sekretaris Daerah Provinsi NTB yang diwakili oleh Asisten I Setda NTB. H. Fathurrahman.
“Penanganan TPPO di NTB membutuhkan penanganan serius dan sinergi semua pihak,” ucap Fathurrahman.
Beragam modus
Asisten Deputi Pemenuhan Hak Perlindungan dan Pemberdayaan Perempuan Kemenko, PMK Veronica En’da Wulandari yang hadir dalam rakor itu memaparkan ragam, modus TPPO.
Di antaranya, perekrutan TPPO secara online, berkedok beasiswa pendidikan, pernikahan, adopsi anak, dan masih banyak lagi.
Menurut Veronika, di NTB modus TPPO yang masih marak adalah modus PMI menghindari prosedur legal atau unprosedural.
Para pemangku kepentingan diharapkan lebih menguatkan sinergitas dan kolaborasi untuk melindungi masyarakat dari TPPO.
“Semoga dengan Rakor ini sinergitas dan kolaborasi para pemangku kepentingan bisa semakin kuat untuk mencegak praktik Tindak Pidana Perdagangan Orang,” harap Veronika. ***
Kasus Pekerja Migran NTB yang Disiksa Majikan di Libya
Para pelaku Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) merupakan jaringan mafia, mereka menjual belikan pekerja migran.
MATARAM.LombokJournal.com ~ Kasus dua Pekerja Migran Indonesia asal Nusa Tenggara Barat (NTB), yang disiksa majikannya selama bekerja di Libya beberapa waktu lalu, harus diungkap
H. Bambang Kristiono, SE (HBK) menyampaikan itu saat mendampigi pihak Kementerian Luar Negeri (Kemenlu) RI menserah terimakan kedua pekerja migran kepada keluarganya masing-masing di Pendopo Gubernur NTB, Senin (03/07/2023).
Wakil Ketua Komisi I DPR RI itu mendesak Aparat Penegak Hukum(APH) mengungkap kasus penyiksaan pekerja migran, dugaan kasus tindak pidana perdagangan orang (TPPO)
Diketahui, dua pekerja migran Indonesia asal NTB berinisial SM dan JL membuat pengakuan menghebohkan, tentang penyiksaan oleh majikan tempatnys bekerja.
Dua pekerja migran,SM dan JL, terindikasi menjadi korban TPPO, sebab keduanya diberangkatkan ke luar negeri tanpa prosedur yang legal.
HBK menceritakan kisah awalnya mengetahui musibah yang menimpa dua pekerja migran itu.
Beberapa waktu yang lalu, ia didatangi oleh perwakilan keluarga pekerja migran yang jadi korban penyiksaan, di kantor saya di DPR RI.
“Dan saya sampaikan kepada mereka, kalau memang belum ada yang mengurusnya, insyaa Allah, akan saya ikhtiarkan. Kebetulan Kemenlu RI adalah salah satu mitra saya di Komisi 1 DPR RI,” papar HBK di hadapan Gubernur NTB Zulkieflimansyah dan keluarga korban.
Usai mendapat informasi tersebut, HBK menghubungi pihak Kemenlu RI dan Kedubes RI (KBRI) di Tripoli, Libya. Ia minta pemerintah melalui Kemenlu RI memberikan atensi serius terhadap kasus kemanusiaan yang menimpa pekerja migran itu.
“Dengan komunikasi dan kerjasama yang baik dengan berbagai pihak, proses pemulangan kedua pekerja migran dari Benghazi, Libya itu dapat berjalan lebih cepat dari waktu yang diperkirakan,” bebernya.
Atas usaha tersebut, pada Rabu (28/06/2023), SM dan YL akhirnya bisa dipulangkan ke Tanah Air menggunakan pesawat Saudi Airlines.
HBK menjemput langsung kedua pekerja migran saat tiba di Indonesia, didampingi putri semata wayangnya, Rannya.
Selanjutnya, HBK menerima pengaduan dari pihak keluarga didapatkan informasi, masih banyak pekerja migran dari NTB yang tidak jelas nasibnya di luar negeri, dan berharap bantuan pemulangan oleh Pemerintah Indonesia.
“Mari sama-sama kita cari tahu, kita cari informasi, dengan semua akses yang kita miliki seperti media sosial, bagaimana kondisi mereka sekarang,” ujar HBK.
Menurutnya, kerja-kerja pemberantasan TPPO harus ada sinergitas dari semua pihak. Tidak bisa dilakukan oleh satu lembaga saja (parsial), apalagi orang per orang.
HBK mengajak semua pihak terkait merapatkan barisan, memperhatikan nasib para pahlawan devisa ini.
Masih banyak diantara mereka, yang saat ini, mungkin sedang mengalami tragedi kemanusiaan.
Dikatakan, pemberantasan TPPOadalah pekerjaan besar, yang tidak mungkin terselesaikan oleh pekerjaan orang perorang.
Semua pihak, baik pemerintah maupun masyarakat NTB, harus melibatkan diri dan berpartisipasi aktif dalam penyelesaian TPPO ini.
“Cara kerja dan jaringan TPPO ini ibaratnya sudah seperti kegiatan mafia, jejaring mereka sudah merambah kemana-mana, melibatkan banyak oknum dan kaki tangannya. Kita harus mencegahnya sedemikian rupa supaya peristiwa-peristiwa seperti ini tidak terus berulang di kemudian hari,” katanya.
HBK meminta APH untuk mengusut tuntas kasus yang membelit dua PMI asal NTB tsb, sebab HBK khawatir jika dibiarkan, akan makin banyak persoalan serupa terjadi di kemudian hari.
Perlu adanya efek jera yang diberikan kepada para pelaku tindak pidana perdagangan orang ini.
“Atas permintaan pihak Kemenlu RI, tindak pidana TPPO ini harus ditindak-lanjuti dengan penegakan hukum supaya menimbulkan efek jera bagi para pelaku TPPO. Dan saya mendukung penuh upaya pak Gubernur, juga pak Kapolda yang beberapa waktu lalu telah menanda-tangani kerjasama pencegahan dan penindakan TPPO. Kita warga NTB harus bersyukur, memiliki seorang Kapolda yang sangat berintegriras, seorang Gubernur yang sangat peduli kepada warganya. Dan saya percaya kepada beliau berdua”, jelas HBK.
Respon Gubernur NTB
Di tempat yang sama, Gubernur NTB Zulkieflimansyah pada saat menerima kepulangan kedua korban TPPO tersebut tidak menafikkan, banyak kasus TPPO yang menimpa masyarakat NTB.
“Ini yang harus disosialisasikan, agar jangan sampai setelah ada masalah, baru mengaku dari NTB. Padahal mereka berangkatnya dari luar NTB,” tegas Gubernur.
Sebagai Kepala Daerah, Zulkieflimansyah pun mendukung penuh kedua korban untuk melaporkan hal tersebut ke APH.
Salah satu korban, JL, menceritakan dirinya direkrut oleh calo dari Kec. Lape, Kab. Sumbawa. Ia dijanjikan bekerja ke Turki, tapi malah dikirim ke Libya.
“Passport saya atas nama orang lain, makanya nama saya pun disebutnya Anisa, padahal di KTP nama saya adalah JL. Saya baru dikasih passport pada saat tiba di Bandara. Karena passport selama itu dipegang Calo,” tuturnya.
Sebelumnya, teman korban atas nama SM mengaku mengalami penyiksaan fisik oleh majikannya di Libya. Video pendek tsb beredar viral di media sosial sekitar pertengahan Juni lalu.
Dalam video yang viral tersebut, SM mengatakan bahwa dirinya dicambuk pakai selang, dan kepalanya dihantam.
SM minta dipulangkan ke kantor agensinya, tapi tidak dikasih oleh majikannya. Ia juga menelepon pihak agensi, tetapi tidak direspons.
Karena tidak tahan diperlakukan semena-mena, kemudian Ia bersama salah satu TKW lainnya memilih kabur.
Setelah berhasil kabur dari rumah majikannya, kemudian Ia menelepon pihak agensi untuk minta perlindungan, tapi pihak agensi malah datang bersama majikannya.
Dan kembali membawanya pulang ke rumah majikannya itu.
Sesampai di rumah majikannya, Ia kembali mengalami penyiksaan, kepalanya dihantam dan dipukuli. Selain itu, tubuhnyapun dicambuk memakai selang. Bekas cambukannya masih berbekas, berupa luka memar di bahu sebelah kanan.***
Modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Makin Beragam
Saat ini, penggunaan teknologi untuk menjerat korban menjadi salah satu modus baru yang banyak digunakan oleh pelaku TPPO
LombokJournal.com ~Pemerintah Indonesia memiliki komitmen memberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang modusnya makin beragam, melalui kebijakan dan program kegiatan yang dilaksanakan untuk melindungi warga negaranya.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) selaku Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO) mengoordinasikan penanganan TPPO bersama dengan Kementerian/Lembaga lainnya yang tergabung dalam anggota GT PP TPPO.
Penegasan itu disampaikan Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati dalam Focus Group Discussion (FGD) Kebijakan Pencegahan dan Penanganan TPPO bagi Kementerian/Lembaga Anggota GT PP TPPO yang diadakan di Depok, Jawa Barat oleh KemenPPPA, pada 7-9 Februari 2023.
“Tujuan utama dari pertemuan ini adalah menegaskan komitmen bersama anggota GT PP TPPO Pusat dalam pencegahan dan penanganan TPPO, “ kata Ratna Susianawati..
Penguatan itu melalui koordinasi dan kerjasama peran masing-masing anggota GT PP TPPO dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Serta menyelaraskan program dan kegiatan sebagai implementasi Rencana Aksi Nasional (RAN) PP TPPO 2020-2024.
“Juga berbagi informasi terkait perkembangan isu, modus, dan praktik baik, serta strategi-strategi dalam pencegahan dan penanganan TPPO,” ujar Ratna dalam sambutannya.
Ratna juga menyampaikan poin-poin penting yang menjadi output dari pertemuan. Yaitu, komitmen sebagai anggota GT PP TPPO dalam pencegahan dan penanganan TPPO.
Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), pada 2019- 2022, terdapat 1.545 kasus TPPO dan 1.732 korban TPPO. Pada 2019 terdapat 191 kasus dan 226 korban TPPO, sedang pada 2020 dengan 382 kasus dan 422 korban TPPO.
Selanjutnya pada 2021 tercatat 624 kasus dan 683 korban TPPO, serta pada periode Januari hingga Oktober 2022 terlapor sebanyak 348 kasus dan 401 korban TPPO. Berdasarkan data tersebut, mayoritas yang menjadi korban adalah kelompok rentan, perempuan dan anak.
Uuntuk menjamin langkah sinergi dan berkesinambungan dalam pencegahan dan penanganan TPPO yang melibatkan Kementerian/Lembaga, sudah disusun Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tahun 2020-2024 (RAN PPTPPO 2020-2024).
Meskipun masih dalam proses pengundangan, namun pengimplementasian upaya pencegahan dan penanganan TPPO tetap berjalan. ***