Dispensasi Nikah, Ini Dampak Serius Pernikahan Anak

Pemberian izin nikah atau dispensasi nikah yang diberikan pengadilan akan memunculkan berbagai resiko bagi pasangan pengantin

LombokJournal.com ~ Sebanyak 15.212 permohonan dispensasi nikah, 80 persen di antaranya mengajukannya karena sudah hamil duluan.

Sisanya 20 persen terjadi karena berbagai sebab lainnya, termasuk perjodohan karena faktor ekonomi.

Pemberian izin atau dispensasi nikah atau dispensasi nikah yang diberikan pengadilan akan memunculkan berbagai resiko bagi pasangan pengantin

Hal itu disampaikan Kepala Perwakilan Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) Provinsi Jawa Timur Maria Ernawati. 

BACA JUGA: Cegah Perkawinan Anak, Wujudkan Indonesia Layak Anak 2030

Permohonan dispensasi nikah adalah pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami istri yang belum berusia 19 tahun untuk melangsungkan perkawinan. 

Padahal, terdapat beberapa dampak serius menikah di usia remaja terhadap kesehatan

“Pada kasus kehamilan yang tidak diinginkan ditambah usia ibu hamil yang sangat muda berpotensi terjadi bayi lahir stunting,” kata Erna, Jum’at (20/01/23).

Kepala BKKBN Hasto Wardoyo juga sempat mengatakan bahwa bagaimana pun, usia ideal pernikahan, terutama untuk perempuan adalah di atas 21 tahun.

Seperti dilansir dari CNN Indonesia, Hasto mengatakan, perkawinan usia muda akan memunculkan berbagai risiko bagi pasangan pengantin. 

“Begitu pun risiko bagi bayi yang akan dilahirkan,” ujar Hasto

Bahaya Pernikahan Dini

Selain berdampak psikologis, pernikahan dini juga bisa memicu sejumlah masalah kesehatan, khususnya pada perempuan. 

Hasto mengatakan, pernikahan dini dapat berdampak pada tingginya angka kematian ibu dan bayi serta rendahnya tingkat kesehatan ibu dan anak.

Berikut beberapa bahaya kesehatan dari pernikahan usia dini.

  1. Berisiko melahirkan anak stunting

Hasto merujuk pada sebuah studi yang menunjukkan adanya hubungan antara usia ibu saat melahirkan dengan angka kejadian stunting. Semakin muda usia ibu saat melahirkan, semakin besar kemungkinannya untuk melahirkan anak stunting.

Stunting merupakan kondisi kekurangan gizi kronis yang terjadi selama periode paling awal pertumbuhan dan perkembangan anak. Tak hanya tubuh pendek,stunting juga memiliki banyak dampak buruk lainnya untuk anak.

BACA JUGA: Digitalisasi Pelayanan Kesehatan Ibu dan Anak 

  1. Persalinan macet

Hasto mengatakan, saat usia remaja seperti 16 tahun, diameter panggul perempuan baru selebar 8 cm. Sementara, ukuran kepala bayi mencapai 9,8 cm. Ukuran panggul baru akan membesar pada usia 19-21 tahun.

Kondisi panggul yang sempit ini dapat membuat persalinan jadi macet. Tidak hanya itu, kondisi ini bahkan memicu risiko kematian saat melahirkan.

  1. Risiko meninggal dunia

Penelitian menunjukkan bahwa perempuan berusia 10-14 tahun memiliki kemungkinan meninggal dunia 5 kali lebih besar selama kehamilan, dibandingkan dengan perempuan berusia 20-25 tahun.

Sementara pada usia 15-19 tahun, perempuan memiliki risiko kematian dua kali lebih besar saat hamil. Tak hanya itu, proses kehamilan dan persalinan juga akan terasa lebih menyakitkan dari biasanya.

“Saat hamil terlalu muda, perempuan berpotensi mengalami robek mulut rahim saat proses melahirkan yang menimbulkan ancaman pendarahan serta kematian,” ujar Hasto.

  1. Kanker mulut rahim

Menikah pada usia terlalu dini membuat perempuan berisiko tinggi terhadap perkembangan kanker mulut rahim atau serviks. Di usia remaja, sistem reproduksi perempuan belum berkembang secara sempurna sehingga menjadi rentan.

Kanker serviks sendiri merupakan kanker atau adanya pertumbuhan abnormal pada sel-sel di leher rahim. Kanker ini pada umumnya tidak memperlihatkan gejala pada tahap awal dan gejala baru akan muncul saat sel kanker sudah mulai menyebar.

BACA JUGA: Pola Asuh Anak yang Baik, Akan Cegah Perkawinan Anak

  1. Mengganggu pertumbuhan tulang

Ibu yang hamil pada usia muda berisiko mengalami pertumbuhan tulang yang terhenti. Tulang juga menjadi cenderung keropos.

“Di usia menopause bisa menjadi bungkuk, mudah patah tulang, dan menjadikan usia tua tidak produktif,” tutur Hasto.***