Tindak Asusila ayah dan kakek pada Anak dan Cucu Kandung

Persetubuhan atau tindak asusila yang dilakukan ayah dan kakek pada anak dan cucu kandungnya jadi perhatian publik di Maluku

AMBON.LombokJournal.com ~  Tindakan asusila dilakukan oleh ayah dan kakek kandung terhadap 5 (lima) orang anak kandung dan 2 (dua) orang cucu kandungnya..

Peristiwa tindakan asusila yang terjadi di Ambon, Maluku itu berlangsung sejak 2007 dengan anak-anak kandung pelaku sebagai korban, namun baru terungkap pada 2022 lalu.

BACA JUGA: Pelaku Kekerasan Seksual di Maluku Dihukum Seumur Hidup

Terungkapnya perilaku asusila itu saat kedua cucu kandung pelaku turut menjadi korban. 

Kasus tindakan asusila ini pun terungkap berkat andil dan keberanian salah satu korban yang melaporkan aksi pelaku ke Polres setempat sehingga atas gerak cepat Aparat Penegak Hukum (APH)

Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA), Bintang Puspayoga dalam mengungkapkan itu dalam kunjungan di Ambon, Maluku menemui para penyintas kasus kekerasan seksual di Maluku.

Menteri juga melakukan dialog dengan Anak yang Memerlukan Perlindungan Khusus (AMPK) dari kelompok minoritas dan daerah terisolasi. 

Para penyintas yang berdialog dengan Menteri Bintang Puspayoga, di antaranya 2 (dua) orang anak kandung dan 2 (dua) orang cucu kandung korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS) oleh ayah dan kakek kandung.

BACA JUGA: Korban KDRT, Bertengkar Hebat Seorang Suami Bunuh Istri

Dan 1 (satu) orang korban TPKS oleh 6 (enam) pelaku, serta 2 (dua) orang AMPK asal Pulau Buru.

“Salah satu kasus TPKS yang menyita perhatian publik adalah kasus persetubuhan yang dilakukan oleh ayah dan kakek kandung terhadap 5 (lima) orang anak kandung dan 2 (dua) orang cucu kandungnya,” ujar Menteri BIntang Puspayoga di Maluku, dilansir dari laman kemenpppa.go.id, Selasa (27/06/23). 

Ayah dan kakek pelaku TPKS berhasil divonis hukuman penjara seumur hidup

Dialog dengan penyintas korban TPKS dilakukan untuk menggali lebih dalam akan pengalaman dan upaya yang dilakukan penyintas dalam melaporkan tindakan asusila yang dialami. 

Serta memberikan dukungan psikososial dan bantuan spesifik perempuan dan anak kepada para penyintas. 

BACA JUGA: Anak Korban KDRT, Ibunya Meregang Nyawa

Pada pertemuan tersebut, Menteri PPPA di dampingi oleh Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar dan Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 KemenPPPA. Turut serta mendampingi adalah Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Provinsi Maluku, Unit Pelaksana Teknis Daerah Perlindungan Perempuan dan Anak (UPTD PPA) Provinsi Maluku. ***

 

Sumber: kemenpppa.go.id




Pelaku Kekerasan Seksual di Maluku Dihukum Seumur Hidup 

Mentreri PPPA Bintang Puspayoga berharap korban kekerasan seksual untuk berani bicara dan melaporkan kejadian yang menimpanya

AMBON.LombokJournal.com ~ Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon menjatuhkan sanksi pidana maksimal untuk Ayah dan kakek kandung pelaku tindak pidana kekerasan seksual  atau TPKS yang korbannya adalah anak dan cucu kandungnya.

BACA JUGA: Tinfak Asusila Ayah dan Kakek pada Anak dan Cucu Kandung 

Menteri PPPA menekankan agar korban kekerasan seksual berani melapor
Menteri Bintang Puspayoga

Dalam kunjungan di Ambon, Maluku, Senin (26/06) Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menekankan, keberanian dari penyintas untuk melaporkan dan bicara kejadian kekerasan seksual  yang dialaminya, jadi titik terang dari proses penanganan dan penegakan hukum perkara itu. 

Penegakan hukum yang memberikan rasa keadilan bagi korban pun menjadi langkah penting bagi KemenPPPA dan APH untuk terus mendorong korban kekerasan seksual berani berbicara. 

Tidak hanya pada saat putusan di pengadilan, keberpihakan terhadap korban kekerasan seksual diharapkan terjadi dalam seluruh proses penegakan hukum mulai dari penyelidikan hingga penuntutan.

BACA JUGA: Anak Korban KDRT di Jateng, Ibunya Meregang Nyawa

“Saya ucapkan terima kasih dan apresiasi atas keberanian para penyintas dalam berbicara atau melaporkan kejadian yang dialami sehingga APH dapat bergerak cepat dalam upaya penegakan hukum yang hasilnya pun sungguh luar biasa. Khususnya, dalam kasus TPKS oleh ayah dan kakek kandung, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Ambon menjatuhkan sanksi pidana maksimal terhadap pelaku tindak pidana kekerasan seksual. Putusan tersebut memberikan harapan bagi kita semua untuk terus menuntut penegakan hukum yang berkeadilan dan berperspektif korban sehingga diharapkan dapat melahirkan efek jera,” tutur Menteri PPPA.

Dalam upaya pencegahan kasus TPKS di masyarakat, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) secara masif menggencarkan kampanye Dare to Speak Up atau Berani Berbicara kepada masyarakat.

Tujuannya mendorong korban, keluarga korban, dan masyarakat umum untuk berani melaporkan berbagai tindak kekerasan yang dialami atau diketahui. 

Selain itu, kehadiran Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pun serta merta memberikan perlindungan yang komprehensif kepada korban, keluarga korban, dan saksi atas kejahatan terhadap martabat manusia dan pelanggaran atas hak asasi manusia.

Menteri PPPA juga mengingatkan DP3A dan UPTD PPA Provinsi Maluku agar dapat terus mengawal dan berpartisipasi dalam proses pendampingan yang dibutuhkan oleh penyintas, meskipun sudah kembali menjalani kehidupan normal.

Dan penyintas anak pun melanjutkan sekolah seperti biasa. Setelah kejadian TPKS yang dilakukan oleh ayah dan kakek kandung. 

BACA JUGA: Polres Sumbawa Terjunkan 65 Persinel untuk MXGP Samota

Penanganan penyintas langsung dilakukan oleh Pemerintah Kota Ambon dan Pemerintah pusat, serta diberikan rumah tinggal di salah satu kawasan perumahan di Kota Ambon. 

“Meskipun para penyintas telah menjalani hidupnya kembali secara normal, masih diperlukan dukungan dan pengawalan ketat dari DP3A dan UPTD PPA Provinsi Maluku, terutama pada para penyintas usia anak yang membutuhkan perhatian lebih untuk memastikan hak-haknya terpenuhi. Saya harap pengalaman para penyintas ini dapat menjadi inspirasi dan menebar bibit keberanian kepada para penyintas korban TPKS lainnya untuk berani berbicara dan melapor,” tandas Menteri PPPA..***

 

Sumber : kemenpppa.go.id




Korban KDRT, Bertengkar Hebat Seorang Suami Bunuh Istrinya 

Salah seorang anak yang jadi korban KDRT merupakan anak penyandang disabilitas yang punya keterbatasan berbicara

MATARAM.LombokJournal.com ~ Kasus tindak kekerasan yang dilakukan seorang suami, M (35) selain menyebabkan istrinya B (31) meninggal dunia, ketiga orang anaknya yang masih balita menjadi korban KDRT (kekerasan dalam rumah tangga). 

BACA JUGA: Anak Korban KDRT di Jateng, Ibunya Meregang Nyawa

Anak korban KDRT butuh pendampingan psikologis

Tindak kekerasan yang menjadikan seorang ibu dan anaknya jadi korban KDRT itu berlangsung di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

BACA JUGA: Anak Korban KDRT di Jateng, Ibunya Meregang Nyawa

Istri yang menjadi korban KDRT itu meninggal dunia dengan wajah lebam-lebam. Perempuan malang itu ditemukan sedang memeluk korban anak yang berusia 1 (satu) bulan, dan 2 (dua) korban anak lainnya yakni  korban anak AA (2) dan korban anak APW (4) berbaring di kaki korban B.

BACA JUGA: Pekerja Migran di Lombok, Korban Penyiksaan di Libya

Berdasarkan informasi yang diperoleh dari Tim Layanan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 KemenPPPA, dijelaskan oleh Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar, tersangka M dan korban B sering bertengkar dan berujung pada KDRT. 

Kejadian itu berlangsung pada tangga; 13 Januari, bermula dari pertengkaran hebat pasangan pasutri M dan B. M baru saja pulang setelah beberapa hari kerja di luar kota. Setelah pertengkaran hebat itu, tersangka M kemudian memukuli kepala korban B hingga meninggal dunia.

Padahal, sebelumnya, setelah mengetahui istrinya meregang nyawa, M menyusun alibi. Setelah istrinya terbujur kaku, ia mengaku kepada para tetangga sudah 2 (dua) hari ini tersangka M tidak dapat menghubungi korban. 

Namun alibi itu ditepis oleh para tetangga yang di hari sebelumnya masih melihat korban B menjemur pakaian di halaman rumah mereka.

Setelah mengetahui B tak bernyawa, warga segera menghubungi pihak Polres Pati dan membantu mengevakuasi anak-anak korban. 

Polres Pati membawa jenazah korban B ke rumah sakit untuk diotopsi dan korban anak berusia 1 (satu) bulan untuk dirawat di ICU. Pada 15 Juni 2023, Kepolisian memanggil tersangka M untuk diperiksa sebagai saksi pertama yang menemukan jenazah korban. 

BACA JUGA: Desa Peduli Penyiaran, Ini Pesan Bang Zul

Dalam pemeriksaan tersebut, tersangka M kemudian mengakui telah melakukan tindakan KDRT yang mengakibatkan korban B meninggal dunia. 

Polres Pati kemudian menahan dan menetapkan M sebagai tersangka. Sementara itu, korban anak AA dan korban anak APW dibawa oleh pihak keluarga B untuk diasuh.

Anak-anak mengalami trauma

Nahra menuturkan, saat ini anak-anak korban sudah berada dan dirawat oleh keluarga terdekatnya. Meski demikian pihak KemenPPPA akan terus memantau perkembangan kondisi psikologis maupun fisik korban. 

“Satuan Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (SPT PPA) Provinsi Jawa Tengah bergerak cepat merespon kasus ini dan berkoordinasi dengan Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) Pati untuk melakukan asesmen awal terhadap kondisi dan kebutuhan ketiga anak korban,” jelas Nahar.

Nahar mengungkapkan, PPT Pati telah melakukan asesmen awal kepada pihak keluarga korban. 

Berdasarkan asesmen awal tersebut, kondisi kesehatan fisik korban anak AA dan korban anak APW telah membaik serta kondisi korban anak berusia 1 (satu) bulan yang tengah dirawat di ICU pun berangsur membaik. 

Sehingga pada 19 Juni 2023 sudah dapat pulang dan diantar kepada pihak keluarga dalam keadaan sehat dan aman. 

Namun dari hasil asesmen awal tersebut diduga korban anak AA dan korban anak APW mengalami trauma karena melihat tindak KDRT yang dialami ibu korban. 

Terlebih, korban anak APW merupakan anak disabilitas yang memiliki keterbatasan berbicara sehingga kesulitan untuk mengekspresikan emosinya secara verbal.

Mengacu pada hasil asesmen yang dilakukan oleh PPT Pati, SPT PPA Jawa Tengah menindaklanjuti pendampingan korban. Dengan memberikan layanan pendampingan psikologis kepada korban anak AA dan korban anak APW, dengan melibatkan Pusat Pembelajaran Keluarga (PUSPAGA) Jawa Tengah.

Nahar mengingatkan, dalam memberikan fungsi layanan penyediaan layanan rujukan akhir bagi perempuan dan anak korban kekerasan, KemenPPPA menyediakan layanan pengaduan Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129. 

BACA JUGA: Pelaksanaan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak

Dapat dihubungi masyarakat apabila melihat, mendengar atau mengalami segala bentuk kekerasan terhadap perempuan dan anak, melalui kanal hotline 129 atau WhatsApp 08111-129-129. ***

 

 

 




Anak Korban KDRT di Jateng, Ibunya Meregang Nyawa

Anak dan ibu jadi korban KDRT yang dilakukan sang suami, anak yang baru berusia sebulan dirawat di ICU dan ibunya meregang nyawa 

JAKARTA.LombokJournal.com ~ Ini kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) yang dilakukan seorang suami di Kabupaten Pati, Jawa Tengah.

KDRT itu dilakukan seorang suami yang jadi tersangka, M (35), yang menyebabkan 3 (tiga) orang anak tersangka menjadi korban. 

BACA JUGA: Korban KDRT, Bertengkar Hebat Seorang Suami Bunuh Istrinya 

Salah satu anak laki-laki yang menjadi korban KDRT itu,  baru berumur 1 (satu) bulan menjalani perawatan di ruang Intensive Care Unit (ICU), kondisinya lemah dan mengalami dehidrasi. Sedang istri tersangka yang jadi korban, B (31) seorang Ibu Rumah Tangga, meregang nyawa.

Kasus KDRT ini menjadi perhatian serius Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA). Deputi Perlindungan Khusus Anak KemenPPPA, Nahar menyampaikan ikut berbela sungkawa. 

BACA JUGA: Cegah Perkawinan Anak Melalui Edukasi Kesehatan Reproduksi

“Kami turut berbelasungkawa atas kejadian KDRT hingga meninggalnya korban B dan mengakibatkan 3 (tiga) anak balita telantar selama kurang lebih 2 (dua) hari,” kata Nahar,Selasa (20/06/23).

Menurutnya, pihak KemenPPPA mendorong pihak Aparat Penegak Hukum (APH) mengusut dan menjatuhkan hukuman seberat mungkin kepada tersangka yang merupakan kepala rumah tangga.

“Tersangka harus diberi hukuman seberat-beratnya sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang sesuai,” ujar Nahar dalam keterangannya, seperti diikutip di laman KemenPPPA.go.id, hari Selasa (20/06).

BACA JUGA: Presiden Jokowi Didampingi Gubernur NTB Tinjau Smelter

“Korban B ditemukan oleh warga dalam keadaan meninggal dunia dengan wajah lebam-lebam dalam posisi sedang memeluk korban anak yang berusia 1 (satu) bulan dan 2 (dua) korban anak lainnya, korban anak AA (2) dan korban anak APW (4) berbaring di kaki korban B. Ketiga korban anak tersebut ditemukan dalam kondisi yang lemas,” jelas Nahar.***

 




Cegah Perkawinan Anak melalui Edukasi Kesehatan Reproduksi

Upaya yang bisa dilakukan untuk cegah perkawinan anak bisa dimulai dari edukasi kesehatan reproduksi, baik kepada anak maupun orang tua

JAKARTA.LombokJournal.com ~ Upaya pencegahan perkawinan anak harus dimulai dari edukasi kesehatan reproduksi, baik kepada anak maupun orang tua. Itu dikatakan Plt. Deputi Pemenuhan Hak Anak KemenPPPA, Rini Handayani, saat kegiatan Media Talk KemenPPPA di Jakarta, Jumat (12/05/22).

Kegiatan Itu merupakan upaya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) yang serius menyikapi maraknya kasus perkawinan anak. Misalnya, dengan mengintervensi di hulu melalui penguatan sumber daya manusia (SDM) berupa edukasi. 

BACA JUGA: NTB Bertekad Selesaikan 5 Pilar Sanitasi

“Perkawinan anak merupakan tantangan dalam pembangunan SDM dikarenakan memiliki dampak yang multiaspek dan lintas generasi. Selain itu, perkawinan anak juga merupakan bentuk pelanggaran hak anak yang dapat menghambat dalam mendapatkan hak-haknya secara optimal,” ujar Rini seperti dikutip di laman kemenpppa.go.id..

Perkara dispensasi kawin mengalami penurunan setiap tahunnya. Data penurunan itu tercatat di Direktorat Jenderal Badan Peradilan Agama Mahkamah Agung Republik Indonesia, sepanjang 2020-2022.  

Ada 52.095 perkara dispensasi kawin yang masuk di tahun 2022, sebanyak 50.748 diputuskan. 

Jumlah perkara yang masih tergolong besar itu menunjukkan, perkawinan anak masih banyak terjadi dilihat dari jumlah permohonan perkara dispensasi kawin yang masuk ke pengadilan.

“Meskipun data prevalensi perkawinan anak di Indonesia menunjukkan penurunan setiap tahunnya, masih banyak perkawinan anak dan remaja yang terjadi  tidak dapat dicatatkan karena tidak membawa perkara dispensasi kawin ke pengadilan. Diperlukan upaya sistemik dan terpadu dalam menekan angka perkawinan anak untuk mencapai target 6,94 persen pada tahun 2030,” tutur Rini.

BACA JUGA: Posyandu Keluarga Turunkan Angka Stunting dan AKIB di NTB

Ada banyak faktor yang ditengarai berkontribusi dalam perkawinan anak. Di antaranya faktor kemiskinan, geografis, pendidikan, ketidaksetaraan gender, masalah sosial, budaya, dan agama. Serta minimnya akses layanan dan informasi kesehatan reproduksi yang komprehensif. 

Rini menegaskan, edukasi kesehatan reproduksi menjadi kunci utama dalam memutus mata rantai perkawinan anak di Indonesia. Baik anak maupun orang tua harus mengerti, perkawinan anak memiliki dampak yang begitu besar bagi anak.

Mulai dari pendidikan, kesehatan, kemiskinan berlanjut sampai kekerasan dalam rumah tangga dan perceraian.

Menurutnya, tren perkawinan anak di Indonesia, penyebabnya bukan hanya kurangnya pemahaman bahaya serta ancaman dari perkawinan anak. Tapi juga dampak gerusan pergaulan bebas di kalangan anak dan remaja, yang beresiko pada Kehamilan Tidak Diinginkan (KTD).

“Edukasi terkait perkawinan anak yang dimulai dari kesehatan reproduksi menjadi penting dan perlu ditanamkan sejak dini pada anak-anak. Anak-anak perlu mengetahui bagian-bagian penting dari tubuh dan sistem reproduksi yang berdampak pada masa depannya,” jelas Rini.

Perkawinan anak merupakan isu bersama yang pencegahannya pun harus diselesaikan secara multi sektoral, holistik, komprehensif, terpadu, dan melibatkan banyak orang. 

BACA JUGA: Wagub NTB Jelaskan Upaya Mencapai Desa Gemilang

Cegah perkawinan anak, xebab perkawinan dan kehamilan anak memicu Obstetric Fistula, kerusakan pada organ intim perempuan penyebab kebocoran urin atau feses ke dalam vagina
Obstetric Fistula

Komplikasi medis 

Kepala Bagian Staf Medik Fungsional Ginekologi Onkologi Rumah Sakit Kanker Dharmais, dr. Widyorini Lestari Hardjolukito Hanafy SpOG.Subsp.Onk menjelaskan, perkawinan dan kehamilan anak memiliki risiko komplikasi medis. Baikterhadap ibu maupun anak yang dilahirkan itu.

“Anatomi tubuh anak perempuan belum siap menjalani proses mengandung dan melahirkan,” jelasnya.

Hal ini berisiko mengalami komplikasi medis baik pada ibu maupun pada anak. United Nations Population Fund (UNFPA) mencatat Obstetric Fistula sebagai kasus komplikasi medis persalinan usia anak yang sering terjadi. 

Obstetric Fistula merupakan kerusakan pada organ intim perempuan yang menyebabkan kebocoran urin atau feses ke dalam vagina. 

“Perempuan yang berusia kurang dari 20 tahun rentan mengalami Obstetric Fistula dan dapat terjadi akibat hubungan seksual di usia anak,” jelas Widyorini.

Dijelaskan, perkawinan anak yang kerap kali terjadi karena KTD diakibatkan minimnya pengetahuan akan kesehatan reproduksi dan risiko yang dihadapi. 

BACA JUGA: Wamenag Ajak Elit Bangsa Jadi Negarawan

Pencegahan KTD dapat dimulai dari edukasi kesehatan reproduksi, baik itu kontrasepsi dan ancaman penyakit menular seksual hingga kanker serviks, edukasi gizi, dan peran orang tua serta pendidikan formal. ***

 




Perempuan Pelaku UMKM Dibekali agar Naik Kelas

Kuatnya peran perempuan pelaku UMKM dalam perekonomian nasional dan besarnya jumlah unit usaha yang dijalankan, ternyata masih menghadapi banyak tantangan

LombokJournal.com ~ Perempuan pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) masih memiliki berbagai tantangan

Salah satu tantangan UMKM milik perempuan adalah dalam hal melakukan penetrasi dan eksis di pasar berbasis digital, yang saat ini mengalami trend yang meningkat.

BACA JUGA: Event WSBK Beri Keberkahan untuk UMKM NTB

Pelatihan untuk meningkatkan kapasitas perempuan pelaku UMKM
Pelatihan Kewirausahaan di Era Digital

Untuk penguatan UMKM perempuan di pasar berbasis digital, KemenPPPA bekerjasama dengan UN Women dan Gojek menggelar latihan Peningkatan Partisipasi Perempuan dan Kewirausahaan di Era Digital di Semarang, Selasa (21/03/23).. 

Pelatihan diikuti 50 perempuan UMKM yang siap naik kelas di wilayah Kota Semarang dan sekitarnya. 

Pelatihan selama dua hari penuh ini bertujuan: 

(1) penguatan skil perempuan dalam meningkatkan profit UMKM yang dijalaninya

(2) maksimalisasi penggunaan perangkat dan dunia digital dalam memajukan UMKM milik perempuan, dan

(3) memajukan pola pikir perempuan pemilik UMKM untuk tidak terjebak dalam konstruksi sosial yang membatasi potensi berkembang perempuan di bidang ekonomi.

Saat membuka pelatihan, Deputi Bidang Kesetaraan Gender, Lenny N. Rosalin mengatakan, perempuan pelaku UMKM memiliki potensi yang tidak terhingga dalam perekonomian nasional.

BACA JUGA: Jemaah Haji Khusus Bisa Mulai Melunasi Bipih

Data statistik menunjukan, UMKM Indoensia yang didominasi oleh perempuan menyumbang 61 persen dari total PDB nasional, menyerap 97 persen  total tenaga kerja dan 60 petrsen dari total investasi, terang Lenny.

Menurutnya, Kota Semarang secara IPG dan IDG berada di atas rata-rata nasional dan rata-rata Jawa Tengah. Kalau kita melihat variable IPG dan IDG itu sendiri, ada komponen ekonomi yang seringkali menjadi momok di banyak daerah. 

“Saya menantang UMKM milik perempuan di Kota Semarang untuk tidak hanya menjadi pionir penyumbang naiknya IPG dan IDG lokal, Juga menjadi contoh bagi perempuan perempuan pemilik UMKM di wilayah yang lain” Lanjut Lenny.

Vice President of Public Policy and Government Affairs Gojek, Tricia Istiara Iskandar, menyampaikan dukungan Gojek dalam pemajuan UMKM milik perempuan di Indonesia. 

Menurutnya, Gojek memiliki komitmen kuat dalam pemajuan bisnis UMKM milik perempuan. Komitmen tersebut terlah diterjemahkan ke dalam berbagai aksi nyata pelatihan peningkatan kapasitas UMKM perempuan dan intervensi kebijakan bisnis di Gojek.

“Apa yang kita lakukan hari ini merupakan kolaborasi aksi tripartitit KemenPPPA, UN Women dan Gojek dalam mendorong UMKM milik perempuan masuk, eksis dan secara aktif menggunakan perangkat dan pasar berbasis digital dalam memajukan usahanya”. Tambah Tricia.

BACA JUGA: Wapres RI: Permintaan Produk Halal Berkembang Pesat

Sementara itu National Program Officer UN Women, Pertiwi T. Boediono mengatakan, sebagai Badan PBB yang fokus pada penguatan kesetaraan gender, pemberdayaan dan perlindungan perempuan, UN Women bekerja secara aktif mendorong upaya-upaaya pemberdayaan perempuan yang dilakukan oleh seluruh stakeholders yang ada.

“Bagi kami, UMKM perempuan dan berdayanya perempuan di bidang ekonomi merupakan pintu masuk bagi keberdayaan perempuan di sektor-sektor yang lain. UMKM perempuan harus didorong agar semakin kuat dari sisi manajemen dan bisnisnya serta dari sisi sumbangsihnya dalam penyelesaian masalah-masalah perempuang yang ada,” jelas Pertiwi.

Pelatihan yang dilaksanakan di Aula Parahita Ekapraya Kantor DP3AP2KB Propinsi Jawa Tengah ini mengusung berbagai materi kewirausahaan yang berperspektif gender. 

Termasuk gender dan nilai pengembangan usaha responsif gender, kepemimpinan perempuan dalam aktivitas kewirausahaan, penguatan karakter inter dan intra personal perempuan dalam kewirausahaan, analisis bisnis dengan SMART dan SWOT.

Termasuk pengelolaan keuangan, perizinan usaha, survey pasar, bisnis model canvas responsif gender, survey pasar digital, izin usaha dan penetrasi platform digital dan digital on borading.

Najmi Rizki K, salah satu peserta pelatihan yang juga pemilik UMKM dengan merk Cake Up mengatakan, pelatihan ini sangat berguna dan memantapkan dirinya untuk masuk pasar berbasis digital. 

Najmi juga mentakan, keterampilan praktis yang diajarkan dalam pelatihan menguatkan semangatnya untuk memajukan usahanya demi kesejahteraan keluarga dan masa depan yang cerah anak-anaknya.

Kepala Dinas P3AP2KB Propinsi Jawa Tengah, Retno Sudewi  dalam penutupannya menyampaikan terima kasih dan apresiasi kepada KemenPPPA, UN Women dan Gojek, yang telah menjadikan semarang sebagai lokasi awal pelatihan ini. 

BACA JUGA: Ikhtiar Wujudkan NTB Kiblat Fashion Muslim Indonesia

“Tentunya Dinas PPPA Propinsi dan Dinas PPPA Kota akan melakukan pendampingan lebih lanjut untuk memastikan pelaku UMKM ini benar benar memiliki posisi yang kuat di pasar berbasis digital. Untuk itu diperlukan kerjasama yang semakin erat ke depan dari para stakeholders termasuk KemenPPPA, UN Women dan Gojek,” tutup  Dewi.***

 




Pelaksanaan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak 

Dalam pelaksanaan DRPPA, KemenPPPA membangun sinergi dan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga lainnya

LombokJournal.com ~ Sejak dicanangkan pada akhir 2020 lalu, Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) telah menginisiasi 138 desa menjadi model pengembangan Desa Ramah Perempuan dan Peduli Anak (DRPPA). 

Saat ini, KemenPPPA tengah melakukan proses pemantauan dan evaluasi untuk mengukur praktik baik memulai dan capaian awal pelaksanaan DRPPA.

Dalam pelaksanaan desa ramah perempuan dan peduli anak, KemenPPPA bekerjasama dengan kementerian/lembaga lainnya
Titi Eko Rahayu

KemenPPPA bersama Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) meluncurkan program DRPPA pada akhir 2020 lalu. 

BACA JUGA: Alumni UI Adakan Lombok Panoramic Fun Ride

Beberapa desa yang menjadi lokasi model pengembangan DRPPA dan sebelumnya sudah pernah mendapatkan sentuhan program pembangunan berbasis desa, seperti Perlindungan Anak Terpadu Berbasis Masyarakat (PATBM), desa inklusif, desa layak anak, dan sebagainya.

“Hal ini pun semakin menguatkan program-program yang dilakukan oleh masing-masing desa dalam upaya memenuhi indikator DRPPA,” tutur Titi Eko Rahayu, Staf Ahli Menteri Bidang Penanggulangan Kemiskinan, dalam ‘Media Talk: Praktik Baik DRPPA’ secara virtual, Jumat (10/03/23).

Terdapat 10 indikator yang harus dicapai dalam pelaksanaan DRPPA. Lima indikator terkait dengan kesiapan kelembagaan desa, dan lima indikator lainnya merupakan indikator substansi prioritas KemenPPPA.

Indikator substansi perioritas yang dimaksud yakni:

  • pemberdayaan perempuan dalam kewirausahaan; 
  • peningkatan peran ibu dan keluarga dalam pendidikan/pengasuhan anak; 
  • penurunan angka kekerasan terhadap perempuan dan anak; 
  • penurunan pekerja anak; dan 
  • pencegahan perkawinan anak.

Menurut Titi Eko Rahayu, dalam mengembangkan DRPPA, penting melakukan sinergi dan kerja sama dengan Kementerian/Lembaga (K/L) yang memiliki program berbasis desa.

Contohnya Desa Bersinar (bebas dari narkoba) yang ramah perempuan dan peduli anak, Desa Wisata Ramah Perempuan dan Peduli Anak, dan lain sebagainya. 

“Ke depannya kami akan terus membangun sinergi dan kerja sama ini dengan K/L lainnya. Dari data yang di-input melalui Sistem Informasi Gender dan Anak (SIGA) kemajuan capaian indikator kelembagaan DRPPA sudah sangat menggembirakan, sudah lebih dari 70 persen desa lokasi model telah memenuhi, bahkan beberapa variabel sudah diatas 85 persen,” lanjut Titi.

BACA JUGA: Wagub NTB Jadi Pembicara Side Event CSW67 di New York

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Desa Watukebo, Kabupaten Banyuwangi, Sri Bunik Eka Diana mengatakan, pelaksanaan DRPPA di Desa Watukebo diawali dengan kegiatan pemetaan untuk menemukan permasalahan perempuan dan anak. 

Menurutnya, hal ini penting dilakukan mengingat pihaknya belum memiliki data, peraturan, maupun anggaran khusus terkait perempuan dan anak.

“Melalui DRPPA, desa kami diperkenalkan dengan Namanya Rembug Perempuan, dan dalam melakukan rembug perempuan mengundang pula laki-laki khususnya kepada dusun laki-laki, karena dibutuhkan keterlibatan laki-laki untuk menyelesaikan persoalan perempuan dan anak,” tutur Sri.

Tidak hanya itu, menurut Sri, pelaksanaan DRPPA juga mampu meningkatkan keterlibatan perempuan dan anak dalam Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa (Musrenbangdes).

“Melalui Rembug Perempuan, yang dihadiri perempuan desa dan juga mengundang Kepala Dusun laki-laki, para perempuan sudah mulai berani menyuarakan aspirasi serta menyampaikan berbagai permasalahan perempuan dan anak, termasuk solusinya,” kata Sri.

Sementara itu, Kepala Desa Pulau Sewangi, Kabupaten Barito Kuala, Syarifah Saufiah yang merupakan kepala desa perempuan pertama di pulau Sewangi menyebutkan, pelaksanaan DRPPA mampu meningkatkan keterwakilan perempuan di pemerintah desa, Badan Permusyawarahan Desa (BPD), lembaga kemasyarakatan, dan lembaga adat desa.

“Dari 12 Ketua Rukun Tetangga atau RT, terdapat 2 RT yang saat ini dipimpin oleh perempuan. Begitu pula dengan BPD, 2 dari 7 anggota BPD adalah perempuan. Ini menunjukkan, adanya perubahan di mana perempuan sudah berani mencalonkan diri menjadi pemimpin. Hal ini didorong oleh adanya DRPPA,” ujar Syarifah. 

Upaya yang menarik dan menantang yang dilakukan Syarifah dalam mencegah kekerasan melalui pengasuhan bersama.

Ada kepedulian tetangga atau masyarakat sekitar pada semua anak. 

BACA JUGA: Stunting Punya Keterkaitan dengan Berdayanya Perempuan

Dan kewenangan yang dimiliki Kepala Desa mencegah perkawinan anak dengan tidak memberikan surat rekomendasi.***

 




Kekerasan Seksual di Kampus Nodai Citra Perguruan Tinggi

Para tenaga pendidik yang melakukan kekerasan seksual sebagaimana di Unsil itu tidak bisa ditoleransi

LombokJournal.com ~ Kekerasan seksual yang dilakukan dosen berinisial EDH, mengajar di Fakultas Ekonomi Universitas Siliwangi (Unsil), Jawa Barat, mendapat perhatian Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlundungan Anak (KemenPPPA). 

Seperti diberitakan media nasional, Dosen yang mengajar lebih dari 30 tahun di Unsil yang kerap menjadi dosen pembimbing skripsi mahasiswa itu banyak diketahui punya perilaku genit pada mahasiswi.

BACA JUGA: Internet Harus Aman bagi Perempuan dan Anak-anak

KemenPPP menolak segala kekerasan seksual
Ratna Susianawati

KemenPPA menilai, kejadian kekerasan seksual yang dilakukan oleh para tenaga pendidik sebagaimana di Unsil itu menodai citra perguruan tinggi. secara tegas tidak menoleransi kelakuan itu.

“Kemen PPPA sesuai dengan komitmen kita bersama mengutuk keras terjadinya kekerasan seksual yang masih terjadi di lingkup  Perguruan Tinggi Itu sangat menodai citra dunia pendidikan,” kata Ratna Susianawati, Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan, Kemen PPPA, Minggu (12/02/23).

Menurutnya, keluarga memberikan kepercayaan kepada tenaga pendidik untuk memberikan pendidikan formal kepada anak-anak mereka. 

Namun kelakuan para oknum tenaga pendidik masih saja terus memakan korban dari para anak-anak didiknya. 

Melalui tim SAPA (Sahabat Perempuan dan Anak), pihak KemenPPP langsung melakukan koordinasi dengan Unit Layanan yakni UPTD PPA Provinsi Jawa Barat. Tim memastikan kondisi korban serta mempersiapkan pendampingan kepada korban sesuai kebutuhannya, khususnya pendampingan psikologis.

“Apresiasi setinggi-tingginya kepada korban yang telah berani melaporkan kasus kekerasan seksual  yang telah dialaminya. Tentunya juga kerja cepat dari seluruh pihak, khususnya Satuan Tugas (Satgas) Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (PPKS) Universitas Siliwangi yang langsung mendampingi korban setelah melakukan pelaporan tersebut,” jelas Ratna.

KemenPPPA juga menekankan pentingnya seluruh perguruan tinggi menunjukkan komitmennya untuk menghapus segala tindak dan bentuk kekerasan seksual di kampus. 

Yakni mengimplementasikan Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Nomor 30 Tahun 2022 tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan Seksual (Permendikbudristek PPKS).

“Tegasnya, implementasi Permendikbudristek PPKS di lingkungan kampus akan mencegah kejadian kekerasan seksual terulang. Karena mengatur langkah-langakh penting dan perlu guna mencegah dan menangani kekerasan seksual. Pentingnya menciptakan lingkungan perguruan tinggi yang aman dari kekerasan seksual akan mendukung terciptanya generasi muda yang berkualitas,” tambah Ratna.

Makin maraknya kasus-kasus yang muncul di Perguruan Tinggi, Ratna berharap kiranya semua pihak semakin gencar melakukan sosialisasi Undang Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.

Undang-Undang ini menjadi harapan besar dalam penuntasan kasus kekerasan seksual. Karena UU ini memuat point penting mulai dari jenis tindak pidana, hukuman bagi pelaku hingga perlindungan bagi korban.

BACA JUGA: Modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Makin Beragam

Ratna mengajak semua perempuan yang mengalami kasus kekerasan seksual berani bicara dan mengungkap yang dialaminya. 

Untuk memudahkan aksesibilitas kepada korban atau siapa saja yang melihat, dan mendengar adanya kekerasan dapat melaporkan kasusnya melalui call center Sahabat Perempuan dan Anak (SAPA) 129 dan WhatsApp 08111 129 129.***




Modus Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) Makin Beragam

Saat ini, penggunaan teknologi untuk menjerat korban menjadi salah satu modus baru yang banyak digunakan oleh pelaku TPPO

LombokJournal.com ~ Pemerintah Indonesia memiliki komitmen memberantas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang modusnya makin beragam, melalui kebijakan dan program kegiatan yang dilaksanakan untuk melindungi warga negaranya.

Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KemenPPPA) selaku Ketua Harian Gugus Tugas Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang (GT PP TPPO) mengoordinasikan penanganan TPPO bersama dengan Kementerian/Lembaga  lainnya yang tergabung dalam anggota GT PP TPPO.  

BACA JUGA: Internet Harus Aman bagi Perempuan dan Anak-anak

Penegasan itu disampaikan Deputi Bidang Perlindungan Hak Perempuan KemenPPPA, Ratna Susianawati dalam Focus Group Discussion (FGD) Kebijakan Pencegahan dan Penanganan TPPO bagi Kementerian/Lembaga Anggota GT PP TPPO yang diadakan di Depok, Jawa Barat oleh KemenPPPA, pada 7-9 Februari 2023.

“Tujuan utama dari pertemuan ini adalah menegaskan komitmen bersama anggota GT PP TPPO Pusat dalam pencegahan dan penanganan TPPO, “ kata Ratna Susianawati..

Penguatan itu melalui koordinasi dan kerjasama peran masing-masing anggota GT PP TPPO dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Serta menyelaraskan program dan kegiatan sebagai implementasi Rencana Aksi Nasional (RAN) PP TPPO 2020-2024.

“Juga berbagi informasi terkait perkembangan isu, modus, dan praktik baik, serta strategi-strategi dalam pencegahan dan penanganan TPPO,” ujar Ratna dalam sambutannya.

Ratna juga menyampaikan poin-poin penting yang menjadi output dari pertemuan. Yaitu, komitmen sebagai anggota GT PP TPPO dalam pencegahan dan penanganan TPPO.

Berdasarkan data Sistem Informasi Online Perlindungan Perempuan dan Anak (SIMFONI PPA), pada 2019- 2022, terdapat 1.545 kasus TPPO dan 1.732 korban TPPO. Pada 2019 terdapat 191 kasus dan 226 korban TPPO, sedang pada 2020 dengan 382 kasus dan 422 korban TPPO.

Selanjutnya pada 2021 tercatat 624 kasus dan 683 korban TPPO, serta pada periode Januari hingga Oktober 2022 terlapor sebanyak 348 kasus dan 401 korban TPPO. Berdasarkan data tersebut, mayoritas yang menjadi korban adalah kelompok rentan, perempuan dan anak. 

BACA JUGA: Gebyar Peduli Sampah, Sambut Hari Peduli Sampah

Uuntuk menjamin langkah sinergi dan berkesinambungan dalam pencegahan dan penanganan TPPO yang melibatkan Kementerian/Lembaga, sudah disusun Rencana Aksi Nasional Pencegahan dan Penanganan Tindak Pidana Perdagangan Orang Tahun 2020-2024 (RAN PPTPPO 2020-2024).

Meskipun masih dalam proses pengundangan, namun pengimplementasian upaya pencegahan dan penanganan TPPO tetap berjalan. ***

 

 

 




Internet Harus Aman Bagi Perempuan dan Anak-anak

KemenPPPA mendorong sinergitas terciptanya lingkungan ramah dan aman bagi perempuan dan anak, termasuk saat menggunakan internet

LombokJournal.com ~ Disamping banyaknya manfaat positif dari internet, di balik itu juga terdapat ancaman bagi sumber daya manusia.

Padahal diharapkan internet menjadi ruang yang aman dan nyaman bagi semua, khususnya perempuan dan anak-anak.

Harapan ini muncul di tengah ancaman Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO) pada perempuan dan anak yang terus meningkat di dunia maya.

KemenPPPA berharap internet jadi ruang aman bagi semua

BACA JUGA: Daycare Ramah Anak, Optimalkan Produktifitas Perempuan

“Di balik terdapat banyaknya manfaat positif dari internet, kekerasan Berbasis Gender Online menjadi suatu ancaman bagi sumber daya manusia kita, khususnya perempuan dan anak-anak kita,” ujar Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Bintang Puspayoga.

Hal itu disampaikan  dalam peringatan Safer Internet Day di Pos Bloc, Jakarta, seperti dimuat dalam laman KemenPPPA, Kamis (08/02/23).

Survei Pengalaman Hidup Perempuan Nasional yang dilakukan KemenPPPA dan BPS Tahun 2021, sebanyak 8,7 persen perempuan berumur 15-64 tahun pernah mengalami pelecehan seksual secara online sejak berumur 15 tahun.

Sebanyak 3,3 persen, perempuan mengalaminya dalam setahun terakhir.

Dalam catatan Komnas Perempuan di Data Catatan Tahunan 2022,  dilaporkan kasus KBGO menempati posisi tertinggi dalam pengaduan ke Komnas Perempuan, yakni mencakup 69 persen dari total kasus.

KemenPPPA mempergunakan peringatan Safer Internet Day sebagai momentum untuk memperkuat sinergitas dan memperluas cakupan kampanye “Dare to Speak Up” dan perlindungan anak di ranah daring.

Sinergitas itu digalang dengan berbagai kementerian/Lembaga dan mitra pembangunan. Untuk memastikan terciptanya lingkungan ramah dan aman bagi perempuan dan anak, termasuk di ranah daring

Diiharapkan ada peningkatan kesadaran masyarakat terkait berbagai masalah di dunia maya. Masyarakat diajak melindungi perempuan dan anak dari berbagai bentuk kekerasan dan eksploitasi di ruang-ruang virtual.

“Peringatan Safer Internet Day ini menjadi momentum yang sangat baik bagi kita bersama, untuk mempromosikan penggunaan internet yang aman, bertanggungjawab, dan positif untuk melindungi perempuan dan anak,” jelas Menteri PPPA.

BACA JUGA: Perempuan Terjerat Pinjol Karena Tekanan Ekonomi

 Dalam peringatan Safer Internet Day juga dilakukan deklarasi bersama antara Kemen PPPA, Kominfo, UNICEF, ITU, British Embassy, PKPA, IPSPI, Huawei, Siber Kreasi, ID-COP, Yayasan Sejiwa, IWCS, ECPAT Indonesia dan SAFEnet, untuk berkomitmen mengakhiri kekerasan berbasis gender online. 

Dan mewujudkan perlindungan perempuan dan anak dari ranah daring.

“Kemen PPPA juga sudah melakukan kampanye Dare to Speak up sejak tahun 2021, untuk mendorong perempuan dan anak-anak Indonesia, agar berani bersuara, melawan kekerasan dan berbagai perlakuan salah yang tidak semestinya mereka terima serta berani melapor agar bisa memberikan efek jera bagi pelaku melalui Call Center SAPA 129,” tutur Menteri PPPA.

Beberapa bentuk kekerasan berbasis gender online yang seperti pendekatan untuk memperdaya (cyber grooming), pelecehan online (cyber harrasment), peretasan (hacking), konten ilegal (illegal content), pelanggaran privasi (infringement of privacy), ancaman distribusi foto/video pribadi (malicious distribution), pencemaran nama baik online (online defamation), dan rekrutmen online (online recrutment).

Menteri PPPA mengajak seluruh pihak terlibat dan mengambil peran melindungi perempuan dan anak dari berbagai bentuk diskriminasi dan kekerasan.

Serta mendukung terciptanya kesetaraan dan keadilan gender di ranah digital. Agar perempuan dan anak mampu berperan dan menikmati setiap proses dari pembangunan.***