EDORAN MENJURUS OTORITER
Lombokjurnal.com
Hampir 8.000 polisi di Turki dipecat. Pembersihan besar-besaran elemen yang diduga pendukung kudeta menggulingkan Presiden Recep Tayyip Erdogan. Kementerian Dalam Negeri mengumumkan, 8.777 orang dicopot dari jabatannya, termasuk 7.899 anggota polisi dan pasukan keamanan. Kantor Berita Anadolu yang dikelola pemerintah melaporkan, hari Senin.
Presiden Recep Tayyip Erdogan berjanji, “pembersihan” lembaga negara akan terus dilakukan, yang dikatakan seperti “viruus” kanker yang telah menyebar dan harus diberantas.
Di hadapan pendukungnya pada hari Minggu, setelah menghadiri pemakaman dari warga sipil yang tewas, Erdogan menegaskan bahwa pemerintahnya mempertimbangkan diberlakukannya kembali hukuman mati di Turki, Tahun 2004, Turki menghapus hukuman mati sebagai bagian dari reformasi untuk bergabung dengan Uni Eropa.
Perdana Menteri Binali Yildirim mengatakan hari Senin, lebih 7.500 tersangka telah ditahan. “Sejauh ini 7.543 tersangka telah ditahan. Jumlahnya bisa berubah. Ini termasuk 100 polisi, 6.038 tentara, 755 hakim dan jaksa, serta 650 warga sipil,” kata Yildirim.
Komplotan kudeta militer yang ditahan termasuk 103 jenderal dan laksamana, kata media pemerintah. Hampir 3.000 hakim dan jaksa dipecat setelah peristiwa akhir pekan ini. Secara terpisah juga dibertakan, 30 gubernur dan lebih dari 50 pegawai negeri berpangkat tinggi juga dicopot dari jabatan mereka pada Senin.
‘Pembersihan’ Melebar
Langkah ‘pembersihan’ yang dilakukan Endorgan makin melebar. “Tanggapan pemerintah terhadap kudeta yang gagal melebar,” kata Zeina Khodr, koresponden Al Jazeera dari Ankara.
Awalnya hanya perwira militer serta jenderal yang ditahan. Selanjutnya ada hakim dan lembaga peradilan yang juga diciduk, termasuk Mahkamah Konstitusi dan Mahkamah Agung, dan sekarang ribuan polisi. “Mungkin pemerintah tidak ingin mengambil risiko,” kata Khodr.
Derasnya operasi pembersihan terhadap hakim dan angkatan bersenjata, serta pemberhentian polisi, mendapat kritik dari di Brussels. Para pejabat Uni Eropa mendesak pemerintah Turki untuk menghormati aturan hukum.
Hukuman terhadap komplotan kudeta tidak harus mencakup “langkah-langkah yang dapat menyebabkan munculnya negara otoriter”, ujar Menteri Luar Negeri Prancis Jean-Marc Ayrault kepada wartawan, Senin.
Pandangannya senada disampaikan Johannes Hahn, Komisaris Eropa yang mengurus permohonan keanggotaan Uni Eropa dari pihak Turki. Ia menyatakan keprihatinannya, pemerintah Turki telah mengeksploitasi kudeta gagal dengan menyingkirkan lawan-lawan poltiknya..
“Ini seolah-olah sesuatu yang sudah disiapkan. Daftar orang-orang yang akan dibersihkan sudah tersusun. Ini menunjukkan telah dipersiapkan dan akan digunakan pada momen yang tepat,” kata Hahn, Senin.
Di Turki, Partai Republik Rakyat (CHP) oposisi utama juga mengatakan, “pembersihan” harus dilakukan sesuai aturan hukum. Komplotan dan mereka yang membantu kudeta harus diadili di pengadilan. Dalam pernyataannya pada hari Senin, CHP juga menegaskan, militer tidak boleh digambarkan sebagai musuh.
Kudeta gagal
Upaya kudeta diketahui hari Jumat ketika tank tiba-tiba muncul memblokir jembatan di Istanbul, jet terlihat setidaknya di atas dua kota. Gedung parlemen dan markas besar intelijen diberondong tembakan dari helikopter.
Erdogan menyalahkan mantan sekutu yang kini menjadi musuh utamanya,, Fethullah Gulen. Gulen, yang tinggal di pengasingan di negara bagian Pennsylvania di AS, membantah terlibat. Turki diperkirakan akan secara resmi meminta ekstradisi.
Menteri Luar Negeri AS John Kerry mengatakan ia tidak punya bukti bahwa Gulen berada di balik kudetsa, dan mendesak pemerintah Turki segera menyusun bukti secepat mungkin sehingga AS bisa memutuskan apakah Gulen harus dikirim kembali ke Turki.
Roman Emsyair
Source: Al Jazeera and agencies