Sekda NTB Begibung Bersama Mario Aji di Puyung

Pembalap Moto3GP asal plaosan Magetan Jawa Tmur, Mario Setyo Aji, bertandang ke kediaman Sekda NTB, Lalu Gita Ariadi di Puyung, Loteng

LOTENG.LombokJournal.com ~ Sekda NTB Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M. Si., menyambut kedatangan pembalap Moto3GP asal Indonesia Mario Setyo Aji, usai jadwal  latihannya yang padat  di sirkuit Mandalika.

BACA JUGA: Kawasan Gili Tramena NTB Bebas “Ciguatera Fish Poisoning”

Sekda NTB begibung bersama pembalap Moto3GP

“Disela-sela latihannya  pembalap Moto3GP ini menyempatkan diri sillaturrahmi dan datang begibung,  hari Kamis di Gedeng Gede Puyung Lombok Tengah,” ungkap Sekda, Kamis (26/01/23) 

Menurutnya, pemuda asal plaosan Magetan Jawa Tmur ini,  sangat menikmati cerorot, klepon kecerit,  bebalung, sate pusut, nasi balap puyung, yang  disajikan sambil cerita berbagai pengalamannya sebagai pembalap di luar negeri.

“Nampaknya dia menikmati kuliner khas asal Lombok ini,” ujar Miq Gite.

Kedatangan Mario Setyo Aji,  untuk latihan di sirkuit kebanggaan bangsa Indonesia ini, untuk mengikuti 21 seri balapan di 16 negara tahun 2023. 

BACA JUGA: Layanan Medical Chect Up (MCU) di RS Mandalika

“Selamat berlatih, selamat berjuang, gassss polll  Mario Aji. Sampai jumpa di sirkuit Mandalika pada motogp bulan Oktober 2023 mendatang,” ucap Sekda NTB.***

 




Penenun NTB Wajib ikuti Tren Fashion

Perajin tenun atau penenun diminta selalu melihat tren, produk yang dihasilkan harus menyesuaikan model fashion

LOBAR.lombokjournal.com ~ Ketua Dekranasda NTB Hj. Niken Saptarini Zulkieflimansyah  meminta kepada designer dan pengrajin NTB untuk mengikuti tren fashion.

Hanya dengan cara demikian bisa memenangkan persaingan di pasar. 

BACA JUGA: Gubernur NTB Serius Benahi Destinasi Trawangan

Hj Niken minta para penenun menghasilkan produk yang mengikuti tren

“Saat ini pasar selalu melihat tren,  untuk  memenuhi keinginan pasar  seperti model fashion dari produk yang dihasilkan perajin kain tenun harus bisa menyesuaikan,” pinta Bunda Niken sapaan Ketua Dekranasda NTB.

Hal ini disampaikan Bunda Niken disaat mengunjungi 2 tempat sentra Tenun lokasi Kebun Ayu dan Gunung Malang yang keduanya berada di Lombok Barat.

NTB memiliki potensi kekayaan warisan budaya yang berlimpah. Mulai dari tenun, sarung, songket, yang dirancang mejadi fashion.

“Seperti model pakaian, tas, sepatu, hijab dan banyak produk pernak-pernik lainnya,” jelas Bunda Niken yang juga menjadi Ketua TP.PKK NTB.

“Kita tidak ingin kekayaan budaya seperti tenun, hanya kita yang nikmati sendiri,  tapi harus lebih daripada itu, tenun ini dapat dipakai semua kalangan  bahkan dunia. Yang terpenting akan menjadi warisan anak dan cucu kita selanjutnya,” katanya.

Sementara itu di tempat yang sama, Nur Aziziyah seorang Ibu muda  yang suka menenun sejak tahun 2014, berasal dari Desa Kebun Ayu Lobar, menyampaikan komitmennya ikut memajukan tenun lokal.

Ia berharap mendapat pembinaan sehingga ke depan tenunnya bisa menjadi trend fashion Indonesia bahkan mendunia.

“Karena NTB ini memiliki kekayaan tenun atau songket yang kaya, ini dapat menginspirasi dan menginovasi untuk tren fashion asal kami terus dapat pembinaan dan sering dikunjungi guna jadi penyemangat kami,”  ucap Nur penuh harap.

BACA JUGA: Bang Zul Kunjungi Perajin Tenun di Dusun Rentang

Lain halnya dengan Ibu Mutmaini asal Desa Gunung Malang yang dari gadis juga suka menenun. 

Ia mengatakan, ada 2 motif yang saat ini menjadi trend namanya Motif Jogang dan Selingkuh. Hal terbukti para pendamping dan Ibu-ibu pemerhati pengemar tenun langsung memborong habis.

Usai kunjungan Bunda Niken di 2 Sentra Kerajinan Tenun Kebun Ayu dan Gunung Malang, Bunda Niken lanjut meninjau aktivitas kuliner dan panen melon  di Desa Wisata Kebun Ayu.

Kegiatan ini dibarengi dengan pameran hasil kerajinan dari Akram Mutiara, 

Uniq Rajut dan Larose Fasilitas, hadir pejabat Istri Sekda NTB, Istri Sekda Lombok Barat, Kadis Perindustrian NTB, Camat dan Kades serta Babinsa setempat.***

 

 




DEVELOPING BEKAYAT CREATIVELY IN THE ERA OF DIGITALIZATION 

There are problems with the creative to developing of Bekayat into a digital program

lombokjournal.com ~

By Cukup Wibowo,  
Student of Master Program in English Language Education Mandalika University of Education, Mataram

INTRODUCTION 

The Bekayat tradition as one of the oral literature that still exists in the Sasak Islamic community of Lombok is currently in the challenge of a real era. On the one hand, this tradition has an important role as a medium for learning about morality, the goodness of life, and how to make society take a part in a social interaction. 

But on the other hand, with the advancement of information technology where it is marked by the practice of digitizing in almost all activities, In fact, besides being one of the historical artifacts, the content in the text of the bekayat story, according to Made Suyasa (2019) can still be exemplified by millennials today. 

That is why real steps are needed to be able to revitalize the bekayat tradition by developing creativity by utilizing digital technology so that the bekayat tradition can still show its existence in the midst of the currents of globalization and modernization. 

DISCUSSION 

If we are on the island of Lombok, especially at the celebration of Isra’ Mi’raj Nabi, Maulid Nabi, circumcision, marriage or death, it is not uncommon for us to hear the voices of several people taking turns filling the night air after Isya prayers. 

The men performed the recitation of the hikayat (verse) by chanting then followed by alternating translation and interpretation by the main reader called as hadi and the supporting reader called as saruf as well as the translator called as bujangge who with his skill translated and deciphered the story read from various Islamic Books into Sasak language. 

The reading activity which is well known as an oral tradition by the Sasak Islamic community is called Bekayat. 

BACA JUGA: Lombok akan Jadi Kiblat POacuan Kuda Nasional 

The Sasak Islamic community has been familiar with the tradition of Bekayat or ‘reading hikayat’ since the Hindu-Buddhist kingdom ruled Lombok. Then in its historical movement, Sasak Muslims are more familiar with the tradition of reading this saga in the term nyaer. The term nyaer denotes a reading pattern that uses tembang and is similar to the old Malay literary verse model. In terms of reading objects. 

Bekayat as one of the surviving forms of oral literature among the Sasak Islamic community was once used to broadcast Islam. Therefore, it is not surprising that the books used in this tradition are in the form of books that contain and tell about the spiritual journey of the Prophet Muhammad SAW, death treatises, to the history of Islamic travel to enter the archipelago (especially Lombok). 

If we look at the series of Bekayat activities which include the procession, time, and place of implementation, Bekayat activities, as described by Saharudin (2012), will do require complex and long preparations. The aforementioned series are as follows: 

  • Bekayat Procession 

The flow or sequence of the bekayat procession in the implementation of the kayat reading is not carried out individually, but in groups (gathering the community). Starting from teenagers and parents by first holding a notice or in Sasak language known as “pesilaq”, either through loudspeakers as well as through direct invitations to their respective homes. It shows what people do is always based on togetherness. 

As for the personnel, before the speech of the bekayat event began, the bekayat expert was invited a few days earlier. The bekayat expert asks what event is carried out by the inviter, meaning that he can prepare the bekayat material to be delivered, and adjusted to what will be planned. 

The process of the bekayat ritual itself is bekayat which is carried out after the core event of the celebration is completed. So, this bekayat is the culmination of the end of the celebration event, or the closing event of the celebration. If it is to hold a seven-monthly pregnancy, nine-day death of a person or nyiwaq or shaving on baby traditional ceremony or aqiqah-an then this bekayat is held after the core event of the event procession and is carried out in the evening.

 As for those related to the celebration of Islamic holidays, in particular Isra’ Mi’raj and Maulud are usually held after the lecture at the mosque or mushalla is over.

  • The Event-Time of Bekayat 

Bekayat is always done at night, that is, after isya prayers. This is because after the Isya’ prayer the time is long/loose compared to the Magrib prayer. In addition, bekayat is carried out at night because it is believed to bring tranquility to people who read and listen to it, so it is believed that it can open the door of the heart and hidayah for them to immediately repent and ask for mercy to God Almighty. 

In the context of the early spread of Islam in Lombok, this is certainly very relevant to the condition of Sasak people at that time who often drank tuak (old nira) or berem (mixed glutinous rice water— in the Sasak term called poteng— which was stored for long time) at the moment after Isya’s time to get drunk. If in the last time people closed their celebration, with perebak jangkih followed by the puppetry performance overnight. As time went by Perebak Jangkih event was replaced with Bekayat. 

  • The Event Location of Bekayat 

The place where Bekayat is carried out is adjusted to the type of event. If a prayer is held for a woman who commemorates seven months of pregnancy, the death of a person or aqiqah-an then it is usually held in a house as the place celebrate it.. 

The meaning to believe is that the house will be given a blesing for all residents of the house and for someone who is intended to get salvation from this process. 

Meanwhile, if this bekayat is carried out on the commemoration of Islamic holidays, such as Isra’ Mi’raj and Maulid Nabi, it is held in a mosque or mushalla which functions as a center for proselytizing. 

Seeing and understanding 3 things in the implementation of Bekayat as mentioned above, of course, the role of technology becomes very necessary so that Bekayat is not abandoned by the community in the future. 

This is because the values conceived by Bekayat are still very relevant, which are needed to be a medium for expressing moral values in society. 

BACA JUGA: Pola Pikir Jadi Kunci Sukses, Bagaimana Mengubahnya?

In today’s digital era, it is possible develop Bekayat as one of oral traditions to be more creative and innovative. Bekayat becomes more acceptable and develops more widely through the internet or cyberspace. 

This gave rise to a new era of the presence of Bekayat as an internet oral tradition. Bekayat, which was originally developed and known limited in its distribution, then become an activity widely known by public. 

With digital technology, the development and preservation of Bekayat oral traditions can be realized more creatively. In the digital era, Bekayat activities are no longer an offline event, but can be an online event that reaches a wider audience. 

CONCLUSION 

There are problems with the creative development of Bekayat into a digital program. Bekayat as it has been discussed above is a tradition that involves many elements in it. This Bekayat certainly contains a lot of cultural messages to provide knowledge for the next generations. Based on this idea, the role and existence of Bekayat should be conducted seriously, because Bekayat contains messages containing the noble values of society. When Bekayat becomes a digitized activity, it is necessary to choose a digital platform concerning the characteristics of Bekayat activities. 

Bekayat as an oral tradition if it does not follow the digital change and remains in its original condition, it will slowly disappear and be forgotten. Therefore, digitizing the entire series of Bekayat activities will make it easier for many people to know how important the significant role of Bekayat is.

Therefore, it is urgently needed intervention and support from various parties (especially the government and other cultural stakeholders) in caring for and facilitating the survival of Bekayat ***




Simbol Pluralisme Pulau Seribu Masjid 

Menggali hikayat “Air Muallaf”, Tim Ekspedisi Mistis PDIP dan Mi6 menemukan simbol kerukunan Umat Hindu dan Umat Islam di Pulau Lombok

MATARAM.lombokjournal.com ~ Tim Ekspedisi Mistis PDIP NTB dan Mi6 menggali simbol pluralisme dan keberagaman di Pulau Lombok. 

Simbol tersebut ada “Air Muallaf” di Dusun Traktak, Desa Batu Kumbung, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat. 

Di sana, sumber mata air dari Pura selama berpuluh-puluh tahun dialirkan untuk kebutuhan Umat Islam beribadah di sebuah Masjid.

Ekspedisi kali ini istimewa lantaran Ketua Dewan Pembina Tim Ekspedisi, H Rachmat Hidayat turun langsung.

BACA JUGA: Tim Ekjspedisi Mistis Terus Melakukan Penelusuran

Kata Rachmat Hidayat, sumber mata air Pancor Munjuk, yang kini disebut “Air Muallaf” merupakan simbol kerukunman Islam dan Hindu

Anggota Komisi VIII DPR RI dari PDI Perjuangan tersebut didampingi Ketua Tim Ekspedisi H Ruslan Turmuzi, dan Dewan Pakar Tim Ekspedisi, di antaranya Dr Saiful Hamdi, Dr Azrin. Hadir juga Anggota Fraksi PDIP DPRD Lombok Barat dari Dapil Lingsar-Narmada, H Sardian.

Kedatangan Tim Ekspedisi disambut pemuka agama Islam dan pemuka agama Hindu di Desa Batu Kumbung. 

Kepala Desa Batu Kumbung, H Wirya Adi Saputra memandu rombongan menuju Pura Pancor Munjuk di Dusun Traktak. 

Di pura yang dibangun pada tahun 1918 inilah, terdapat sumber mata air Pancor Munjuk, yang kini disebut “Air Muallaf”.

Saat tim ekspedisi tiba, sudah menunggu di sana Ketua Kramapura, I Made Putra Usada bersama Ketua Banjar dan para pemuka Agama Hindu, pemuka Agama Islam, Kepala Dusun, dan sejumlah tokoh dan perwakilan warga.

Dengan dipandu Ketua Kramapura, Tim Ekspedisi melihat langsung sumber mata “Air Muallaf” yang ada di bagian paling atas Pura. Sumber air itu kini sudah ditata, terlindungi dalam lingkaran beton mirip seperti lingkaran sumur. 

Di dalamnya, air jernih terus menguar dari dalam tanah. Tak pernah mengering semenjak Pura itu dibangun satu abad silam.

Dari sumber mata air ini, air kemudian dialirkan melalui saluran yang dibuat khusus di bawah tanah ke dua kantung reservoar. Dari sana, air dibagi ke tempat pemandian umum yang digunakan baik oleh warga Hindu maupun Muslim. 

Tempat untuk laki-laki dan perempuan dibuat terpisah. Dan di tempat pemandian ini, air tak pernah berhenti mengalir. 

Di sini, sebuah reservoar khusus dibuat untuk mengalirkan air ke Masjid Hidayatul Islam yang berjarak 300 meter dari Pura Pancor Munjuk. Di sana, air digunakan oleh umat Islam untuk beribadah tiap hari.

Kesulitan Air

Semua bermula dari kesulitan air di masa lalu. Saat Masjid Hidayatul Islam dibangun secara sederhana, sumur yang dibangun oleh umat Muslim pada waktu itu di dekat Masjid, tidak memiliki air bersih yang memadai. 

Sehingga hal tersebut menyulitkan umat Islam yang hendak beribadah.

Tokoh masyarakat Hindu dan tokoh masyarakat Islam kemudian berembuk. Dan semenjak itu, air dari Pura Pancor Munjuk dialirkan ke Masjid Hidayatul Islam. Semula dengan cara yang sederhana. 

Baru pada tahun 2016, sistem alirannya dibuat menjadi lebih bagus dengan menggunakan jaringan perpipaan dan reservoar yang bisa disaksikan masyarakat saat ini.

“Sesungguhnya kami Umat Hindu dan Umat Islam di di sini berasal dari leluhur yang sama,” kata Made Putra.

Dahulu, saat pura dibangun pada tahun 1918, empat orang leluhur mereka datang dari Karangasem dan bermukim di sana. Dari empat leluhur inilah jumlah warga terus lahir dan bertambah. 

Dalam perkembangannya, warga kemudian sebagian memeluk agama Islam. Sebagian lagi tetap memeluk agama Hindu. Dan bahkan pernikahan warga di antara kedua pemeluk agama juga terjadi. 

Semisal, warga Muslim menikahi warga yang beragama Hindu yang kemudian muallaf.

Tak heran, kehidupan masyarakat di Desa Batu Kumbung guyub dan rukun. 

BACA JUGA: Tim Ekspedisi Mistis akan Telusuri Folklore Leluhur Lombok

Tak pernah ada pertentangan antara warga di sana. Di sinilah, praktik toleransi antar umat beragama benar-benar dipraktikkan.

Contohnya saat ada warga yang meninggal. Begitu ada pengumuman berita kematian di masjid atau musala, umat Hindu kemudian akan secara serentak mengumpulkan uang duka untuk kemudian membantu keluarga Muslim yang sedang ditimpa musibah. 

Pun begitu saat ada umat Hindu yang meninggal. Hal serupa juga dilakukan oleh umat Muslim. Begitu pula pada saat ada hajatan. Mereka saling membantu satu sama lain.

“Tradisi seperti ini sudah ada semenjak kami bahkan belum lahir. Ini adalah peninggalan leluhur kami,” kata Made Putra.

Antar kedua umat beragama pun begitu saling menjaga satu sama lain. Menyadari bahwa mata air dari Pura Pancor Munjuk dialirkan ke Masjid Hidayatul Islam untuk kebutuhan umat Islam beribadah, maka leluhur umat Hindu membuat aturan yang sangat tegas. 

Tidak boleh ada upacara yang menghadirkan daging babi di pura. Di Pura ini, babi tak boleh ada, tak juga boleh didatangkan atau dibawa untuk disembelih, atau dagingnya diolah, dimasak, lalu disantap baik oleh perorangan atau bersama-sama di sana. 

Larangan itu masih terjaga hingga kini.

“Jadi kalau ada upacara, kami umat Hindu menyembelih kerbau,” kata Made Putra.

Suci Menyucikan

H Tantowi, tokoh agama Islam yang hadir berbincang dengan tim ekspedisi menekankan, dengan cara itulah, maka air yang mengalir dari Pura ke Masjid tetap terjaga kesuciannya. Sehingga memenuhi kaidah dan unsur air yang suci menyucikan bagi umat Islam sesuai dengan kaidah Fiqih.

Dikatakan, baik umat Islam  maupun umat Hindu begitu bersyukur, leluhur mereka telah mewariskan secara turun temurun tentang pentingya toleransi, saling menghormati, meski mereka berbeda keyakinan.

“Apa yang kami lakukan hingga hari ini, adalah sepenuhnya mengikuti apa yang sudah dilakukan leluhur kami lebih dari satu abad,” kata H Tantowi, paman dari Made Putra, lantaran menikahi bibi tokoh yang karib disapa Made Arab tersebut.

Dewan Pembina Tim Ekspedisi, Rachmat Hidayat sendiri mengaku begitu takjub atas komitmen yang begitu tinggi masyarakat Muslim dan masyarakat Hindu di Desa Batu Kumbung yang telah merawat keberagaman sedemikian indahnya. 

Itulah yang membuatnya melabeli Desa Batu Kumbung sebagai tamansarinya keberagaman di NTB dan juga di Indonesia.

“Bagi mereka yang belum juga memahami arti pentingnya ke-Indonesiaan, datanglah belajar ke Desa Batu Kumbung,” kata Anggota Komisi VIII DPR RI ini.

Rachmat menegaskan, Desa Batu Kumbung layak masuk menjadi teladan toleransi dunia, karena telah memberikan contoh toleransi yang baik antarumat beragama. 

Di desa ini juga terdapat dusun yang diplot sebagai “Kampung Toleransi” yakni Dusun Tragtag. Dimana harmonisasi dua suku yaitu Suku Bali dan Suku Sasak yang hidup rukun berdampingan.

Hal itu dinilai Rachmat sebagai bentuk konkret pengimplementasian nilai-nilai Pancasila.

“Di Batu Kumbung inilah kita melihat Pancasila. Ada keberterimaan, toleransi, dan keberagamaan,” tandas Rachmat.

Ditegaskan tokoh kharismatik Bumi Gora ini, Air Muallaf yang ada di Desa Batu Kumbung ini, tak ubahnya adalah simbol abadi pluralisme di Pulau Seribu Masjid.

“Ini sungguh pembelajaran yang sangat berharga untuk kita yang hidup di saat ini, dan bagi anak-anak cucu kita yang hidup di masa yang akan datang,” imbuhnya.

Ketua Tim Ekspedisi H Ruslan Turmuzi menambahkan, Tim Ekspedisi datang secara khusus untuk melihat langsung simbol abadi pluralisme Air Muallaf tersebut, untuk membuka pemahaman khalayak tentang pentingnya seluruh umat beragama di Pulau Lombok dan Sumbawa, agar terus menjaga dan merawat keberagaman.

“Di mana ada keberagaman, di situlah sesungguhnya ada kekuatan,” tandasnya.

BACA JUGA: Presiden Jokowi Resmikan Huntap Korban Banjir di Bima 

Sementara itu, Direktur M16 Bambang Mei Finarwanto menegaskan, hubungan kedua umat beragama yang terjalin sangat baik di Desa Batu Kumbung adalah sebuah Masterpiece atau hasil karya  yang  tak ternilai harganya.

Ia ingin agar kerukunan yang damai menjadi spirit yang terus dirawat dan dijaga. Daerah-daerah juga diajak mencontoh Desa Batu Kumbung dalam hal bagaimana merawat keberagaman tersebut.

Saat ini, menurut Kepala Desa Batu Kumbung Wirya Adi Saputra, dari delapan ribu jiwa yang bermukim di desa yang dipimpinnya ini, 70 persen memeluk agama Islam. 

Sisanya adalah pemeluk agama Hindu. (*)

 




Wayang Sasak akan Tampil di Kampus Ternama Malaysia

Setelah kunjungan wayang Sasak ke Malaysia, sebaliknya dosen-dosen dan para mahasiswa Malaisya akan belajar wayang Sasak ke Lombok 

MATARAM.lombokjournal.com ~Pementasan Wayang Sasak, Pameran Lukisan Wayang Sasak, dan Seminar  “Seni Budaya dan Pariwisata NTB” yang akan digelar di Empat Perguruan Tinggi Malaysia. 

Pementasan tersebut akan digelar pada tanggal 22 Desember 2022 hingga 04 Januari 2023 mendatang. 

BACA JUGA: Penutupan Gelar Budaya di KLU, Ini Imbauan Bang Zul

Anjangsana budaya Sasak itu disambut baik Gubernur NTB, Zulkieflimansyah, saat penyelenggara acara tersebut yakni Yayasan Bale Agung Ajar Wali melakukan audensi ke Gubernur di Pendopo Gubernur, Rabu (14/12/22). 

Ke empat perguruan tinggi yang akan dikunjungi di antaranya, Universitas Teknologi Mara (UiTM), Universiti Utara Malaysia (UUM), Universitas Sains Malaysia (USM), Universitas Pendidikan Sultan Idris (UPSI).

Dijelaskan Bang Zul sapaan Gubernur, nantinya kampus-kampus ternama Malaysia tersebut akan mengirimkan dosen-dosen dan para mahasiswanya untuk belajar wayang Sasak ke Lombok sebagai timbal balik. 

“Nanti kampus-kampus Malaysia akan mengirimkan dosen dan mahasiswanya ke Lombok in return untuk belajar wayang Lombok ini,” jelas Bang Zul. 

Bang Zul juga berpesan agar pementasan tak hanya dilakukan kampus-kampus saja, melainkan juga di komunitas warga NTB yang ada di Malaysia. 

BACA JUGA: Beli Bela Produk Lokal, Ihtiar Retas Kemiskinan di NTB

“Saya juga menganjurkan mereka bukan hanya tampil di kampus, tapi juga menyapa masyarakat NTB dan menampilkan wayang Lombok ini di komunitas NTB di Malaysia,” tandasnya. ***

 




Beli Bela Produk Lokal, Ikhtiar Retas Kemiskinan  di NTB

Gubernur NTB, Bang Zul mengingatkan warga KLU sejak saat ini untuk bela dan beli produk lokal  NTB

KLU.lombokjournal.com ~ Gubernur NTB, Zulkieflimansyah mengajak untuk bangga,

menghargai, serta beli dan bela produk sendiri, menjadi komitmen bersama warga NTB.

Menurutnya, upaya itu jadi salah satu ikhtiar kolektif meretas lingkaran kemiskinan, yakni lingkaran setan ketergantungan terhadap produk luar, yang sesungguhnya bahan bakunya berasal dari NTB. 

BACA JUGA: Penutupan Gelar Budaya di KLU, Ini Imbauan Bang Zul

Gubernur NTB mengingatkan warga untuk bela dan beli produk lokal

“Kita harus berani memulai dari diri kita sendiri secara mandiri  dan harus menanamkan rasa percaya diri dan bangga mengggunakan, membela dan menjual produk kita sendiri. Dan Alhamdulilah perjalanan panjang harus dimulai dengan langkah pertama dan saya lihat para Pegawai  Pemprov NTB telah mulai menunjukkan keteladanan,” ungkap Gubernur NTB yang akrab disapa Bang Zul.

Itu dikatakannya pada Gelar dan Malam Anugrah Kebudayaan  NTB Gemilang serangkaian HUT NTB ke 64, di Lapangan Supersemar Tanjung, Lombok Utara, Senin (12/12/22) malam

Bencana Covid-19 menjadi hikmah yang luar biasa bagi NTB untuk menemukan jalannya secara mandiri, ternyata NTB tidak boleh menjadi konsumen dari gempuran produk-produk luar. 

Bang Zul yang belum lama ini menerima sederet penghargaan nasional juga mencontohkan, dirinya sebagai pimpinan daerah akan ditegur staf pimpinan di lingkup Pemprov NTB, jika tidak menggunakan tenun produk NTB. 

Ia menyebut sudah tidak selayaknya lagi menjual kain tenun asal NTB ke luar daerah dengan harga murah, lalu dijahit dikemas sedemikian rupa dan kemudian dijual kembali ke NTB dengan harga yang jjauh lebih mahal.

“Sekarang kita harus rubah, pasar domestik kita harus menggeliat dan bisa dibuktikan. Sepatu saya ini merupakan buatan lokal NTB dari Kota Bima. Memang kalau kita ndak beli ndak ada yang mau beli. Jadi itu yang utama, pertama, dan berani melakukannya,” kata Bang Zul. 

Meski demikian Doktor Ekonomi Industri ini mengaku bangga, saat ini produk-produk tenun NTB bukan hanya digunakan dan digemari oleh karyawan-karyawati Pemrov NTB,  tapi dari Jakarta dan Surabaya mulai memesan produk buatan NTB. 

“Jadi mulai dari tenun, sepatu, kopiah semuanya harus bisa diproduksi dari NTB dan kita bangga atas buatan kita sendiri. Kalau semua komoditas ini dengan bangga kita gunakan maka satu saat kita akan mandiri dan kemakmuran dan kesejahteraan bukan imajinasi lagi,” ujarnya. 

Bang Zul megaku bangga seluruh pejabat di NTB menggunakan produk tenun NTB. 

Bahkan kepada Bupati Lombok Utara H Johan Syamsu diimbau mulai saat ini menginstruksikan kepada Kepala Desa, Camat, Kepala OPD di KLU, untuk mulai bangga menggunakan produk buatan KLU sendiri. 

“Karena kalau bukan kita tak ada yang mau pakai produk KLU itu sendiri. Tapi kalau Bupati telah menunjukkan dengan keteladanan maka jajaran lainnya akan bisa mengikuti. Kalau kita semua bangga menggunakan produk KLU maka kemandirian ekonomi bukan lagi impian tetpi semua bisa kita realisasikan dalam kenyataan,” tandasnya.

Ia mengingatkan warga KLU menjual hasil pertanian ke daerah lain lalu kembali membeli hasil pertanian itu dengan harga yang ebih mahal. Berikutnya tidak lagi menjual komoditas dengan lebih murah, namun menggunakan produk dari daerah lain. 

Ditegaskannya, sejak saat ini agar warga NTB untuk bela dan beli produk lokal  NTB.

Ia memahami hal ini bukanlah proses gampang untuk merubah cara berpikir, karena ini butuh waktu. 

Produk NTB awal-awal digunakan tak percaya diri, namun seiring waktu berjalan menjadi pembiasaan dan bila sudah menjadi budaya, maka budaya bangga terhadap produk lokal itu harus ditradisikan.

“Oleh karena itu malam pagelaran budaya ini, mudah-mudahan cara berpikir kita, budaya baru harus didesiminasi kepada masyarakat kita banggalah menggunakan pakaian lokal, produk-produk lokal, mkanan-makanan lokal dan pada akhirnya nanti bukan hanya bisa dikonsumsi sediri, namun bisa memenuhi dengan sesak seluruh outlet-outlet bukan hanya di Indonesia tapi di seluruh duinia. Dan ini menjadi sejarah dan saksi untuk beli dan bela produk NTB,” terangnya.

Bupati Lombok Utara H Johan Syamsu mengaku bangga gelar budaya NTB ini bisa diaksanakan di KLU. Karena setidaknya para pelaku UKM di Lombok Utara bisa meningkatkan ekonominya melalui kegiatan ini.

 “Berharap agar kegiatan ini bisa membangkitkan ekonomi UMKM di KLU setelah terpuruk pasca gempa dan Covid-19,” ujarnya 

BACA JUGA: Silaturahmi Gubernur NTB bersama HMI Cabang Mataram 

Kadis Dikbud NTB Dr. H Aidy Furqan, M.Pd sebelumnya melaporkan, rangkaian gelar budaya merupakan upaya mempertahankan Indek Pembangunan budaya NTB. Dan NTB saat ini masuk dalam lima besar setelah Yogjakarta, Bali, Jateng dan Bengkulu. 

“Kegiatan ini upaya kita mempertahankan dan meningkatkan indek pembangunan kebudayaan terutama dari sisi ekonomi budaya dan sekaligus kita integrasikan dengan layanan pendidikan kebudayaan menjadi satu sinergitas yang bisa dirasakan langsung oleh masyarakat,” kata Aidy Furqan. 

Pada kesempatan tersebut juga dilakukan peresmian “Jendela Inspirasi” dari NTB untuk Indonesia sebagai media berbagai informasi pendidikan dan kebudayaan NTB yang baru pertama diinisiasi di Indonesia.***

 




Penutupan Gelar Budaya di KLU, Ini Imbauan Bang Zul

Memberi sambutan saat penutupan Gelar Budaya NTB, Bang Zul imbau agar masyarakat KLU bangga menggunakan produk lokal

TANJUNG.lombokjournal.com ~ Bupati Lombok Utara Djohan Sjamsu dihimbau menginstruksikan jajarannya serta segenap masyarakat Lombok Utara menerapkan Bela Beli Produk Lokal. 

Imbauan itu disampaikan Gubernur NTB Zulkieflimansyah saat menutup acara “Gelar Budaya NTB Gemilang 2022” Kabupaten Lombok Utara di Lapangan Supersemar Tanjung, Kab. Lombok Utara, Senin (12/12/22). 

BACA JUGA: Silaturahmi Gubernur NTB bersama HMI Cabang Mataram

Dalam penutupan Gelar Budaya, Gubernur NTB Imbau Bupati KLU instruksikan jajarannya memakai produk lokal

“Saya minta kepada abang saya yang saya cintai ini mulai besok instruksikan semua kepala desa, instruksikan semua kepala opd KLU, kepada camat-camat, kepada semuanya untuk mulai bangga menggunakan produk KLU,” pinta Bang Zul. 

Ribuan peserta gelar budaya dari berbagai kalangan menerapkan bela dan beli produk lokal. Jika suatu daerah hanya menjual komoditas dengan harga murah tanpa diolah terlebih dahulu, daerah tersebut akan tetap menjadi miskin.

“Nusa Tenggara Barat tidak boleh menjadi konsumen dari produk luar, tapi kita harus mulai percaya diri, bangga menggunakan da menjual produk lokal kita sendiri,” seru Bang Zul. 

Doktor Ekonomi Industri tersebut, juga mengapreasi suksesnya acara Gelar Budaya yang digelar Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB. Sebelumnya Wakil Gubernur NTB, Hj. Sitti Rohmi membuka acara tersebut. 

BACA JUGA: Penghargaan “Governor 0F Good Governance” untuk Gubernur NTB 

Acara gelar budaya itu berlangsung meriah. 

“Seperti rasanya tidak di KLU,” kesan Bang Zul. ***

 




Petilasan dan Artefak di Batu Kumbung, Lombok Barat 

Petilasan Ulama Pating Laga Denek Perwangse di Desa Batu Kumbung sedang ditelusuri tim ekspedisi.

LOBAR.lombokjournal.com ~ Tim Ekspedisi Mistis PDIP NTB dan Mi6 kembali melakukan penelusuran dan mengeksplorasi situs jejak petilasan. 

Kali ini, rombongan tim ekspedisi yang terus mengekspose ritus sejarah tersembuyi di Pulau Lombok itu, mengunjungi Pating Laga Denek Perwangse yang berada di Dusun Batu Kumbung, Desa Batu Kumbung, Kecamatan Lingsar, Lombok Barat, sepanjang akhir pekan lalu. 

Penelusuran jejak ulama penyebaran agama Islam sekaligus penemu nama Batu Kumbung memiliki beberapa peninggalan atau warisan ikonik  yang selama ini jarang diketahui publik. 

BACA JUGA: Pemda NTB Didorong Siapkan Museum Sejarah Peradaban

Perjalanan Tim Ekspedisi

Beberapa karya yang diduga kuat warisan Pating laga Denek Perwangse peninggalan adalah lain tempat beliau bermunajat ataupun berkhalwat. Berupa batu menhir, pancuran air, kumpulan tulisan beliau dalam bentuk tulisan arab di atas kulit onta yang berusia ratusan tahun.

Serta berbagai benda-benda kuno lain yang menggambarkan aktivitas Denek Perwangse selama tinggal di Batu Kumbung. 

Menurut tokoh masyarakat Batu Kumbung , Haji Mundri (83), Pating Laga Denek Prawangsa memiliki nama Islam Sayed Abdullah Zen Alhamdy. 

Sosok yang amat dikagumi masyarakat Batu Kumbung ini diketahui berasal dari Timur Tengah, tepatnya di negeri Yaman.

Kedatangan Denek Keramat (panggilan lain Pating Laga Denek Perwangse) ke Batu Kumbung jauh sebelum kedatangan Anak Agung Karang Asem melakukan Ekspansi Ke Lombok. 

Awalnya, Denek Perwangse dikabarkan sempat singgah di Gresik Jawa Timur sebelum akhirnya ke Lombok.

“Denek Keramat diyakini masyarakat batu kumbung sebagai ulama menyebarkan syiar agama Islam yang pertama selaligus membuka hutan yang kemudian diberi nama Batu Kumbung. Bahkan di akhir ekspedisinya di pulau lombok, Denek Perwangse berpesan kepada warganya kala itu. Jika ingin menemuinya, datang kepetilasan yang dibuatnya dalam bentuk situs menyerupai batu menhir,” ungkap Haji Mundri. 

Selain itu, untuk keperluan berwudhu dan mandi, dan lain-lain. Denek Perwangse juga membuat saluran air dari mata air yang tidak diketahui asal muasalnya. 

Pancuran mata air itu hingga kini tetap mengalir meskipun sudah berusia berabad-abad. 

“Denek Perwangse juga meninggalkan kumpulan kotbahnya dlm bentuk tulisan arab diatas gulungan kulit onta,” ujar Haji Mundri sembari memperlihatkan beberapa bukti artefak peninggalan Denek Keramat yang ia jaga hingga kini.

Dalam beberapa kesempatan, Denek Perwangse sering kali berusaha menujukkan sisi keramat miliknya. 

Dirinya pernah berkali-kali dibakar atau membakar dirinya. Namun, api yang membakar dirinya tersebut seperti tak mempan. Masyarakat terhibur dengan tingkah Denek Perwangse. 

Belakangan, setelah syariat Islam mulai dipahami, masyarakat mulai sadar bahwa yang dilakukan Denek Perwangse tersebut merupakan salah satu sisi ‘keramatnya’.

Kini, areal kawasan yang disebut menjadi tempat bertafakkur Denek Perwangse tersebut masih dirawat dan disebut memiliki nilai keramat oleh masyarakat setempat. 

Tempat itu lazim digunakan sebagai lokasi roah adat pada momen-momen tertentu. 

Tak hanya itu, lokasi tersebut juga ramai didatangi oleh para peziarah yang mengetahui kehebatan dan kekaromahan Denek Perwangse. 

Para peziarah tersebut tak hanya berasal dari masyarakat Lombok, tetapi juga berasal dari luar daerah.

BACA JUGA: Bang Zul Resmi Tutup Turnamen Gubernur Cup 2022

Sementara Ketua Tim Ekspedisi Mistis PDIP NTB dan Mi6, H. Ruslan Turmuzi didampingi Sekretaris Tim Ekspedisi Mistis, Ahmad Amrullah mengatakan akan melaporkan secara detail hasil penelusuran Petilasan Pating Laga Denek Perwangse kepada Dewan Pembina Tim Ekspedisi, H Rachmat Hidayat. 

Agar bisa ditindak-lanjuti dengan kapasitas dan legacy yang dimiliki sebagai Anggota DPR RI Dapil Lombok. 

Menurut Ruslan Turmuzi, cerita rakyat (folklore) tentang kisah Denek Keramat beserta jejak petilasan yang ditinggalkan membuktikan, nenek moyang Suku Bangsa Lombok memiliki karya cipta kebudayaan yang tinggi. 

Hal tersebut mengindikasikan saat itu Lombo’ Mirah Adi sudah memiliki tatanan dan struktur kebudayaan yang menarik perhatian orang luar utk mendatangi dan mendiami wilayah Lombok dengan berbagai motif dan kepentingan. 

“Jika benar denek keramat ini berasal dari Yaman, maka betapa kuatnya pesona budaya Gumi Sasak Mirah Adi dimata ulama Yaman sampai jauh-jauh melakukan ekspedisi ke Lombok untuk sebarkan syiar Islam,” ucap Ruslan Turmuzi. 

Ruslan menggarisbawahi, Tim Ekspedisi Mistis sengaja memfokuskan untuk menggali dan menelusuri folklore ( cerita rakyat ) yang ada di dusun-dusun untuk diaktualisasikan guna menambah kazanah keberagaman mutu manikam kebudayaan Suku Bangsa Sasak yang terserak itu.

“Tim Ekspedisi Mistis akan membuka akses informasi terhadap semua artefak atau petilasan yang ditemukan agar stakeholder maupun publik agar tahu tentang sejarah suku bangsa sasak yang terserak tersebut,” ujar RT panggilan akrabnya. 

Telusuri Jejak makanan Tradisional Sasak yang Punah 

Sementara itu Sekretaris Tim Ekspedisi Mistis, Ahmad Amrullah menambahkan, pihaknya saat ini sedang mendalami dan memverifikasi informasi terkait makanan tradisional suku sasak yang hilang atau musnah. 

Hilangnya jenis makanan tradisional Sasak sebab perkembangan jaman yang berimplikasi pada berubahnya gaya hidup, terlebih adanya serbuan produk-produk makanan modern yang serba instan. 

Padahal dari sisi kesehatan, makanan Tradisional Sasak tempo dulu lebih familiar cita rasa lidah suku sasak,  sehat dan bergizi. Karena diproses alami tanpa campuran pengawet ataupun bahan-bahan sintetis lainnya. 

“Tim Ekspedisi Mistis akan mengeluarkan daftar makanan/kudapan tradisional sasak yang hilang maupun terancam musnah jika keberadaannya tidak dilindungi dan diproteksi,” kata Amrullah. 

Sementara itu Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto menambahkan Pemerintah Daerah perlu turun tangan untuk melakukan revitalisasi dan pembenahan di sekitar lokasi petilasan pating laga Denek Perwangse, agar mempermudah akses masysrakat mengunjungi.

BACA JUGA: Porwanas XIII jadi Ajang Promosi PON XXII NTB 2028

“Penataan Kawasan diseputar petilasan Denek Kramat perlu dilakukan agar masyarakat batu kumbung mengapreasiasi karena nenek moyangnya dimanusiakan. Bila perlu jadikan cagar budaya lokasi petilasan tersebut agar ada kesinambungan perhatian oleh pemerintah,” ucap Lelaki yang akrab di sapa didu. 

Untuk diketahui , Ekplorasi Tim Ekspedisi Mistis PDIP NTB dan Mi6 dipandu oleh Anggota DPRD Lombok Barat, Sardian didampingi Sekretaris DPC PDIP Lombok Tengah, Suhardiman.***

 




Pemda NTB Didorong Siapkan Museum Sejarah Peradaban

Kunjungi Museum Trowulan Majapahit, Tim Ekspedisi Mistis PDIP NTB dan Mi6 Dorong Pemda NTB wujudkan museum arkeologi di Lombok

MATARAM.lombokjournal.com ~ Tim Ekspedisi Mistis PDIP NTB dan Mi6 mendorong Pemerintah Daerah NTB siapkan museum arkeologi yang memberi gambaran utuh bagi generasi masa kini tentang sejarah peradaban masyarakat Suku Sasak di Pulau Lombok. 

Museum arkeologi dipastikan selain menjadi pusat edukasi, juga menjadi tempat konservasi, hingga destinasi rekreasi.

BACA JUGA: Tim Ekspedisi akan Ungkap Misteri Sejarah di Lombok

Rachmat mendorong Pemda NTB punya museum arkeologi
Rachmat Hidayat di museum Trtowulan

Dewan Pembina Tim Eskspedisi Mistis PDIP NTB dan Mi6, H Rachmat Hidayat menyampaikan itu setelah kunjungannya ke Museum Trowulan di Mojokoerto, Jawa Timur.

“Masyarakat Sasak di Pulau Lombok layak memiliki museum arkeologi mengingat kebudayaan dan cipta karya leluhur Suku Bangsa Sasak yang begitu agung dan kaya. 

Museum Trowulan di Mojokoerto, Jawa Timur, yang menggambarkan sejarah peradaban Majapahit layak menjadi contoh,” katanya, Minggu (13/11/22).

Akhir pekan ini, Rachmat bersama Tim Ekspedisi Mistis PDIP NTB dan Mi6 menggelar kunjungan khusus ke Museum Trowulan, di Mojokerto, Jawa Timur.

Sekretaris Tim Ekspedisi, Ahmad Amrullah dan Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto turut serta dalam kunjungan tersebut. 

Ikut mendampingi pula akademisi Universitas Budi Luhur Jakarta, Hakam Ali Niazi.

Rachmat Hidayat anggota Komisi VIII DPR RI menegaskan, berdasarkan hasil penelusuran Tim Ekspedisi, banyak bukti arkeologi tentang kebesaran dan keagungan cipta karya leluhur Suku Bangsa Sasak yang terserak. 

Keberadaan museum arkeologi akan menjadi salah satu cara untuk menyatukan bukti-bukti arkeologi yang terserak tersebut.

“Butuh kolaborasi dan komitmen dari banyak pihak untuk mewujudkan museum arkeologi ini. Sebagai langkah awal, saya akan membuka komunikasi dengan Pemerintah Pusat, Pemerintah Provinsi, dan Pemerintah Daerah,” tandas Rachmat.

BACA JUGA: Alvaro Bautista Capai Finis Kedua di Race 2

Ketua DPD PDIP NTB ini yakin, keberadaan museum arkeologi akan menawarkan wawasan dan pengetahuan yang berbeda namun menarik diketahui. 

Melengkapi apa yang telah dan akan didapat masyarakat manakala berkunjung ke satu-satunya museum milik Pemerintah Provinsi NTB yang ada di Kota Mataram.

Di sisi lain, partisipasi dari masyarakat juga dibutuhkan. Terutama mendorong mereka menyerahkan dan menitipkan benda-benda dan bukti-bukti arkelogi sejarah peradaban masyarakat Suku Sasak yang kini berada di tangan mereka. 

Dengan begitu, koleksi museum arkeologi tersebut kelak akan menjadi sangat lengkap, sehingga tak ada sama sekali kepingan sejarah dan keagungan Suku Sasak yang terlupakan.

Partisipasi Pemangku Kepentingan

Sekretaris Tim Ekspedisi Mistis, Ahmad Amrullah menambahkan, kunjungan ke Museum Trowulan memberi pemahaman kepada Tim Ekspedisi pentingnya pendirian museum arkeologi di Pulau Lombok. 

Apalagi, setelah hampir enam bulan Tim Ekspedisi Mistis bergerak melakukan hunting penelusuran sejarah leluhur, telah memberikan perspektif sosiologis maupun kultural di balik kisah folklore yang tergali maupun bukti artefak yang ditemukan.

“Keterbatasan resources dan sumber daya yang dimiliki Tim Ekspedisi Mistis menjadikan pentingnya partisipasi yang begitu besar dari para pemangku kepentingan untuk bisa mewujudkan keberadaan museum arkeologi ini,” kata pengusaha muda dari Lombok Timur ini.

Kunjungan ke Museum Trowulan juga memberi gambaran, bagaimana sebuah museum arkologi dikelola dan bagaimana koleksi-koleksinya dilengkapi. 

Amrullah menegaskan, koleksi yang kini ada di Museum Trowulan banyak juga yang berasal dari masyarakat. 

Mengingat, bukti-bukti artefak yang ada di museum tersebut tidak melulu berasal dari penelitian, penggalian, dan konservasi. Namun ada pula yang tidak ditemukan dengan tidak sengaja oleh masyarakat atau kelompok masyarakat.

“Dalam hal ini, edukasi untuk mendorong paritisipasi masyarakat juga tentu menjadi sangat penting,” imbuh Amrullah.

Terkait tentang partisipasi masyarakat dan publik tersebut, Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto mengatakan, partisipasi masyarakat tersebut di Museum Trowulan tidak hanya mewujud dalam menyerahkan bukti-bukti arkelogi yang mereka miliki. 

Namun juga dalam partisipasi lain yakni dalam bentuk visualisasi sejarah peradaban masa lampau di lingkungan tempat tinggal mereka.

Mantan Eksekutif Daerah WALHI NTB dua periode yang karib disapa Didu ini menjelaskan, Museum Trowulan berada di tengah-tengah Situs Trowulan, yang diyakini merupakan pusat kerajaan Majapahit di masa lampau. 

Kini, masyarakat yang bermukim di dalam kawasan ini, dengan sepenuh hati membangun gapura dan tembok-tembok, dan dinding rumah mereka, menyerupai kemegahan perumahan masyarakat Kota Raja Majapahit pada masa kejayaannya.

“Gapura, tembok-tembok rumah milik masyarakat di dalam Situs Trowulan ini rata-rata dibangun dengan susunan bata merah. Seperti halnya rumah-rumah warga Kota Raja Majapahit yang mengalami masa kejayaan pada tahun 1350 hingga 1389 Masehi,” kata Didu.

Menurutnya, keberadaan gapura, tembok-tembok, dan dinding rumah milik warga tersebut telah menjadi atraksi tersendiri bagi para pengunjung Museum Trowulan. 

Sehingga mereka yang berkunjung ke museum pengetahuannya akan dilengkapi dengan mendapatkan aura kehidupan masyarakat Majapahit di masa lampau.

NACA JUGA: Sirkuit Mandalika Dipadati Penonton Jelang Final Race

“Dengan partisipasi masyarakat seperti ini maka museum arkeologi akan jauh dari kesan kuno, membosankan, apalagi menjadi tempat angker. Justru sebaliknya, museum arkeologi akan menjadi pusat ilmu pengetahuan yang komplet bagi generasi masa kini,” imbuh Didu.

Untuk diketahui, dari berbagai literatur penelitian diketahui, Raja Majapahit tinggal di istana yang dikelilingi tembok bata merah setinggi lebih dari 10 meter dengan gapura ganda. Bangunan yang ada dalam kompleks istana memiliki tiang kayu yang besar setinggi 10-13 meter dengan lantai papan yang dilapisi tikar yang halus sebagai alas duduk. 

Adapun atap bangunan istana terbuat dari kepingan kayu atau sirap. ***

 

 




Sayembara Parade Busana Adat WHDI se Lombok

Rogoh Kocek Pribadi 5 Juta bantu WHDI,  Rachmat Hidayat Gagas Sayembara Parade Berbusana Adat WHDI se-Pulau Lombok

MATARAM.lombokjournal.com ~ Anggota Komisi VIII DPR RI dapil Lombok,  Fraksi PDI Perjuangan, H Rachmat Hidayat gagas sayembara parade berbusana adat Wanita Hindu Dharma Indonesia (WHDI) di Pulau Lombok. 

Menariknya, Ketua DPD PDI Perjuangan NTB, menyerahkan secara langsung terkait teknis hingga kriteria penilaian sayembara berbusana adat tersebut pada jajaran WHDI. 

BACA JUGA: Sosialisasi Empat Pilar, Implementasi Pancasila di Kehidupan Sehari-hari

Rachmat Hidayat gagas sayembara parade berbusaha adat WHDI se Lombok
Rachmat Hidayat

“Nanti, semua hadiahnya, mulai dari juara satu, dua dan tiga, dari saya secara langsung. Tapi, tolong para pesertanya itu adalah seluruh Perwakilan WHDI di kecamatan di Pulau Lombok, baik itu Kota Mataram, Lombok Barat (Lobar), Kabupaten Lombok Utara (KLU) dan Lombok Tengah (Loteng). Mulai dari sekarang, silahkan digagas sayembara itu,” ujar H. Rachmat Hidayat saat melakukan Sosialisasi 4 Pilar Kebangsaan bersama jajaran pengurus WHDI Kota Mataram di lantai II Gedung PHDI NTB di Mataram, Minggu Petang (06/11/22).

Digagasnya sayembara parade berbusana adat WHDI itu, karena Rachmat sangat peduli terhadap keberlangsungan adat istiadat hingga kebudayaan yang menjadi tradisi umat Hindu di Provinsi NTB. 

Selain itu, ia berkeinginan bahwa tradisi kebudayaan itu harus tertanam pada jati diri generasi muda umat Hindu. 

“Jadi, merawat keberagaman dan toleransi beragama itu, adalah semangat kita dalam merawat Kebinekaan yang terkandung dalam ajaran Pancasila,” tegas Rachmat. 

Ia meminta keberagaman kehidupan berbangsa dan bernegara yang sudah digariskan dalam ajaran Pancasila itu, harus diaplikasikan dalam kehidupan nyata. Utamanya, dari rumah tangga, kampung tempat tinggal hingga saat hendak melaksanakan kegiatan beragama.

Pasalnya, lanjut Rachmat, ia telah memperoleh informasi bahwa, sudah ada sebagian umat Hindu di wilayah Provinsi NTB,  yang kini mulai terpapar paham radikalisme. 

“Implementasi dari nilai Pancasila yang tadi disampaikan oleh Prof. Dr. H. Gatot Dwi Hendro Wibowo, dan Pak Dr. Alfin Syahrin, wajib diejawantahkan dalam kehidupan keseharian kita. Pokoknya saya yakin dan percaya. Bahwa jika ibu-ibu yang bergerak mengamalkan ajaran Pancasila, maka para suami yang sempat terpapar paham radikalisme itu, akan kembali pada ajaran Tri Hita Karana,” papar Haji Rachmat. 

Sementara itu, Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Mataram (Unram), Prof. Dr. H. Gatot Dwi Hendro Wibowo mengatakan, nilai ajaran dan Pancasila yang didalamnya terdapat Ketuhanan Yang Maha Esa itu, dipastikan sudah final. 

Menurut dia, filosofi kehidupan beragama sesuai yang terkandung dalam sila pertama Pancasila, adalah umat yang mayoritas harus mengayomi umat yang minoritas. 

“Kalau soal cara beragama boleh kita beda. Tapi soal Ketuhanan itu, adalah prinsip dasar yang harus dijunjung secara utuh agar enggak ada lagi, kita mengkafir-kafirkan seseorang.  Ini,  karena Pancasila itu landasan Idiologi dalam berbangsa dan bernegara,” tegas Prof Gatot. 

Ketua Program Studi Doktoral Fakultas Hukum Unram itu menegaskan, Pancasila merupakan dasar negara dan idelogi bangsa yang mampu menciptakan kedamaian. Dulu orang tidak berani menguatkan Pancasila, tetapi saat ini zaman keterbukaan dan demokrasi, sehingga Empat Pilar Kebangsaan harus terus ditanamkan dalam setiap individu. 

Dengan adanya fakta, sudah empat kali dilakukan amandemen UUD 1945, maka ada satu semangat beragama bangsa Indonesia yang hilang. Yakni nila kasih sayang. 

“Maka tugas kita bersama untuk mengembalikan bahwa konsep beragama bangsa kita sesuai dalam nilai luhur Pancasila adalah sosialis  relegius. Disitu, enggak bisa ditawar-tawar soal Idiologi itu. 

Maka, untuk mewadahi semangat Nasionalisme gotong royong. Caranya, hanya dengan kembali pada Pancasila sebagai alat pemersatu bangsa. Serta, terus membumikan 4 Pilar Kebangsaan, seperti kali ini. 

BACA JUGA: Peringatan 53 Tahun RSUD Provinsi NTB

Sumbang  WHDI kota Mataram Rp 5 Juta

Rachmat Hidayat menyempatkan memberikan bantuan senilai Rp 5 juta dari kantong pribadinya untuk organisasi WHDI Kota Mataram.

“Silahkan dipakai uang ini baik-baik dalam rangka menjaga keberlangsungan organisasi dan kehidupan keumatan yang tetap mengamalkan semangat nilai luhur Pancasila dalam kehidupan nyata,” tandas Rachmat Hidayat. (*)