Tragedi Sepakbola, Harus Ada yang Bertanggung Jawab

Presiden Joko Widodo minta dilakukan investigasi dan ada yang bertanggung jawab atas tragedi sepakbola di stadion Kanjuruhan, Malang

JAKARTA.lombokjournal.com ~ Korban tewas tragedi sepakbola usai pertandingan Arema lawan Persebaya, meningkat jadi 187 orang. 

Korban yang meninggal atas tragedi di stadion Kanjuruhan Malang usai tuan rumah Arema FC kalah 2-3 dari Persebaya di pekan ke-11 liga 1 2022/2023, Sabtu (01/10) lalu, terus bertambah.

Seperti diketahui, korban meninggal dunia tersebut di antaranya dari pendukung Arema, pendukung Persebaya, balita, dan polisi.

Sebelumnya, Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afinta mengumumkan, dalam kejadian tersebut telah meninggal 127 orang, dua di antaranya anggota Polri, ungkapnya dalam konferensi pers di Malang, Minggu (02/10).

BACA JUGA: Beasiswa NTB Cara Buka Jendela Dunia, Ini Pesan Bang Zul

Kerusuhan di Kanjuruhan yang hingga kini dilaporkan menimbulkan 130 korban jiwa disebut sebagai tragedi dengan jumlah korban jiwa terbesar kedua, dalam sejarah kerusuhan di stadion sepak bola seluruh dunia.

Tragedi pertama, dengan jumlah korban jiwa terbesar terjadi di Stadion Nasional (Estadio Nacional), Lima, Peru, saat laga antara Timnas Peru melawan Argentina pada 1964. Pada tragedi ini, total 326 penonton tewas dalam kerusuhan yang berusaha dihalau polisi

Karena itu, kasus ini harus diusut tuntas, entah dari pihak suporter ataupun pihak kepolisian yang menggunakan regulasi keamanan yang tidak berstandar FIFA.

Presiden Jokowi minta ada investigasi atas tragedi sepakbola di Stadion Kanjuruhan
Presiden Jokowi

Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta dilakukan investigasi mendalam atas tragedi di Stadion Kanjuruhan, Malang, Jatim yang menewaskan banyak korban itu.

Menteri Pemdua dan Olahraga (Menpora), Zainudin Amali mengatakan Presiden Jokowi minta dilakukan investigasi total atas peristiwa ini.

“Bapak Presiden memberi perhatian serius atas insiden ini,” kata Menpora Zainudin Amali, Minggu (02/10/22).

Menpora juga menegaskan, Presiden Jokowi meminta harus ada yang mempertanggungjawabkannya secara hukum.

Seperti diketahui, usai wasit mengakhiri laga dengan skor kemenangan 3-2 bagi Persebaya, para suporter Arema (Aremania) tidak terima dengan kekalahan tersebut. 

Para suporter Arema langsung turun ke lapangan dan membakar mobil polisi serta merusak benda-benda yang ada di stadion. 

Sebagai bentuk pencegahan, aparat yang terdiri dari gabungan Polisi dan TNI pun turun tangan untuk mengamankan suporter. Semakin lama kemarahan para suporter tak terkendali, dan penonton mulai melemparkan benda-benda ke lapangan. 

Gas air mata

Untuk meredakan kemarahan pendukung Arema FC (Aremania), polisi melepaskan tembakan gas air mata. 

Karena tembakan tersebut, suporter mencoba menghindar dan terjadi kepanikan hingga situasi semakin tak terkendali. Banyak dari penonton yang sesak napas akibat menghirup gas air mata. 

Selain itu, banyak pula yang terinjak-injak penonton lain yang berusaha menyelamatkan diri. Tragedi Kanjuruhan ini pun mengakibatkan dua kendaraan polisi rusak, salah satunya dibakar. 

Fasilitas lain di stadion dilaporkan juga turut dibakar. Bukan hanya di dalam, kerusuhan juga merembet hingga luar stadion. Total delapan kendaraan kepolisian dirusak. 

Sementara itu, dalam siaran pernya, Indonesia Police Watch (IPW) mendesak Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo mencabut ijin penyelenggaraan sementara seluruh kompetisi liga yang dilakukan PSSI sebagai bahan evaluasi harkamtibmas. 

“Dan di samping itu, menganalisa sistem pengamanan yang dilaksanakan oleh aparat kepolisian dalam mengendalikan kericuhan di sepak bola,” bunyi siaran pers IPW. 

Kericuhan dalam tragedi tragis itu berawal dari kekecewaan suporter tim tuan rumah yang turun ke lapangan tanpa dapat dikendalikan oleh pihak keamanan. 

Jumlah aparat kepolisian yang tidak sebanding dengan jumlah penonton, secara membabi buta menembakkan gas air mata, sehingga menimbulkan kepanikan terhadap penonton yang jumlahnya ribuan. 

Akibatnya, banyak penonton yang sulit bernapas dan pingsan. Sehingga, banyak jatuh korban yang terinjak-injak di sekitar Stadion Kanjuruhan Malang. 

Penggunaan gas air mata di stadion sepak bola dilarang sesuai aturan FIFA dilarang. 

Hal itu tercantum dalam FIFA Stadium Safety and Security Regulations pada pasal 19 huruf b disebutkan, sama sekali tidak diperbolehkan mempergunakan senjata api atau gas pengendali massa.

BACA JUGA: Bencana Sepakbola, 130 Tewas di Stadion Kanjuruhan

“Kapolri Jenderal Listyo Sigit juga harus mencopot Kapolres Malang AKBP Ferli Hidayat yang bertanggung jawab dalam mengendalikan pengamanan pada pertandingan antara tuan rumah Arema FC Malang melawan Persebaya Surabaya. Kemudian, memerintahkan Kapolda Jawa Timur Irjen Nico Afinta untuk mempidanakan Panitia Penyelenggara pertandingan antara Arema FC vs Persebaya pada Sabtu (01/10).” kata Sugeng Teguh Santoso, Ketua Indonesia Police Watch dalam siaran persnya.

Polisi diminta usut tuntas terjadinya tragedi sepakbola di Stadion Kanjuruhan

Jatuhnya korban tewas di sepakbola nasional ini, harus diusut tuntas pihak kepolisian. Jangan sampai pidana dari jatuhnya suporter di Indonesia menguap begitu saja seperti hilangnya nyawa dua bobotoh di Stadion Gelora Bandung Lautan Api pada bulan Juni lalu. ***