BAKN DPR RI Cari Masukan Pengelolaan Cukai Hasil Tembakau

Kunjungan kerja Badan Akuntabilitas Keuangan Negara atau BAKN DPR RI  ke NTB mendapat penjelasan produksi dan komoditi tembakau

MATARAM.lombokjournal.com ~ Sekretaris Daerah Provinsi NTB, H. Lalu Gita Ariadi mewakili Wakil Gubernur NTB, menerima kunjungan kerja Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN) DPR RI di Gedung Sangkareang Kantor Gubernur, Kamis (12/01/23).

Pada kesempatan ITU, Miq Gita sapaan akrabnya mengatakan, Provinsi NTB merupakan salah satu produsen utama tembakau di Indonesia. 

BACA JUGA: Pembangunan Teluk Santorng, Selesai dalam 10 Bulan

Kunker BAKN DPR RI untuk mencari masukan terkait pengelolaan cukai tembakau

Produksi NTB 87 persen dari total produksi tembakau Virginia, yang memiliki daun yang lebih lebar dan besar dibandingkan varietas tembakau lokal. 

“Komoditi tembakau adalah salah satu komoditi perkebunan yang tidak dipacu luas areal pengembangannya. Tiap tahun diselaraskan dengan jumlah permintaan perusahaan dan kondisi pasar nasional dan internasional, agar tidak terjadi over produksi dan menumpuk di gudang perusahaan,” tuturnya.

Luas potensi pengembangan untuk tembakau di Provinsi NTB sebesar 59.083 Hektar, dan dimanfaatkan sekitar 40-50 persen,dengan kisaran luas tanam 30.000 s.d. 35.0000 Hektar per tahun.

Gambaran jumlah produksi hasil tembakau di NTB sebagai berikut:

  • Tembakau Rakyat sebanyak 11.377 ton produksi dengan 16.292 petani pada Tahun 2019, 
  • 13.140 ton produksi dengan 17.218 petani pada Tahun 2020, 
  • 14.880 ton produksi dengan 17.218 petani pada Tahun 2021,
  •  dan 14.749 ton produksi dengan 19.528 petani estimasi pada Tahun 2022.

Kemudian terkait produksi tembakau Virginia:

  • Sebanyak 51.381 ton produksi dengan 34.048 petani pada Tahun 2019, 
  • 43.923 ton produksi dengan 27.162 petani pada Tahun 2020, 
  • 37.751 ton produksi dengan 27.162 petani pada Tahun 2021, 
  • dan 40.963 ton produksi dengan 30.644 petani estimasi pada Tahun 2022.

Rata-rata harga jual petani ada dua mekanisme pasar yang berlaku, yaitu: 

  • untuk tembakau ranjangan, harga jual petani kepada tengkulak (pengumpul) sesuai dengan mekanisme harga pasar yang berlaku dan grade/mutu dengan kisaran harga Rp 50.000 s.d. Rp 130.000. 
  • Sedangkan untuk tembakau virginia krosok, untuk petani binaan maka produksi ditampung langsung oleh perusahaan mitranya dengan harga sesuai grade/mutu kisaran Rp 5.000 s.d Rp 45.000 per kg.

Pemprov NTB melakukan upaya meningkatkan dan mengembangkan industri tembakau untuk mendukung pembangunan di Wilayah NTB.

Salah satunya dengan membangun Sentra Kawasan Industri Hasil Tembakau yang progress pembangunannya akan selesai pertengahan bulan Januari ini.

BACA JUGA: Penenun NTB Wajib Mengikuti Tren Fashion

“Kami juga akan berkolaborasi dengan kabupaten, OPD di Provinsi, serta stakeholder terkait untuk memperbanyak SIHT (Sentra Industri Hasil Tembakau) dengan skala yang lebih kecil agar dapat menciptakan pasar yang lebih banyak, meningkatkan pendapatannya serta memperluas lapangan kerja bagi buruh tani tembakau sekaligus menekan peredaran rokok ilegal,” jelas Sekda.

Dari segi pengawasan, Pemprov NTB juga melakukan upaya untuk mengatasi peredaran rokok ilegal, dengan melaksanakan berbagai sosialisasi tentang rokok ilegal yang dilekati dengan pita cukai palsu kepada masyarakat, pedagang dan pemangku kepentingan. Kemudian melakukan pengumpuan informasi tentang lokasi peredaran cukai ilegal dengan melakukan pemberantasan peredaran rokok ilegal oleh Satpol PP setempat.

BAKN DPR RI yang diwakili oleh anggota dari berbagai fraksi menyampaikan, kunker ini bertujuan untuk  meminta masukan dari Pemprov NTB terkait pengelolaan cukai hasil tembakau.

Ini untuk mendapatkan masukan dalam rangka mempersiapkan bahan penelaahan BAKN DPR RI terhadap permasalahan kepabeanan dan cukai khususnya cukai hasil tembakau di Indonesia.***