Arsitektur Rumah Tradisi di Desa Karang Bajo, Bayan, KLU (Dua)

Kearifan lokal yang melekat dalam arsitektur rumah tradisi di Desa Karang Bajo, Bayan, hingga kini seutuhnya masih dipertahankan

lombokjournal.com ~ Posisi-posisi yang mengikuti arah mata angin ini, baku dalam aturan adat Sasak, utamanya di Bayan dan tidak boleh sembarang menempatkannya. Demikian pula dengan arah hadap rumah. 

Menghadap Timur atau Barat

Rumah adat Sasak hanya boleh menghadap arah timur dan barat, begitu aturannya. Ketika pagi tiba, maka rumah-rumah adat Sasak yang menghadap ke timurlah yang mendapatkan matahari sepenuhnya masuk ke dalam ruangan. 

Dan ketika sore tiba, sinar matahari akan dinikmati sepenuhnya oleh rumah yang menghadap Barat. Teras rumah adat penduduk secara umum mengikuti panjang rumah tersebut. 

Letak rumah untuk keluarga juga telah diatur dengan pertimbangan untuk kebaikan dan menghindari saling singgung antara satu dengan lainnya. Rumah orang tua akan berada pada bagian paling ujung selatan menghadap ke barat. 

Bagian arsitektur rumah tradisi
Berugaq

Lalu anak pertama keluarga itu akan mendapat jatah posisi rumah yang berhadapan dengan rumah orang tuanya sebelah barat menghadap ke timur. Kemudian jika lahir anak kedua mendapat posisi rumah pada sebelah timur bagian utara dari rumah orang tuanya atau sebelah utara rumah kakaknya menghadap ke timur. Anak ketiga dari keluarga tersebut akan tetap mengikuti orang tua hingga waktunya ia menikah.

Dan ketika ia sudah berkeluarga posisinya saling mengisi. Anak pertama akan pindah ke rumah orang tuanya, anak kedua bergeser rumah kakaknya yang pertama dan anak ketiga menempati rumah kakak keduanya. Begitu seterusnya. 

Urut-urutan ini sudah terpikirkan kebaikannya oleh leluhur masyarakat adat Sasak, yakni menghindari saling curiga dan meningkatkan saling menyayangi dan melindungi satu sama lain. Bahwa yang lebih tua akan selalu melindungi dan memberikan rasa aman bagi yang lebih muda. 

Maka diaturlah sedemikian rupa. Kesadaran masyarakat adat seperti ini dapat menciptakan kedamaian, ketertiban dan keamanan hidup berkelompok.

BACA JUGA: Rekening Nasabah Dibobol, Bank Harus Bertanggung Jawab

Di tengah dua rumah yang saling berhadapan, timur dan barat, terdapat berugaq (rumah terbuka tempat aktivitas lain khas Sasak) dengan ukuran besar bertiang enam (sekenam). Masing-masing rumah memiliki satu berugaq atau menjadi milik bersama dan dibangun secara gotong royong. 

Masyarakat Sasak yang tinggal dengan rumah adat Sasak yang asli seperti ini, lebih banyak menghabiskan waktu mereka di luar rumah, yakni di berugak. Aktivitas siang hari dari pagi, sore hari hingga menjelang tidur malam, dilakukan di berugak, termasuk makan. 

Rumah biasanya lebih banyak dipakai bagian dapurnya untuk memasak dan ruang lainnya untuk tidur di malam hari.

Berugaq juga berfungsi sebagai tempat menerima tamu. Masyarakat tradisional Sasak menerima tamu di berugaq, tidak di dalam rumah karena rumah hanya berfungsi sebagai tempat privasi. Kecuali ada musyawarah atau pembicaraan khusus yang menyangkut rahasia yang disebut pos sesepen. 

Selain sebagai tempat menerima tamu, berugaq juga berfungsi sebagai tempat musyawarah keluarga (sangkep/gundem). Juga sebagai tempat menggelar acara selamatan baik acara perkawinan, khitanan maupun acara kepaten (kematian).

 Acara tahlilan dalam kepaten disebut Dina Nelung yang dilaksanakan pada hari ketiga, Dina Tekang Ajian pada hari kelima dan Dina Nitu pada hari ketujuh. 

Rumah adat penduduk biasa yang ada di Bayan, tidak sama dengan rumah adat yang ditempati oleh pemangku adat atau pun pejabat adat lainnya. Teras rumah pemangku adat, tidak dibuat sepanjang rumah, melainkan hanya ada di depan pintu masuk saja.

Di kompleks rumah adat Karang Bajo terdapat kediaman resmi pemangku adat Sasak Bayan Lombok. Untuk dapat masuk dalam kompleks rumah adat Karang Bajo ini, wajib menggunakan pakaian adat Sasak seperti kain dan sapuq (ikat kepala khas Sasak untuk laki-laki). 

Dan ketika memasuki kediaman resmi pemangku adat yang ada di sini, harus membuka alas kaki dan beberapa pantangan tidak boleh dilakukan ketika berada di tempat yang disakralkan bagi tradisi Sasak Bayan ini, yakni dengan menjaga sopan santun dan perilaku yang baik. 

Inilah salah satu warisan nilai kearifan dari kehidupan tradisi masyarakat Bayan.

Hal ini dilakukan agar keaslian tradisi yang menyertai kehidupan masyarakat di dalamnya, tetap terjaga. Dan siapa pun yang masuk ke dalam kawasan ini, wajib menaatinya. 

Hal-hal yang bersifat tabu untuk dilakukan, dilarang di kawasan ini. Karena apa yang dilarang untuk dilakukan adalah hal yang kurang baik dan apa yang disarankan adalah hal-hal yang berkaitan langsung dengan sopan santun dan etika. 

Intinya, siapa pun yang datang, harus menjaga perilaku, etika dan sopan santun. Dilarang makan dan minum sambil berdiri, dilarang duduk dengan seenaknya, harus bersila ala lelaki dan perempuan, dilarang berkata kotor dan dilarang melakukan hal-hal yang kurang sopan lainnya, misalnya bicara dengan nada tinggi dan riuh dan sebagainya. 

Salah satu kearifan lokal arsitrktur rumah tradisi
Inan Bale

Dalam kawasan ini terdapat rumah-rumah tradisional Sasak dengan arsitektur asli yang tempati oleh masyarakat tradisional. 

Dan di dalam kompleks khusus ini pula terdapat sebuah lokasi yang menjadi rumah atau kediaman bagi pejabat adat Bayan yang disebut Balen Ma Loka, yang dipagari dengan pagar kampu (pagar yang mengelilingi rumah adat dimana tidak sembarang orang boleh masuk ke dalamnya). 

Kompleks ini serupa kediaman resmi atau pendopo pejabat tertingginya. Ketika memasuki kompleks ini, di depannya terdapat dua berugaq, yang di sebelah barat disebut Berugaq Agung dan sebelah timur disebut Berugaq Smalang. 

Berugaq agung tidak boleh diduduki para perempuan, begitulah ketentuannya. Difungsikan sebagai tempat acara-acara ritual seperti selamatan desa, Idul Fitri, Idul Adha, maulud adat, pesta alip atau untuk musyawarah. 

BACA JUGA: Daur Ulang Sampah Plastik di NTB Jadi Batako

Tempat untuk peralatan musik yang akan mengiringi ritual atau acara adat yang diselenggarakan, seperti gong, gendang dan lain-lain. Perempuan boleh duduk di berugaq smalang ini. Berugaq ini juga dipakai sebagai tempat memotong-motong ternak untuk keperluan konsumsi acara ritual. 

Masih dalam kompleks ini, masuk ke dalam meninggalkan dua berugaq itu, terdapat sebuah rumah yang disebut Bale Pedangan yakni rumah khusus untuk memasak.

 Seluruh aktivitas memasak untuk kegiatan ritual dilakukan di sini dipimpin oleh seorang yang diberikan otoritas untuk kegiatan memasak yang disebut Inaq Pedangan. Dialah yang bertanggung jawab mengurus dan mengatur masakan dalam kegiatan tersebut. 

Di dalam kompleks ini terdapat satu rumah adat inti sebagai tempat tinggal pemangku adat (Balen Ma Loka). 

Inilah kediaman resmi pemangku adat Sasak yang dipilih oleh masyarakat adat Sasak berdasarkan keturunannya. Di samping rumah pemangku adat ini, ada sebuah berugaq yang berfungsi sebagai tempat khusus menerima tamu pemangku adat. Dan di sekitar “rumah dinas” ini terdapat sebuah berugaq lagi yang disebut Berugaq Pengagi’an. Berugaq pengagi’an berfungsi sebagai tempat menyimpan seluruh masakan yang sudah matang dari bale pedangan. 

Di berugaq ini juga terdapat semacam loteng terbuka untuk menyimpan alat-alat masak tradisional seperti pemongkang, periuk dari tanah dan lainnya.

Pada halaman belakang bagian barat posisinya pada pojok selatan, terdapat sebuah rumah yang disebut Gedeng Cor yang dimaknai sebagai rumah khusus para leluhur orang Bayan (dunia gaib) yang tidak boleh dibuka sembarang waktu. Gedeng cor hanya boleh dibuka pada saat-saat tertentu. 

Dan berhadapan dengan gedeng cor di bagian timur pojok selatan terdapat sebuah rumah lagi yang disebut Balen Meni’ tempat menyimpan beras dan hasil bumi lainnya seperti sayur mayur, bumbu-bumbu dan ternak yang akan dipakai untuk acara ritual tersebut. 

Yang bertanggung jawab terhadap rumah ini adalah yang menjabat sebagai inan loka yang orangnya disebut dengan inan meni’.

Tata letak rumah yang disesuaikan dengan fungsi masing-masing dan ditangani oleh masing-masing orang yang diberi tanggung jawab khusus untuk itu membuat kehidupan masyarakat tradisional di Bayan begitu teratur. Semua yang memiliki fungsi disini melaksanakan tugas masing-masing dengan baik dan penuh tanggung jawab sehingga tidak akan berbenturan satu sama lainnya. 

Inilah salah satu kearifan lokal dalam sistem pemerintahan masyarakat adat Sasak yang bisa diserap nilainya untuk keteraturan kehidupan berbangsa dan bernegara. Para pemangku adat yang dipilih oleh masyarakat benar-benar berdasarkan kemampuan, tingkah laku dan catatan baik leluhurnya. 

Masyarakat adat tidak akan memilih pemangku atau pemimpinnya jika tidak memenuhi kriteria-kriteria yang telah ditentukan berdasarkan hasil musyawarah adat. ***

Baca sebelumnya: Arsitektur Rumah Tradisi di Desa Karang Bajo, Bayan, KLU (Satu)




Arsitektur Rumah Tradisi di Karang Bajo, Bayan, KLU (Satu)

Kearifan lokal yang melekat dalam arsitektur rumah tradisi di Desa Karang Bajo, Bayan, hingga kini seutuhnya masih dipertahankan

lombokjournal.com ~ Salah satu kekayaan budaya Nusa Tenggara Barat dengan tradisi yang masih sangat terjaga keasliannya adalah desa-desa tradisional yang ada Bayan, Lombok Utara. 

Dari desa tradisional Segenter, Semokan, rumah adat Karang Bajo, Karang Anyar, Senaru, Sukadana dan masyarakat adat Loloan. Hingga Dasan Bayan Dalam yang lokasinya berada di atas perbukitan dan di tengah hutan adat yang rimbun, sejuk dan lebat. 

Daya pikat budaya dan penjagaan tradisi dalam masyarakat Sasak Bayan Lombok yang masih utuh ini merupakan warisan leluhur masyarakat Bayan. 

Komunitas tradisional Suku Sasak Lombok ini masih menjaga berbagai kearifan lokal yang mengatur kehidupan masyarakat menjadi tertib dan teratur, termasuk arsitektur tradisional rumah adatnya.

Salag satu kearifan lokal arsitrktur rumah tradisi
Inan Bale

Satu Ruangan

Di desa tradisional itu, tidak hanya ditemukan keaslian rumah-rumah adat suku Sasak, melainkan juga keseharian masyarakatnya yang masih sangat tradisional. Salah satu keunikan yang ada di Bayan adalah soal nama yang dipakai secara turun temurun. 

Orang Bayan memiliki nama kebanyakan berakhiran Nap, Dip, Lip, Nom dan Lis. Ini merupakan nama turun temurun serupa marga bagi mereka. Semua nama berakhiran sama, dapat dipastikan mereka berasal dari satu keturunan atau masih berkerabat dekat dalam satu garis keturunan. Nama mereka mengikuti nama leluhurnya.

Di desa-desa tradisional ini, arsitektur rumah-rumah adat yang asli masih terus dipertahankan meskipun di sana-sini secara material tidak seutuhnya bisa dipertahankan lagi, seperti atap alang-alang yang semakin sulit dijumpai. 

Namun, di tempat-tempat tertentu khususnya di wilayah sakral adat, seperti kediaman resmi pemangku adat Karang Bajo dan Dasan Bayan, masih utuh murni dan asli.

BACA JUGA: Rekening Nasabah Dibobol, Bank Harus Bertanggung Jawab

Dalam rumah adat Sasak yang asli, hanya ada satu ruangan tanpa ada sekat atau kamar di mana antara dapur, tempat tidur dan tempat aktivitas lainnya tidak dipisahkan secara permanen. 

Beratapkan alang-alang dengan lantai tanah dan hanya memiliki satu pintu dengan tinggi 150-170 centimeter tanpa satu pun jendela. Kalau memasuki rumah adat Sasak, biasanya menunduk karena pintunya yang terbilang rendah. Inilah yang membuat rumah adat Sasak cenderung gelap di dalamnya. 

Dinding rumah Sasak terbuat dari rangkaian bambu seperti pagar agak longgar yang disebut badak. Dari celah-celah bambu itulah, udara masuk dengan leluasa dan sedikit cahaya. Semacam ventilasi sehingga keunikan rumah adat Sasak sangat terasa. 

Meski tidak memiliki ruang-ruang, kata Rianom, salah seorang tokoh adat Sasak Bayan di Bayan, rumah adat Sasak memiliki tempat-tempat yang berfungsi memperlancar aktivitas pemiliknya. 

Ada yang disebut amben beri yang dipakai sebagai tempat tidur dan juga tempat makan bagi para tetua adat. Jika ada kegiatan makan para tetua adat, maka fungsi amben beri yang tadinya sebagai tempat tidur bisa berubah sewaktu-waktu. 

Ada juga yang disebut dengan amben beleq yang berfungsi sebagai tempat makan khusus bagi para tamu perempuan pada acara-acara ritual selamatan atau yang disebut menggawe rowah

Di dalam ruangan tersebut ada satu lagi bangunan yang posisinya berada di tengah-tengah rumah ruangan rumah adat Sasak yang tingginya menjulang menjelang atap yang disebut sebagai Inan bale (induk rumah) seperti rumah panggung.

Memiliki enam tiang yang disebut sekenam yang terbuat dari kayu-kayu pilihan. Sebelum membuat rumah adat Sasak, yang pertama kali dibuat adalah Inan Bale ini. 

Inan Bale berdiri kokoh di tengah-tengah rumah adat ini. Untuk dapat naik ke atas inan bale, menggunakan tangga atau undak-undak melewati amben beri dan amben beleq yang posisinya bertingkat.

Inan bale berfungsi sebagai tempat menyimpan barang keluarga, benda keramat atau bersejarah yang tidak boleh dilihat orang lain (umum) selain keluarga. Juga sebagai tempat menyimpan beras atau logistik lainnya. 

BACA JUGA: PLN Sukseskan MXGP di Samota, Usai Sukses di MotoGP

Khusus beras, kata Rianom, selalu diletakkan pada bagian pojok dekat tiang paling selatan, tepatnya di tenggara atau dalam Bahasa Sasak daye timu’ dari inan bale tersebut. Tiap kali mengambil beras dari tempatnya yang disebut tenebrasan selalu dilakukan ritual kecil, semacam niat memesan atau meminta izin mengambil beras tersebut kepada Sang Maha Pemberi. 

Masyarakat Bayan hanya makan dua kali sehari, tidak seperti umumnya tiga kali sehari yakni sekitar pukul 10-12 yang disebut mengan lema’ dan menjelang malam ketika usai waktu Magrib. Waktu makan yang secara turun temurun dan teratur telah dilakoni masyarakat tradisional Bayan memberikan rasa kenyang yang awet. 

Pada bagian timur dalam ruang Inan bale, terdapat ranjak yang berfungsi sebagai tempat menyimpan logistik lainnya. Ada pula tempat untuk menyimpan barang berharga atau bakul-bakul dan peralatan memasak saat acara-acara adat digelar yang disebut lamin.

Dalam ruangan rumah adat Sasak, selain ada Inan bale, amben beri dan amben beleq yang berada dekat pintu masuk bagian barat sebelah utara, ada pula tempat memasak atau dapur disebut jengkiran yang posisinya berada di pojok timur laut (lau’ timu’). 

Masyarakat adat Sasak secara umum masih memasak menggunakan tungku dengan kayu bakar. Sehingga, seluruh ruang rumah hingga atap, termasuk inane bale menghitam karena jelaga. 

Jelaga yang menghitam inilah yang membuat kayu, bambu dan bahan bangunan lain rumah adat ini menjadi kuat. Penerangan di malam hari yang dipakai juga berupa pelita atau lampu-lampu teplok yang turut menyumbang cukup banyak jelaga. ***

Baca selanjutnya: Arsitektur Rumah Tradisi di Desa Karang Bajo, Bayan, KLU (Dua)