Pembukaan Indonesia Gastrodiplomacy Series Disambut Tari Tradisi

Acara pembukaan Indonesia Gastrodiplomacy Series  selain disapa dengan pesona tarian tradisi, juga dikenalkan dengan kuliner NTB

MATARAM.LombokJournal.com ~ Suguhan tari tradisi membuat suasana hangat dan penuh pesona budaya acara pembukaan menyambut para delegasi Indonesia Gastrodiplomacy Series: Diplomatic Tour Goes to West Nusa Tenggara, di Merumatta Hotel, Kamis malam (08/05/25).

Menyertai pembukaan itu, dalam acara jamuan makan malam penyambutan ke 38 delegasi dirancang dengan menghadirkan nuansa modern namun diisi dengan penampilan tiga tarian tradisional khas NTB.

BACA JUGA : Isu Penting dalam Pembangunan Berkelanjutan di NTB 

Tarian Nguri yang merupakan tarian selamat datang untuk menyambut tamu kehormatan. Tarian kedua, Dedare Nyesek, menceritakan keseharian masyarakat desa dalam menenun. Kata “Dedare Nyesek” sendiri memiliki arti “Gadis Menenun” dengan gerakan menenun dari awal hingga akhir. 

Tarian ini dianggap sesuai untuk memperkenalkan budaya dan adat masyarakat Lombok, khususnya kerajinan tenun.

Tidak hanya disapa lewat seni tari, para tamu juga dikenalkan dengan kuliner khas NTB, hidangan pembuka Sate Rembiga, seafood dari hasil laut NTB, dan makanan penutup (desserts) kue cerorot jajanan tradisional Lombok, yang terbuat dari tepung beras, gula merah, dan santan, lalu dibaluti janur kelapa. 

Meski bahannya terbilang sederhana, namun rasanya istimewa.hal ini menjadi bagian dari pendekatan gastrodiplomasi yang menjadi kekuatan diplomasi budaya Indonesia.

Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr. Lalu Muhamad Iqbal yang hadir langsung dalam pembukaan tersebut menyampaikan kesiapan Pemprov NTB untuk bekerja sama dengan Pemerintah Pusat membawa perubahan memajukan NTB.

BACA JUGA : Insan Media Berperan Strategis Dalam Pembangunan Daerah

“Pada pertemuan esok hari, saya akan menyampaikan kepada anda potensi-potensi yang dimiliki NTB. NTB adalah provinsi dengan beribu peluang,” tegasnya. 

Sebagai ketua delegasi, Staf Ahli Bidang Sosial Budaya dan Pemberdayaan Masyarakat Indonesia di Luar Negeri, Duta Besar R. Heru Hartanto Subolo menyatakan bahwa Provinsi NTB memiliki banyak potensi dari sektor agrikultur, pariwisata, dan kekayaan adat masyarakatnya.

“Selama tiga hari ke depan, kami menawarkan kesempatan dan jejaring yang telah disiapkan oleh Pemprov NTB. Kami juga akan memperkenalkan mitra-mitra investasi baru.” ujarnya.

Menutup acara, para peserta diajak menari “Gandrung” bersama para penari dan tamu undangan lainnya yang semakin menunjukkan keramahan masyarakat NTB.

Indonesia Gastrodiplomacy Series merupakan rangkaian kegiatan diplomatik yang bertujuan memperkenalkan budaya daerah di Indonesia kepada dunia internasional, terutama kepada perwakilan negara-negara sahabat dan mitra kerja sama global.

Acara pembukaan ini menjadi bukti bahwa NTB tidak hanya memiliki potensi wisata alam yang luar biasa, tetapi juga kekayaan budaya yang mampu menjadi daya tarik dan sarana membangun diplomasi internasional.

BACA JUGA : Perusahaan Korsel Kembangkan Kebun Kopi dan Bangun Akademi di Lombok 

Selama 4 hari di Lombok, 38 dubes asing beserta pasangan dan peserta diplomatic tour lainnya akan diajak mengenal sejarah dan budaya NTB di Museum dan Kota Tua Ampenan, desa wisata hijau Bilebante. Para tamu itu akan berinteraksi langsung dengan para pelaku UMKM di NTB Mall, dan diskusi potensi ekonomi dan investasi NTB bersama Gubernur NTB. 

Sementara di Mandalika, para peserta akan menggali potensi investasi bidang pariwisata bersama ITDC, serta menyaksikan Fanatec GT World Challenge Asia 2025 yang tengah berlangsung.pnd

a




Arsitektur Rumah Tradisi di Karang Bajo, Bayan, KLU (Satu)

Kearifan lokal yang melekat dalam arsitektur rumah tradisi di Desa Karang Bajo, Bayan, hingga kini seutuhnya masih dipertahankan

lombokjournal.com ~ Salah satu kekayaan budaya Nusa Tenggara Barat dengan tradisi yang masih sangat terjaga keasliannya adalah desa-desa tradisional yang ada Bayan, Lombok Utara. 

Dari desa tradisional Segenter, Semokan, rumah adat Karang Bajo, Karang Anyar, Senaru, Sukadana dan masyarakat adat Loloan. Hingga Dasan Bayan Dalam yang lokasinya berada di atas perbukitan dan di tengah hutan adat yang rimbun, sejuk dan lebat. 

Daya pikat budaya dan penjagaan tradisi dalam masyarakat Sasak Bayan Lombok yang masih utuh ini merupakan warisan leluhur masyarakat Bayan. 

Komunitas tradisional Suku Sasak Lombok ini masih menjaga berbagai kearifan lokal yang mengatur kehidupan masyarakat menjadi tertib dan teratur, termasuk arsitektur tradisional rumah adatnya.

Salag satu kearifan lokal arsitrktur rumah tradisi
Inan Bale

Satu Ruangan

Di desa tradisional itu, tidak hanya ditemukan keaslian rumah-rumah adat suku Sasak, melainkan juga keseharian masyarakatnya yang masih sangat tradisional. Salah satu keunikan yang ada di Bayan adalah soal nama yang dipakai secara turun temurun. 

Orang Bayan memiliki nama kebanyakan berakhiran Nap, Dip, Lip, Nom dan Lis. Ini merupakan nama turun temurun serupa marga bagi mereka. Semua nama berakhiran sama, dapat dipastikan mereka berasal dari satu keturunan atau masih berkerabat dekat dalam satu garis keturunan. Nama mereka mengikuti nama leluhurnya.

Di desa-desa tradisional ini, arsitektur rumah-rumah adat yang asli masih terus dipertahankan meskipun di sana-sini secara material tidak seutuhnya bisa dipertahankan lagi, seperti atap alang-alang yang semakin sulit dijumpai. 

Namun, di tempat-tempat tertentu khususnya di wilayah sakral adat, seperti kediaman resmi pemangku adat Karang Bajo dan Dasan Bayan, masih utuh murni dan asli.

BACA JUGA: Rekening Nasabah Dibobol, Bank Harus Bertanggung Jawab

Dalam rumah adat Sasak yang asli, hanya ada satu ruangan tanpa ada sekat atau kamar di mana antara dapur, tempat tidur dan tempat aktivitas lainnya tidak dipisahkan secara permanen. 

Beratapkan alang-alang dengan lantai tanah dan hanya memiliki satu pintu dengan tinggi 150-170 centimeter tanpa satu pun jendela. Kalau memasuki rumah adat Sasak, biasanya menunduk karena pintunya yang terbilang rendah. Inilah yang membuat rumah adat Sasak cenderung gelap di dalamnya. 

Dinding rumah Sasak terbuat dari rangkaian bambu seperti pagar agak longgar yang disebut badak. Dari celah-celah bambu itulah, udara masuk dengan leluasa dan sedikit cahaya. Semacam ventilasi sehingga keunikan rumah adat Sasak sangat terasa. 

Meski tidak memiliki ruang-ruang, kata Rianom, salah seorang tokoh adat Sasak Bayan di Bayan, rumah adat Sasak memiliki tempat-tempat yang berfungsi memperlancar aktivitas pemiliknya. 

Ada yang disebut amben beri yang dipakai sebagai tempat tidur dan juga tempat makan bagi para tetua adat. Jika ada kegiatan makan para tetua adat, maka fungsi amben beri yang tadinya sebagai tempat tidur bisa berubah sewaktu-waktu. 

Ada juga yang disebut dengan amben beleq yang berfungsi sebagai tempat makan khusus bagi para tamu perempuan pada acara-acara ritual selamatan atau yang disebut menggawe rowah

Di dalam ruangan tersebut ada satu lagi bangunan yang posisinya berada di tengah-tengah rumah ruangan rumah adat Sasak yang tingginya menjulang menjelang atap yang disebut sebagai Inan bale (induk rumah) seperti rumah panggung.

Memiliki enam tiang yang disebut sekenam yang terbuat dari kayu-kayu pilihan. Sebelum membuat rumah adat Sasak, yang pertama kali dibuat adalah Inan Bale ini. 

Inan Bale berdiri kokoh di tengah-tengah rumah adat ini. Untuk dapat naik ke atas inan bale, menggunakan tangga atau undak-undak melewati amben beri dan amben beleq yang posisinya bertingkat.

Inan bale berfungsi sebagai tempat menyimpan barang keluarga, benda keramat atau bersejarah yang tidak boleh dilihat orang lain (umum) selain keluarga. Juga sebagai tempat menyimpan beras atau logistik lainnya. 

BACA JUGA: PLN Sukseskan MXGP di Samota, Usai Sukses di MotoGP

Khusus beras, kata Rianom, selalu diletakkan pada bagian pojok dekat tiang paling selatan, tepatnya di tenggara atau dalam Bahasa Sasak daye timu’ dari inan bale tersebut. Tiap kali mengambil beras dari tempatnya yang disebut tenebrasan selalu dilakukan ritual kecil, semacam niat memesan atau meminta izin mengambil beras tersebut kepada Sang Maha Pemberi. 

Masyarakat Bayan hanya makan dua kali sehari, tidak seperti umumnya tiga kali sehari yakni sekitar pukul 10-12 yang disebut mengan lema’ dan menjelang malam ketika usai waktu Magrib. Waktu makan yang secara turun temurun dan teratur telah dilakoni masyarakat tradisional Bayan memberikan rasa kenyang yang awet. 

Pada bagian timur dalam ruang Inan bale, terdapat ranjak yang berfungsi sebagai tempat menyimpan logistik lainnya. Ada pula tempat untuk menyimpan barang berharga atau bakul-bakul dan peralatan memasak saat acara-acara adat digelar yang disebut lamin.

Dalam ruangan rumah adat Sasak, selain ada Inan bale, amben beri dan amben beleq yang berada dekat pintu masuk bagian barat sebelah utara, ada pula tempat memasak atau dapur disebut jengkiran yang posisinya berada di pojok timur laut (lau’ timu’). 

Masyarakat adat Sasak secara umum masih memasak menggunakan tungku dengan kayu bakar. Sehingga, seluruh ruang rumah hingga atap, termasuk inane bale menghitam karena jelaga. 

Jelaga yang menghitam inilah yang membuat kayu, bambu dan bahan bangunan lain rumah adat ini menjadi kuat. Penerangan di malam hari yang dipakai juga berupa pelita atau lampu-lampu teplok yang turut menyumbang cukup banyak jelaga. ***

Baca selanjutnya: Arsitektur Rumah Tradisi di Desa Karang Bajo, Bayan, KLU (Dua)