Maestro dan Sutradara Teater Koma, Nano Riantiarno Telah Pergi
Sutradara Teater Koma, sekaligus salah satu maestro teater modern di Indonesia itu, akan dimakamkan hari Sabtu, 21 Januari 2023 di Taman Makam Giri Tama, Tonjong, Bogor
Lombokjournal.com ~ Nobertus (Nano) Riantiarno, salah satu maestro teater Indonesia dan Sutradara Tetar Koma Jakarta, meninggal dunia pada hari Jum’at (20/01/23) pukul 06.58 WIB.di usia 73 tahun (kelahiran Cirebon, 6 Juni 1949).
Sempat dioperasi tumor bagian paha, diketahui ada cairan yang menyebar di bagian paru-paru. Setelah hampir 3 pekan dirawat, pihak keluarga akhirnya memutuskan untuk menjalani rawat jalan sejak akhir pekan ini.
BACA JUGA: Wayang Sasak Akan Tampil di Kampus Ternama Malaysia
Nano Riantiarno pernah mengenyam pendidikan di Akademi Teater Nasional Indonesia (ATNI) Jakarta dan bergabung dengan Teguh Karya serta Teater Populer.
Jenazah Nano saat ini masih berada di rumah duka, di Sanggar Teater Koma, Jalan Cempaka Raya 15, Bintaro, Jakarta Selatan. Ia meninggalkan seorang istri, Ratna Riantiarno, dan beberapa putra-putrinya. Salah seorang putranya, Rangga Riantiarno meneruskan bakat ayahnya, dan sudah beberapa kali menyutradarai produksi Teater Koma.
Pemakaman Nano akan dilakukan pada hari Sabtu, 21 Januari 2023 sebelum tengah hari, di Taman Makam Giri Tama, Tonjong, Bogor.
Beberapa kali Riantiarno bersama istrinya mengunjungi Mataram, bertemu dan berdiskusi dengan para seniman, Terakhir, 23 Agustus 2019, ia ke Mataram atas undangan Adi Pranajaya, seperti biasa ia memberi workshop teater pada seniman di Mataram.
Bahkan ia juga sempat berdiskusi dengan Gubernur NTB, Zulkieflimansyah di Taman Budaya NTB.
Teater Koma
Nano Riantiarno dan Ratna istrinya, bersama beberapa seniman yang mempunyai visi sama mendirikan Teater Koma tanggal 1 Maret 1977.
Selama lebih dari 4 dekade, Teater Koma menjadi tonggak teater modern yang paling produktif (sedikitnya dua pementasan dalam setahun) dan mampu menyedot penonton yang setia membeli tiket pertunjukan.
Pada era Orde Baru, drama-drama Teater Koma yang menghibur tapi sekaligus banyak melontarkan kritikan, sempat dilarang pentas.
Nano menuturkan seorang anggota Teater Koma haruslah orang yang setia dan punya loyalitas tinggi.
“Saya punya kode etik Teater Koma. Kalau sudah mengerti, baru masuk Teater Koma. Loyalitas dari mereka juga sangat penting. Anggota harus setia juga,” kata Nano.
Di kalangan anggpta Teater Koma, ia dikenal sebagai sutradara yang bekerja sangat detail, tegas tapi terbuka bila diajak diskusi.
BACA JUGA: Bunda Niken Nonton Pertunjukan Teater ‘Putri Mandalika’
“Dulu sebagai sutradara saya sangat tidak sabar, apalagi di 10 tahun pertama. Tapi 24 tahun ke belakang, saya menjadi orang yang paling sabar, mendengarkan apa yang dilakoni aktor, memahami, dan mencoba untuk menikmatinya,” ungkap Nano Riantiarno.
Kesabaran itulah yang jarang dipunya sutradara lain.
Ratna Riantiarno, istrinya, turut menimpali perkataan suaminya, bahwa kelompok teater yang bertahan lebih dari 44 tahun tidaklah mudah, khususnya ketika harus mengikuti perkembangan zaman.
Putra sulung Nano, Rangga Riantiarno, menuturkan di akhir hayatnya ayahnya masih berkarya dan menggarap sebuah naskah teater. Skenario pertunjukan itu dikirimkan ke Dewan Kesenian Jakarta (DKJ) tahun lalu dan berhasil memenangkan Sayembara Naskah Teater DKJ 2022.
BACA JUGA: Wagub NTB Tandatangani RIP Pelabuhan Kayangan Poto Tano
“Baru banget menang sayembara naskah teater DKJ yang judulnya ‘Matahari dari Papua’,” ungkap Rangga seperti dikutip dari Detikcom, Jumat (20/01/23).
Rencananya naskah itu bakal dipentaskan November tahun ini.
Menurutnya, sosok Nano Riantiarno dikenal sebagai ayah yang tegas dan penyayang, juga menjadi tauladan bagi anak-anaknya. ***