Leader dan Manajemen di Tengah Turbulensi Bisnis
Seorang leader bahkan berani menawarkan “salam tempel” (golden shake hand), demi memangkas biaya hingga membentuk laba yang significant?
MATARAM.LombokJournal.com ~ Kemarin (Senin, 10/09/24) Dua kali Saya bertemu senior saat di Smansa Mataram, mas Anas Amrullah. Pembicaraan yang terjadi terkait peran leader di tengah turbulensi bisnis. Bahkan dalam menghadapi krisis.
BACA JUGA : Penghargaan IMDI Early Adopter Award 2024 untuk NTB
Ini perbincangan yang menarik. Ketika pisau bedah mengarah ke biaya pegawai. Suatu tindakan strategis tapi sangat tidak populis. Mengapa?
Dalam persamaan akuntansi. Bisnis dibangun untuk mereguk laba. Laba ini merupakan resultante pertemuan antara pendapatan yang harus di atas biaya. Bukankah gaji atau upah merupakan bagian dari biaya?
Bahkan untuk itu terkadang seorang leader berani menawarkan “salam tempel” (golden shake hand). Demi memangkas biaya hingga membentuk laba yang significant?
Nah, diobrolan kali ini, justru leader para pekerja dikumpulkan. Seperti rapat akbar. Untuk ditanyai, mau ngapain sekarang.
Ketika disodori data diagnosa tubuh perusahaan. Harapannya, jiwa korsa dan spirit mereka kembali berkobar. Bukankah mereka itu adalah aktor utama di dalam perusahaan?
Dari titik ini, secara fundamental ada pergeseran makna mendalam. Jika sebelumnya orang (Sumber Daya Manusia) dianggap pekerja an sich –pembentuk biaya– saat malih rupa sebagai aktor utama, maka sebutannya pun berubah: orang sebagai aset perusahaan (human capital). Penambah nilai perusahaan.
Selanjutnya apa? Kembali ke formula awal. Pemupuk laba, dimana pendapatan harus di atas biaya. Maka kita harus membongkar sisi pendapatan. Yaitu dengan melihat kembali core business adalah panduan utamanya. Back to basic!
BACA JUGA : Apresiasi Tokoh Indonesia 2024 untruk Pj Gubernur NTB
Core business (bisnis inti) sesungguhnya ladang utama pendapatan. Keahlian kita di sini. Sepanjang usia perusahaan. Pengembangan bisnis seharusnya lahir dari benih bisnis inti. Dia beranak pinak dalam rahim yang sama.
Memang terkesan konservatif. Bahkan sangat prudent: berhati-hati. Tapi ingat, kita dalam posisi turbulensi bisnis yang menghadapi krisis.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), konservatif berarti kolot, bersikap mempertahankan keadaan, kebiasaan, dan tradisi yang berlaku. Secara sederhana, konservatif adalah perilaku manusia yang cenderung mempertahankan kebiasaan dan keadaan tertentu untuk mempedulikan perubahan di sekitarnya.
Dalam bidang akuntansi lain lagi. Konservatif adalah perilaku hati-hati yang dilakukan seorang akuntan saat dihadapkan dengan situasi penuh ketidakpastian.
Pengertian dari sisi akuntansi bagi saya sangat prinsip. Karena secara akuntansi pun kita dituntun kepada tujuan: agar manipulasi terhadap arus kas atau laporan keuangan dapat diminimalisasi. Dengan demikian, perusahaan takkan merugi karenanya (detik.com: 17-11-2022)
Pengalaman bisnis membuktikan. Ketika kita tergiur menjalankan bisnis di luar bisnis inti. Dengan dalih untuk menghasilkan pendapatan lain. Apa lagi dalam tahap belajar –kata lain belum berpengalaman–
Maka sumber biaya pengurang laba yang terjadi. Alih-alih menghasilkan pendapatan. Biaya pemulihannya besar sekali.
Di ujung pembicaraan, ada dua simpulan yang saya dapatkan.
Pertama, seorang leader lebih mengutamakan heart (hati). sementara manager “terjebak” di head (logika).
Kepemimpinan (leadership) fokus pada bagaimana memotivasi karyawan. Sementara manajemen lebih fokus ke soal bagaimana memecahkan masalah. Lead by the heart, manage by the head.
Kedua, mengelola bisnis layaknya mementaskan lakon teater.
Saya setuju dengan pendapat Cak Fadhiel Ma’shum (dulu aktif di Teater Putih FKIP Unram, kini Ketua TDA (Tangan Di Atas) Prov. NTB) ini –yang turut serta dalam pertemuan ini selalu selain Lalu Arie Cahyadi: Ketua TDA Mataram–
Mengapa? Menurut saya, dalam pementasan teater, dominansi Sutradara dengan Para Aktornya –sesuai peran masing-masing– sangat kental sekali. Sehingga naskah yang dipentaskan menjadi tersampaikan kepada penontonnya/costomer.
BACA JUGA : Pemerintah Pusat Diminta Tanggung Hosting Fee event MotoGP 2024
Oleh karena itu, mengutif Arief Yahya (dalam SWA, 14-12-2021), “Kepemimpinan (leader) membutuhkan imajinasi yang luar biasa. Sementara manajemen membutuhkan rasionalitas, persistensi, dan ketaatan (complience). Kepemimpinan lebih tepat dijalankan dengan pendekatan seni dan perasaan.
Sementara manajemen lebih tepat dijalankan dengan pendekatan sains karena melibatkan rasio dan objektivitas yang sangat disiplin.”
Maka tidak heran, jika pemimpin bisnis passionnya berkesenian. Dari menulis puisi, mengarang cerita pendek, bernyanyi, bermain teater bahkan melukis. Eranya kini! ***
#akuAIR – Perumnas Ampenan, 11-09-2024: 08.27