Ketenagakerjaan Jadi Prioritas Urusan Kepemimpinan Iqbal–Dinda
Program ketenagakerjaan dengan magang ke Jepang, bertujuan memberikan pengalaman kerja, peningkatan keterampilan, kedisiplinan, dan wawasan budaya bagi para peserta.
MATARAM.LombokJournal.com ~ Gubernur Nusa Tenggara Barat (NTB), Dr. H. Muhamad Iqbal, menegaskan bahwa isu ketenagakerjaan merupakan salah satu prioritasutama dalam masa kepemimpinan Iqbal–Dinda selama lima tahun ke depan
Gubernur Lalu Muhammad Iqbal
Hal mengenai isu ketenagakerjaan itu disampaikan Gubernur Iqbal saat membuka rekrutmen pemagangan ke Jepang dan pelepasan peserta magang ke Jepang tahun 2025, berlangsung di Wisma Tambora BPSDM NTB, Senin (19/05/25).
Program magang ke Jepang ini merupakan hasil kerja sama antara Pemerintah Provinsi NTB dengan berbagai lembaga pelatihan kerja dan mitra luar negeri.
Hal itu merupakan upaya konkret untuk memperluas akses kerja bagi generasi muda NTB di pasar kerja internasional.
“Urusan naker salah satu prioritas ke pimpinan Iqbal Dinda dalam 5 tahun kedepan” kata Gubernur Iqbal.
Program ketenagakerjaan ini tidak hanya bertujuan memberikan pengalaman kerja, tetapi juga menjadi sarana peningkatan keterampilan, kedisiplinan, dan wawasan budaya bagi para peserta.
Selain itu, program magang ke Jepang juga diharapkan dapat menjadi pengungkit ekonomi keluarga dan daerah melalui remitansi dan transfer pengetahuan.
Gubernur juga memberikan pesan khusus kepada para peserta agar menjadi duta terbaik NTB di negeri sakura.
“Jaga nama baik daerah, kalian adalah duta besar Indonesia khususnya NTB, tunjukkan semangat kerja, kedisiplinan yang tinggi dan kembali ke tanah air sebagai insan unggul yang mampu membawa perubahan,” ujar Miq Iqbal penuh semangat.
Plt Kepala Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi NTB, Baiq Nelly Yuniarti, AP.,M.Si melaporkan bahwa kegiatan ini salah satu cara dalam mengentaskan kemiskinan.
Baiq Nelly dalam kesempatan itu juga menyampaikan bahwa peserta rekrut tahun 2024 yang telah lulus Menyelesaikan Pelatihan Daerah (Pelatda) Tahap I di UPTD BLKDLN Provinsi
NTB selama 72 hari berjumlah 62 orang dari 192 orang (32,3 %) yang mengikuti seleksi, dengan Rincian mengikuti seleksi.
Kota Mataram 8 orang, Lombok Barat 4 orang, Lombok Tengah 15 orang, Lombok Timur 25 orang, Sumbawa Barat 1 orang, Sumbawa 8 orang, dan Dompu 1 orang.
“Peserta yang dilepas kali ini telah melalui seleksi ketat dan pelatihan intensif. Ke depan, program serupa akan terus ditingkatkan sejalan dengan visi NTB sebagai provinsi yang Makmur Mendunia”. tutupnya.
Dengan langkah strategis ini, Pemerintah Provinsi NTB menunjukkan komitmen nyata dalam memperluas kesempatan kerja dan meningkatkan kualitas ketenagakerjaan lokal agar mampu bersaing di kancah global.pnd/opk
Bulan Madu, Harapan dan Optimisme pada Meritokrasi
Bulan madu kepemimpinan (atasan dengan bawahan) dan meritokrasi memiliki hubungan yang signifikan.
Catatan : Agus K. Saputra
lombokjournal.com ~ Bulan madu adalah sebuah tradisi yang biasanya dilakukan oleh pasangan yang baru menikah. Mereka akan pergi berlibur bersama-sama ke suatu tempat yang indah dan romantis, biasanya ke luar kota atau luar negeri, untuk merayakan dan memperkuat hubungan mereka.
Tujuan bulan madu adalah untuk memberikan kesempatan kepada pasangan untuk menghabiskan waktu bersama-sama, menikmati kebersamaan, dan membangun hubungan yang lebih kuat dan intim. Bulan madu juga dapat menjadi kesempatan untuk melepaskan stres dan kelelahan setelah proses pernikahan.
Biasanya, bulan madu berlangsung selama beberapa hari hingga beberapa minggu, tergantung pada keinginan dan kemampuan pasangan. Beberapa pasangan memilih untuk pergi ke tempat yang eksotisdan mewah, sementara yang lain memilih untuk pergi ke tempat yang lebih sederhana dan alami.
Bulan madu dapat menjadi pengalaman yang sangat berharga dan romantis bagi pasangan, dan dapat membantu memperkuat hubungan mereka untuk masa depan.
Bulan Madu dalam Kepemimpinan
Bulan madu dalam konteks kepemimpinan atau hubungan atasan-bawahan merujuk pada periode awal ketika seorang pemimpin baru mulai menjabat atau ketika seorang bawahan baru bergabung dengan tim.
Selama “bulan madu” ini, pemimpin dan bawahan seringkali memiliki hubungan yang sangat baik, penuh harapan, dan optimisme. Pemimpin mungkin memberikan kesan yang sangat positif dan mendukung, sementara bawahan mungkin merasa sangat termotivasi dan bersemangat.
Namun, setelah “bulan madu” berakhir, hubungan antara pemimpin dan bawahan mungkin mulai mengalami perubahan.
Pemimpin mungkin mulai menunjukkan sisi yang lebih keras dan menuntut, sementara bawahan mungkin mulai merasa tertekan dan kecewa.
Oleh karena itu, “bulan madu” dalam konteks kepemimpinan dapat diartikan sebagai periode awal yang penuh harapan dan optimisme, tetapi juga dapat menjadi awal dari perubahan hubungan yang lebih kompleks dan menantang.
Merawat “bulan madu” kepemimpinan antara atasan dan bawahan memerlukan usaha dan komitmen dari kedua belah pihak. Berikut beberapa tips untuk merawat “bulan madu” kepemimpinan:
# Dari Atasan:
Komunikasi yang efektif: Berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan bawahan, dan pastikan bahwa Anda mendengarkan kebutuhan dan kekhawatiran mereka.
Pemberian umpan balik: Berikan umpan balik yang konstruktif dan spesifik kepada bawahan, sehingga mereka dapat memahami kekuatan dan kelemahan mereka.
Pemberian kesempatan: Berikan kesempatan kepada bawahan untuk belajar, berkembang, dan mengambil risiko yang terkontrol.
Membangun kepercayaan: Bangun kepercayaan dengan bawahan melalui tindakan yang konsisten, jujur, dan transparan.
# Dari Bawahan:
Komunikasi yang efektif: Berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan atasan, dan pastikan bahwa Anda mendengarkan kebutuhan dan kekhawatiran mereka.
Mengambil inisiatif: Ambil inisiatif untuk belajar, berkembang, dan mengambil risiko yang terkontrol.
Membangun kepercayaan: Bangun kepercayaan dengan atasan melalui tindakan yang konsisten, jujur, dan transparan.
Menerima umpan balik: Terima umpan balik dari atasan dengan terbuka dan jujur, dan gunakan sebagai kesempatan untuk belajar dan berkembang.
# Bersama:
Membangun hubungan: Bangun hubungan yang kuat dan saling menghormati antara atasan dan bawahan.
Mengembangkan kepercayaan: Kembangkan kepercayaan antara atasan dan bawahan melalui tindakan yang konsisten, jujur, dan transparan.
Mengatasi konflik: Atasi konflik yang mungkin timbul dengan cara yang konstruktif dan profesional.
Mengembangkan tim: Kembangkan tim yang kuat dan solid melalui kerja sama, komunikasi, dan kepercayaan.
Dengan mengikuti tips di atas, Anda dapat merawat “bulan madu” kepemimpinan antara atasan dan bawahan, dan membangun hubungan yang kuat dan saling menghormati.
Konflik dalam Bulan Madu
Ya, konflik dapat terjadi dalam masa “bulan madu” kepemimpinan antara atasan dan bawahan. Meskipun masa “bulan madu” biasanya diidentik dengan periode awal yang penuh harapan dan optimisme, namun konflik dapat muncul karena berbagai alasan.
# Alasan Konflik:
Perbedaan harapan: Atasan dan bawahan mungkin memiliki harapan yang berbeda tentang bagaimana mereka ingin bekerja sama.
Perbedaan gaya kepemimpinan: Atasan mungkin memiliki gaya kepemimpinan yang berbeda dengan apa yang diharapkan oleh bawahan.
Kurangnya komunikasi: Kurangnya komunikasi yang efektif dapat menyebabkan kesalahpahaman dan konflik.
Perbedaan nilai dan budaya: Perbedaan nilai dan budaya antara atasan dan bawahan dapat menyebabkan konflik.
Kurangnya kepercayaan: Kurangnya kepercayaan antara atasan dan bawahan dapat menyebabkan konflik.
# Tanda-Tanda Konflik:
Kurangnya komunikasi: Atasan dan bawahan mulai berhenti berkomunikasi secara efektif.
Kesalahpahaman: Kesalahpahaman mulai terjadi karena kurangnya komunikasi dan kepercayaan.
Perilaku defensif: Atasan dan bawahan mulai menunjukkan perilaku defensif dan tidak mau mendengarkan pendapat orang lain.
Kurangnya kerja sama: Atasan dan bawahan mulai berhenti bekerja sama secara efektif.
# Mengatasi Konflik:
Komunikasi yang efektif: Atasan dan bawahan harus berkomunikasi secara efektif dan terbuka.
Mendengarkan pendapat orang lain: Atasan dan bawahan harus mau mendengarkan pendapat orang lain dan mempertimbangkan perspektif yang berbeda.
Membangun kepercayaan: Atasan dan bawahan harus membangun kepercayaan antara satu sama lain.
Mencari solusi bersama: Atasan dan bawahan harus mencari solusi bersama untuk mengatasi konflik.
Pentingnya Bulan Madu dalam Kepemimpinan
Bulan madu kepemimpinan (atasan dengan bawahan) sangat penting. Berikut beberapa alasannya:
# Membangun Hubungan yang Kuat
Bulan madu kepemimpinan memungkinkan atasan dan bawahan untuk membangun hubungan yang kuat dan saling menghormati. Hubungan ini dapat membantu meningkatkan komunikasi, kepercayaan, dan kerja sama.
# Meningkatkan Produktivitas
Dengan membangun hubungan yang kuat, atasan dan bawahan dapat bekerja sama lebih efektif, sehingga meningkatkan produktivitas dan mencapai tujuan yang lebih baik.
Bulan madu kepemimpinan dapat membantu mengurangi konflik antara atasan dan bawahan. Dengan memahami kebutuhan dan harapan masing-masing, mereka dapat menghindari kesalahpahaman dan konflik.
# Meningkatkan Kepuasan Kerja
Bulan madu kepemimpinan dapat membantu meningkatkan kepuasan kerja bagi bawahan. Dengan merasa didengar dan dihargai, mereka dapat merasa lebih puas dengan pekerjaan mereka.
# Membangun Tim yang Kuat
Bulan madu kepemimpinan dapat membantu membangun tim yang kuat dan solid. Dengan membangun hubungan yang kuat antara atasan dan bawahan, mereka dapat bekerja sama lebih efektif dan mencapai tujuan yang lebih baik.
Dalam keseluruhan, bulan madu kepemimpinan sangat penting karena dapat membantu membangun hubungan yang kuat, meningkatkan produktivitas, mengurangi konflik, meningkatkan kepuasan kerja, dan membangun tim yang kuat.
Bulan Madu dan Meritokrasi
Bulan madu kepemimpinan (atasan dengan bawahan) dan meritokrasi memiliki hubungan yang signifikan. Berikut beberapa cara mereka terkait:
# Pengembangan Tim yang Berbasis Prestasi
Dalam sistem meritokrasi, promosi dan pengembangan karir didasarkan pada prestasi dan kemampuan individu. Bulan madu kepemimpinan dapat membantu atasan dan bawahan membangun hubungan yang kuat dan saling menghormati, sehingga memungkinkan pengembangan tim yang berbasis prestasi.
# Meningkatkan Produktivitas dan Kinerja
Meritokrasi mendorong individu untuk meningkatkan produktivitas dan kinerja mereka. Bulan madu kepemimpinan dapat membantu atasan dan bawahan memahami kebutuhan dan harapan masing-masing, sehingga memungkinkan mereka bekerja sama lebih efektif dan meningkatkan produktivitas dan kinerja.
# Mengurangi Favoritisme dan Diskriminasi
Meritokrasi bertujuan untuk mengurangi favoritisme dan diskriminasi dalam promosi dan pengembangan karir. Bulan madu kepemimpinan dapat membantu atasan dan bawahan membangun hubungan yang berbasis pada prestasi dan kemampuan, bukan pada hubungan pribadi atau favoritisme.
# Meningkatkan Kepuasan Kerja dan Retensi Karyawan
Meritokrasi dapat meningkatkan kepuasan kerja dan retensi karyawan dengan memberikan kesempatan yang adil dan berbasis prestasi. Bulan madu kepemimpinan dapat membantu atasan dan bawahan membangun hubungan yang kuat dan saling menghormati, sehingga memungkinkan meningkatkan kepuasan kerja dan retensi karyawan.
Dalam keseluruhan, bulan madu kepemimpinan dan meritokrasi memiliki hubungan yang signifikan dalam meningkatkan produktivitas, kinerja, dan kepuasan kerja, serta mengurangi favoritisme dan diskriminasi.
Penutup
Dalam Al-Qur’an, tidak ada istilah “bulan madu kepemimpinan” dan “meritokrasi” secara eksplisit. Namun, ada beberapa ayat yang dapat diinterpretasikan sebagai prinsip-prinsip kepemimpinan dan meritokrasi:
# Kepemimpinan
Surat Al-Baqarah ayat 247: “Dan Allah telah membuat beberapa orang dari kamu menjadi pemimpin atas yang lain. Maka bagaimana kamu akan bertindak jika kamu berbeda pendapat tentang sesuatu?” (QS. Al-Baqarah: 247)
Surat An-Nisa’ ayat 58: “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia, supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS. An-Nisa’: 58)
Surat Al-An’am ayat 165: “Dan Dia telah menjadikan kamu sebagai khalifah di bumi, dan Dia telah meninggikan sebagian kamu atas sebagian yang lain beberapa derajat, untuk mengujimu tentang apa yang telah diberikan-Nya kepadamu. Sesungguhnya Tuhanmu sangat cepat siksa-Nya, dan sesungguhnya Dia Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Al-An’am: 165)
Surat Al-Mu’minun ayat 1-11: “Sesungguhnya beruntunglah orang-orang yang beriman, (yaitu) orang-orang yang khusyu’ dalam sembahyangnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari (perbuatan dan perkataan) yang tiada berguna…” (QS. Al-Mu’minun: 1-11)
Dalam konteks Al-Qur’an, prinsip-prinsip kepemimpinan dan meritokrasi dapat diinterpretasikan sebagai:
Keadilan: Kepemimpinan harus berdasarkan keadilan dan kebenaran.
Kemampuan: Kepemimpinan harus diberikan kepada orang yang memiliki kemampuan dan keahlian.
Tanggung jawab: Kepemimpinan harus disertai dengan tanggung jawab dan akuntabilitas.
Pengembangan: Kepemimpinan harus berorientasi pada pengembangan dan kemajuan.
Dalam keseluruhan, Al-Qur’an menyajikan prinsip-prinsip kepemimpinan dan meritokrasi yang berdasarkan keadilan, kemampuan, tanggung jawab, dan pengembangan.
#Akuair-Ampenan, 10-03-2025
Kepemimpinan Nasional di Tengah Krisis
Atraksi kekuasaan Presiden Joko Widodo telah menyumbat keran demokrasi yeng telah dirintis pada era reformasi. Kita telah berada pada krisis kepemimpinan negarawan?
LombokJournal.com ~ Diskusi kepemimpinanpada Kompas (22/01/16) dengan tema; “Rahim-Rahim Kepemimpinan”,“Menyintas dari Lacuna Kepemimpinan”, dan “Strategi Penggodokan Kepemimpinan” mengundang saya tertarik urun rembuk.
Oleh: Dr.Bajang Asrin, Ketua Prodi S2 Magister Pendidikan Dasar Unram dan Koordinator Presidium KAHMI Kota Mataram
Hal ini sangat strategik karena kepentingan masa depan bangsa, baik di legsilatif, eksekutif, yudikatif, TNI dan POLRI dan tingkat pedesaan. Analisis tersebut menggambarkan tentang sejauh mana regenerasi kepemimpinan berlangsung dalam kurun waktu sejak kemerdekaan hingga orde baru, reformasi dan pasca reformasi.
Pemetaan kepemimpinan nasional pada era peletakan fondasi, era pemekaran dan era penistaan hanya memberikan penafsiran konvensionaltentang pemimpin nasional. Tapi mendalami gerak historis bangsa dibutuhkan dekonstruksi tentang mengapa pemimpin itu bergerak tanpa pamrih, berjuang habis-habisan (bali:puputan)?
Uraian historis lahirnya tokoh-tokoh bangsa pada menjelang kemerdekaan RI muncul dalam dimensi perjuangan keamerdekaan serta mulai melembagakan perjuangan kemerdekaan. Kehadiran Tjokro Aminoto dengan Sjarikat Isalam menandakan babak baru perjuangan kemerdekaan RI melalui partai politik.
Sang Tjokro dapat kita kategorikan sebagai sosok pemimpin yang lahir pada era kolonialisme perdagangan, kebangkitan saudagar pribumi. Sang Tjokro hadir berjuang untuk meningkatkan kederisasi kepemimpinan nasional dengan menggembleng intelektualpemuda Indonesia. Kekuatan pada orasi berapi-api dan wawasannya membuat para pemuda tersihir untuk bergabung dengan partainya. Sehingga dari rumahnya di Gang Peneleh Surabaya lahir tokoh-tokoh nasional yang berbeda secara ideolgis seperti Sukarno, Tan Malaka, Kartosoewirjo, Semaoen, Musso, Samanhoedi dan lainnya.
Sukarno, Mohammad Hatta, Jendral Sudirman, dan Syahrir sebagai perintis dan pendiriRepublik Indonesia. Sosok negarawan utuh dapat menggerakan semua elemen bangsa untuk mencapai kemerdekaan RI. Mereka mampu meletakkan esensi kemerdekaan RI sebagai pijakan perjauangan baik melalui medan perang, pergerakan dan diplomasi.
Kekuatan tokoh–tokoh ini ketika detik-detik pengalihan kekuasaan dari Jepang ketika meletus perang 10 Nopember yang dipimpin Bung Tomo di Surabaya. Era ini dapat dikatakan sebagai puncak kepemimpinan negarawan, yang mengikat perilaku pemimpin pada kebesaran jiwa memperjuangkan kemerdekanan NKRI.
Diplomasi di tingkat internasional yang dilakukan Muhammad Hatta, Syahrir, Agus Salim dan lainnya memperkuat kepemimpinan awal kemedekaan terinspirasi kuat pada “visi kenegarawanan”, tanpa terbawa perbedaan paradigma ideologis. Keinginan kuat para tokoh ini menyebabkan irama rakyat Indonesia dapat terhindar dari konflik-konflik horizontal yang bersumber perbedaan ideologis.
Pada era orde baru Suharto sangat kuat sehingga mengakibatkan kepemimpinan otoriterianisme yang tinggi. Tapi Suharto muda muda cukup membawa karakter pemimpin bangsa, dan setelah lima tahun kemudian mengembangkan kepemimpinan yang sangat kuat menyebabkan kebuntuan komunikasi antara pemipin dan rakyat.
Pola konglomerasi dalam semua kebijakan pemerintah menyebabkan bangsa dikuasai segelintir orang kaya Indonesia. Stagnasi kepemimpinan berlangsung lama sekali. Konsep pembangunan “menetes ke bawah”(trickle effects downs) tidak menjadi kenyataan, kesenjangan ekonomi terjadi secara massif di seluruh Indonesia. Bahkan pengelolaan pemerintahan diramaikan dengan kasus korupsi dan lainnya. Ketegangan politik pada masa ini tidak terjadi karena berusaha diredam dengan kekuasaan otoriterian.
Pada masa reformasi keberanian tokoh-tokoh yang “melawan” untuk mewujudkan perubahan tatanan berbangsa dan benegara antara lain; Gus Dur, Megawati Sukarnoputri, Amien Rais, dan Bambang Susilo Yudhoyono, memiliki karakteristik pada mengembangkan demokrasi dengan menajamkan ideologi Pancasila sebagai ideologi terbuka. Amandemen Undang-Uandang Dasar 1945 dan Otonomi pemerintahan merupakan puncak keterbukaan keyakinan dalam memahami Indonesia di tengah pencarian identitas kebangsaan.
Ini saya anggap sebagai kepemimpinan negarawan yang menguatkan kehadiran bangsa dalam iklim domokrasi yang lebih elegan. Kepemimpinan negarawan berpijak pada kuatnya keinginan rakyat memperbaiki sistem berdemokrasi.
Kerelaan Ibu Megawati Sukarnoputri untuk menunjuk Joko Widodo sebagai kandidat Presiden pada tahun 2014 dan 2019 adalah perubahan “paradigmatik” memahami kepemimpinan nasional ketika dihadapkan pada kontestansi partai politik yang tinggi. Hal ini menjadi perspektif baru tentang kaderisasi pemimpin nasional dari daerah.
Pada sisi ini sebenarnya yang diinginkan Ibu Megawati adalah memenangkan pilpres untuk menaikkan PDI-P menjadi pemenang pemilu. Keinginan kuat untuk membangun kaderisasi kepemimpinan nasional melalui tahapan-tahapan dari menjadi walikota, guebernur hinggan presiden. Presiden Joko Widodo lahir dari proses pendidikan politik ketika mengawali karirnya sebagai Walikota Solo lalu menjadi Gubernur DKI Jakarta. Ibu Megawati telah menafsirkan“realitas politik” satu sisi, sebagai idealisme, pada konteks harapan rakyat sesungguhnya .
Ketegangan Kepemimpinan Nasional 2023?
Sebaliknya riuh Pilpres 2024 menjadi bagian penting dari realitas kepemimpinan negara yang mengalami kegalauan yang tinggi dan menengangkan. Puncaknya, pada inetervensi dlalam melakhirakan regenerasi kepemimpinan nasional. .Pilpres 2024 telah dan sedang mengurai ketegangan tinggi sejak dan sebelum pemungutan suara. Atraksi kekuasaan Presiden Joko Widodo telah menyumbat keran demokrasi yeng telah dirintis pada era reformasi. Kita telah berada pada krisis kepemimpinan negarawan?
Kita merasakan kontrol dan kendali kekuasaan sedang menghawatirkan kita apa proses-proses demokrasi bisa bisa berlangsung damai atau sebaliknya?
Kontestansi politik tahun 2024melahirkan krttik pedas dari para tokoh nasional dan akademisi; sejumlah rektor menyatakan sikap kritis terhadap penyelenggaraan Pilpres 2024. Cawe-cawe pada kotenstasi nasional, berawal dari rentetan proses pilpres dan pileg 2024 pada MK dan KPU membungkan “ruh demokrasi”. Apa ada pilihan lain untuk menjadi NKRI yang tangguh di dunia Internasional? Hak angket bergulir sebagai kritik terhadap kepimpinan nasional Presiden Jokowi dan kita tunggu bagaimana endingnya.? Kita membayangkan bagaimana bila sengketa hasil pemilu berlanjut hingga melahirkan distrust warga negara? Kepercayaan menjadi ruh perjalanan suatu negara. Kemudian bagamainan menyelamatkan NKRI ini?
Kepemimpinan negarawan baik di tingkat nasional dan daerah membutuhkan regenerasi yang menunjuk pada koimtmen visioner pada kehidupan berbangsa dan bernegara yang demokratis. Partai politik menjadi organisasi yang mendidik calon pemimpin daerah dan nasional yang melahirkan pemimpin negarawan. Pemimpin yang memiliki komitmen pada keberlangsungan NKRI pada visi masa depan untuk meningkatkan martabat anak bangsa baik dalam bidang politik, ekonomi, hukum, kesehatan, pendidikan dan budaya, dan Iptek di kancah Internasional.***