BCG Matrix, Mengelola Portofolio Bisnis yang Efisien dan Efektif

Dengan  BCG Matrix, korporasi dapat dievaluasi dalam matriks untuk mengidentifikasi bisnis yang punya potensi pertumbuhan dan pangsa pasar yang tinggi

BCG Matrix juga memiliki kekurangan seperti verebisitas pengukuran, fokus terbatas, kurangnya detil, sifat statis, dan kesulitan dalam klasifikasi
Catatan Manajemen: Agus K Saputra

LombokJournal.com ~ Boston Consulting Group Matrix atau BCG Matrix adalah sebuah matriks yang memungkinkan bagi pemimpin perusahaan untuk mengelola portofolio atau kumpulan bisnis korporasi secara efisien dan efektif. 

BACA JUGA : Monitoring dan Evaluasi, Hal Penting dalam Mengelola Bisnis

Matriks ini pertama kali dikembangkan oleh Boston Consulting Group pada tahun 1970 oleh seorang konsultan bernama Bruce Henderson.

Idenya, menurut Hery (2016: hal 102-104), adalah setiap korporasi dapat dievaluasi dan diplot ke dalam sebuah matriks berukuran 2×2 untuk mengidentifikasi bisnis mana saja yang memiliki potensi pertumbuhan dan pangsa pasar yang tinggi.

Dimana, pertama, sumbu horizontal menggambarkan pangsa pasar. Yang dievaluasi sebagai rendah atau tinggi. Kedua, sumbu vertikal menggambarkan prediksi tinggat pertumbuhan pasar. Yang juga dievaluasi sebasgai rendah atau tinggi.

BACA JUGA : Komunikasi Profetik, Mata Kuliah Agus Purbathin Hadi

Berdasarkan hasil evaluasi tersebut, setiap bisnis korporasi dapat ditempatkan ke dalam salah satu dari empat kategori berikut:

  1. Sapi  perah atau  cash  cows (pertumbuhan  rendah,  pangsa  pasar  tinggi).  Bisnis  dalam    kategori  ini  menghasilkan  banyak  uang   tunai,   tetapi   prospek   pertumbuhan  di  masa

          mendatang terbatas.

  1. Bintang atau  stars (pertumbuhan  tinggi,  pangsa  pasar  tinggi).  Bisnis  dalam kategori ini berada  dalam  pasar  yang  pertumbuhannya  sangat   cepat  dan memiliki pangsa dominan

          dalam pasar tersebut.

     3. Tanda tanya atau question marks (pertumbuhan tinggi, pangsa pasar rendah). Bisnis dalam ketegori ini berada dalam industry yang menarik tetapi dalam pangsa pasar kecil.

  1. Mutu rendah atau dogs (pertumbuhan rendah, pangsa pasar rendah). Bisnis dalam kategori ini  menghasilkan  sedikit  uang  tunai dan mempunyai pangsa pasar rendah dalam industri

           dengan pertumbuhan rendah pula.

Implikasi Strategis 

Para pemimpin perusahaan harus memanfaatkan “sapi perah” sebanyak yang mereka mampu. Namun membatasi segala bentuk investasi baru dalam bisnis yang tergolong “sapi perah” tersebut.

 Mengingat prospek pertumbuhan di masa mendatang terbatas. Dan menggunakan sebagian besar uang tunai yang dihasilkan untuk berinvestasi pada bisnis korporasi yang tergolong sebagai bisnis “bintang” atas stars.

BACA JUGA : TGB Zainul Majdi Mundur dari Perindo, Fokus Persiapan Guru Besar 

Investasi besar pada bisnis korporasi tergolong sebagai bisnis “bintang” ini dimaksudkan untuk memanfaatkan pertumbuhan pasar tinggi. Dan membantu mempertahankan pangsa pasar tinggi pula. 

Bisnis “bintang” pada akhirnya akan berkembang menjadi bisnis “sapi perah” ketika pasar telah menjadi “dewasa” dengan pertumbuhan penjualan mulai melambat. Keputusan tersulit bagi pemimpin perusahaan adalah menyangkut bisnis korporasi yang tergolong bisnis “tanda tanya”.

Mengingat kategori bisnis ini memiliki pertumbuhan tinggi namun dengan pangsa pasar rendah. Biasanya, setelah melakukan analisis secara cermat dan hati-hati, beberapa bisnis korporasi tergolong bisnis “tanda tanya” akan dijual dan beberapa lainnya lagi untuk dapat berkembang menjadi bisnis “bintang”.

Sedangkan untuk bisnis korporasi tergolong sebagai bisnis “mutu rendah” harus dilikuidasi atau dijual. Karena bisnis ini memiliki pangsa pasar rendah dalam pasar dengan potensi pertumbuhan yang rendah pula.

Kesimpulan

Jadi, demikian catatan Cinthya (dalam accurate.id Nov 30, 2023), BCG Matrix adalah kerangka kerja analisis portofolio produk atau bisnis yang memiliki kelebihan dan kekurangan.

Kelebihannya termasuk penggunaan kerangka kerja yang sederhana, pengalokasian sumber daya yang efektif, identifikasi peluang dan ancaman, dan fokus pada pertumbuhan dan profitabilitas.

Namun, BCG Matrix juga memiliki kekurangan seperti verebisitas pengukuran, fokus terbatas, kurangnya detil, sifat statis, dan kesulitan dalam klasifikasi.

Oleh karena itu, penggunaan BCG Matrix harus dilakukan dengan pemahaman bahwa ini hanya alat analisis yang perlu dipertimbangkan bersama dengan informasi dan faktor-faktor lainnya.

Untuk pengambilan keputusan strategis yang lebih komprehensif, perusahaan harus melakukan analisis yang lebih mendalam, serta memperhatikan konteks dan dinamika pasar yang sedang dihadapi. ***

#AKUAIR-Perumnas Amnpenan, 04-11-2024




Perubahan Radikal dalam Bisnis

Memahami lanskap bisnis berarti mempersiapkan perusahaan beradaptasi dengan perubahan ini dengan cepat, memastikan relevansi dan daya saing

Mempersiapkan perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan
Catatan Manajemen: Agus K Saputra

LombokJournal.com ~ Dalam iklim bisnis yang cepat dan kompetitif penuh perubahan tak terduga saat ini, memahami kompleksitas lanskap bisnis sangatlah penting. 

Lanskap bisnis mengacu pada berbagai faktor eksternal dan internal yang mempengaruhi operasi, strategi dan potensi keberhasilan perusahaan. 

BACA JUGA : Badan Publik Informatif di NTB Meningkat

Pentingnya memahami lanskap bisnis (sumber: https://azuramagazine.com) :

Pengambilan Keputusan Strategis: Dengan pemahaman yang jelas tentang lanskap bisnis, perusahaan dapat membuat keputusan strategis yang tepat yang selaras dengan realitas pasar dan tren masa depan. 

Pengetahuan ini memungkinkan bisnis untuk memposisikan diri secara menguntungkan di pasar, memanfaatkan peluang, dan mengurangi risiko.

Inovasi dan Diferensiasi: Di pasar yang ramai, inovasi dan diferensiasi sangat penting untuk menonjol . Perusahaan dapat mengidentifikasi kebutuhan yang belum terpenuhi dan kesenjangan pasar dengan memahami lanskap bisnis secara menyeluruh. 

Pemahaman ini mengarah pada inovasi yang mengisi kekosongan ini dan membedakannya dari pesaing.

Kemampuan Beradaptasi terhadap Perubahan: Dinamika pasar selalu mengalami peribahan, didorong oleh perubahan selera konsumen, kemajuan teknologi, dan perubahan regulasi. 

Pemahaman mendalam tentang lanskap bisnis mempersiapkan perusahaan untuk beradaptasi dengan perubahan ini dengan cepat, memastikan relevansi dan daya saing.

Operasi yang Dioptimalkan: Wawasan mengenai lanskap bisnis dapat membantu perusahaan menyederhanakan operasi mereka, menjadikannya lebih efisien dan hemat biaya . 

Ini dapat mencakup pengoptimalan rantai pasokan, peningkatan proses pengembangan produk, atau peningkatan strategi layanan pelanggan.

BACA JUGA : Keterbukaan Informasi Publik di NTB Modal Raih Kepercayaan Publik

Memahami nuansa lanskap bisnis dan lingkungan bisnis adalah perjalanan penemuan dan penyesuaian yang berkelanjutan, bukan usaha sekali jadi. 

Ini menyiapkan dasar untuk pengambilan keputusan yang tepat , mendorong inovasi, meningkatkan kemampuan beradaptasi, dan mengoptimalkan operasi.

Saat bisnis menjelajahi lanskap unik mereka, memahami lanskap bisnis menjadi landasan strategi, yang mendorong mereka menuju kesuksesan berkelanjutan di pasar yang terus mengalami peribahan. 

Dengan menerapkan pendekatan komprehensif ini , bisnis dapat bertahan dan berkembang, serta menciptakan keunggulan kompetitif yang mendorong maju.

Terkait pernyataan pasar yang terus berubah. Baiknya kita simak karya Rhenald Kasali: Tomorrow Is Today: Inilah Inovasi Perusahaan Indonesia dalam menghadapi ‘Lawan-Lawan Tak Kelihatan’, Oktober 2017, hal. 35-41.

Apa itu disruption? Menurut Rhenald Kasali, disruption adalah keadaan di mana sebuah proses yang tengah berjalan tiba-tiba saja harus terhenti, terganggu, mengalami interupsi, dan kekacauan karena sebab yang beragam. 

Di antaranya, karena hadirnya produk baru atau jasa baru, inovasi atau teknologi baru, atau perbaikan-perbaikan dalam proses bisnis dan tata kelola, dan lain sebagainya yang disruptive.

Sejatinya disruption adalah perubahan. 

Perubahan yang setiap hari dialami tapi ada bedanya. Dalam disruption perubahan berlangsung secara radikal dan revolusioner sehingga bisa memicu ketegangan di antara kita dan memicu kekacauan. 

Kondisi ini dalam sebutan Rhenald adalah 3S: sudden, speed dan surprise.

Fenomena semacam inilah yang terjadi di mana-mana. Bagaimana mungkin bisnis-bisnis raksasa, dengan brand yang kuat, dan jaringan yang sudah menyebar ke seluruh dunia, ditopang oleh fundamental keuangan yang solid, memiliki ribuan karyawan, asetnya di mana-mana tumbang begitu saja. 

Itu tidak terjadi dalam waktu puluhan tahun, tetapi sangat cepat. Bukan oleh kompetitornya yang berukuran raksasa, melainkan oleh “lawan-lawan yang tidak kelihatan”, oleh sekumpulan anak muda yang bekerja dari garasi-garasi rumahnya.

Persoalan terbesarnya adalah bagaimana kita bisa tetap mengelola bisnis hari ini sambil mempersiapkan bisnis bagi masa depan. Dan, kita bisa melakukannya tanpa terjebak dengan keberhasilan pada masa silam. Bagaimana kita bisa melakukannya sekaligus?

Untuk itu menarik disimak gagasan Vijay Govindarajan dalam bukunya The Three-Box Solution: A Strategy for Leading Innovation, terbitan tahun 2016, sebagai jawabannya.

Gagasan Vijay dilandasi dari konsep Trimurti. Bahwa Brahma adalah Sang Pencipta (The Creator), Wisnu adalah Dewa Pemelihara (The Preservator) dan Siwa Dewa Perusak (The Destreyor). 

Berikut penjelasannya.

Pada boks 1, The Present, kita harus tetap mengelola kondisi pada saat ini. Kita terapkan strategi, taktik, dan berbagai pendekatan untuk membuat perusahaan bisa mencapai kinerja tertinggi dan beroperasi dengan tingkat efisiensi yang optimal. 

Di sini, kata VG, kita dituntut untuk bisa menyelaraskan apresiasi dan insentif dengan stratetegi. Pendekatan pada boks ini mirip dengan karakter Dewa Wisnu, bukan?

Pada titik ini pemimpin menetapkan target-target yang menantang agar setiap komponen dalam perusahaan bisa mencapai kinerja terbaiknya. Pemimpin mesti mampu menganalisis data agar bisa dengan cepat menemukan dan mengatasi perbedaan yang ada dan inefisiensi, serta mampu membangun budaya korporasi untuk selalu bekerja dengan lebih cerdas, lebih cepat, dan lebih terjangkau harganya.

Pada boks 2, The Past, perusahaan dituntut untuk membangun masa depan dengan kondisi pada saat ini. Ide-ide yang nonlinier agar diciptakan. Dan tinggalkan cara-cara kerja, kebiasaan, dan sikap-sikap masa lalu. Ini adalah karakter Dewa Siwa, sang perusak.

VG mewanti-wanti, ada tantangan di sini. Di antaranya, resistensi dari mereka yang belum bisa melepaskan masa lalunya. Maka tugas pemimpin untuk menangkap adanya sinyal-sinyal lembut disruption, mendukung ide-ide dari para maverick – sosok dalam perusahaan yang kerap dianggap nyeleneh, tidak biasa cara berpikirnya, sering mengusulkan ide-ide yang out of the box, dan kerap bergerak di luar kebiasaan.

BACA JUGA : Jalin Persahabatan Lewat Olahraga Bersama Insan Pers

Meski begitu, VG menyarankan dalam kondisi seperti ini, pemimpin tetap dituntut untuk tidak memberikan toleransi terhadap berbagai pelanggaran. Bahkan, para pemimpin dituntut untuk bisa memberikan teladan.

Pada boks 3, The Future, kita dituntut untuk menciptakan masa depan yang baru, yang nonlinier. Masa depan ini hendaknya dibangun terutama melalui serangkaian percobaan yang menguji asumsi-asumsi yang kita bangun dan mampu menuntaskan ketidakkpastian

Di sini ada proses pembelajaran yang bisa saja memperkuat gagasan-gagasan baru, atau malah menyingkap adanya kelemahan.

Boks ini menawarkan konsep penciptaan, kreasi-kreasi baru. Mirip dengan karakter Dewa Brahma. Di sini, masa depan dari ide-ide baru kadang tak terlalu jelas. 

Maka, seorang pemimpin mesti berani mengukur keberhasilan penerapan ide-ide nonlinier tadi tidak hanya dari pendapatan, tetapi lebih pada kualitas dan pengalaman untuk berani menguji coba.

Banyak ide nonlinier sejatinya adalah embrio untuk pasar-pasar baru. Karena pasarnya masih terlalu kecil, penting untuk tidak sekedar menguji asumsi dari produknya, tetapi ujilah juga model bisnis dan perkembangan pasarnya. ***