Kesiapsiagaan Bencana, Sirine Dibunyikan Serentak se-Indonesia

BNPB pusat tidak hanya meningkatkan kesiapsiagaan bencana di daerah, sekaligus berkontribusi memperkuat mitigasi bencana 

MATARAM.LombokJournal.com ~ Gubernur Nusa Tenggara Barat Dr. H. Lalu Muhamad Iqbal mendampingi Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nasional membunyikan sirine yang diikuti serentak seluruh Indonesia. 

Tanda kentongan, sirine, lonceng dan sejenisnya dibunyikan serentak di beberapa titik tertentu, tepat pukul 10.00. 

BACA JUGA : Perayaan Ultah Bang Zul, Disambut Antusiasme Publik

NTB bisa mempererat kerja sama dengan BNPB pusat untuk tidak hanya meningkatkan kesiapsiagaan bencana di daerah
Gubernur bersama Kepala BNPB

Diantaranya di kantor Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), kantor stakeholder kebencanaan, desa siaga bencana, hingga pesisir dan area gunung berapi. 

Peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana (HKB) tahun 2025, bertajuk ‘Siap untuk Selamat’. Tahun ini dipusatkan di NTB. 

“NTB memiliki banyak potensi dan kekayaan sehingga kesiapsiagaan dan perlindungan masyarakat harus terus ditingkatkan”, ujar Gubernur NTB di Graha Bhakti Praja Kantor Gubernur, Sabtu (26/04/25).

Karena itu menurutnya, NTB harus memiliki rencana kontinjensi yang matang, untuk berbagai skenario kebencanaan. 

Ia menambahkan, ke depan NTB bisa mempererat kerja sama dengan BNPB pusat untuk tidak hanya meningkatkan kesiapsiagaan bencana di daerah, tetapi juga berkontribusi dalam memperkuat mitigasi bencana di kawasan timur Indonesia.

Peringatan, simulasi kesiapsiagaan dan evakuasi dilaksanakan di kabupaten/kota se-NTB, dihadiri pula oleh stakeholder kebencanaan setempat.

Kepala BNPB Suharyanto, mengingatkan potensi bencana NTB yang diapit oleh dua lempeng bumi dengan potensi sampai 8 Skala Richter. Hal ini menjadikan kesiapsiagaan penting. 

BACA JUGA : Festival Musik Internasional akan Digelar di Gili Air

“Karena gempa bumi dan tsunami secara ilmiah, belum bisa diprediksi terjadi. Untuk itu, kebencanaan adalah urusan bersama, bukan hanya BNPB”, tegasnya. 

Beberapa pesan dalam peringatan tahun ini adalah mengajak masyarakat untuk melakukan simulasi evakuasi mandiri, mengatur rencana tanggap darurat keluarga, mengenali risiko bencana di sekitar dan memperkuat jejaring komunitas tangguh bencana.

Selain itu, ada pula rancangan undang-undang tentang kebencanaan yang lebih peduli kepada pendekatan sistem dan  proses yang dalam manajemen penanganan bencana diatur. 

Mulai dari pencegahan, mitigasi, siaga darurat, tanggap darurat transisi darurat, sampai tahap rekonstruksi dan rehabilitasi, menjadi suatu sistem yang berjalan terkoordinasi dari pusat sampai ke daerah. Regulasinya diatur pada UU nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana yang ada sekarang. 

“Kelembagaan yang dimaksud adalah Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) yang memiliki otoritas dari pusat hingga daerah dengan berdirinya BNPBD di daerah,” ujarnya

BACA JUGA : Harga Jagung dan Keprihatinan Petani NTB 

Rangkaian peringatan HKBN 2025, mengadakan pula sarasehan bersama para penyandang disabilitas. jmy/dyd

 




Kesiapsiagaan Bencana Nasional Tahun 2025 di NTB

Rapat Koordinasi Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional  bukan sekadar seremonial, tapi momentum memperkuat budaya sadar bencana. 

MATARAM.LombokJournal.com ~ Upaya memperkuat sinergi dan kesiapsiagaan bencana, seluruh elemen daerah dalam menghadapi potensi bencana yang dapat terjadi di wilayah NTB, disiapkan Pemerintah Provinsi (Pemprov) NTB

Pemerintah Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB) menggelar Rapat Koordinasi (Rakor) Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional tahun 2025, Senin (15/04/25), di Ruang Tambora Lantai II Kantor Gubernur NTB.

BACA JUGA : Kuota dan Peningkatan Jumlah Pendaki Gunung Rinjani

Masyarakat NTB memiliki kapasitas untuk merespons kesiapsiagaan bencana dengan cepat dan benar.

Rakor tersebut dihadiri oleh jajaran Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD), TNI/Polri, Pemerintah lingkup Provinsi NTB, dan instansi vertikal.

Dalam sambutannya, Asisten III, Bidang Administrasi Umum Setda Provinsi NTB H. Wirawan Ahmad MT menekankan bahwa rakor Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional  bukan sekadar seremonial. 

Tapi merupakan momentum untuk memperkuat budaya sadar bencana di semua lapisan masyarakat. 

“Ada beberapa jenis bencana, bencana yang bisa di deteksi dan tidak, yang tidak dapat di deteksi salah satunya gempa, banjir, hingga kekeringan. Karena itu, penting bagi seluruh stakeholder untuk siap, sigap, dan bersinergi dalam menghadapi setiap potensi bencana,” ujarnya.

Rakor ini membahas sejumlah agenda seremonial dan utama, termasuk Hakabe Run dengan jarak 5 km, penanaman pohon, pelaksanaan simulasi evakuasi serentak yang direncanakan pada 26 April mendatang.

BACA JUGA : Fungsi APBN sebagai Shock Absorber

Selain itu ada edukasi kebencanaan di sekolah, hingga strategi komunikasi risiko di tengah masyarakat, dilanjutkan dengan gala dinner serta lomba mewarnai sadar bencana. 

Kepala Pelaksana BPBD NTB, Ir. H. Ahmadi, SP-1 menyampaikan bahwa peringatan HKBN tahun ini mengusung semangat “Bangun Kesiapsiagaan Sejak Dini”. Tujuannya menanamkan pemahaman kesiapsiagaan dan keterampilan menghadapi bencana sejak dini.

“Kami ingin memastikan bahwa masyarakat NTB memiliki kapasitas untuk merespons kesiapsiagaan bencana dengan cepat dan benar. Salah satunya melalui latihan evakuasi mandiri yang akan dilakukan secara serentak di seluruh kabupaten/kota,” jelasnya.

Pemerintah Provinsi NTB juga mengajak seluruh masyarakat untuk ikut serta aktif dalam peringatan HKBN dengan mengikuti simulasi evakuasi, memperbarui rencana kedaruratan keluarga, dan terus meningkatkan literasi kebencanaan.

BACA JUGA : Siap Dikritik untuk Wujudkan NTB Lebih Baik 

Dengan koordinasi yang kuat dan partisipasi masyarakat yang tinggi, diharapkan NTB semakin tangguh dan siap menghadapi segala bentuk ancaman bencana di masa depan.pnd/opk

 

 




Siaga Darurat Bencana NTB 2024, Komitmen Lindungi Masyarakat

Sebagai daerah rawan bencana mulai bencana alam, gempa bumi, banjir, longsor, Pemprov NTB harus selalu siaga darurat bencana 

MATARAM.LombokJournal.com ~ Apel siaga darurat bencana yang dilakukan Pemprov NTB untuk mengecek kesiapsiagaan penanggulangan bencana Provinsi NTB. Hal itu merupakan komitmen Pemprov NTB untuk melindungi masyarakat.

BACA JUGA : Guru yang ‘Ngangeni’, Mengenang Pendidik Sekolah Dasar

NTB ridak hanya berfokus pada siaga darurat bencana sebatas kesiapan fisik, juga kesiapan mental dan emosional

Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Nusa Tenggara Barat, Drs. H. Lalu Gita Ariadi, M.Si, menyampaikan itu saat menjadi inspektur upacara  apel siaga darurat bencana tahun 2024, di Lapangan Umum Taman Sangkareang Mataram, Senin (25/11/24).

“Kegiatan ini merupakan bagian dari upaya kita untuk meningkatkan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana yang bisa terjadi sewaktu-waktu di wilayah NTB ini,” ujarnya.

Menurutnya,  Provinsi NTB merupakan daerah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana. Mulai dari bencana alam, seperti gempa bumi, banjir, longsor, hingga potensi bencana vulkanik maupun bencana non-alam. Karena itu diperlukan kordinasi kesiapan atau siaga darurat bencana menghadapi dampak bencana.

BACA JUGA : Awardee Beasiswa Diharapkan Berkontribusi untuk NTB

NTB sering menghadapi berbagai tantangan tersebut sehingga memerlukan kesiapsiagaan dalam menghadapi potensi bencana di daerah NTB. 

“Seperti yang kita ketahui bersama bahwa NTB merupakan daerah yang rawan terhadap berbagai jenis bencana. Karena itu saya mengajak seluruh komponen masyarakat, baik pemerintah, swasta, maupun komunitas untuk berkolaborasi dalam mempersiapkan segala sesuatu yang dibutuhkan dalam menghadapi potensi bencana di wilayah kita ini,” tambah Miq Gita. 

Miq Gita juga menekankan Pemprov NTB bukan hanya berfokus pada kesiapan fisik namun juga kesiapan mental dan emosional dalam memberikan pertolongan dan melaksanakan tugas-tugas penanggulangan bencana. 

“Saat ini kita tidak hanya berfokus pada siaga darurat bencana sebatas kesiapan fisik. Tapi juga kesiapan mental dan emosional dalam memberikan pertolongan kepada masyarakat ketika terjadi bencana.” tegasnya. 

Sebelum memulai apel dirinya memeriksa dan mengecek kesiapsiagaan penanggulangan bencana yang terdiri dari kendaraan, tenda, peralatan memasak, dan toilet. 

BACA JUGA : Alat Peraga Kampanye Dibersihkan Jelang Pilkada

Peserta apel terdiri dari Komandan Korem 162/WB, Danlanut, Danlanal, Kalat BPBD, Pejabat Utama Pemprov NTB, ASN Lingkup NTB, para relawan, dan pers. pnd/opk

 

 




Pengertian Mitigasi sebagai Upaya Mengurangi Risiko

Mitigasi merupakan upaya mengurangi risiko, dari pengertian dampak buruk atau hal lain yang tidak diinginkan, akibat dari suatu peristiwa, yang umumnya adalah bencana.

LombokJournal.com ~  Konsul Jenderal Jepang, Katsumata Harumi pun menyambut baik keinginan dan antusiasme NTB untuk bekerja sama dengan Jepang.

Menanggapi itu, saat melakukan kunjungan ke NTB, Rabu (18/01/23) di ruang kerja Wagub NTB, Katsumata Harum, menawarkan kerjasama khususnya kerja sama untuk mitigasi bencana. Mengingat NTB dan Jepang merupakan daerah yang rawan terhadap bencana.

Apakah yang dimaksud sebagai mitigasi bencana? Berikut akan dijelaskan bebeberapa yang perlu diketahui tentang mitigasi bencana tersebut.

BACA JUGA: Bahas Berbagai Peluang Kerjasama dengan Jepang

Ini contoh pengertian bencana alam meteorologi adalah bencana yang berhubungan dengan iklim, umumnya tidak terjadi pada suatu tempat yang khusus

Dalam UU Nomor 24 Tahun 2007.diatur mengenai apa yang disebut mitigasi merupakan upaya untuk mengurangi risiko bencana. Undang-Undang tersebut memuat definisi tentang mitigasi.

Mitigasi merupakan serangkaian upaya untuk mengurangi resiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.

Mitigasi adalah upaya yang memiliki sejumlah tujuan untuk mengenali risiko, penyadaran akan risiko bencana, perencanaan penanggulangan, dan sebagainya. 

Bisa dikatakan, mitigasi bencana adalah segala upaya mulai dari pencegahan sebelum suatu bencana terjadi sampai dengan penanganan usai suatu bencana terjadi.

Namun, untuk lebih mengetahui lebih dalam lagi mengenai mitigasi, penting untuk mengetahui sejumlah pengertiannya terlebih dahulu, dan sejumlah langkah dan contohnya. Berikut adalah pengertian mitigasi sekaligus contoh penanganan bencana.

Pengertian Mitigasi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), mitigasi adalah kata benda yang memiliki dua makna tergantung konteks penggunaannya. 

Makna pertama, mitigasi adalah upaya menjadikan berkurang kekasaran atau atau kesuburannya (tentang tanah dan sebagainya). Sedangkan makna kedua, mitigasi adalah tindakan mengurangi dampak bencana.

Mitigasi adalah kata yang memiliki padanan kata dalam bahasa Inggris, mitigation. Definisi mitigation bahasa Inggris, mitigasi adalah tindakan mengurangi keparahan, keseriusan, atau rasa sakit dari sesuatu.

Menurut Cambridge Dictionary, mitigasi adalah tindakan mengurangi seberapa berbahaya, tidak menyenangkan, atau buruknya sesuatu. 

Sedang menurut Merriam-Webster, mitigasi adalah tindakan mengurangi sesuatu atau keadaan yang dikurangi: proses atau hasil membuat sesuatu yang kurang parah, berbahaya, menyakitkan, keras, atau merusak.

Dari sejumlah definisi tersebut ada kesamaan komponen makna, yakni mengurangi sesuatu yang terkait dengan risiko, dampak, buruk, atau hal-hal yang tidak diinginkan.

 Dengan kata lain, bisa dikatakan bahwa mitigasi adalah serangkaian upaya yang dilakukan untuk mengurangi risiko, dampak buruk atau hal lain yang tidak diinginkan, akibat dari suatu peristiwa, yang umumnya adalah bencana.

Mitigasi adalah upaya yang bertujuan untuk menurunkan risiko dan dampak dari bencana. Bencana sendiri memiliki tiga kelompok kategori, yakni bencana alam, bencana nonalam , dan bencana sosial. Ini dikutip dari laman resmi Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Karanganyar.

BACA JUGA: Chiki Ngebul Pemicu Kerusakan Organ Tubuh

Bencana alam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian peristiwa oleh alam. Sedangkan bencana nonalam, adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian peristiwa nonalam. Sementara itu, bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa/serangkaian peristiwa oleh manusia.

Bencana alam sendiri masih bisa dibedakan menjadi dua kategori, yakni bencana alam meteorologi dan bencana geologi. 

Bencana alam meteorologi adalah bencana yang berhubungan dengan iklim, umumnya tidak terjadi pada suatu tempat yang khusus. Sedangkan bencana geologi adalah bencana alam yang terjadi di permukaan bumi seperti gempa bumi, tsunami, dan longsor.

Langkah-Langkah Mitigasi

Mengingat bencana alam merupakan risiko yang tidak terhindarkan, maka mitigasi adalah hal penting yang perlu diketahui untuk setidaknya mengurangi dampak dari bencana. Mitigasi adalah langkah yang memiliki sejumlah prosedur dan tahapan guna mengurangi risiko dan dampak dari bencana.

Berikut tahap-tahap mitigasi seperti yang telah dikutip Liputan6.com dari laman resmi BPBD Kabupaten Purworejo.

Tahap-Tahap Penanganan Bencana :

  1. Mitigasi adalah langkah yang memiliki tahap awal penanggulangan bencana alam untuk mengurangi dan memperkecil dampak bencana. Mitigasi adalah langkah yang juga dilakukan sebelum bencana terjadi. Contoh kegiatannya antara lain membuat peta wilayah rawan bencana, pembuatan bangunan tahan gempa, penanaman pohon bakau, penghijauan hutan, serta memberikan penyuluhan dan meningkatkan kesadaran masyarakat yang tinggal di  wilayah rawan bencana.
  2. Berikutnya, langkah dari mitigasi adalah perencanaan. Perencanaan dibuat berdasarkan bencana yang pernah terjadi dan bencana lain yang mungkin akan terjadi. Tujuannya adalah untuk meminimalkan korban jiwa dan kerusakan sarana-sarana pelayanan umum yang meliputi upaya mengurangi tingkat risiko, pengelolaan sumber-sumber daya masyarakat, serta pelatihan warga di wilayah rawan bencana.
  3. Langkah ketiga mitigasi adalah respons, yang merupakan upaya meminimalkan bahaya yang diakibatkan bencana. Tahap ini berlangsung sesaat setelah terjadi bencana. Rencana penanggulangan bencana dilaksanakan dengan fokus pada upaya pertolongan korban bencana dan antisipasi kerusakan yang terjadi akibat bencana.
  4. Hal yang tak kalah penting dari upaya mitigasi adalah pemulihan. Langkah ini merupakan langkah yang perlu diambil setelah bencana terjadi guna mengembalikan kondisi masyarakat seperti semula.

Pada tahap ini, fokus diarahkan pada penyediaan tempat tinggal sementara bagi korban serta membangun kembali saran dan prasarana yang rusak. Selain itu, juga perlu dilakukan evaluasi terhadap langkah penanggulangan bencana yang dilakukan.

Berdasarkan siklus waktunya, kegiatan penanganan bencana dapat dibagi 4 kategori :

  1. Kegiatan sebelum bencana terjadi.
  2. Kegiatan saat bencana terjadi.
  3. Kegiatan tepat setelah bencana terjadi.
  4. Kegiatan pasca bencana yang meliputi pemulihan, penyembuhan, perbaikan, dan rehabilitasi.

Contoh Mitigasi:

Mitigasi Bencana Tsunami

Mitigasi bencana tsunami adalah sistem untuk mendeteksi tsunami dan memberi peringatan untuk mencegah jatuhnya korban. Ada dua jenis sistem peringatan dini tsunami, yaitu sistem peringatan tsunami internasional dan sistem peringatan tsunami regional.

Mitigasi Bencana Gunung Berapi

Upaya mitigasi bencana gunung berapi meliputi pemantauan aktivitas gunung api. Data hasil pemantauan dikirim ke Direktorat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (DVMBG) di Bandung dengan radio komunikasi SSB.

BACA JUGA: Bahaya Nitrogen Cair, Banyak Makan Korban 

Selain pemantauan, mitigasi bencana gunung berapi juga melibatkan pemetaan untuk mengetahui kawasan rawan bencana gunung berapi. Ini juga memungkinkan untuk menjelaskan jenis dan sifat bahaya, daerah rawan bencana, arah penyelamatan diri, pengungsian, dan pos penanggulangan bencana gunung berapi.

Bagian yang tidak kalah penting dari mitigasi bencana gunung berapi adalah sosialisasi. Tujuannya langkah mitigasi adalah untuk menyadarkan masyarakat terkait risiko bencana di lereng gunung berapi.

Mitigasi Bencana Gempa Bumi

Langkah mitigasi gempa bumi pun dibedakan menjadi tiga, yakni langkah sebelum gempa, langkah saat terjadi gempa, dan langkah pasca gempa.

Langkah yang bisa dilakukan sebelum gempa yang dapat mengurangi dampaknya adalah sebagai berikut:

  1. Mendirikan bangunan sesuai aturan baku (tahan gempa)
  2. Kenali lokasi bangunan tempat Anda tinggal
  3. Tempatkan perabotan pada tempat yang proporsional
  4. Siapkan peralatan seperti senter, P3K, makanan instan, dll
  5. Periksa penggunaan listrik dan gas
  6. Catat nomor telepon penting
  7. Kenali jalur evakuasi
  8. Ikuti kegiatan simulasi mitigasi bencana gempa

 Ketika terjadi gempa, ikuti langkah berikut ini:

  1. Tetap tenang
  2. Hindari sesuatu yang kemungkinan akan roboh, kalau bisa ke tanah lapang
  3. Perhatikan tempat Anda berdiri, kemungkinan ada retakan tanah
  4. Turun dari kendaraan dan jauhi pantai.

Setelah gempa, ikuti langkah berikut ini:

  1. Cepat keluar dari bangunan. Gunakan tangga biasaPeriksa sekitar Anda. Jika ada yang terluka, lakukan pertolongan pertama.
  2. Hindari bangunan yang berpotensi roboh.

Mitigasi Tanah Longsor

Terkait dengan tanah longsor, mitigasi adalah upaya yang perlu dilakukan untuk mengurangi dampak tanah longsor. Berikut hal-hal yang bisa dilakukan:

  1. Hindari daerah rawan bencana untuk membangun pemukiman
  2. Mengurangi tingkat keterjalan lereng
  3. Terasering dengan sistem drainase yang tepat
  4. Penghijauan dengan tanaman berakar dalam
  5. Mendirikan bangunan berpondasi kuat
  6. Penutupan rekahan di atas lereng untuk mencegah air cepat masuk
  7. Relokasi (dalam beberapa kasus)

Demikian pemaparan mengenai mitigasi, mulai dari pengertian, langkah-langkah, hingga contoh tindakan yang dapat menurunkan dampak dari timbulnya bencana. ***

Sumber: BNPB

 




Cerita Pendek BENCANA KEPALA

BENCANA KEPALA

“Isi kepala yang carut-marut membuat politik seperti cerita layaknya benang kusut. Kalian hanya tahu menumpuk modal, memperkaya diri, menggadaikan tanah air.”

JAM DINDING TUA di sudut kamar itu berdentang nyaring. Kepala Sabrot.seolah digedor suara logam jam dinding yang memantul dari embok kusam yang berlumut itu. Suara itu menegaskan kesepian seorang veteran yang masih hidup namun dilupakan. Malam itu, udara pengap, langit-langit rumahnya menghitam karena asap lampu minyak yang sering dipakai ketika listrik padam.
Sabrot tergagap bangun dari dipan kayu yang keras. Tubuh renta itu bergidik, matanya yang keruh mencari-cari sesuatu di sekitar tempat tidur.
“Sudah jam berapa ini?” gumamnya. “Besok ada peringatan kemerdekaan. Aku harus tidur, harus siap.”
Namun semakin keras ia meyakinkan dirinya untuk tidur, semakin gelisah tubuhnya. Tangannya meraba laci kosong, membuka lemari tua, mengobrak-abrik kotak besi. Hatinya makin cemas.
“Mana pistolku?” teriaknya. “Pistol itu harus kubawa besok! Aku tak boleh lupa!”
Dentang jam semakin keras, memekakkan telinga. Dalam keremangan kamar, suara-suara samar ikut masuk. Dari luar kamar terdengar suara-suara mengejek. Entah tetangga, entah sekadar gema dari kepalanya.
“Pistol? Hahaha… biasanya yang kau cari botol, bukan pistol. ”Pak Tua, negeri ini bahkan belum merdeka. Untuk apa pistol? Yang perlu dicari uang, bukan senjata.”
Sabrot mendesis, wajahnya merah padam.
“Belum merdeka? Kalian tak tahu apa-apa! Aku saksi sejarah! Aku ikut berperang, menegakkan republik dari tangan penjajah! Jangan berani menghinaku!”
Suara-suara itu justru tertawa, semakin keras. “Ogoh-ogoh akan lewat sebentar lagi Merdeka! Merdeka! Kapan kita merdeka, Pak Sabrot?” Suara-suara itu memekaakkan telinga.
Dentang jam kembali berdentam. Kali ini terasa bagai pukulan palu ke tengkorak kepala Sabrot.
Sambil melangkah gotai karena kurang tidur,ksKeesokan paginya Sabrot melangkah keluar rumah. Udara kota penuh debu, panas menyengat meski matahari belum tinggi. Jalanan semarak: bendera merah putih berkibar di setiap tiang listrik, spanduk warna-warni bertebaran.
Ia berjalan melewati baliho raksasa. Wajah-wajah politisi dengan senyum palsu memandang ke arahnya. Ada yang berjanji “Indonesia Maju untuk Semua”, ada yang berteriak “Perubahan untuk Rakyat”. Namun di pojok kecil spanduk itu tertulis nama perusahaan tambang, pabrik semen, sabun, kendaraan bermotor, dan bank sebagai sponsor.
“Politik sudah jadi dagangan,” gumam Sabrot getir. “Mereka tersenyum manis dari ketinggian baliho, tapi di balik itu ada sawit, ada tambang, ada hutan yang digadaikan. Rakyat hanya angka di TPS.”
Ia berhenti di depan sekolah dasar. Anak-anak berbaris, bernyanyi riang lagu kebangsaan. Di tembok sekolah tertulis: “Terima kasih pahlawan yang gugur mendahului kami.”
Sabrot menelan ludah. Tidak ada tulisan yang beersimpati untuk pahlawan yang masih hidup. Veteran seperti dirinya hanya dianggap beban, yang sesekali dipanggil untuk menghadiri upacara sekadar menjadi hiasan sejarah.
“Orang sekarang hanya tahu memuja yang mati, Serta merta disebutnya sebagai phlawan,” katanya lirih. “Kami yang masih hidup dianggap layaknya sampah.s. Padahal kami masih bisa bicara, masih bisa mengingatkan.”
Ia melanjutkan langkah, melewati kerumunan warga. Di ujung jalan ia melihat pedagang kaki lima berlari terbirit-birit. Gerobak mereka diangkat paksa oleh aparat berseragam, dijatuhkan ke truk sampah. Seorang ibu muda menangis sambil memeluk anaknya yang masih balita.
“Kenapa digusur, Pak? Kami hanya jualan nasi, bukan maling!” jerit sang ibu.
Aparat hanya mengacungkan surat perintah. “Perintah atasan. Trotoar harus bersih. Besok ada tamu penting.”
Sabrot menahan amarah. Ia ingin berteriak, tapi suaranya tercekat. Ia hanya bisa menggenggam udara, merasakan tubuhnya gemetar.
Semula ia sempat bangga, bangsa yang dulu diperjuangkan kini merayakan kemerdekaan dengan gegap gempita. Namun semakin lama ia sadar, semua itu hanya pesta oligark: panggung hiburan disponsori prrodusen rokok, konser gratis dibiayai produk minuman kaleng, festival kuliner didukung perusahaan tambang. Semua bicara nasionalisme, tapi saham mereka ditanam di luar negeri.
Malam harinya, Sabrot kembali duduk di dipan kayu. Sunyi menyelimuti kamar. Hanya dentang jam yang terus memukul telinganya.
“Kepala… ya, semua ini karena kepala,” gumamnya.
Ia menatap kosong, bibirnya bergetar. “Kepala-kepala para politisi, kepala para pengusaha, kepala-kepala yang saling menubruk demi kekuasaan. Mereka semua bicara tentang tender, tentang proyek ibu kota baru, tentang izin tambang emas dan nikel. Semua bahasa uang. Tidak ada lagi cerita tentang rakyat.”
Bayangan itu semakin jelas. Di kepalanya, ia melihat ribuan kepala beterbangan. Ada kepala pejabat dengan dasi merah, kepala pengusaha dengan topi proyek, kepala jenderal dengan bintang di bahu. Mereka bercakap-cakap tanpa henti, menyebut angka-angka, membagi-bagi konsesi, mengatur masa depan bangsa seolah sedang memainkan bidak di papan catur.
“Andai saja kita hidup tanpa kepala,” bisiknya. “Tidak ada nafsu, tidak ada kerakusan. Tanpa kepala, manusia akan lebih damai.”
Namun kepala-kepala itu makin banyak, makin riuh. Ada yang saling menubruk, ada yang tertawa pongah, ada yang menuding-nuding rakyat kecil. Sabrot merasa dadanya sesak, seolah udara dirampas oleh kerumunan kepala yang terus membesar.
Suatu malam, Sabrot akhirnya menemukan pistolnya. Di sudut kamar, tergantung berdebu, benda itu menatapnya seperti sahabat lama. Tangannya gemetar ketika meraihnya.
“Pistol bekas,” gumamnya. “Tapi tetap pistol. Selama masih ada peluru, aku masih berbahaya.”
Dentang jam berdentang panjang, seakan memberi aba-aba.
Dengan pistol itu terselip di pinggang, Sabrot melangkah ke balai kota. Ia tahu malam itu ada rapat besar, para pejabat berkumpul. Ia ingin bicara, mengingatkan walikota agar berhenti menggusur rakyat demi investor.
Di gerbang balai kota, aparat muda menghadangnya. Mereka menatap dengan sinis.
“Mau apa, Pak Tua? Pulanglah, jangan bikin ribut.”
Sabrot mendengus. “Aku ingin bicara dengan walikota. Aku masih punya hak, aku masih warga kota ini. Jangan halangi!”
Mereka tertawa. “Kau pikir walikota mau mendengar ocehanmu? Semua sudah diatur di atas. Kau tak punya apa-apa.”
Darah Sabrot mendidih. Tangannya spontan meraih pistol. Ia acungkan tinggi-tinggi. “Aku pernah berperang! Aku ditempa Jepang, aku tahu cara bertempur! Jangan uji kesabaranku!”
Dentang letusan terdengar di tengah malam . Satu aparat jatuh, mengerang. Tiga lainnya menyerbu, tapi Sabrot menembak lagi. Dalam sekejap tubuh mereka tergeletak bersimbah darah.
Ia terdiam, tubuhnya gemetar. “Ternyata begitu mudahnya membunuh… begitu mudahnya darah tumpah.”
Dengan langkah terburu ia masuk ke ruang kerja walikota. Ruangan megah, berpendingin udara, dengan kursi empuk dan meja mengilap. Tetapi kosong. Tidak ada siapa-siapa.
Sabrot berteriak-teriak, memanggil, tapi hanya suaranya sendiri yang memantul. Ia berlari kembali ke halaman. Anehnya, aparat-aparat yang tadi ia tembak telah hilang. Tidak ada darah, tidak ada tubuh. Semua lenyap.
Sabrot mengingat peristiwa yang bau saja terjadi. Ia terjatuh, menangis sambil memeluk pistolnya.
Di layar besar di alun-alun kota, muncul siaran langsung: ribuan massa berdemonstrasi. Mereka berteriak menuntut keadilan, menolak penggusuran, mengecam oligarki yang menguasai negeri. Ada yang membentangkan poster bertuliskan “Negeri Dijual, Rakyat Tinggal Di Kolong Jalann Tol”. Ada yang mengacungkan spanduk “Kembalikan Republik ke Tangan Rakyat, Bukan Konglomerat.”
Sabrot menatap layar itu dengan mata berkaca. “Oh, kepala… kepala… kalianlah sumber bencana. Isi kepala yang carut-marut membuat politik seperti benang kusut. Kalian hanya tahu menumpuk modal, memperkaya diri, menggadaikan tanah air.”
Ia melihat lagi kepala-kepala beterbangan di langit kota. Kini lebih banyak, ratusan, ribuan. Kepala pejabat, kepala pengusaha, kepala perwira. Mereka berbicara bersahut-sahutan: tentang harga nikel, tentang proyek jalan tol, tentang saham tambang emas, tentang suap yang dialirkan diam-diam. Semua bicara uang, semua bicara kuasa.
Sabrot meraih pistolnya kembali. Tangannya gemetar, tapi matanya menyala. Ia membidik kepala kepala itu satu per satu. Letusan terdengar berulang. Kepala-kepala itu meledak, pecah berhamburan. Namun semakin banyak ia tembak, semakin banyak pula kepala baru yang bermunculan.
Dentang jam berdentang panjang, menutup semua suara.
Sabrot menatap langit dengan mata sayu. Ia menggosok-gosok matanya, dan ia merasakan tulangnya sering nyeri, dan tubuhnya yang cepat mengeluh kecapean. Ia kembai mengingat ingat apa yang baru terjadi, dan ia tak mengerti apa itu nyata atau sekedar mimpi yang tiba-tiba hadir di benaknya ilusi, Ia tak tahu lagi. Yang pasti, di dalam kepalanya sendiri, bencana itu sudah meledak.
Dan negeri ini, pikirnya, akan terus menjadi arena bencana kepala—selama oligarki masih bercokol,yang memperalat para pemimpin Negara yang tamak, Dan kepala-kepala tamak itu terus beranak-pinak.

Agustus, 2012