Karya Puisi yang Lahir dari Proses Gotong Royong

Karya puisi Agus K Saputra mendekati novel ‘Hati Itu Berkata Cinta’ (2021) karya Dyah Ruwiyati, dalam bahasa puisi, bergerak mengikuti plot yang terbangun dalam novel

MATARAM.LombokJournal.com Seorang penyair memang tak hanya berdiri di menara gading. Perlu seorang penyair ‘turun gunung’ dan mendatangi sekolah-sekolah untuk meluaskan apresiasi para pelajar tentang karya puisi.

BACA JUGA : Lakon Lintas Sektoral, Persiapan Event MotoGP 2024

Para pelajar mengapresiasi karya puisi yang ditulis alumni SMA 1 Matara,

Iru yang telah dilakukan Agus K Saputra, penyair yang telah menghasilkan beberapa buku antologi puisi, bertandang ke perpustakaan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Mataram, Kamis (05/08/24) lalu. Buku yang diserahkan ke perpustakaan sekolah itu yaitu Kumpulan Puisi “Buku Harian Merah Muda” (Agus K Saputra, Penerbit CV Halaman Indonesia, Cetakan Pertama: Juni 2024)

Buku kumpulan itu memang layak diapresiasi para pelajar. Keseluruhan puisi terinspirasi dari novel ‘Hati Itu Berkata Cinta’ (2021) karya Dyah Ruwiyati. 

Menurut Tjak S Parlan, penyair dari Lombok yang kini hijrah ke Jawa, puisi-puisi dalam kumpulan ini bergerak mengikuti plot yang terbangun dalam novel. Dengan menggunakan sudut pandang (aku lirik) masa remaja, penulis mencoba menghidupkan tokoh-tokoh yang ada di dalamnya: tindakan-tindakan, peristiwa  yang dialami, curahan perasaan (hal. 54)

Tjak S Parlan menilai dugaan kemungkinan bahwa penulis menggunakan puisi untuk bercerita. Kali ini Ia merespon sebuah novel berlatar tahun 80-an. Era di mana remaja yang kasmaran memiliki gaya dan caranya sendiri. 

BACA JUGA : Tegakkan Demokrasi Sehat di Pilkada Loteng 2024

Saat itu merupakan era di mana surat cinta masih sering ditulis dan diharapkan kedatangan pada suatu pagi, lewat seorang tukang pos yang membunyikan bel sepeda di depan rumah. Era saat perasaan-perasaan pribadi menjadi rahasia dan lebih sering ditumpahkan ke dalam buku-buku catatan harian (diary). Bukan dipampang di dinding media sosial seperti hari-hari ini (hal. 57)

Hal lain yang melatarbelakangi kumpulan puisi Agus K Saputra; pertama, kumpulan puisi ini semacam kerja gotong royong alias kolaborasi. Berawal dari Novel Karya Dyah Ruwiyati (Alumni Smansa 87). Setting cerita pun berlokasi di sekolah ini. 

Selama proses penciptaan puisi ini, Agus diminta oleh Wiwiet –panggilan kecil Dyah Ruwiyati– sebagai semacam editor. Dari sinilah kemudian “lahir” beberapa puisi. Sebagai bentuk komentar. Puisi-puisi tersebut “iseng-iseng” dikirim ke Soni Hendrawan. Lantas beberapa di antara puisi-puisi tersebut oleh Soni Hendrawan berprosesa menjadi musikalisasi puisi.

Kedua, beberapa kawan tahun lulus 1987 berbagi kebahagian mengan mencetak buku kumpulan puisi ini secara gotong royong. 

Sehingga makna kolaborasi alias cara gotong royong mewujud utuh menjadi sebuah karya seni. Hal ini tersampaikan kepada Pustakawan dan beberapa siswa yang sedang berkunjung. Seolah makna “gotong royong” menemukan jalan hidupnya kembali.

Pada kesempatan ini, Saprun –staf perpustakaan- berharap dengan adanya donasi berbentuk buku kumpulan karya puisi dari alumni, menambah minat siswa untuk berkarya. Bukan hanya di saat menyelesaikan tugas akhir.

Hal senada pun diutarakan oleh Eko Wahono dari Teater Lho Indonesia. Selama ia mengampu ekstra kulikuler teater hingga tahun 2012, potensi siswa untuk serius menulis karya puisi dan berteater sangat banyak. Bahkan di akhir 2023 kemarin beberapa siswa memintanya untuk mendukung proses cipta film pendek.

BACA JUGA : Rakor SRIKANDI Sukses Digelar di NTB

“Ini bukti bahwa potensi yang ada sangatlah besar. Tinggal bagaimana kita sebagai pendidik untuk terus istiqomah menstimulus daya cipta seni, khusus karya puisi,dan memberi ruang yang luas. Jika perlu, para pendidik pun berkarya, menulis, ” tandas Eko. ***

 

 




Agus K Saputra Melakukan re-Kreasi dari Karya Visual

Menerjemahkan karya visual  menjadi puisi, merupakan tantangan dan kesempatan bagi Agus K Saputra  mengembangkan kreativitasnya dalam penulisan puisi

MATARAM.LombokJournal.com ~ Menarik membahas tentang buku kumpulan puisi baru karya Agus K Saputra yang berjudul Pertemuan Kecil. Ini adalah buku puisi ketujuh yang dirilis oleh Agus K Saputra. Buku ini menawarkan kreativitas baru dengan menggabungkan puisi dengan seni lukis dan foto.

BACA JUGA : Buku Puisi ‘Amerikano’ Tur ke 10 Titik di Pulau Lombok

Agus K Saputra bersama perupa Zaeini Muhammad

Menurut penulis dan jurnalis Kongso Sukoco, yang terjadi pada Agus bukanlah kehabisan gagasan atau inspirasi dalam menulis puisi, melainkan mencoba hal baru dan berbeda. Dia menerjemahkan karya seni rupa menjadi puisi sebagai tantangan untuk mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya.

Isnan Sudiarto, penikmat sastra dan budaya, menyebutkan bahwa kata-kata memiliki kekuatan yang tidak dimiliki oleh foto. Kata-kata dapat memberikan berbagai makna dan interpretasi, berbeda dengan foto yang lebih terbatas.

Agus juga bekerja dengan karya-karya seni lukis dari berbagai seniman, termasuk Soni Hendrawan, Zaeni Mohammad, Lalu Syaukani, Mantra Ardana, Imam Hujatjatul Islam, dan S La Radek. Dia mengubah pengalaman visual dari lukisan menjadi narasi dalam puisi.

BACA JUGA : Komunitas Akarpohon Gelar ‘Majelis Buku Tipis’

Selain itu, buku Pertemuan Kecil juga mencakup musikalisasi puisi oleh Soni Hendrawan dan puisi-puisi yang diinterpretasi oleh Krakatau Band. Musikalisasi puisi ini memberikan dimensi baru pada karya-karya puisi tersebut.

Kongso Sukoco menyatakan bahwa transformasi yang dilakukan Agus dari pengalaman visual ke dimensi bahasa merupakan bentuk apresiasi seni yang unik dan mungkin menjadi reinterpretasi ekspresi visual melalui bahasa puisi.

BACA JUGA : Halal Bihalal Ormas Perempuan Bersama Bunda Lale

Peluncuran buku kumpulan puisi  ‘Pertemuan Kecil’ akan berlangsung di Taman Budaya NTB, Jalan Majapahit Mataram hari Kamis (18/04/24). ***




Biografi Penyair yang Terangkum dalam Puisi

Menulis puisi bagi Agus K Saputra seperti menulis buku harian, tercatat biografi perjalanan yang sarat kerinduan, takjub, sedih, kenangan, sekaligus semangat berkarya

MATARAM.LombokJournal.com ~ Perayaan buku puisi ‘Januari di Kendari’ karya Agus K. Saputra berlangsung hari Kamis (01/06/23) malam, di Galery Taman Budaya NTB, Kota Mataram. 

BACA JUGA: Gubernur NTB Berharap Kebhinekaan di NTB Terjaga

Biografi Agus K Saputra di Kendari dibahas

Agus K Saputra mengaku, 50 puisi yang terhimpun dalam buku itu itu didedikasikan untuk koleganya di Kendari, Sulawesi Tenggara. Sekitar setahun Agus bertugas di Kota Kendari, yang mengaku mengalami banyak peristiwa mengesankan. 

Ia bertemu teman-teman baru yang membuka banyak perspektif pemikiran baru, termasuk banyak bertemu seniman yang kemudian melecutnya berani terus berkarya.

Dalam acara yang dihadiri kalangan sastrawan dan banyak seniman Mataram lainnya, Agus tampak bersemangat sebagai penulis puisi. Meski ia tak punya pretensi menjadi penyair. 

Membaca 50 puisi Agus K. Saputra tergambar ‘biografi’ seseorang yang sarat kerinduan, takjub, sedih, kenangan, sekaligus semangat berkarya. Dalam buku kumpulan puisi ‘Januari di Kendari’ (87 hal, 2023), ditulisnya selama bertugas di Kota Kendari, Sulawesi Tenggara (2018-1019).

Menulis puisi bagi Agus, (barangkali) layaknya menulis catatan harian. Ia sudah ‘memuisi’ sehingga yang menyentuhnya dituangkannya dalam bahasa yang indah dan berirama untuk menyampaikan pikiran, perasaan, dan pengalamannya. Agus menggunakan imaji dan ritme yang unik untuk menciptakan efek emosional, dalam mengungkapkan pengalamannya selama di Kendari.

BACA JUGA: Ekspor Vanili Organik ke AS Tahun 2023 Meningkat

Maka puisi-puisi Agus yang ditulisnya di Kendari menggambarkan perjalanan emosional, spiritual, sekaligus introspektif. Penyair seringkali menggunakan imaji dan deskripsi untuk menggambarkan tempat-tempat yang dikunjungi, pemandangan alam, suara, aroma, dan kesan yang dirasakan selama perjalanan. 

Buku puisi yang jadi biogafdi Agus K Saputra
Buku Januari di Kendari

“….kata-kata (dalam puisi Agus, pen) sebagai aksentuasi pengalaman dan penghayatan,” tulis Syaifuddin Gani (Peneliti Brin) yang meninjau kumpulan puisi ini dalam tulisannya.   

Karena itu Syaifuddin menyebutnya sebagai buku kumpulan puisi rekaman jejak perjalanan. 

Pengalamannya bertemu keluarga nelayan di wilayah pesisir Kendari, ia ungkapkan dalam AYAH GAGAL MELAUT: 

Terasa kuat empatinya, menghayati derita keluarga nelayan: 

AYAH GAGAL MELAUT

malam ini tak ada ikan asap 

ayah gagal melaut

ketika batuk kembali menyergap 

napasnya tersengal-sengal 

 

di dapur ibu menjerang air 

dengan kayu bakar menipis 

seperti angin tak lagi menyapa 

peluhnya bercucuran tiada henti 

 

langit gelap 

hari semakin pengap 

menyoraki cerdik pandai bersenda gurau 

meninggalkan kami tanpa nasi 

 

laut bergemuruh 

mencari tempat menumpahkan amarah 

seperti petir siang bolong 

menusuk gendang telinga 

 

bumi pertiwi menangis 

dengan air mata darah 

suaranya semakin lemah 

bangkitlah bangkitlah 

Malalanda-Ereke, 11 November 2018 

Agus memang beruntung, punya kesempatan menempuh perjalanan di banyak tempat. Setelah di Kendari (Sulawesi Tenggara), kemudian ia menjelajah di Sulawesi Selatan. Dan sejak pertengahan 2023 bertugas di Area Lampung, Provinsi Lampung, sebagai Deputi Bisnis/Vice President PT Pegadaian, Kantor Wilayah Palembang 

Memang Agus bisa dibilang jenis manusia yang langka, dalam posisinya sebaga Deputi Bisnisi PT Pegadaian, telah menerbitkan 6 buku kumpulan puisi, yaitu Kujadikan Ia Embun (Halaman Indonesia, 2017), Menunggu di Atapupu (Halaman Indonesia, 2018), Sepucuk Surat dan Kisah Masa Kecil (Halaman Indonesia, 2020), Bermain di Pasar Ampenan (Halaman Indonesia, 2021), dan Mencari Rumah Sembunyi (Halaman Indonesia, 2022). Dan yang keenam adalah Januari di Kendari (Halaman Indonesia, 2023).

BACA JUGA: Gotong Royong Bhakti Stunting di Lombok Timur

Salah seorang pembicara meninjau puisi-puisi Agus, adalah sutradara teater di Mataram, Kongso Sukoco, yang mengungkapkan pendekatan ‘psikobiografi’. Pendekatan ini menginterpretasikan puisi JANUARI DI KENDARI sebagai pengalaman penyair dalam perspektif psikologi, berdasarkan sumber informasi yang ditemukan dalam puisi. 

JANUARI DI KENDARI

hujan membawa sakitnya melangkah 

mendapati selembar cerita 

terpanah hati menjadi rintik 

 

dingin mengembara ke langit biru

 menyapa mentari hinggap di bibir 

merekah bersama sebaris senyum 

 

angin kini mengalir sendiri 

membasahi setiap langkah 

menepikan kepedihan 

 

hingga api membara 

membawa jalan bahagia 

januari di kendari 

Kendari, 13 Januari 2019

 

Nada dasar puisi di atas menggambarkan pengalaman dan perasaan kesedihan (sekaligus cahaya kebahagiaan) yang sangat personal. Kalau itu menggambarkan pengalaman subyektif penyair, itu bisa dipahami. 

Karena Agus yang sebenarnya selalu ‘rindu keluarga’ itu harus bertugas di tempat yang jauh dari keluarga. Itu berlangsung simultan. Itu bisa ‘beresiko’ secara emosional.

BACA JUGA: NTB Segera Bangun Perusahaan Energi Terbarukan

Perayaan buku JANUARI DI KENDARI mendapat perhatian luas kalangan seniman di Lombok, termasuk dari Kepala Kantor Bahasa NTB, Dr. Puji Retno Hardiningtyas, S.S., M.Hum, Kepala Perwakilan Ombudsman RI NTB, Dwi Sudarsono SH, Kepala Taman Budaya NTB, Sabarudin, S.Sastra, dan sutradara film, Adi Pranajaya Ratsu, serta penyair Kiki Sulistio. ***