PUASA DAN KISAH TITIAN SERAMBUT DIBELAH TUJUH

Drs Cukup Wibowo MMPd Sekretaris Dinas Perhubungan Kota Mataram

Hal yang tampak ‘tidak mungkin’
dalam memperjuangkan kebenaran-Nya
akan menjadi ‘mungkin’ bagi hamba Allah yang beriman

Alkisah, seorang guru muda pendatang bernama Ibrahim harus terjebak di suatu kampung dengan berbagai masalah yang tak biasa. Berbagai kejanggalan yang terjadi tak hanya soal kebejatan moral yang justru dilakukan oleh orang paling kaya dan berpengaruh di kampung itu, yang bernama Harun, tapi juga oleh penolakan segelintir orang terhadap dirinya.

Oleh cintanya yang ditolak oleh Ibrahim, Jamilah yang tak lain adalah istri Harun kemudian memfitnahnya dengan mengatakan kalau dirinya diperkosa oleh Ibrahim. Dalam cerita yang menggambarkan niat Ibrahim untuk mengubah kampung itu lebih baik, ia justru harus berhadapan dengan banyak tokoh yang menghalang-halangi langkahnya.

Di antaranya guru agama di kampung itu yang bernama Sulaeman, yang banyak dipengaruhi oleh Harun. Juga seorang pemuda berandal bernama Arsad yang sangat tidak menyukai kehadirannya lantaran pernah kepergok oleh Ibrahim saat sedang memperkosa Halimah, gadis desa yang dianggap sakit jiwa.

Di tengah situasi yang tak mudah karena dirinya harus juga menghadapi hasutan yang membuat penduduk kampung akan menghukumnya, Ibrahim akhirnya bisa keluar dari kemelut dan berhasil menyadarkan penduduk kampung untuk menyongsong kehidupan yang lebih baik.

Begitulah sinopsis film yang berjudul Titian Serambut Dibelah Tujuh, yang dirilis tahun 1982 dengan sutradara Chaerul Umam dan aktor El Manik sebagai pemeran Ibrahim. Dalam Festival Film Indonesia (FFI) 1983, Asrul Sani meraih penghargaan sebagai penulis skenario terbaik dalam film itu.

Apa yang bisa kita petik dari cerita film yang mengisahkan banyak kemunafikan yang terjadi di masyarakat itu?

Keteguhan dan keseimbangan diri adalah kunci dalam menghadapi terpaan badai. El Manik yang bermain sebagai Ibrahim dalam film itu dengan sangat bagusnya menunjukkan kepada penonton bagaimana seseorang yang sedang berjuang di jalan kebaikan tak akan pernah luput dari gempuran berbagai ujian. Tekanan mental oleh hujatan dan kebenciaan masyarakat yang tak menginginkan perubahan membuatnya serasa seperti sedang menyebrang titian serambut dibelah tujuh.

Hal yang tampak ‘tidak mungkin’ dalam memperjuangkan kebenaran-Nya akan menjadi ‘mungkin’ bagi hamba Allah yang beriman. Hanya dengan kesabaran, keteguhan hati serta keyakinan bahwa tidak ada yang bisa menolong kecuali Allah adalah modal utama seorang yang beriman dalam mengatasi setiap masalah yang dihadapinya.

Di dalam tindakan puasa, perjuangan diri untuk tidak mudah ditaklukkan oleh antagonisme yang bersemayam di dalam jiwa dan raga adalah, karena kuatnya kesabaran dan kokohnya keyakinan karena Allah. Ya, semua karena Allah.

Sejak dari ketika kita berniat, berproses hingga sampai titik selesainya puasa, semua semata-mata karena Allah, Sang Maha Benar dari segala kebenaran yang ada.

Semoga puasa kita di hari keduapuluh lima ini makin memantapkan keyakinan kita bahwa perjuangan melawan hawa nafsu menjadi mudah karena Allah memang memudahkan semua kesulitan kita.