Perokok Jadi Beban Negara, Cukai Rokok Naik 12 Persen

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) mengeluarkan biaya Rp 15,6 triliun untuk perawatan kesehatan para perokok, berarti  perokok jadi beban Negara dari sisi perawatan kesehatan

JAKARTA.lombokjournal.com ~ Tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) atau Cukai Rokok, resmi dinaikkan pemerintah rata-rata 12%, tahun 2022.

Pemerintah akhirnya mengambil langkah menaikkan Cukai Rokok, karena jumlah perokok yang cenderung meningkat, menjadi beban keuangan  Negara dari sisi biaya kesehatan.

Ini penjelasan Menteri Keuangan Sri Mulyani terkait perokok yang membebani keuangan negara.

Bayangkan, pemerintah mengelontorkan subsidi untuk program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) per tahun sebesar Rp 48,8 triliun. Ternyataa, sebesar 20-30 persen dari anggaran itu justru untuk membiayai perawatan kesehatan para perokok.

Menurut Menter Sri Mulyani, biaya kesehatan akibat merokok mencapai Rp 17,9 triliun sampai Rp 27,7 triliun per tahun.

BACA JUGA: Hidup yang Lebih Baik, Mulailah Melakukan 5 Kebiasaan Pagi

“Dan dari total biaya ini, Rp 10,5 triliun sampai Rp 15,6 triliun merupakan biaya perawatan yang dikeluarkan BPJS kesehatan,” kata Sri Mulyani dalam Konferensi Pers Kebijakan CHT 2022 secara virtual, Senin (13/12/21).

ilustrasi Perokok / Foto: Ist

Memang, mayoritas perokok malah tak mengurangi konsumsi, meski pandemi memukul perekonomian sebagian besar masyarakat. Inihasil survei  Komnas Pengendalian tembakau (Komnas PT), Center for Indonesia Strategic Development Initiatives (CISDI) dan Universitas Indonesia,.

Riset juga menunjukkan beberapa perokok bahkan menunjukkan kenaikan konsumsi.

Sri Mulyani menukil riset lain, bahwa perekok cenderung punya potensi terinfeksi virus Corona 14 kali lebih tinggi dari yang bukan perokok.

Selain itu, bagi perokok yang sudah terinfeksi Covid-19 juga memiliki risiko 2,4 kali lebih tinggi untuk mengalami gejala infeksi berat dan memiliki prognosis buruk.

“Kondisi ini berarti akan membebani, karena seluruh penderita Covid-19 ditanggung oleh negara,” kata Sri Mulyani.

Pemerintah mengalokasikan anggaran Rp 214,96 triliun dalam program Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) 2021 untuk belanja kesehatan. Sebagian besar anggaran tersebut untuk kebutuhan therapeutic atau pengobatan Rp 87,99 triliun.

Hingga 26 November 2021, anggaran tersebut sudah terpakai Rp 66,11 triliun. Bukan hanya itu, merokok juga menyebabkan meningkatnya risiko penyakit, disabilitas dan kematian dini.

Karena itu, ada potensi kehilangan tahun produktif yang biaya ekonominya diperkirakan mencapai Rp 374 triliun. Ini berdasarkan riset yang dibuat Balitbang Kementerian Kesehatan pada tahun 2017 lalu.

Jumlah keseluruhan kasus (prevalensi) merokok anak usia 11-18 tahun juga terus naik. Pada tahun 2013 prevalensi merokok kelompok ini hanya 7,2 persen, kemudian naik menjadi 9,9 persen pada tahun 2019.

Justru kenaikan tahun 2019 karena keputusan pemerintah tidak menaikkan tarif cukai rokok.

BACA JUGA: Pembangunan KEK Mandalika, Bikin NTB Dilirik Dunia

Kemudian turun di 9 persen tahun 2020 ketika tarif kembali dinaikkan hingga 23 persen dan ditargetkan bisa mencapai 8,7 persen pada tahun 2024.

“Oleh karena itu, menyadari tingginya bahaya merokok, pemerintah menggunakan instrumen kebijakan cukai (untuk mengendalikannya),” kata Sri Mulyani.

Kementerian Keuangan sepakat untuk kembali menaikkan tarif cukai rokok rata-rata sebesar 12% pada tahun depan.

Kenaikan tarif ini lebih kecil dibanding kenaikan dalam dua tahun terakhir, yakni pada 2020 sebesar 12,5 persen dan tahun 2019 sebesar 23 persen.

Romi