Seni Daur Ulang Kertas, Hobi Yang Mendatangkan Duit

MATARAM – lombokjournal

Jangan remehkan remehkan kertas yang berceceran di jalan atau tong sampah. Kumpulkan, rendam jadi bubur kertas, dan limbah kertas itu pun bisa jadi kerajinan bernilai ekonomi tinggi.  “Dan siapa pun bisa menjadi pengrajin limbah kertas,” kata Theo Setiady Suteja, Rabu (4/5), yang dikenal sebagai penggerak paper recycle art.

Di salah satu kompleks perumahan di lingkungan Penghulu Agung, Ampenan yang lokasinya tidak jauh dari pantai, anda akan menjumpai rumah dengan bentuk yang mudah dibedakan dari rumah-rumah di sekitarnya. Sebagaimana umumnya bangunan di kompleks, rumah itu tak terlalu luas.

THEO SETIADY SUTEJA : Kalau anak-anak yang semula pengangguran itu disibukan membuat kerajinan, potensi agresifnya beralih produktif
THEO SETIADY SUTEJA : Kalau anak-anak yang semula pengangguran itu disibukan membuat kerajinan, potensi agresifnya beralih produktif

Namun kalau masuk ke dalam rumah yang disulap menyerupai kafe itu, kita akan terpukau. Ruang yang tertata dengan apik, dan interiornya terkesan ‘sangat seni’. Selain itu, disana-sini betebaran barang-barang kerajinan yang menyerupai kerajinan berbahan batu cadas.  Dinding rumah pun dilapisi ‘batu’ yang mengesankan betapa rumit cara pengerjaannya.

Tentu, itu bukan batu. Tapi  semuanya berbahan limbah kertas, yang melalui tangan trampil Theo Setiady Suteja bisa mengelabui mata kita seolah-olah merupakan bentuk pahatan batu cadas yang artistik.  Dan sekedar informasi, bahan kertas itu bila sudah mengering juga tahan banting, tak mudah rusak terkena air, bahkan dalam percobaannya tidak mudah terbakar.

“Saya memulai semuanya sebagai hobi, tapi sekarang sudah bisa mendatangkan duit,” kata Setiady yang pernah memamerkan karya-karnya dalam ajang pameran teknologi tepat guna di Taliwang, Sumbawa Barat, baru-baru ini.

Peduli Lingkungan

Theo Setiady Suteja datang ke Lombok tahun 2010. Pria kelahiran Gianyar Bali ini sempat kuliah di Fakultas Hukum Universitas Mahasaraswati, Bali.  Sebagaimana orang yang memiliki semangat wiraswasta, ia mengaku tak terlalu menekuni bangku kuliah. Malah ia justru menekuni bakat yang diwariskan orang tuanya sebagai juru masak. Hingga kini, di Bali Theo memiliki usaha catering yang lumayan maju.

“Saya harus bolak balik Lombok-Bali,” tuturnya.

Kedatangannya ke Lombok semula ikut membantu membenahi bisnis keluarganya, mengelola distributor perusahaan Bir Bintang. Itu dijalaninya mulai tahun 2010 hingga tahun 2014, mendistribusikan Bir Bintang ke seluruh penjuru NTB. “Saya sekarang sudah istirahat dan menikmati hidup di Lombok,” kata pria berumur 54 tahun ini.

Lombok, menurut Theo, merupakan daerah berkembang yang menawarkan banyak peluang. Sebagai daerah yang mulai mengembangkan industri pariwisata, banyak kesempatan yang bisa dimanfaat warganya yang kreatif.

Theo mencontohkan dirinya, memulai dari hal sederhana, memanfaatkan hobinya mengolah limbah kertas menjadi kerajinan yang bisa dipasarkan melalui agen-agen perjalanan. “Sering rumah ini kedatangan wisatawan, selain menikmati privacy sambil makan siang atau malam hari, ada juga tamu itu yang memesan kerajinan limbah kertas,” kata Theo.

Patung pun dari bahan kertas
Patung pun dari bahan kertas

Dikatakan Theo, membuat kerajinan dari limbah kertas itu juga bagian upaya mengatasi sampah yang hingga kini menjadi persoalan Kota Mataram. Kertas pembungkus belanjaan di pasar,  bekas bungkus jajan anak-anak atau sejenisnya, tak harus dibuang memenuhi tong sampah. Kegiatan paper recycle art yang dilakukannya saat ini, limbah kertas itu bisa lebih dimanfaatkan menjadi wujud yang produktif.

Rumahnya sendiri yang disebutnya “The Griya Lombok” sudah diubahnya menjadi pondok kreatif. Di rumahnya tidak jarang kedatangan kelompok mahasiswa untuk mengikuti workshop kerajinan dari bahan limbah kertas.  Itulah sebabnya saat ini mahasiswa sudah tertarik membuat souvenir atau piala dari limbah kertas.

Theo sudah beberapa kali berbicara di IAIN Mataram dan Universitas Mataram dalam seminar, menyampaikan materi kemandirian dan kewirausahaan. Ternyata itu menarik miat mahasiswa, yang mulai belajar memanfaatkan potensi di sekitar ligkungannya.

Peran Pemerintah Daerah

Meski selama ini Theo dalam menjalankan aktivitasnya tak pernah minta bantuan pemerintah setempat, tapi peran pemerintah daerah dibutuhkan untuk mendorong industri kreatif yang berbahan dasar limbah.  Banyak yaqng diperoleh manfaatnya dari kegiatan itu. “Bisa menekan pengangguran, mengatasi persoalan lingkungan, dan kalau berkembang juga berpotensi menjadi sumber PAD,” ujar Theo.

Ada hal penting yang sekarang menjadi perhatian Theo, anak-anak muda pengangguran bila diarahkan menggeluti kerajinan dari bahan-bahan bekas – bisa dari kertas, plastik atau limbah lainnya – langsung atau tidak langsung bisa mengatasi sebagian masalah sosial di kota.

“Ini bisa jadi pintu masuk revolusi mental. Kalau anak-anak yang semula pengangguran itu disibukan membuat kerajinan, potensi agresifnya beralih produktif,” kata Theo.

Karena itu, Theo mempunyai cara untuk melibatkan masyarakat. Misalnya kalau ada yang mendapat ordes kerajinan limbah kertas itu, kita bisa hitung berapa limbah kertas yang dibutuhkan, dan masyarakat bisa mencari bahannya kemudian saya bisa melatihnya,” katanya.

Dengan cara itu, ada da manfaat yang bisa diperoleh, selain berlangsung transformasi ilmu juga sekaligus mengatasi masalah sampah di banyak tempat.

“Hal-hal seperti ini pemerintah daerah harus memberi perhatian,” ujar Theo.

Suk




Julio Docjar, Seniman Jalanan di Sao Paulo, Menggunakan Seni Sebagai Alat Perubahan Sosial.

Karya seni bukan semata-mata kebutuhan ekspresi seniman. Bagi seniman jalanan di Sao Paolo Brasil, xeni menjadi bagian perjuangan menuntut keadilan dan perbaikan nasib masyarakatnya.

Itu bagian kisah dari seniman jalanan yang mengaktualisasikan pemahaman sosialnya di tembok-tembok kota (graffiti). Mereka dibesarkan dan merasakan kegetiran hidup di Sao Paulo, kota yang makin membengkak, berkembang menjadi metropolis dan bisa jadi akan tumbuh menjadi kota terbesar di Amerika.

Julio mengajak bersuara melalui seni untuk menuntut keadilan sosial
Julio mengajak bersuara melalui seni untuk menuntut keadilan sosial

Kota yang juga merupakan pusat dari raksasa kapitalis Brasil. Kota yang terus bergerak dan berubah, menciptakan kestabilan ekonomi bagi sebagian kalangan, tapi menciptakan penderitaan bagi banyak orang lainnya.

Konsekuensi  dari kota yang dinamis, makin menjamur kantong kemiskinan dan melonjaknya kejahatan dan korban ‘Cracolandia’, penggunaan narkoba ilegal. Julio Docjar adalah seniman grafiti yang berdedikasi untuk memperbaiki lingkungannya, dan ikut peduli membantu tetangganya mengatasi kesulitan-kesulitan hidup yang makin menghimpit.

Julio Docjar memulai dengan menyelenggarakan workshop (pelatihan) keliling tentang  gerakan seninya, kemudian menampung mereka di perumahan sederhana. Julio berdedikasi membantu mereka yang lemah di sekelilingnya untuk memperbaiki nasibnya.

Julio mengajak mereka bersuara melalui seninya untuk menuntut keadilan sosial. Agar terjadi perubahan, dan membuat nasib yang lemah berubah menjadi lebih baik.

 

Pandangan Film’s Maker

Guta Pacheco & Willem Dias

(Keduanya membuat film dokumentasi proses kreatif yang tengah dijalani Julio Docjar. Metreka membuat catatan tentang seniman jalanan itu)

Sao Paulo adalah kota yang sangat besar, sangat padat penduduknya, membuka peluang bagi para profesional dan karya budaya. Namun kota itu memiliki kesenjangan sosial yang ekstrim. Umumnya kalangan kelas atas biasa mengunci diri di kondominium yang berpagar mewah, sementara orang miskin diabaikan masyarakat dan ditinggalkan oleh pemerintah.

Guta Pacheco
Guta Pacheco

Pengabaian sosial ini dirasakan lebih dari 500.000 keluarga; yang tidak memiliki akses ke hak-hak dasar kewarganegaraan seperti pendidikan, kesehatan dan perumahan. Tapi keluarga-keluarga miskin umumnya tidak berusaha memerangi ketidakadilan itu, karena mereka tidak tahu apakah mereka mempunyai hak untuk menuntut itu.

Keluarga-keluarga miskin tidak bisa keluar kehidupan menyedihkan, karena peluang itu tertutup bagi mereka. Melihat kenyataan ini, dibutuhkan seseorang yang mengkombinasikan ideologi dan aksai nyata untuk memperbaiki martabat kalangan miskin

Willem Dias
Willem Diaskan untuk memperbaiki martabat kalangan miskin.

Kami menemukan karya seniman jalanan, Julio Dojcsar, begitu istimewa dan inspiratif. Julio lahir dan dibesarkan di ujung timur Sao Paulo, salah satu dari banyak lingkungan perkotaan yang bahkan tidak diurus oleh pemerintah. Rasanya tidak mudah untuk menemukan daerah ini,  sulit diakses tapi rumah Julio cukup dibanding rumah-rumah lain di lingkungannya.

Sejak usia dini, Julio belajar memerangi ketidakadilan sosial dari ayahnya, seorang tokoh masyarakat yang berpengaruh. Sebagai pemuda, ia bereksperimen mengekspresikan dirinya melalui seni.

Julio membawa seni jalanan dan kegiatan budayanya melibatkan masyarakat sekitarnya. Tujuannya memperkuat, mendidik dan mengintegrasikan orang-orang dari beberapa komunitas yang saling membutuhkan bantuan.

“Aku bukan seniman galeri,” kata Julio.

Sebab seni jauh lebih bersifat politis daripada sekedar bicara keindahan. Seni harus bisa mengganggu seseorang,  dan membawa orang itu menjauh dari kelambanan memahami ketidakadilan. “Jika seni tidak bisa melakukan itu, seni menjadi tidak berarti,” tegas Julio.

Dalam film ini, menggambar bagaimana seni jalanan menjadi alat ampuh untuk transformasi sosial, dan bagaimana tindakan sederhana bisa begitu berarti bagi banyak orang. Kami mengikuti seniman itu pada garapannya yang disebut “Pindah Rumah”, yang berlangsung di daerah pusat kota yang dikenal sebagai “Cracoland”.

Lingkungan itu adalah tempat di mana pecandu obat terlarang mengambil ‘barang’nya di tempat terbuka. , Sebagian besar keluarga telah ‘rusak’ dan membiarkan anak-anaknya mengembara sendirian di jalanan, di antara trotoar dan tumpukan sampah.  Ini adalah daerah dimana pergaulan berlangsung sangat keras

Kepekaan dan kekuatan moralitas Julio, juga cara berpikirnya menarik banyak orang. Tapi ia bersikeras, bahwa karyanya merupakan karya yang dikerjakan dengan banyak orang, terdiri dari seniman-seniman yang berkontribusi melakukan tindakan tertentu. Orang di lingkungan itu mengambil bagian sesuai kebutuhan garapan bersama itu.

Keterlibatan Julio sangat penting karena  menguatkan masyarakat lokal dan menumbuhkan rasa bangga dalam masyarakat.

Pembuatan film ini adalah pengalaman belajar yang besar bagi kami.

Roman Emsyair

(Sumber : Al Jazeera)




Provinsi Literasi; Mereproduksi Karya Lokal dan Membuka Ruang Kreativitas

MATARAM – lombokjournal.com

Program Provinsi Literasi 2016 yang diluncurkan pada peringatan Hari Pendidikan Nasional tanggal 2 Mei lalu, merupakan bagian dari upaya meningkatkan minat baca dan membuka ruang bagi penulis daerah.

Hal itu  sudah menjadi perhatian DR Rosiady Sayuti semasa menjadi Kepala Bappeda NTB.  “Peningkatan literasi bukan cuma seputar minat baca dan kreatvitas penulisan, tapi juga mencakup pengembangan nalar dan pembentukan karakter masyarakat NTB,” kata Rosiady, Rabu (4/5).

DR H Rosiady : Mengimplementasikan kegiatan baca sastra
DR H Rosiady : Mengimplementasikan kegiatan baca sastra

Sebelumnya, Dinas Dikpora NTB sempat mewacanakan wajib membaca sastra bagi pelajar, mulai Sekolah Dasar hingga sekolah menegah atas. Bahkan wacana itu jauh sebelum Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan  mengeluarkan Permen Pendidikan  (tahun 2015 yang mewajibkan siswa membaca sastra sebelum pelajaran pertama dimulai.

“Waktu pertama dilantik sebagai Kadis Dikpora, gubernur sudah menyiapkan Pergub yang mengatur kewajiban baca sastra di sekolah,” cerita Rosiady.

Bulan Januari  2015 Rosiady dilantik kembali menjadi Kadis Dikpora, tugas pertama yang dilakukannya adalah menyusun Peraturan Daerah (Perda) Dinas Pendidikan. Momentum itu kembali dimanfaatkankannya  untuk mewujudkan impian meningkatkan kegiatan baca sastra di kalangan pelajar.

Dalam Perda (Peraturan Daerah) yang mengatur Tentang Penyelenggaraan Pendidikan Prov NTB 2015, turunannya ada 7 Peraturan Gubernur Pergub). Pergub itu disamping mengatur soal pendanaan pendidikan (drafnya selesai disusun), dan beberapa lainnya, yang tetap menjadi perhatian Rosiady adalah implementasi kegiatan baca sastra.

Dalam konsep yang tengah disusun bersama timnya, pelajar SD diwajibkan membaca 6 buah buku sastra, SMP sebanyak 6 buku, sedang pelajar setingkat SMA sedikitnya membaca 9 buku.

Rosiady menuturkan, saat tengah menyelesaikan draf terkait literasi itu, dosen Unram DR Mahsun baru menyelesaikan tugasnya di Badan Pembinaan Bahasa Pusat. “DR Mahsun banyak memberi masukan untuk melengkapi terkait program literasi. “ akunya.

Rekonstruksi Sastra Lokal

Seperti diungkapkan saat melaunching program Provinsi Literasi 2016 saat peringatan Hari Pendidikan (2/5), peningkatan literasi tak sebatas persoalan minat baca dan kemampuan menulis. Waktu itu Wakil Gubernur, Muhammad Amin juga menekankan pentingnya kualitas pola pikir dan pengembangan nalar  anak didik.

Namun penekanan pada kemampuan membaca sastra dan mengapresiasi budaya daerah menjadi focus Tim Literasi. Yang dibentuk Dikpora Tim yang terdiri dari kalangan guru, budayawan dan akademisi itu, kini tengah menyelesaikan rekonstruksi sekaligus mereproduksi naskah yang bersumber dari karya-karya lokal atau cerita rakyat.

“Karya-karya yang ada kita reproduksi, sedang kegiatan merekonstruksi menyangkut penyesuaian bahasa yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan,” ujar Rosiady. Kegiatan itu mencakup dua sasaran sekaligus, selain peningkatan minat baca juga  mengapresiasi budaya lokal.

Di luar itu, pihak Dikpora tetap akan memberi ruang bagi seniman, penulis dan sastrawan di daerah untuk meningkatkan khasanah karya sastra di daerah. Menurut Rosiady, keberhasilan program literasi justru  saat semua pihak memandang penting peningkatan cara berpikir untuk memproyeksikan masa depan NTB yang lebih maju.

“Membaca dan menulis hanyalah jalan mencapai tujuan kebangkitan manusia, khususnya warga NTB,” pungkas Rosiady.

 Ka-eS




Urusan Kebudayaan Bukan Di Bawah Dinas Pariwisata

MATARAM – lombokjournal.com

Urusan kebudayaan di daerah yang dikembalikan menjadi urusan Dinas Pendidikan memungkinkan pembinaannya lebih terarah. Selama penanganan kebudayaan di bawah Dinas Pariwisata, sektor kebudayaan  dipersempit menjadi pelengkap atraksi   pariwisata.  

DR H Rosiady Sayuti : urusan kebudayaan tidak bisa dipisah dari pendidikan
DR H Rosiady Sayuti : urusan kebudayaan tidak bisa dipisah dari pendidikan

Kepala Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (DIKPORA), DR H Rosiady Sayuti saat dikonfirmasi juga membenarkan, penanganan kebudayaan seharus bergabung dengan pendidikan. “Memang tepat, kebudayaan harus bergandengan dengan pendidikan. Kebudayaan penanganannya tidak bisa dipisah dari pendiidikan,” katanya pada Lombok Journal di kantornya, Rabu (4/5).

Lebih lanjut Kadis Dikpora menegaskan, proses pembudayaan yang efektif harus melalui jalur pendidikan. Sebab proses yang berlangsung dalam pembinaan kebudayaan adalah proses penanaman nilai. Hal itu hanya dimungkinkan melalui kelembagaan pendidikan.

Kalau di Dinas Pariwisata memang tidak tertangani dengan baik. Karena itu, mengembalikan urusan kebudayaan bergabung dengan Dinas Pendidikan akan lebih mencapai sasaran.

“Pariwisata memang membutuhkan atraksi seni budaya. Namun orientasinya berbeda. Pijakan

Dinas Pariwisata adalah memasarkan. Sedang Dinas Pendidikan lebih menekankan pemahaman dan penanaman nilai. Karena penanganan kebudayaan jadi subordinat pariwisata, substansi pembinaan kebudayaan jadi kalah pamor dengan pariwisatanya,” kata Rosiady yang dikenal sebagai pakar sosiologi pedesaan itu.

Diperkirakan, bulan Agustus mendatang perubahan yang kembali menggabungkan kebudayaan ke Dinas Pendidikan sudah terealisasi.

“Pariwisata akan ditangani dinas tersendiri. Pendidikan dan kebudayaan akan diurus Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, sedang urusan pemuda dan olahraga juga menjadi dinas tersendiri meski tingkatnya tidak sama dnegan dinas yang ada,” jelas Rosiady.

Saat ini, draft tentang perubahan nomenklatur dinas itu sudah rampung di tingkat provinsi. Berlaku efektifnya tinggal menunggu Peraturan Pemerintah (PP) yang mengatur Tentang Penataan Organisasi di Daerah yang akan dtandatangani Presiden.

Ka-eS

 




Hanya Bersepeda, Guru Ini Membawa Perpustakaan Kelilingnya Melawan Buta Huruf

By Amanda Froelich at theantimedia.org

Guru ini mengendarai sepedanya, menembus desa ke desa. Dengan satu-satunya kendaraan yang dimilikinya itu, ia membawa perpustakaan kelilingnnya untuk desa-desa di Afghanistan. Di desa-desa Afganistan tak ada perpustakaan, tidak sekolah sekolah, dan tentu tidak ada toko buku.

Saber Hossesi , nama guru itu, benar-benar bisa dijadikan teladan. Berkat dedikasinya sebagai pendidik, ribuan anak-anak di desa-desa terpencil, bisa menikmati kesempatan istimewa, membaca buku. Seni mengajar adalah membantu anak didik ‘menemukan’ sesuatu yang tak mungkin didapatkannya bila tak ada guru yang penuh dedikasi, itu kata seorang ahli pendidikan.

ANAK-ANAK DESA : mereka sama sekali belum pernah belajar membaca atau menulis. sama sekali belum pernah. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi
ANAK-ANAK DESA : mereka sama sekali belum pernah belajar membaca atau menulis. sama sekali belum pernah. Hal ini seharusnya tidak boleh terjadi

Dan mungkin mungkin itu hanya berlaku bagi seseorang yang ingin berbuat lebih baik untuk masa depan bangsanya. Itulah yang dilakukan guru di Afghanistan, Saber Hosseini..

Tiap akhir pekan, guru penuh rasa cinta pada anak-anak desa yang sebagian besar buta aksara itu, membebani sepedanya dengan buku-buku, berkeliling menerobos ke desa-desa yang tidak memiliki sekolah.

Hosseini menggunakan buku catatan untuk melacak buku-buku yang telah dipinjamkannya. Kemudian menawarkan yang baru kepada peminjam itu bila sudah mengembalikan bukunya.

Hosseini benar-benar telah merubah satu-satunya sepeda yang dimilikinya, menjadi perpustakaan keliling!

Waktu ditanya wartawan, Saber Hossein mengatakan:

Banyak anak-anak yang sebenarya cukup tua, seandainya ada kesempatan bersekolah sudah duduk di bangku kelas empat atau kelas lima.  Dan mungkin bagi anda agak mengejutkan, bahwa mereka sama sekali belum pernah belajar membaca atau menulis. sama sekali belum pernah. Seharusnya tidak boleh terjadi.

Sepanjang tujuh bulan sejak ia menjalankan ‘perpustakaan keliling’dengan sepedanya, koleksi buku yang dibawanya semula hanya 200 buku, kini bertambah menjadi 3500. Hossein mengatakan. Kalau toh perpustakaan sepedanya terus berjalan, semata-mata karena ia sanagt menikmati apa yang dikerjakannya.
(Rayne Qu)




AGENDA

Kunjungan Pemprov Sumatra Utara

MATARAM – lombokjournal.com

Sekda Provinsi NTB, H. Muhammad Nur, SH,. MH menerima kunjungan kerja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara di Ruang Rapat Utama Kantor Gubernur NTB, Senin (2/5). Senagai pimpinann rombongan, Asisten l Setda. Provinsi Sumatera Utara Hasiholan Silain, SH menyampaikan,  tujuan kunjungannya bersama rombongan  adalah untuk menambah wawasan dalam meningkatkan pelayanan kepada masyarakat.

Kunjungan kerja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara
Kunjungan kerja Pemerintah Provinsi Sumatera Utara

“Apa yang bagus di NTB, nantinya akan kami terapkan di sumut,” ujarnya.

Dalam kesempatan sama, dalam sambutan penerimaannya, H. Muhammad Nur menyampaikan pentingnya menjalin hubungan baik antar daerah untuk mempererat NKRI.

”NTB dan hampir semua daerah di Indonesia adalah daerah kepulauan, namun sangat disayangkan bangsa kita lebih banyak mengembangkan daratan, Padahal kepulauan menyimpan harta karun yang tiada habisnya,” ungkapnya.

Setelah melakukan kunjungan ke Pemerintah Provinsi NTB, rombongan akan melanjutkan kunjungannya ke Pemerinah Kabupaten Lombok Tengah dan Kampus IPDN di Praya

Dirut Bank NTB Melaporkan Prestasinya

MATARAM – lombokjournal.com

Gubernur NTB Dr. TGH. M. Zainul Majdi menerima Direktur Bank NTB H. Komari Subakir, yang didampingi Hj. B. Dien Rosana, Febrianto Budi C. di ruang kerjanya, Selasa (3/5).

ainul Majdi; Penghargaan ini bukan sesuatu yang ditargetkan
ainul Majdi; Penghargaan ini bukan sesuatu yang ditargetkan

Kunjungan H. Komari Subakir untuk menyampaikan prestasi yang diraih Bank NTB yang mendapat penghargaan untuk 3 (tiga) katagori di ajang pemilihan TOP BUMN 2016, yaitu Gubernur NTB sebagai TOP Pembina BUMD 2016, Bank NTB sebagai TOP BPD dan TOP BUMD 2016, serta TOP CEO BUMD 2016 yang diraih oleh Direktur Bank NTB.

Menanggapi hal tersebut, Gubernur mengucapkan selamat kepada seluruh keluarga besar Bank NTB yang telah menambah pencapaian prestasi dari sebelumnya.

“Alhamdulillah penghargaan ini kita terima dengan penuh syukur. Penghargaan ini bukan sesuatu yang ditargetkan, tetapi bagaimana kita melaksanakan fungsi-fungsi Perbankan secara maksimal sehingga mendorong pertumbuhan ekonomi kita” ujarnya.

(Biro Humas dan Setda Pemprov NTB)




MUSSAGAR HUSEN, Mendorong Masyarakat Mandiri Mengurus Kesehatannya

MUSSAGAR HUSEN, bisa disebut salah satu praktisi akupreser dan  pengobatan alternatif di Lombok yang mumpuni. Lebih dari dua puluh tahun menggeluti pengobatan alternatif, tapi justru tidak betah membuka klinik pengobatan. “Saya ingin melatih masyarakat tentang pengobatan alternatif, agar bisa mandiri mengatasi masalah kesehatannya,” katanya.

Dibesarkan di lingkungan pesantren, pria kelahiran 1968 asal Desa Pegataman, Singaraja, Bali ini punya pandangan sendiri terkait penghobatan. Kalau di rumah sakit, atau di ruang praktik dokter, makin banyak pasien datang berarti para dokter gagal menyehatkan masyarakat.

Mengajak masyarakat bisa mengobati diri sendiri
Mengajak masyarakat bisa mengobati diri sendiri

“Para dokter atau praktisi pengobatan alternatif seharusnya mendorong masyarakat bisa mengobati dirinya sendiri,” kata Mussagar ketika bicara dengan Lombok Journal.Com, hari Selasa (3/5).

Mengorganisir Pemulung

Tahun 1989 Mussagar tamat SMA di lingkungan pesantren Al Sidiqi Putra di Jember, jawa Timur yang dipimpin Kyai Ahmad Sidiq (almarhum, yang pernah menjadi Rois A’am PBNU). Lepas dari Al Sidiqi langkah kakinya membawanya ke pesantren Pabelan , Muntilan, Jawa Tengah, belajar di Institut Pengembangan Masyarakat.

Di tempat inilah ia mendapat pengaruh yang mewarnai cara berpikirnya di kemudian hari. Mussagar banyak belajar dari tokoh-tokoh yang saat itu banyak dikenal masyarakat luas. Seperti Dawam Raharjo, Gus Dur, Cak Nur (Nurcholis Majid) atau Emha Ainn Najib. Dari Cak Nur ia belajar tentang Islam transformatif,  sedang Emha Ainun Najib mengajarinya ‘teater rakyat’ yang berorientasi pada penyadaran masyarakat.

“Dari Pabelan saya mulai belajar memahami konsep-konsep pengembangan masyarakat,” tutur Mussagar.

Sekitar tahun 1990-an, usai belajar di Pabelan, Mussagar  hijrah ke Jakarta bergabung dengan Pusat Pengembangan Pesantren dan Masyarakat (P3M). Di tempat ini ia belajar banyak dari tokoh NU progresif, Masdar Mashudi.  Ia mulai langsung terjun dalam aktivitas pengembangan masyarakat.

Di kampung Awi Luar, Cibeureum, Jawa Barat, Mussagar mengoranisir pedagang mendong (tikar). Bukan hanya sebagai  fasilitator dalam diskusi, tapi ia langsung ikut bergabung dengan para pedagang tikar. Beberapa tahun ia bergelut dengan dunia pengrajin tikar.

“Saya sering mengangkut bertruk-truk tikar bersama pedagang, memasarkan tikar ke Jakarta.  Waktu itu saya hapal hampir semua gang di Jakarta,” cerita Mussagar.

Setelah beberapa tahun di Jawa Barat, ia kembali ke P3M di Jakarta dan harus terjum kembali mengorganisir masyarakat.  Kali ini ia mengorganisir para pemulung di Cakung, Cilincing. Di komunitas baru ini ia sempat membuka lapak sampah bersama para pemulung.

Di komunitas pemulung ini Musagar bisa belajar dari Bambang Sulistomo (putra Bung Tomo) yang saat itu juga aktif mengorganisir pemulung, antara lain mempelopori terbentuknya koperasi para pemulung. Tapi kegiatan bersama pemulung itu tidak berlanjut, karena pembuangan sampah dipindahkan ke Bantar Gebang.

Kesehatan Mandiri

Tahun 1994, Mussagar mulai hidup di Lombok. Setelah beberapa saat bergabung dengan LSM di Lombok, ia mendapat kesempatan belajar pengobatan alternatif di Yayasan Sidowayah, Jakarta Selatan.  Mussagar mengaku beruntung bertemu dengan Putu Oka Sukantha, pakar akupresur dan pengobatan herbal.

“Dari pak Putu, saya pertama kali mulai mengenal pemijatan simpul-simpul syaraf, dan membuat obat-obatan herbal,” kata Mussagar.

Di Sidowayah, Mussagar belajar pengobatan alternatif (pijat dan ramuan herbal) hingga tingkat trampil. Bagi Mussagar yang mempnyai pengalaman dalam pendampingan masyarakat,  cocok denngan konsep kesehatan dari Sidowayah yang benar-benar berorientasi ke masyarakat.  Konsep yang mendasarinya, masyarakat harus bisa sehat dengan keampuannya sendiri.

Mengenalkan bahan-bahan herbal untuk pengobatan
Mengenalkan bahan-bahan herbal untuk pengobatan

“Masyarakat harus dibekali pengetahuan kesehatan, agar mereka  bisa mengaktualisasikan kemampuan dirinya, setidaknya bisa mengobati diri sendiri,” kata Mussagar.

Konsep kesehatan masyarakat itu yang hingga kini menjadi sandaran Mussagar dalam praktik pengobatannya. Memang sempat ia membuka klinik pengobaan bersama beberapa temannya, tapi ia mengaku tak betah. Menurutnya, makin banyak pasien yang datang berarti mengindikasikan kegagalan membuat masyarakat mandiri mengurus kesehatannya.

Karena itu, Mussagar saat ini memilih untuk melatih kelompok di masyarakat, membekali mereka mengerti cara melakukan akupresur dan membuat ramuan herbal. Ia pernah bekerja sama dengan PT Newmont Nusa Tenggara  melalui Comdev (community development), untuk melatih 30 orang penduduk sekitar tambang. Bahkan Mussagar juga pernah dikontrak selama 10 hari oleh perusahaan piranti komputer di Malaysia, untujk melatih karyawannya.

“Dengan ijin Allah, saya bisa mengatasi penyakit darah tinggi, kolesterol, kencing manis, hepatitis atau penyakit lainnya. Tapi saya lebih senang kalau masyarakat bisa mehami bagaimana membuat dirinya sendiri sehat,” tuturnya.

Teknik pengobatan akupresur (memijit simpul dengan tangan) dan ramuan herbal, yang sudah dikenal di Cina ribuan tahun yang lalu, ternyata tak kalah dengan pengobatan modern. Di kalangan pengobatan alternatif akupresur, tidak dikenal nama-nama penyakit. Yang diketahui, tubuh sedang mengeluh dan bermasalah, karena itu harus ditangani.  “Akupresur mengembalikan kekuatan daya tahan tubuh,” kata Mussagar.

Belajar mengobati dan membuat klinik
Belajar mengobati dan membuat klinik

Kini ia memperdalam pengetahuan pengobatannya dengan konsep Islami ‘tehibun nabawi’.  Pengobatan yang disunahkan Rasul Muhammad itu, antara lain dengan metode ‘bekam’, atau menggunakan bahan-bahan halal yang berkhasiat seperti air zam-zam, minyak Zaitun atau habatus saodah. Dengan pengobatan bekam itu, kisahnya, ia pernah ikut turun dalam pengobatan masyarakat yang kena bencana, Misalnya waktu banjir Sembalun, ia turun bersama 20 orang membekam sekitar 500 orang. Demikian juga waktuterjadi gempa di Lombok Utara.

Dengan konsep pengobatan Islami itu, Mussagar juga lebih leluasa terjun ke pondok pesantren. Hingga kini ia sudah melatih santri-santri di pondok pesantren Haramain di Narmada, Al Ihklas dan Nurul Jannah di Ampenan. Ia melatih santri-santri itu untuk trampil mijat, bekam, dan di pesantren itu mereka membuka klinik pengobatan.

“Sesungguhnya, tidak ada penyakit yang tidak bisa disembuhkan,” pungkas Mussagar.

Ka-eS




GARIS BAWAH

Rayne Qu
Rayne Qu

WOWWWW…. PROVINSI LITERASI

Sebaiknya anda tidak perlu kaget, namun harus banyak bertanya, waktu Wakil Gubernur NTB, Bapak Muhammad Amin, dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional tahun 2016, hari Senin, melaunching program NTB sebagai Provinsi Literasi.

Kebetulan, saat ini saya sedang hangat mengunjungi berbagai tempat, untuk memahami tentang peningkatan ‘literasi’. Jadi waktu membaca berita, melalui program Dinas Dikpora setempat bahwa NTB menjadi ‘provinsi Literasi”, saya sungguh astonished.

Kata literasi sudah sangat akrab di kalangan penulis, sastrawan, atau di kalangan intelektual yang banyak berwacana tentang literasi dalam konteks melek teknologi, politik, berpikiran kritis, dan peka terhadap lingkungan sekitarnya. Pemahaman kontemporer tentang literasi itu memang meluas,

Memang benar kalau Wagub mengatakan, literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis, namun menyangkut pola pikir, ketrampilan mengembangkan pemikiran. Menggunakan sumber pengetahuan, atau informasi dari berbagai media untuk mengembangkan pengetahuan sehingga bermanfaat bagi masyarakat luas.

Sebutan sangat ‘literat’ ditujukan pada seseorang kalau memahami sesuatu karena bacaannya dan melakukan sesuatu berdasarkan pemahaman bacaannya.

Membaca, menulis, melek aksara atau keberaksaraan.  Jangan heran kalau Menteri Pendidikan dan Kebudayaan, Anies Baswedan melalui  Permen Dikbud: 23 Tahun 2015 mewajibkan siswa membaca 15 menit sebelum jam pelajaran dimulai. Merekayasa habitat gemar membaca itu penting, meskipun paling penting sebenarnya adalah kemampuan berpikir menghasilkan pengetahuan, dari media apa pun sumbernya, yang akhirnya memberi manfaat masyarakat.

Saya membayangkan, mengangkat NTB sebagai ‘Provinsi Literaasi’ seperti mengisi kekosongan pendidikan selama ini, apakagi di NTB, untuk menguatkan pola membangun nalar atau jalan pikiran anak didik. Nalar, jalan pikiran, kemampuan berpikir itu yang menghubungkan dengan masa depan. Ini bisa dirawat kalau kita, salah satu jalan, menguatkan pemaknaan peningkatan literasi.

Metode dan teknik pengajaran literasi yang mencerdaskan, akan menjadi jalan kebangkitan suatu bangsa yang berkhidmat pada nalar dan akal sehat. Meningkatkan literasi tidak seharusnya semata-mata menyusun program untuk merespon Peraturan Menteri Pendidikan.

Kalau hal itu yang terjadi, yang mengkhawatirkan saya, NTB makin banyak memproduksi jargon daripada menjalankan yang substansial. ***

*) Rayne Qu, mahasiswa S2 Sastra Prancis, asal Punia Saba, Kota Mataram




Hari Pendidikan, Mendeklarasikan NTB Sebagai Provinsi Literasi 2016

MATARAM – lombokjournal

Dalam peringatan Hari Pendidikan Nasional (Hardiknas), 2 Mei 2016, Provinsi NTB mendeklarasikan sebagai Provinsi Literasi 2016. “Literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis,” kata Wakil Gubernur NTB, H Muhammad Amin SH. Msi.

Hari Pendidikan dijadikan momentum melaunching Provinsi NTB sebagai Provinsi Literasi 2016.  Wakil Gubernur, H Mhammad Amin yang langsung melaunching, merangkaikan dengan Launching Bantuan Operasional Sekolah Daerah (BOSDA) dan Launching Lumbung Canggih.

Wakil Gubernur NTB, H Muhammad Amin SH. Msi melaunching Program Literasi; “Literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis.”
Wakil Gubernur NTB, H Muhammad Amin SH. Msi melaunching Program Literasi;
“Literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis.”

Launching ditandai dengan penekanan tombol sirine yang dilakukan wagub didampingi Ketua Tim Literasi NTB, Prof, H. Mahsun dan Kepala Dinas Dinas Dikpora Prov. NTB, Dr. Ir. H. Rosiady Sayuti.

Bertindak selaku Inspektur Upacara Bendera Peringatan Hardiknas tingkat Provinsi, Senin (2/5) di Kantor Dinas Dikpora NTB di Mataram, wagub berharap program literasi di NTB ini dapat menjadikan Pendidikan NTB menjadi lebih maju.

Program itu mendorong pola pikir siswa makin terasah, dengan pendayagunaan segala bentuk media sebagai sumber pelajaran. “Literasi lebih dari sekedar membaca dan menulis. Namun mencakup keterampilan berpikif tingkat tinggi, menggunakan sumber pengetahuan dalam berbagai media,” katanya. Pemerintah Provinsi NTB berusaha menyediakan media pembelajaran yang dapat dimanfaatkan siswa, tegasnya.

Memajukan Peradaban bangsa

Prof. Mahsun melalui keterangan persnya menjelaskan, literasi sebagai kemampuan membaca dan menulis terkait dengan keberaksaraan menentukan kemajuan peradaban suatu komunitas negara bangsa.

“Masyarakat NTB harus menjadi komunitas negara bangsa yang berada pada gerda terdepan dalam memajukan peradaban bangsa melalui kemampuan literasi. Apa lagi bangsa ini memliki peringkat kemampuan literasi yang kurang menggembirakan, ” kata Mahsun.

Lebih jauh dijelaskannya, deklarasi ini bukan hanya formalitas Permen Dikbud: 23 Tahun 2015 yang salah satu poinnya mewajibkan siswa membaca 15 menit sebelum jam pertama di mulai. Tapi ditegaskannya, program literasi NTB lebih terencana, teraarah dan terukur.

“Kegiatan Literasi di NTB kita awali dengan pengembangan bahan literasi dengan melakukan penulisan kembali cerita-cerita lokal, biografi tokoh-tokoh lokal yang dapat memberi inspirasi tentang budi pekerti yang baik serta memberi pengetahun tentang implikasi jika suatu perilaku tertentu diterapkan dalam kehidupan,” pungkasnya.

Suk

(Biro Humas dan Protokol Setda Prov NTB)

 

 




Nelayan Lotim Demo Ke Kantor Gubernur, Tolak Pengerukan Pasir

MATARAM – lombokjournal

Terbitnya ijin pengerukan pasir laut di Pulau Lombok, mendapat tentangan dari ratusan masyrakat nelayan di Lombok Timur (Lotim), Senin (2/5). Sekitar pukl 12.00 wita ratusan nelayan dari beberapa desa yang menumpang truk dari Lotim ke Mataram itu berjalan sekitar dua kilometer dari arah barat Kota Mataram, dan akan menyampaikan langsung protesnya pada Gubernur NTB, TGH M Zainul Majdi.

Kedatangan masyarakat nelayan Lotim itu – banyak yang datang bersama istri dan anaknya — didampingi WALHI NTB, FMN (Fron Mahasiswa Nasional) dan AGRA (Aliansi Gerakan Reformasi Agraria), tak berhasil menemui gubernur karena yang bersangkutan menghadiri acara dengan Kapolda NTB.

IMG03045-20160502-1225
Nelayan Lotim minta gubernur membatalkan ijin pengerukan pasir laut di Pulau Lombok

Para nelayan itu tak bisa masuk ke area Kantor Gubernur, sebab di depan gerbang masuk sudah dijaga ketat aparat kepolisian. Mereka hanya bisa duduk di jalan protokol depan Kantor Gubernur.

Secara bergiliran wakil dari beberapa desa itu menyampaikan orasinya. “Tolong pak gubernur perhatikan nasib kami. Tempat kami mencari makan akan dirusak,” kata wakil nelayan dari Desa Tanjung Luar.

Seorang nelayan yang mengaku dari Desa Menceh mengatakan, selama ini ia tak pernah tahu Kantor Gubernur. Sekarang mereka datang bersama temman-temannya dari pesisir datang ke Mataram untuk menyampaikan aspirasinya kepada Gubernur NTB yang dianggapnya sebagai panutan masyarakat Lotim.

“Selama ini kami sulit mencari makan di laut. Apalagi kalau laut kami dikeruk pasirnya,kami makin sulit mencari makan. Saya minta tolong pada pemimpin kami, agar membatalkan rencana pengerukan pasir itu,” katanya. Ia mengatakan, hari ini ia meninggalkan pekerjaannya bersama istri dan anaknya ingin ketemu gubernur untuk menyampaikan keluhannya.

Nelayan datang bersama istri dan anaknya
Nelayan datang bersama istri dan anaknya

Dalam aksi tersebut, ada lima tuntutan yang disampaikan masyarakat nelayan. Pertama, menolak pengerukan pasir laut di Lotim, kedua, selamatkan pesisir pantai Lombok, ketiga, selamatkan biota laut dari ancaman pengerukan pasir, keempat, selamatkan ruang hidup nelayan, dan yang kelima, usir perusahaan pengerukan pasir.

Segera Beroperasi

Meski sebelumnya Pemprov NTB mengatakan akan tidak memberi ijin, ternyata menyetujui satu dari dua perusahaan yang mengajukan izin pengerukan pasir laut di Pulau Lombok.  Persetujuan Pemprov NTB disampaikan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal dan Perizinan Terpadu (BKPM-PT) NTB H Ridwansyah.

Ijin operasi pengerukan pasir bisa diberikan  karena persyaratan telah dipenuhi PT Sukses Timur Bersama, termasuk analisis dampak lingkungan (amdal). “Izin operasinya sudah. Tinggal sekarang mereka beroperasi saja,” kata Ridwansyah, Selasa (26/4) pada wartawan.

Ridwan  menjelaskan, izin itu untuk pengerukan 1.000 hektare, jangka waktu operasi satu setengah tahun hingga tiga tahun.  Dari jumlah cadangan pasir laut yang jumlahnya mencapai 50 juta meter kubik, PT Sukses Timur Bersama akan mengeruk 10 juta meter kubik.

Setengah bercanda Ridwansyah saat itu mengatakan, “Kalau diibaratkan orang menikah, mereka sudah memiliki buku nikah. Tinggal pelaksanaan saja. “.

Selain itu, ada perusahaan lain,  PT Dinamika Atria Raya (PT DAR), yang ijin pengerukan di Lotim belum bisa diberikan, menunggu analisis dampak lingkungan dari pemerintah pusat.  Untuk pengerukan pasir di Lotim masih berproses, perusahaan tersebut terikat kontrak dengan PT TWDI yang akan melakukan reklamasi Teluk Benoa, sehingga menunggu izin amdal dari Jakarta.

WALHI Cass Action

Sebelumnya, Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Nusa Tenggara Barat (NTB) mengancam mengajukan gugatan class action terhadap Pemprov NTB, bila izin operasional pengerukan pasir untuk reklamasi Teluk Benoa, Bali, diterbitkan.  “Gugatan class action kami lakukan, jika izin operasi dikeluarkan gubernur,” kata aktivis Walhi, Amrin Nuryadin, Selasa (13/10).

Gugatan itu juga dilakukan Walhi dengan mengajak masyarakat yang berada di wilayah terdampak pengerukan atau penyedotan pasir yang rencananya akan dilakukan di Lombok Timur dan Lombok Barat. Pengerukan itu hanya akan merugikan nelayan yang menggantungkan hidupnya dari hasil laut.

Menurt Amrin, Walhi ingin mengingatkan Gubernur Majdi, pernyataan yang dikeluarkan gubernur pada Maret 2015, yang menegaskan atidak akan memberikan ijin, sebenarnya pernyataan yang pro-rakyat.

“Entah kenapa, tiba-tiba gubernur berbalik 180 derajat,“ kata Amrin.

Suk