Kisah Kakek Nursan, Nekad Menjajakan Pisang di Jalan di Tengah Pandemi Corona

Matahari di langit Mataram siang itu menyengat kulit. Ada sedikit awan, tapi tak mampu menahan cahaya matahari menyoroti ruas jalan sepanjang Jalan Bung Karno. Mataram, Selasa (23/06/20).

MATARAM.LombokJournal.com –

Pengemudi roda dua dan roda empat berhenti berjejer, menunggu lampu lalulintas berganti hijau. Di sela-sela kendaraan yang berhenti sejenak itu, kakek Nursan (80 th) yang berkulit gelap, mengenakan topi model koboy lusuh,  berjalan ringkih menenteng dua kresek plastik berisi pisang dari satu pengemudi ke pengemudi lain. Ia menjajakan pisangnya.

“Pisang pak… Pisang… ” ucapnya menawarkan pisang. Sampai lampu berwarna hijau, tak satu pun dari pengemudi itu terlihat membeli dagangannya.

Nursan yang mengakui dari dusun Bajur Lombok Barat itu hampir setiap hari – kecuali Jumat – berjualan di tempat itu. Mulai pagi hari dan pulang menjelang malam.

Laun tiang ulek,” ujarnya dalam bahasa Sasak saat lombokJournal.com menanyakan kapan ia selesai berjualan.

Nursan mengaku nekad berjualan di tengah pandemi Covid-19 untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Kakek yang pada zaman Jepang mengaku sudah bisa mengingat ini, memiliki beberapa anak yang mestiya jadi tempat menggantungkan harapan.

Tapi keadaan ekonomi anak-anaknya tidak ebih baik darinya. Keadaan membuatnya memilih mandiri dengan tetap bekerja. Di rumahnya, ia hanya tinggal berdua dengan sang istri yang kini hanya bisa berbaring di tempat tidur karena “lumpuh”.

Apakah kakek Nursan tak lelah seharian menjajakan pisang  di tengah terik?

Nursan mengaku tak merasa lelah, lelaki bersahaja itu justru mengaku bahagia dengan pekerjaannya. Setidaknya ia bisa membawa uang dua puluh sampai tiga puluh ribu rupiah dalam sehari.

Nilai yang jauh berkurang dari sebelum pandemi Corona melanda. Sebab saat itu, ia bisa membawa lima puluh sampai enam puluh ribu rupiah dalam sehari.

No, laek. Kan Corona ne,” katanya dalam nada suara yang rendah, bertempo pelan.

Saat lombokJournal.com menanyakan apakah ia tak khawatir dengan Covid-19, kakek Nursan menggelengkan kepala.

Ia mengatakan, di desanya tak ada satu pun yang terserang penyakit yag menggetrkan pemerintah seluruh duni itu. Malah, ia mengeluhkan bagaimana dirinya dan warga desa yang tak diizinkan menunaikan shalat Jum’at selama tujuh pekan berturut-turut.

Pituk Minggu ite libur bejumat,” katanya.

Lampu lalu lintas telah kembali berwarna merah, Nursan pun kembali bersiap menjaja pisangnya.

Sebelum menemui pengemudi calon pembeli, ia sempatkan menawari sebiji.

“Gratis,” katanya.

Di Mataram, menyaksikan pedagang asongan seperti Nursan bukanlah pemandangan langka. Jumlah mereka cukup banyak, hampir ada di setiap perempatan.

Inilah potret kemiskinan yang nyata. kenyataan yang harusnya menjadi perhatian serius pemerintah, selain tetap meningkatkan upaya pencegahan penyebaran virus Corona.

Ast