Ini Modus Peserta BPJS Kesehatan yang Bisa Bikin Defisit

Banyak PBPU/ peserta mandiri yang hanya mendaftar pada saat sakit dan memerlukan layanan kesehatan yang berbiaya mahal, namun setelah sembuh berhenti membayar iuran

lombokjournal.com —

MATARAM —  Iuran BPJS Kesehatan dipastikan naik. Kenaikan ini berlaku untuk seluruh peserta.

Belakangan terungkap siapa mereka yang buat BPJS Kesehatan defisit, bahkan di ambang kebangkrutan jika iuran dan perbaikan tak dilakukan.

Iuran BPJS harus naik karena adanya defisit yang jumlahnya triliunan. Kenapa bisa sampai defisit? Siapa yang menyebabkan defisit?

Penyebab utama terjadinya defisit adalah besaran iuran yang underpriced dan adverse selection pada PBPU/peserta mandiri. Bisa dibilang peserta mandiri ini ambil kesempatan dalam kesempitan.

Banyak PBPU/ peserta mandiri yang hanya mendaftar pada saat sakit dan memerlukan layanan kesehatan yang berbiaya mahal, namun setelah sembuh berhenti membayar iuran.

Banyak PBPU/peserta mandiri yang tidak disiplin membayar iuran. NAH KETAHUAN!

Pada akhir tahun anggaran 2018, tingkat keaktifan PBPU/peserta mandiri hanya 53,7 persen. Sejak 2016 sampai dengan 2018, besar tunggakan PBPU/peserta mandiri ini mencapai sekitar Rp15 triliun, ini penjelasan dari Kemenkeu.

Claim ratio PBPU/ peserta mandiri pada 2018 mencapai 313 persen. Total klaim PBPU/peserta mandiri mencapai Rp27,9 triliun sementara total iuran yang dikumpulkan hanya Rp8,9 triliun.

Di samping kedua penyebab utama ini, tentu juga terdapat faktor-faktor yang lain, seperti inefisiensi layanan, belum sempurnanya manajemen klaim, serta belum sempurnanya strategic purchasing.

Oleh karena itu, dalam rangka menjaga keberlangsungan program JKN, perbaikan pada keseluruhan sistem JKN ini akan dilakukan oleh BPJS Kesehatan serta lembaga-lembaga terkait.

Untuk diketahui, kenaikan iuran JKN direncanakan untuk seluruh segmen peserta BPJS:

Penerima Bantuan Iuran (PBI), iuran naik dari Rp23.000 menjadi Rp. 42.000 per jiwa. Besaran iuran ini juga berlaku bagi Peserta yang didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD). Iuran PBI dibayar penuh oleh APBN, sedangkan Peserta didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD) dibayar penuh oleh APBD.

Pekerja Penerima Upah Pemerintah (PPU-P), yang terdiri dari ASN/TNI/POLRI, semula besaran iuran adalah 5 persen dari gaji pokok dan tunjangan keluarga, 3 persen ditanggung oleh Pemerintah dan 2 persen ditanggung oleh ASN/TNI/POLRI yang bersangkutan.

Diubah menjadi 5 persen dari gaji pokok, tunjangan keluarga, tunjangan jabatan atau tunjangan umum, tunjangan profesi, dan tunjangan kinerja atau tambahan penghasilan bagi PNS Daerah, dengan batas sebesar Rp12 juta, dimana 4 persen ditanggung oleh Pemerintah dan 1 persen ditanggung oleh ASN/TNI/POLRI yang bersangkutan.

Pekerja Penerima Upah Badan Usaha (PPU-BU), semula 5 pesen dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp8 juta, dimana 4 persen ditanggung oleh Pemberi Kerja dan 1 persen ditanggung oleh Pekerja, diubah menjadi 5% dari total upah dengan batas atas upah sebesar Rp12 juta, dimana 4 persen ditanggung oleh Pemberi Kerja dan 1 persen ditanggung oleh Pekerja.

Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU) / Peserta Mandiri:
Kelas 3: naik dari Rp25.500 menjadi Rp42.000 per jiwa; Kelas 2: naik dari Rp51.000 menjadi Rp110.000 per jiwa; k]Kelas 1: naik dari Rp80.000 menjadi Rp160.000 per jiwa.

Berdasarkan data, pemerintah menanggung 134 juta yang masuk Penerima Bantuan Iuran (PBI). Muncul pertanyaan baru, apakah terdapat 134 juta masyarakat miskin di Indonesia?

Menurut data Kemenkeu, sesuai data BPS, per Maret 2019, persentase penduduk miskin adalah sebesar 9,41 persen, atau 25,14 juta orang.

“Penduduk yang dimasukkan ke dalam kepesertaan Penerima Bantuan iuran (PBI) tidak hanya penduduk miskin sesuai perhitungan BPS itu,” jelas Kemenkeu.

Secara internasional, jaminan sosial lazimnya diberikan kepada 40 persen penduduk yang memiliki penghasilan terendah, bukan hanya yang masuk dalam kategori penduduk miskin.

Indonesia mengadopsi hal tersebut, yang dituangkan dalam RPJMN. Dengan pendekatan tersebut, sebetulnya PBI dapat diberikan kepada hingga 107 juta jiwa (dengan asumsi penduduk Indonesia saat ini 269 juta jiwa).

Adapun kepesertaan Penduduk yang didaftarkan oleh Pemda (PBI APBD) yang iurannya dibayarkan oleh Pemda, yang saat ini mencapai sekitar 37 juta jiwa, merupakan bentuk dukungan Pemda dalam rangka mencapai Universal Health Coverage (UHC).

Bagaimana jika tak mampu bayar iuran?

Kenaikan 100 persen hanya berlaku untuk PBPU/peserta mandiri Kelas 1 dan Kelas 2. Untuk kelas 3, iuran hanya naik sebesar 65 persen menjadi Rp42.000.

“Jika merasa tidak mampu membayar kenaikan iuran, peserta Kelas 1 dan Kelas 2 dapat melakukan penurunan Kelas, dari Kelas 1 menjadi Kelas 2 atau Kelas 3; atau dari Kelas 2 menjadi Kelas 3.”

Untuk Kelas 3 yang merasa tidak mampu dengan besaran iuran ini, dan nyata-nyata tidak mampu, dapat dimasukkan ke dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS), sehingga berhak untuk masuk PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang iurannya dibayarkan oleh Pemerintah.

Rr (dari berbagai sumber)