Bupati Djohan Terima Kunker Dirjen Kebudayaan Hilman Farid

Bupati Djohan berharap, silaturahmi Dirjen dengan Pemda KLU dan masyarakat adat serta budayawan, ke depan akan berkelanjutan

TANJUNG.lombokjournal.com ~ Bupati Lombok Utara, H. Djohan Sjamsu SH menerima Kunjungan Kerja (Kunker) Dirjen Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan Riset dan Teknologi RI Hilmar Farid PhD, di Pendopo Bupati Lombok Utara Gangga, Senin (18/10/21).

Kunker Dirjen disambut Bupati Lombok Utara
Dirjen Hilmar Farid

Dirjen dapat kehormatan diikatkan sapuq oleh bupati
Bupati mengikatkan sapuq

Hadir dalam pertemuan itu, para Kepala OPD, Tokoh Adat, serta beberapa budayawan Lombok Utara.

Bupati Djohan menyambut baik kunker Dirjen Kebudayaan, Hilman Farid di KLU. Diharapkan silaturahmi Dirjen dengan Pemda KLU dan masyarakat adat serta budayawan, ke depan akan berkelanjutan.

Dengan banyak suku, adat dan budaya yang berkembang di Indonesia termasuk di daerah kita serta mendapatkan pengakuan oleh negara.

“Komitmen kami di daerah terhadap adat-istiadat serta budaya diperkuat dengan Perda no 6 Tahun 2020, hal ini menunjukkan keberadaan adat istiadat tidak bisa dipisahkan dari daerah,” tutur Bupati Djhan.

BACA JUGA: Wabup Danny dan Kadis DKPPP Serap Aspirasi Petani Tegalan

Lombok Utara atau lebih dikenal dengan masyarakat Dayan Gunung memiliki ciri khas budaya tersendiri sedikit berbeda dengan daerah lainnya, dan adat budaya di daerah kita menjadi khasanah kekayaan budaya.

“Kuatnya tradisi adat masyarakat di Lombok Utara yang dipelihara oleh masyarakat adat secara utuh dan turun menurun hingga kini,” ungkapnya.

Dirjen diikatkan sapuq

Dirjen Kebudayaan Hilmar Farid mendapatkan kehormatan dengan diikatkan sapuq (ikat kepala) sebagai tanda diterima sebagai warga masyarakat Lombok Utara atau dayan gunung ini.

“Kegiatan ini menunjukkan komitmen bersama antara Pemerintah Daerah bersama masyarakat dalam upaya memajukan kebudayaan di daerah kita ini,” ungkap Hilmar.

Adat dan budaya memiliki peran penting di tengah masyarakat, terlebih di masa krisis yang kita hadapi saat ini, akibat gempa dan pandemi. Namun adat istiadat di masyarakat tetap utuh meskipun dengan banyak tantangan dari masa ke masa.

BACA JUGA: Workshop Kajian Resiko Bencana di Lombok Utara

“Indonesia adalah negara dengan keanekaragaman hayati dan budaya yang paling tinggi di dunia, jika keduanya digabungkan maka akan menghasilkan suatu matrik yang luar biasa yaitu bio curtural,”jelasnya.

Acara dilanjutkan dengan presentasi hasil diskusi multipihak, revitalisasi dan transformasi pokok-pokok pikiran kebudayaan daerah, dan strategi implementasi kemajuan kebudayaan dayan gunung.

@ng




Perayaan Mandi Safar di Gili Tahun Ini Lebih Sederhana, Ini Alasannya

Di tengah acara perayaan Mandi Safar, Kadis Pariwisata NTB minta pelaku pariwisata di Gili mengambil peran dalam event MotoGP

TANJUNG.lombokjournal.com ~ Acara perayaan Mandi Safar di Dusun Gili Meno Desa Gili Indah Rabu (06/09/21)  sedikit berbeda dengan tahun sebelumnya, penyelenggaraannya lebih sederhana dan tak semeriah sebelumnya.

Penyelenggara upacara tradisi itu berlangsung di tengah pandemi Covid-19, sehingga banyak aturan yang membatasi.

Wabup di tengah-tengah perayaan Rebo Bontong

Masyarakat Dusun Gili Meno antusias dalam perayaan Rebo Bontong

Pembatasan yang ditekankan, penyelenggaraannya harus memperhatikan protokol kesehatan (prokes), berarti menghindari kerumunan banyak orang, serta aturan prokes lainnya.

Pemerintah KLU berharap tidak ada lagi penambahan kasus positif Covid-19, tujuannya agar sektor Pariwisata segera pulih.

BACA JUGA: Workshop Implementasi Program LED di KLU, Dibuka Bupati

“Saya menghimbau pada masyarakat tidak mengabaikan Prokes guna menjaga diri, keluarga dari virus pandemi covid 19 dan masyarakat yang belum vaksin untuk segera melakukan suntik vaksin,” kata Wakil Bupati Lombok Utara, Danny Karter Febrianto Ridawan ST MEng yang ikut acara perayaan Mandi Safar di Dusun Gili Meno.

Hadir pula pada acara tersebut, Kadis Pariwisata  NTB Yusron Hadi ST, PLT Kadis Pariwisata KLU DRs. Ainal Yakin, PLT Kadis Perhubungan KLU, Ir. M Wahyu Darmawan serta undangan lainnya.

Upacara Mandi Safar atau lebih dikenal dengan Rebo Bontong menjadi ritual rutin masyarakat setempat yang jatuh setiap bulan Safar.

Ritual Rebo Bontong merupakan perpaduan budaya warga Sasak dan Islam, untuk memohon berkah.

Wabup Danny menyampaikan, Mandi Safar adalah budaya yang harus dijaga dan dilestarikan. Kegiatan itu

“Kegiatan mandi sapar ini menjadi bukti keberadaan pemerintah di tengah masyarakat, dalam situasi dan kondisi apa pun, terlebih di masa sulit sperti sekarang ini,” ungkap Wabup Danny

Dalam kesempata itu, Kadispar NTB Yusron Hadi mengharapkan pelaku wisata di KLU, khususnya di Desa Gili Indah, menyiapkan diri dan mengambil peran pada  event Internasional Moto GP yang dilaksanakan di Mandalika Lombok Tengah.

Pihaknya yakin event tahunan berdampak pada pariwisata yang ada di KLU.

BACA JUGA: BI NTB Dukung Pemanfaatan Bahan Organik untuk Bawang Merah

“Wisatawan yang nantinya datang pasti akan mngunjungi tempat tempat wisata yang ada di NTB termasuk Gili Trawangan, Gili air dan Gili Meno akan menjadi pilihan mereka nantinya,” jelasnya.

Acara dilanjutkan dengan “serakalan” (baca barzanji), zikir dan berdoa bersama yang dipimpin tokoh agama setempat.

Rangkaian prosesi ini bertujuan untuk memohon keselamatan dan tolak bala, serta dilanjutkan dengan acara mandi bersama di pantai.

@ng

 

 




Bupati Minta Naskah Kuno di Lombok Utara Diperbanyak

Dinas Dispurarsip KLU diminta Bupati Djohan Sjamsu memperbanyak naskah kuno yang syarat nilai sejarah, dan dibagikan kepada masyarakat

TANJUNG.lombokjournal.com ~ Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Kabupaten Lombok Utara (Dispurarsip KLU) menggelar kegiatan bimbingan teknis (Bimtek) “Pemeliharaan dan Pelestarian Naskah Kuno Kabupaten Lombok Utara” di Lesehan Sasak Narmada Tanjung, Senin (20/09/21).

Kegiatan Bimtek yang rencananya akan dilangsungkan selama tiga hari itu (20 – 22 September) dibuka Bupati Lombok Utara H. Djohan Sjamsu, SH.

Pada kesempatan itu, H. Djohan dalam sambutannya menyebutkan, kegiatan semacam ini perlu digalakkan. Di era teknologi informasi yang berkembang pesat saat ini, generasi milenial makin terkikis minatnya untuk mengenal lebih jauh tentang histori budaya yang dimiliki

“Saya melihat saudara-saudara sekalian, anak-anak kita sekarang ini seperti tidak berminat. Nah ini yang perlu digalakkan oleh Dinas Perpustakaan dan Kearsipan Daerah, supaya adalah perhatian anak-anak kita terhadap naskah-naskah kuno,” kata Bupati Djohan

Peserta bimtek di Dinas Perpustakaan dan Arsip yang dibuka Bupati Djohan

Bupati minta kepada Kepala Dinas Perpustakaan dan Kearsipan (Dispurarsip), agar naskah yang masih ada diperbanyak. Kemudian disimpan di Perpustakaan Daerah dan sebagian lagi dibagikan ke kelompok-kelompok masyarakat adat di Kabupaten Lombok Utara.

BACA JUGA:

Talkshow Karang Taruna di Sesait Mengupas Budaya Lokal

“Harapan saya, supaya naskah-naskah kuno, naskah-naskah adat kita bisa di copy atau diperbanyak kemudian disimpan. Sebagian disimpan di perpustakaan dan sebagian ada di kelompok-kelompok adat, kelompok masyarakat. Karena itu sejarah, kita tidak boleh meninggalkan sejarah,” ujar Bupati H. Djohan Sjamsu.

Dalam kesempatan yang sama, Kepala Dispurarsip KLU Ir. Lalu Mustain, MM. melaporkan, sejauh ini jumlah naskah kuno yang ada di Kabupaten Lombok Utara sekitar 37 naskah, 4 di antaranya sudah diterjemahkan ke Bahasa Indonesia.

Ditambahkan L. Mustain, melihat kandungan isi yang beragam pada naskah kuno tersebut, mendorong pihak Dispurarsip KLU untuk menginisiasi perlunya dilaksanakan kegiatan Bimtek bagi para tokoh yang memegang dan menyimpan beberapa naskah-naskah kuno di tiap kecamatan di Lombok Utara.

“Isinya beragam, mulai dari budaya, hukum, adat-istiadat, agama menyangkut syariat, tarekat bahkan. Jadi sangat detail dan beragam isi dari naskah kuno tersebut sehingga kami anggap sangat perlu dilestarikan,” jelasnya.

Mustain berharap kepada para peserta yang memegang naskah kuno baik dalam bentuk kertas atau lontar, agar bisa menjaga dan menyimpan dengan baik aset budaya yang dimiliki oleh Kabupaten Lombok Utara itu.

Merespon kegiatan bimtek tersebut, Ahmad Subhan Hadi salah satu peserta dari Desa Sesait sangat mengapresiasi langkah yang telah dilakukan itu, yang dinilai penting dalam menjaga kelestarian naskah kuno.

Menurutnya, perlu ada tindaklanjut dari pihak dinas untuk menjalin kolaborasi dengan para tokoh adat, untuk memberikan edukasi kepada anak-anak muda melalui sebuah kelompok yang dibentuk di setiap dusun.

Diharapkan ada perhatian di anggaran perubahan, agar para tokoh adat mengajarkan di tiap dusun sekaligus. Mungkin di setiap kelompok ada 10 orang disitu untuk menumbuhkan minat bacanya.

BACA JUGA: Berwisata ke Desa Wisata Senaru di Lombok Utara

“Bahkan di Sesait sudah dilakukan tetapi hanya beberapa kelompok dan ada di Desa Pendua. Mohon harapan kami jangan sampai kita hanya bimtek disini saja,” kata Ahmad.

@ng




Talkshow Karang Taruna di Desa Sesait Mengupas Budaya Lokal

Anggota Karang Taruna dari empat desa di Kecamatan Kayangan menyelenggarakan talkshow mengupas sejarah, budaya dan adat Lombok Utara

KAYANGAN.lombokjournal.com ~ Talkshow dengan tajuk “Desa Sesait Dalam Sesaat”, diselenggarakan atas kolaborasi Karang Taruna dari empat desa di Kecamatan Kayangan, Kabupten Lombok Utara.

Talkshow Karang Taruna di Desa Sesait

Keempat Karang Taruna itu masing-masing Desa Santong, Desa Pendua, Desa Sesait dan Desa Santong Mulia, yang berlokasi di “Bale Sangkep Adat Sesait”, Minggu (19/09/21).

Agenda talk show itu berangkat dari  kegelisahan para pengurus Karang Taruna atas minimnya pengetahuan generasi milenial terkait sejarah, adat dan budaya yang ada di kabupaten Lombok Utara, khususnya di Kecamatan kayangan.

Pengurus Karang Taruna lintas dan tiap element kepemudaan yang terlibat dalam giat itu diharapkan menjadi pemantik semangat generasi milenial dalam melestarikan adat dan budaya di kabupaten Lombok Utara.

Tema talk show budaya itu mengangkat sejarah adat dan budaya Desa Sesait sebagai langkah awal. Kemudian dihadirkan narasumber yang memang kompeten di bidang sejarah adat dan budaya Desa Sesait.

Hadir sebagai narasumber, H. Djekat selaku tokoh adat, Susianto, M.Pd selaku pemusungan Desa Sesait, dan TGH. Sukarman Azahar Ali selaku tokoh agama.

Para narasumber memaparkan penjelasan beragam terkait adat dan budaya desa Sesait dari berbagai sudut pandang.

“Hasil riset terbaru pada tahun 2008 bahwa tulisan tangan dari Alqur’an yang ada di desa Sesait berumur 600 tahun, yang menunjukkan bahwa agama Islam di KLU yang pertama kali itu dari Desa Sesait. Tapi itu versi kami dan tanpa menyalahkan versi yang lain.” ujar Susianto

Penjelasan Pemusungan Desa Sesait terkait sejarah islam di KLU itu,  menjadi refrensi baru bagi para pemuda dalam mengkaji sejarah terkait desa Sesait.

BACA JUGA: Berwisata ke Desa Wisata Senaru di Lombok Utara

Kemudian dijelaskan, beberapa posisi pengurus adat di Desa Sesait haruslah sesuai keturunan, dan tidak bisa dirubah oleh siapapun karena sidah menjadi aturan adat.

Pada kesempatan tersebut, H. Djekat selaku narasumber menjelaskan bahwa tiap hal yang merupakan peninggalan nenek moyang haruslah dijaga nilai-nilainya.

Generasi muda diminta memahami apa saja yang menjadi tanggung jawabnya dalam melestarikan nilai-nilai dari adat dan budaya yang ada di desa Sesait.

“Kita jangan sampai hanya mengatakan berbagai hal tentang adat, tapi tidak mengerti nilai-nilai yang tertanam di dalamnya. Adat dan budaya penting untuk dilestarikan tapi lebih penting juga untuk mengkaji dan memahami nilai-nilai yamg terkandung didalamnya.” jelsa Djekat

Kemudian pada penghujug acara, TGH. Sukarman selaku narasumber menjelaskan terkait adat dan budaya dalam perspektif agama.

Setiap ajaran yang ditinggalkan oleh para leluhur tentunya sudah melalui proses panjang dalam penanaman nilai-nilai islam di tiap aspeknya.

BACA JUGA: Setelah Vaksin Harus Tetap Patuhi Protokol Kesehatan

“Kita harus bangga menunjukan adat dan budaya kita dan tentunya harus sesuai syariat islam. Setiap apa yang diwariskan sudah mengikuti syariat islam, hanya saja kita perlu memahami lebih dalam agar tidak salah faham dengan segala hal yang berhubungan dengan adat dan budaya di desa Sesait ini, mulai dari masjid, pakaian, hingga gamelannya.” ujar TGH. Sukarman.

Han




Warige dan Jangger Sasak Jangan Dilupakan

Mi6 dan Publik Institut NTB khawatir,  budaya seni Sasak masuki fase punah

MATARAM.lombokjournal.com

Budaya Sasak di Lombok, Nusa Tenggara Barat mulai seni tari, pewayangan, alat musik tradisional hingga sistem penanggalan atau kalender, dikhawatirkan memasuki fase kepunahan.

Lalu Athari, Hendra Kesumah, Bambang Mei dan Ahmad SH

Sebab beragamnya budaya Sasak tapi tidak diimbangi literasi khusus kebudayaan Sasak, maupun mempromosikan secara aktif jenis-jenis kesenian tradisional tersebut.

Ancaman kepunahan pun menjadi semakin nyata seiring perubahan zaman. Milenial semakin melupakan kebudayaan asal.

Era teknologi menyeret khazanah Sasak tergerus di ambang pintu kepunahan.

Lembaga Kajian Sosial dan Politik, Mi6 dan Publik Institut NTB , menyoroti tanggalan Sasak Warige yang sudah hampir tidak dikenal. Padahal, sistem penanggalan leluhur tersebut cukup berjaya tempo dulu.

Sistem kalender Sasak Warige merupakan penanggalan yang berdasarkan pengamatan peredaran bintang. Identik dengan bintang pleiades atau dalam bahasa Sasak disebut Bintang Rowot.

Bintang Pleiades atau Gugus Kartika adalah sebuah gugus bintang terbuka di rasi bintang Taurus. Gugus bintang tersebut dapat dilihat dengan mata telanjang karena dekat dengan bumi.

Warige adalah penanggalan oleh masyarakat Sasak digunakan untuk menentukan hari baik dan buruk. Sehingga, untuk beraktivitas bertani, melaut maupun kegiatan kebudayaan dan keagamaan mengacu pada Warige.

Hal itu menjadi sorotan Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto didampingi  Sekretaris Mi6, Lalu Athari Fathulah, Dewan Pendiri Mi6, Hendra Kesumah dan Direktur Publik Institut NTB, Ahmad SH

“Warige itu menjadi rujukan oleh masyarakat Sasak dalam menentukan waktu yang baik atau waktu yang tidak baik,” ujar pria yang akrab disapa Didu, Sabtu (15/05/21) dini hari di Mataram.

Didu  mengatakan, zaman dulu tiap aktivitas masyarakat Sasak berpaku pada penanggalan Warige. Mulai dari bertani, melaut, acara budaya, acara hajatan atau yang berkaitan dengan keagamaan.

“Itu dulu. Tapi sekarang justru Warige mulai terlupakan. Bukan tidak mungkin beberapa tahun ke depan akan punah,” tuturnya.

Sekretaris Mi6, Lalu Athari  menambahkan, tanggalan Warige saat ini justru hanya digunakan pada acara Bau Nyale. Itu karena sudah banyak orang mulai lupa dan tidak mengetahui menggunakan Warige.

“Dari generasi ke generasi, kebudayaan Sasak mulai dilupakan. Warige salah satunya,” ujarnya.

NTB sebagai daerah pariwisata membutuhkan kesenian dan budaya sebagai bagian dari atraksi pariwisata. Untuk itu, campur tangan pemerintah diharapkan mampu mempertahankan budaya dan kesenian Sasak.

“Jika pemerintah hanya fokus pada pariwisata semata, tanpa merawat penunjang pariwisata yang menjadi bagian atraksi seperti seni dan budaya, itu sama aja bohong,” tandas Lalu Athari.

BACA JUGA: Optimisme IndustriaLisasi NTB di Masa BBI

Jangger Sasak, Simbol Perlawanan Perempuan

Baik Mi6 maupun  Publik Institut NTB melihat Seni tari Jangger Sasak juga mulai terlupakan.

Padahal, seni tari tersebut pada masanya selalu ramai digunakan saat acara hajatan baik pernikahan maupun sunatan.

Namun era saat ini, Jangger sudah mulai sepi peminat. Padahal, banyak nyawa bergantung hidup pada seni tari tersebut.

Direktur Publik Institut NTB, Ahmad SH menuturkan, saat ini  generasi milenial yang tidak paham arti sesungguhnya Jangger.

Banyak orang yang hanya melihat Jangger adalah sebuah hiburan erotis yang menampilkan perempuan dengan lekuk tubuh seksi menari di hadapan banyak pria.

“Padahal tarian Jangger Sasak ini memiliki filosofis yang justru sebagai bukti perempuan Sasak mempertahankan kehormatan mereka,” tambahnya.

Setiap gerakan Jangger memiliki filosofis yang menandakan perjuangan perempuan menjaga kehormatannya.

Biasanya, saat perempuan menari, akan datang seorang laki-laki yang ikut menari. Terkadang tangan nakal lelaki itu berusaha menjamah tubuh si penari perempuan.

Dari sanalah Jangger akan mengeluarkan gerak tari mempertahankan kehormatannya. Dia memiliki gerakan menangkis tangan nakal lelaki.

Baju penari juga cukup tebal untuk melindungi dirinya. Sementara di kepala si penari terdapat perhiasan yang berbentuk tajam, yang akan mengarahkan kepada si penyawer pria saat posisi si Jangger tertekan.

Gerakan Jangger seperti silat yang bersiap menangkis serangan. Di tangannya juga memiliki kipas yang akan menghalau penyawer nakal.

“Bahkan, gerakan kaki si penari berbentuk kuda-kuda dalam posisi siap siaga. Itu semua memiliki filosofis bentuk perlawanan perempuan menjaga kehormatan,”  tambah Dewan Pendiri Mi6, Hendra Kesumah.

Mi6 menyadari seni tari Jangger sudah mulai memasuki fase kepunahan. Itu karena peran pemerintah dinilai masih minim untuk terus mempertahankan budaya-budaya Sasak ini.

“Pemerintah kadang lupa, era modern yang membawa banyak teknologi dan industrialisasi, konsekuensinya tentu ada yang akan terlupakan. Yaitu seni-budaya tradisional kita. Itu juga akan tenggelam bersama kemajuan zaman jika tak terurus,” urai Hendra Kesumah.

Terkait adanya perubahan penari yang kerapkali berpenampilan seksi dalam seni tari tradisional maupun kontemporer Sasak, Ahmad SH  melihat itu hanya soal kedewasaan masyarakat dalam menikmati seni.

BACA JUGA: Gelombang Kedua Covid-19 di India

“Tidak perlu dikaitkan dengan religi. Seni itu murni ekspresi, bicara soal estetika. Religi itu ranah etik, sementara seni ranah estetik dan tidak berurusan dengan moral,” jelasnya.

Kesenian memang bukan kitab suci yang akan kekal sepanjang masa. Sudah menjadi hukum alam bahwa seni punya hak untuk lahir, berkembang dan mati.

Namun, menjadi kewajiban kehadiran pemerintah untuk mempertahankan seni dan budaya tetap terus hidup.

“Jadi jangan hanya dibuat mabuk dengan modernisasi dan industrialisasi, tapi seni budaya sendiri dilakukan. Itu ibarat anak kota yang tak tahu kampung asal jika seni dan budaya dilupakan,” tutur Ahmad SH yang juga aktivis Lingkungan dan  mantan pengurus teras di Walhi Nasional Jakarta.

Me




Nasib Seni Tradisi KLU di Masa Pandemi

KLU.lombokjournal.com

Nasib kesenian tradisional saat pandemi Covid-19 terbilang memperihatinkan.

Pelarangan berkerumun dan pembatasan aktivitas sosial membuat para pelaku seni tradisi alami dilema, mempertahankan eksistensi berkesenian atau menaati protokol kesehatan.

Pilihan membatasi kegiatan berkesenian sepertinya jadi opsi sementara yang musti segera menemukan solusi.

Itu terjadi pada sanggar Gendang Beleq ‘Erat Emas’ di Desa Pendua Kecamatan Kayangan, Kabupaten Lombok Utara (KLU).

Meski mengaku belum ada tawaran mengisi acara, sanggar Erat Emas memilih tetap aktif melakukan latihan dengan protokol kesehatan ketat.

Abdianto, Ketua Gendang Beleq Erat Emas mengungkapkan, pandemi Covid-19 harusnya tak menghalangi pelestarian seni tradisi.

Dikatakan, kendati sulit sebenarya masih ada beberapa opsi yang bisa dilakukan. Hal tersebut sekaligus menjaga semangat tetap produktif para pelaku kesenian di masa pandemi.

“Alhamdulillah kami tetap aktif latihan, tapi kita kurangi jadwal latihan dan mengikuti protokol kesehatan. Jadwal latihan yang sempit itu berdampak pada komunikasi atau shering dengan setiap anggota juga menjadi terbatas, terlebih lagi job menjadi kurang karena tidak diizinkannya acara yang mengundang kerumunan,” Kata Abdianto yang juga akrab disapa Uken, saat ditemui lombokjournal.com di kediamannya. Jumat (07/05/21).

Lebih jauh, Uken berharap ada upaya pemerintah memberikan ruang bagi pelaku seni tradisi eksis di sektor pariwisata KLU.

Tak seperti yang dialami selama ini, kesenian tradisi hanya untuk upacara adat atau uapara ritual.

Selain membuat kesenian tradisi tetap eksis, sinergi tersebut sebagai upaya memberi peran kesenian tradisional KLU untuk dunia pariwisata.

“Kami berharap, Gendang Beleq tidak hanya untuk acara adat saja. Tapi kami juga ingin Gendang Beleq ini sebagai daya tarik untuk mendorong kemajuan pariwisata alam yang ada di KLU ini,” ungkapnya.

BACA JUGA: Sumber Air Santong dan Sesait Volumenya Menyusut

Selain itu diperlukan dukungan lebih dari pemerintah dalam memperhatikan keberlangsungan seni tradisi yang ada.

Hal tersebut sekaligus jadi motivasi pelaku seni tradisi tetap bergairah, khususnya di masa sulit seperti sekarang.

Uken menjelaskan, rangsang motivasi tersebut diharapkan mengalir pada diri pemuda.

Karena banyak generasi muda yang  dilihatnya tidak tertarik sebagai pelaku seni tradisi, salah satunya disebabkan kurangnya apresiasi pemerintah.

BACA JUGA: Mi6: Wayang Sasak Terancam Punah

“Kelompok Gendang Beleq ini kami pertahankan juga sebagai wujud kepedulian kami selaku pemuda dalam melestarikan budaya local. Selain itu kami juga berharap bahwa setiap generasi di KLU ini tetap semangat dalam melestarikan kesenian tradisional kita,” harapnya.

Han




Mi6: Wayang Sasak Terancam Punah

LOBAR.lombokjournal.com

Pria paruh baya menggunakan kemeja putih itu, menggenggam wayang kulit putihan. Wayang yang belum jadi dan belum dicat sesuai bentuknya.

Amaq Darwilis namanya. Dia adalah penatah atau pengrajin wayang kulit Sasak asal Gunung Malang, Desa Taman Ayu, Kecamatan Gerung, Lombok Barat.

Di balik keindahan wayang miliknya, menyimpan masalah cukup pelik. Dia mulai krisis generasi penerus yang dapat mempertahankan budaya dari leluhur ini.

Pria berkumis berusia 65 tahun itu begitu semangat saat didatangi Lembaga Kajian Sosial Politik, Mi6.

Dengan semangat dia memperkenalkan wayang Sasak pada Direktur Mi6 Bambang Mei Finarwanto dan Kepala Divisi Litbang Mi6, M. Zainul Fahmi, Jumat sore,  7 Mei 2021.

Dengan suara serak, Amaq Darwilis bercerita kekhawatiran akan punahnya wayang Sasak. Dia tidak memiliki generasi penerus di saat umurnya sudah cukup tua.

“Dulu bapak saya jadi penatah. Kakak saya dalang. Sekarang tersisa saya, bahkan anak saya kerja di kantoran jadi tidak bisa fokus,” katanya.

Amaq Darwilis ingin sekali mengajar orang-orang untuk membuat wayang Sasak, namun generasi saat ini belum ada yang tertarik terhadap wayang Sasak.

Bahkan, bantuan dari pemerintah tidak pernah didapat. Padahal, NTB adalah daerah pariwisata, sementara wayang adalah bentuk atraksi pariwisata yang menarik bagi wisatawan.

“Bantuan tidak ada. Pemerintah belum pernah datang ke sini,” imbuhnya.

Tidak mudah untuk membuat  wayang kulit Sasak. Apalagi dia bekerja seorang diri. Butuh waktu seminggu hanya untuk membuat satu wayang dengan melalui sejumlah proses.

“Ada beberapa proses pembuatan, mulai dari ngencang, dijemur, direndam, dikerik,” ujar Darwilis.

BACA JUGA:

Ngencang adalah proses membentang kulit sapi mentah di alat pembentang yang berupa bingkai dari bambu atau kayu. Sisa daging pada kulit akan dibersihkan.

Kemudian masuk ke proses jemur agar kulit itu kering dan kuat. Proses jemur cukup lama, yaitu 15 hari agar kulit sapi semakin kuat.

Setelah dijemur, kulit akan direndam selama satu hari dalam air. Baru setelah itu memasuki proses amplas (dikerik) sehingga bulu pada kulit hilang dan bersih.

Setelah itu wayang akan dibentuk dan dipahat. Itu membutuhkan ketelitian yang serius agar wayang dapat rapi dan indah.

Amaq Darwilis menjelaskan, wayang Sasak terdiri dari bagian yaitu wayang kiri dan kanan. Wayang kiri identik dengan tokoh jahat (antagonis), sementara wayang kanan identitas dengan tokoh baik (protagonis).

Namun lebih sulit untuk membuat wayang kiri, karena tokoh antagonis pada wayang memiliki banyak corak dan warna. Berbeda dengan tokoh protagonis yang digambarkan pada wayang kanan, cukup sederhana.

“Tapi kalau orang luar negeri akan membeli wayang kiri, karena lebih banyak corak dan warna,” ujarnya.

Dia mengatakan, dahulunya beberapa wisatawan mancanegara ke Lombok akan membeli wayang miliknya. Para turis ini lebih tertarik dengan wayang kiri yang memiliki corak yang ramai dan aneka warna.

“Wayang kiri karena banyak mahkota. Kalau wayang kanan itu biasa tidak, banyak aksesoris,” katanya.

Amaq Darwilis kini terancam tidak dapat membuat wayang. Selain karena tidak adanya generasi penerus yang membantu, dia juga kekurangan dana untuk membeli bahan kulit. Padahal momentum idul fitri nanti adalah waktu yang mudah menemukan kulit sapi.

Dia mengatakan, sama sekali tidak pernah mendapat bantuan dari pemerintah. Padahal, Amaq Darwilis sangat diapresiasi di luar daerah. Dia mendapatkan penghargaan Jakarta dan Bali.

Tapi justru tak digubris di daerah asalnya. Dia hanya mempertahan budaya leluhur yang menjadi harta berharga masyarakat Sasak.

“Saya dapat penghargaan dari Bali dan dari Museum Wayang Jakarta. Kalau di NTB belum ada bantuan,” ujarnya.

Padahal, Amaq Darwilis sejak tahun 1968 sudah menjadi penatah wayang kulit Sasak. Bahkan, dalang tersohor Lalu Nasib selalu membeli wayang miliknya.

Butuh Perhatian Pemerintah

Direktur Mi6, Bambang Mei Finarwanto yang kerap disapa Didu, mengatakan pemerintah harus lebih serius memperhatikan para penatah yang menjadi penjaga budaya Sasak.

NTB, kata Didu adalah daerah wisata, sehingga peran penatah wayang Sasak tidak terlepas dari bagian atraksi budaya.

Didu merasa khawatir, jika para penatah wayang kulit Sasak telah tiada, maka salah satu budaya leluhur Sasak tersohor ini akan sirna bersama mereka.

“Jangan sampai kita menyesal ketika wayang kulit Sasak akan punah seiring habisnya para penatah yang menjadi penjaga kebudayaan Sasak ini,” katanya.

Keping demi keping kebudayaan Sasak harus direkat dengan benang penyekat. Benang itu adalah bantuan pemerintah yang terus membuat wayang Sasak bereksistensi.

“Maka bantuan pemerintah yang dapat menyelamatkan wayang Sasak dari ancaman kepunahan. Mulai berikan permodalan bagi para penatah dan mulai memperkenalkan wayang Sasak pada generasi,” imbuhnya.

Setali tiga uang dengan Mi6, Ketua DPD Sahabat Pariwisata Nusantara (SAPANA) NTB, Lalu Puguh Mulawarman, mengatakan keprihatinannya terhadap kesenian tradisional yang mulai tidak mendapatkan tempat di hati generasi.

“Kami merasa prihatin karena kesenian tradisional terkesan semakin dijauhi oleh kalangan anak muda. Cobalah kita liat kondisi Amaq Darwilis yang merasa risau karena tidak punya generasi penerus,” imbuhnya.

Generasi masa kini katanya, telah larut terhadap perkembangan teknologi dan gawai, sehingga “para penjaga budaya” mulai sirna seiring zaman.

“Mari kita liat saja kenyataan bahwa anak anak lebih mengenal tokoh kartun asing ketimbang tokoh dalam budaya sendiri, Bahkan, ada beberapa anak yang tidak mengenal sama sekali kesenian tradisional. Ini kemungkinan terjadi akibat kurangnya informasi dan pengajaran terkait kesenian tradisional khususnya pewayangan,” ujarnya.

Dia meminta semua stakeholder berperan untuk menyelamatkan wayang Sasak dari ancaman kepunahan akibat tidak adanya generasi penerus.

“Untuk itu, kami mengharapkan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten yang ada di Pulau Lombok , pegiat pariwisata, budayawan, akademisi besatu padu dan semua unsur terkait untuk bersatubpadu meningkatkan dan mengembangkan inovasi guna memperkenalkan kesenian wayang Sasak kepada kalangan milenial sehingga rasa cinta dan bangga bisa tumbuh di hati mereka,” imbaunya.

Dia berharap, pembuat kebijakan  agar kesenian wayang ini dapat diperkenalkan secara formal melalui sekolah sekolah dalam bentuk kegiatan ekstrakulikuler, sehingga kesenian wayang Sasak khususnya yang terkait dengan proses produksi wayang Sasak ini tidak punah.

“Kita sangat khawatir apabila tidak ada upaya nyata pemerintah dan masyarakat maka wayang sasak menjadi hilang, terlupakan dan tergerus zaman,” katanya.

“Padahal, kesenian dan alat-alat tradisional mempunyai nilai-nilai filosofis yang syarat akan makna dan pendidikan bagi pemuda dan juga masyarakat secara luas,” ucapnya.

Me




Cerita Wastra NTB Siap Bertarung di Nasional

Lomba ini dapat meningkatkan kebanggaan pemakaian kain tradisional NTB 

MATARAM.lombokjournal.com

Provinsi Nusa Tenggara Barat sukses menggelar acara Lomba Cerita Wastra 2021.

Para juara terpilih selanjutnya akan melenggang ke tingkat Nasional dan diharapkan mampu memperkenalkan kecantikan dan keeksotisan wastra atau kain tradisonal khas NTB pada seluruh masyarakat Indonesia.

Hal tersebut disampaikan Ketua Dekranasda NTB, Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah, saat menggelar acara sesi foto bersama pemenang di Ruang Kerja Gubernur pada Rabu, 14 April 2020.

Sesi foto bersama tersebut juga dihadiri oleh Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah.

“Alhamdulillah dengan diselenggarakannya lomba ini dapat meningkatkan kebanggaan pemakaian kain tradisional NTB dan memasyarakatkan kembali wastra daerah kita,” jelas Bunda Niken sapaan akrabnya.

BACA JUGA:

Ketua Dekranasda NTB yang juga sebagai Bunda PAUD Nasional tersebut memaparkan terkait Lomba Cerita Wastra 2021.

Lomba ini digelar oleh Kementerian Koperasi dan UKM (Kemenkop UKM) bekerja sama dengan Dewan Kerajinan Nasional (Dekranas) dan Dewan Kerajinan Nasional Daerah (Dekranasda). Lomba ini digelar di Tingkat Provinsi kemudian pemenangnya akan kembali bertarung di tingkat Nasional.

Kegiatan yang digelar secara daring ini bertujuan untuk memperkenalkan wastra (kain tradisional) dalam bentuk kompetisi foto daring kebaya dan kain tradisional yang kemudian dirangkaikan dengan narasi “aku dan kain”.

Para peserta harus menceritakan relasi pribadinya dengan kain tersebut, sejarah hingga proses pembuatannya agar masyarakat dapat mengenal lebih dekat.

Provinsi NTB sendiri menyelenggarakan Lomba ini selama dua minggu dan diikuti oleh 50 peserta dari Pulau Lombok dan Sumbawa.

Baiq Dewi Septemi (tengah), juara 1 lomba cerita Wastra NTB

“Saya berbangga karena antusias masyarakat NTB cukup besar dalam mengikuti lomba ini. Dekranasda Kabupaten dan Kota ikut berpartisipasi bahkan diikuti selebgram lokal. Semoga ini bisa meningkatkan awarness masyarakat NTB,” turur Bunda Niken.

Pemenang Lomba Cerita Wastra Provinsi NTB ini di antaranya, juara 1 dimenangkan oleh Baiq Dewi Septemi. Perempuan yang menetap di Kediri Lombok Barat tersebut mengkreasikan Tenun khas Lombok Barat, dengan atasan lambung yang dikombinasikan dengan kain Tenun Mareje ditambahkan kain tile agar lebih milenial dan bawahan kain Tenun Gumise motif gerimis.

BACA JUGA:

“Busana ini bisa dipakai pada kegiatan sehari-hari. Kita ingin menasionalkan ini agar kain tenun bisa dipakai tidak hanya saat acara resmi saja tapi dapat juga digunakan untuk daily look atau busana sehari-hari,” jelas Temi sapaan akrabnya.

Perempuan yang berprofesi sebagai perawat tersebut juga menjelaskan, jika tenun tidak hanya digunakan pada acara resmi saja maka akan meningkatkan daya beli masyarakat. Sehingga UMKM yang memproduksi tenun bisa diberdayakan secara ekonomi.

“Kalau saya pengen tetap terus mempromosikan kain tradisional NTB. Lewat lomba ini, kita menceritakan apa sejarah dan proses dibalik kain ini. Yang mana peran UMKM juga dibaliknya, sehingga bisa memberdayakan ekonomi mereka,” harapnya.

Sementara itu, Juara 2 diraih oleh Silva Iza Azizah dengan menggandeng model Syarifah Aisyah. Duo asal Dompu ini membawakan Tenun Tembe Nggoli dan Munapa’a khas Dompu.

BACA JUGA:

Sedangkan juara 3 diraih oleh Sri Mila Hardiana. Melaui UKM Ana Tenun Sukarara, ia membawakan kain Motif songket lolo jagung khas Sukarara.

Serta juara Favorit Ina Pariska yang membawakan Kain Songket Kiping Jempiring khas Desa Sukarare Lombok Tengah.

novita, diskominfotikntb




Buka Pekan Budaya Daerah, Gubernur Dorong Sekolah Terus Berinovasi

Acara menarik ini diadakan guna memeriahkan Gelar Budaya tahun ini, di antaranya Gebyar SMK, Gebyar PK-PLK, Gebyar SMA, Pameran Pagelaran Seni, Gelar Seni Tari, Musyawarah Kebudayaan dan berbagai kegiatan lainnya

MATARAM.lombokjournal.com

Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah membuka kegiatan Gelar Budaya yang berlangsung di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTB, Senin (23/11/20).

Dalam kesempatan tersebut, Gubernur mengapresiasi dan terkesan dengan berbagai terobosan yang dilakukan Dikbud Provinsi NTB, terlebih di masa pandemi seperti saat ini.

Hal ini diharapkan Gubernur dapat terus dipertahankan bahkan ditingkatkan lagi oleh jajaran Dikbud Provinsi NTB.

“Mudah-mudahan kekompakan ini bisa dijaga terus,” ucap Gubernur yang akrab disapa Bang Zul tersebut.

Ke depan, Bang Zul berharap Dikbud, Kepala Sekolah dan Sekolah-Sekolah yang ada di NTB dapat terus menghadirkan inovasi-inovasi demi kemajuan daerah. Sehingga, situasi pandemi Covid-19 tidak lantas menyurutkan semangat anak-anak muda NTB untuk tetap berkarya dan berprestasi.

“Selamat kepada para teman-teman Dikbud, yang dengan terobosan dan kreasinya yang luar biasa kita disuguhi hal-hal yang menarik. Saya begitu takjub dan terpesona oleh SMA dan SMK kita,” ungkap Bang Zul.

Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB, Dr. H. Aidy Furqan melaporkan kegiatan Gelar Budaya merupakan rangkaian dari acara Pekan Kebudayaan Daerah, yang mulai berlaku diseluruh daerah di Indonesia mulai hari ini dan berlangsung pada bulan November.

“Karena dinas ini mengelola dua dimensi, pendidikan dan kebudayaan, maka kami menggabungkan dua dimensi itu, aktifitas kebudayaan dirangkaikan dengan ekspo untuk semester ini adalah ekspo pengolahan hasil bagi anak-anak SMK dan fokus konsentrasi di tata boga, kriya, tata busana dan sebagainya,” ujar Aidy.

Selain itu, Ia juga menjelaskan bahwa kegiatan Gelar Budaya akan berlangsung selama satu minggu, tepatnya tanggal 23 sampai dengan 28 November 2020 ke depan.

Berbagai acara menarik diadakan guna memeriahkan Gelar Budaya tahun ini, di antaranya Gebyar SMK, Gebyar PK-PLK, Gebyar SMA, Pameran Pagelaran Seni, Gelar Seni Tari, Musyawarah Kebudayaan dan berbagai kegiatan lainnya.

“Oleh karena itu, rangkaian kegiatan kebudayaan ini berlangsung selama satu minggu dan nanti akan memperebutkan trofi Gubernur NTB bagi kabupaten/kota dan Insya Allah bupati/walikota yang hasil penilaian dari aktifitas kebudayaan selama satu tahun ini akan mendapatkan trofi Gubernur,” terangnya.

Rr/HmsNTB




Wagub Mendorong Permainan Tradisional Tetap Dilestarikan

Permainan tradisional yang kita miliki tidak boleh hilang

LOTIM.lombokjournal.com — Dalam rangka HUT yang ke-55 SMAN 1 Selong, Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB menggelar acara Pojok Ekspresi. Kegiatan berlangsung di SMAN 1 Selong, Lombok Timur, Sabtu (29/08/20).

Pojok Ekspresi menjadi ruang kreativitas dan inovasi bagi sekolah dalam bidang pendidikan dan kebudayaan yang diluncurkan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB.

Dengan mematuhi protokol kesehatan, siswa-siswi SMAN 1 Selong terlihat asyik memainkan aneka permainan tradisional seperti presean, permainan dedengklak, begasingan, lompat tali, hingga pertunjukan ketongkek.

“Melalui Pojok Ekspresi, kita berbagi cerita, berbagi pengalaman, saling mendukung, serta menambah pengetahuan,” kata Wakil Gubernur NTB, Dr.Hj.Sitti Rohmi Djalillah yang hadir pada kesempatan tersebut.

Permainan tradisional lanjut Wagub, harus tetap dilestarikan, tidak boleh kalah dengan gadget.

Untuk saat ini, dalam melakukan aktifitas apapun, semua orang dituntut untuk tetap mematuhi protokol kesehatan, termasuk dalam bermain.

“Budaya hingga permainan tradisional yang kita miliki tidak boleh hilang, apalagi sampai kalah dengan gadget,” tambah Wagub yang akrab disapa Umi Rohmi tersebut.

Keberadaan Pojok Ekpresi ini katanya menjadi warna baru dan semangat baru untuk sekolah yang ada di NTB.

Melalui kegiatan tersebut, kita semua bisa kembali bermain, kembali mengingat serta bertukar pikiran tentang permainan dan kebudayaan yang ada di Provinsi NTB.

“Alhamdulillah, Pojok Ekpresi mampu mengingatkan serta memperkenalkan kembali budaya yang ada di daerah kita tercinta,” tambah Umi Rohmi.

Di hadapan tamu undangan dan siswa-siswi SMAN 1 Selong, Wagub menyampaikan selamat ulang tahun untuk SMAN 1 Selong, ia berharap, SMAN 1 Selong bisa semakin jaya, serta mampu melahirkan pemimpin dan generasi-generasi emas untuk bangsa dan negara.

“Selamat ulang tahun yang ke 55, semoga semakin Jaya dan banyak melahirkan generasi hebat untuk bangsa kita tercinta,” harap Umi Rohmi.

AYA/HmsNTB