Maestro Tari , Amaq Raya Pernah Menari di Depan Dua Presiden

Amaq Raya, Sang Maestro dari Lenek, Lombok Timur, ingin terus menari hingga tubuhnya tak mampu bergerak lagi, mungkin ia satu-satuya seniman Lombok yang pernah menampilkan karyanya di depan Presiden Soekarno dan Presiden Soeharto. Nanik I Imtihan menuliskan dedikasi Amaq Raya sebagai seniman tari tadisi

MATARAM.lombokjournal.comAmaq Raya hanyalah lulusan sekolah dasar (Sekolah Rakyat). Namun dari keterbatasan hidup dan ilmu pengetahuan formil itu, justru mengajarkan dan menuntun mereka melahirkan karya-karya yang original, yang materinya diolah dari apa yang ada di sekitar mereka.

Maestro Tari Sasak
Amaq Raye

Tari-tari tradisi karya Amaq  Raya mampu menegaskan perbedaan mendasar dari dasar-dasar gerak tari Sasak dengan Bali.

Tari tradisi Sasak itu juga belum dipatenkan, langgam dan ragam geraknya, dan ini bisa dimulai dari Amaq Raya. Dari kacamata akademisi Amaq Raya dinilai mampu menemukan ide dan gagasan dengan cara yang sangat sederhana.

“Amaq Raya mampu menemukan ide dan gagasannya dengan cara yang sangat sederhana,” ungkap, Dr. Salman Alfarisi, seniman lulusan ISI Yogyakarta yang kini mengajar di Universitas Sultan Idris Malaysia.

Dalam salah satu eksplorasi karya Amaq Raya misalnya, geraknya mencoba melakukan dan menirukan gerak-gerak burung dimana bisa jadi tanpa ia sadari muncul kesadaran untuk melakukan stilisasi gerak burung tersebut atau mengkopi gerakan persis seperti burung.

BACA JUGA: Wayang Sasak, Media Awal Penyebaran Islam di Lombok

Inilah salah seorang maestro tari tradisi Sasak yang mengabdikan dirinya dalam dunia kesenian hingga usianya sepuh.

Siang itu, di berugak rumah sederhananya, kepala, tubuh dan tangannya bergerak, melenggok indah ketika ia bicara. Mata sepuhnya bersinar, berbinar tatkala ia mengisahkan setiap gerakan tari yang diciptakannya.

Amaq Raya, seniman tari tradisi yang menghabiskan hampir seluruh bagian hidupnya untuk berkarya. Lahir dan besar di Desa Lenek, Kabupaten Lombok Timur, Nusa Tenggara Barat, Amaq Raya yang memiliki nama asli Loq Saleh ini tumbuh dalam lingkungan yang dekat dengan kesenian.

Bagaimana tidak, selain kampung halaman tempatnya tinggal adalah tempat lahirnya seniman-seniman tradisi, ayahnya pun adalah seorang seniman ternama di desanya. Itulah yang kemudian membuatnya menjadi seniman serba bisa.

Sepanjang hidupnya, Amaq Raya tidak pernah menjalani masa sekolah selayaknya anak-anak lain apalagi sampai menimba ilmu seni secara formal, sebab ia hanyalah lulusan sekolah rakyat. Ia juga tidak berguru kesenian secara intensif (meski ia memiliki guru bernama Amaq Tahim, seniman tradisi di desa itu).

Ia justru banyak belajar mengolah bakat seni yang diwarisi dari sang ayah dengan melakukan pengamatan dan mengikuti pertunjukan berbagai seni tradisi ke sana kemari, dari satu desa ke desa lainnya bersama sang ayah dan kelompok keseniannya.

Sejak muda, Amaq Raya dikenal sangat aktif dalam kegiatan-kegiatan kesenian tradisi seperti tari tradisi Gandrung, teater tradisi Cupak Gurantang, wayang Sasak. Tidak itu saja, waktu dan pengalaman yang menempanya membuat intuisi seninya terasah tajam.

Ia lalu menciptakan berbagai tari tradisi yang rohnya ia ambil dari pengamatannya pada apa yang terjadi di sekitarnya juga kejadian-kejadian alam semesta yang sempat terpotret olehnya. Sumber karya Amaq Raya adalah alam semesta dan jagat raya.

BACA JUGA: Wagub Sitti Rohmi Mengaku Belajar Dari Siswa SLB

Bahkan dari gerak dan perilaku seekor burung yang tengah mandi pun akhirnya menginspirasinya untuk berkarya. Dari sinilah karya tari tradisi Gagak Mandiq lahir.

 “Saya belajar gerakan-gerakan tari itu dari alam yang ada di sekitar saya,” ujar Amaq Raya.

Tahun 1993 adalah salah satu momentum yang paling berharga baginya ketika ia mendapat kesempatan untuk menggelar karya tari tradisi Gagak Mandiq di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki Jakarta dalam program Maestro yang diselenggarakan oleh Dewan Kesenian Jakarta (DKJ).

Ia menikmati hidupnya dengan terus berkarya, bahkan hingga saat usianya sepuh kini. 

Beberapa karya tari tradisi lain yang diciptakannya Tari ‘Pidata’, tari ‘Pakon’, tari ‘Kembang Jagung’. Ia juga menciptakan gending ‘Semar Geger’, gending ‘Pemban Selaparang’, dan lainnya.

Karya-karya tarinya memiliki kekuatan tersendiri yang belum tentu dimiliki oleh koreografer lain. Ia melahirkan karya yang merupakan perpaduan wiraga (gerak raga) dan wirasa (gerak jiwa). Baginya, menari bukan semata gerakan raga, melainkan sekaligus menggerakkan jiwa sehingga melahirkan karya seni bercita rasa dan bernilai tinggi.

Ketenaran namanya sebagai seniman tradisi yang sangat aktif membuat ia kerap diundang untuk mengisi acara-acara penting di Nusa Tenggara Barat bahkan acara-acara kenegaraan. Kebanggaan itu diungkapkan Amaq Raya seperti ketika tampil di depan Presiden Soekarno di Bali tahun 1957.

Tidak itu saja, pada kunjungan Presiden Soekarno di Lombok tahun 1958, ia juga tampil menarikan tari-tari tradisi. Lalu pada tahun 1990 ia tampil di Istana Merdeka di depan Presiden Soeharto.

Pada tahun 1988, ia memperkenalkan berbagai kesenian tradisi Lombok yakni Cepung, Kecimol, Peresean dan tari gandrung, berkeliling ke tiga provinsi yakni Tokyo, Kagawa dan Omea.

BACA JUGA: Wagub Sitti Rohmi Jelaskan Sabtu Budaya di Sekolah

“Bangga sekali rasanya saya bisa dua kali menari di depan Presiden Soekarno dan memperkenalkan berbagai seni tradisi Lombok di Jepang” katanya.

Maestri tampil di TIM
Menggelarkarya di tim Tahun 1993

Nama dan karya-karya Amaq Raya adalah warisan seni bagi Nusa Tenggara Barat yang akan terus hidup dengan umur yang panjang. Namun begitu, meski ia dikenal sebagai seorang seniman ternama Nusa Tenggara Barat, kehidupan kesehariannya sangat sederhana, bahkan diakuinya lebih sering kekurangan.

Ia hidup dengan sangat sederhana, di sebuah rumah yang apa adanya. Namun, sebagai seorang maestro, Amaq Raya menikmati segala proses hidupnya selayak ia menikmati prosesnya dalam berkarya selama ini. Tubuh dan usia yang terus menua, tidak akan mampu menghentikan untuk berkarya.

Sebab Sang Maestro berkata, “saya akan menari sampai tubuh saya tak bisa bergerak lagi”.***

 

 




Wagub NTB Jelaskan Program Sabtu Budaya di Sekolah

Pembentukan karakter siswa di sekolah diaplikasikan melalui program Sabtu Budaya, Siswa diajak menghormati dan bangga dengan budaya lokal 

BIMA.lombokjournal.com ~ Program Sabtu Budaya di lingkungan satuan pendidikan, merupakan wadah pembentukan karakter siswa, melalui berbagai kegiatan positif dan menyenangkan sekaligus bermanfaat di sekolah.

Wakil Gubernur NTB Hj. Sitti Rohmi Djalilah menjelaskan itu, saat  meninjau vaksinasi di SMAN 4 Kota Bima, Jum’at (25/02/22).

Wagub NTB meninjau pamern di sekolah

“Sehingga membentuk karakter mulia anak-anak yang akan menjadi generasi masa depan,” kata Ummi Rohmi sapaan Wagub.

Dijelaskannya, kegiatan Sabtu Budaya mengajak siswa belajar memiliki rasa kasih sayang, cinta kasih, rasa peduli, toleransi, hormat menghormati dan bangga dengan budaya lokal dan tradisional. 

“Berbagai aktivitas dan kegiatan yang dikemas pada acara Sabtu Budaya, seperti  gotong royong, olahraga tradisional, permainan rakyat, seni budaya, harus terus berjalan dan berkesinambungan untuk dapat mengubah pola pikir atau perilaku siswa,” jelas Wagub didampingi Kadis Dikbud Provinsi NTB, Aidy Furqon.

BACA JUGA: Wagub NTB Mengaku Belajar dari Siswa SLB

Wagub mencontohkan, misalnya cara pandang siswa tentang arti pentingnya menjaga lingkungan, tidak membuah sampah sembarangan hingga memanfaatkan sampah dan mengolahnya, menjadi sesuatu yang bermanfaat.

“Tadi Saya lihat hasil karya kreatifitas siswa memanfaatkan limbah sampah dari botol plastik dan gelas plastik sangat luar biasa ” pujinya. 

BACA JUGA: Wagub Puji Bank Sampah di Kabupaten Bima

Waub berama aparat setempat usai meninjau vaksinasi

Selain itu, cucu pahlawan asal NTB ini juga berpesan agar siswa dan guru segera divaksin untuk menjaga dari penyebaran Covid-19.

“Karena Covid-19 hanya bisa dihadapi  dengan vaksin dan memakai masker,” tutup Ummi Rohmi.

Turut hadir pada kegiatan tersebut Waka Polres Kota Bima, Dandim, Asisten 1, Kadis DLHK, Kadis PMPD Dukcapil, Kadikes, Karo Kesra, dan Asisten 1 Kota Bima.***

 




Wayang Sasak, Media Awal Penyebaran Islam di Lombok

Wayang Sasak diperkenalkan pertama kali oleh Sunan Prapen yang merupakan anak cucu keturunan Sunan Giri, dan seni pewayangan mulai masuk ke Lombok bersamaan dengan penyebaran agama Islam di pulau ini. Penelusuran wayang Sasak yang ditulis Nanik I Taufan ini menguak pentingnya wayang dalam penyebaran Islam di Lombok

MATARAM.lombokjournal.com ~ Gelak tawa penonton selalu mewarnai pertunjukan Wayang Sasak yang didalangi dalang Sasak senior, Lalu Nasib.

Puluhan tahun menjadi dalang, inovasi dan kreativitas Lalu Nasib tetap menarik minat masyarakat Lombok untuk tetap menonton wayang, di tengah gempuran tontonan-tontonan instan yang disajikan televisi dan media teknologi lainnya dengan segala kegemerlapannya.

Dalam wayang Sasak, pengiringnya di balik layar
Di balik kelir (layar)

Humor-humor segar yang merespon situasi terkini menjadi kekuatan Lalu Nasib dalam mendalang. Meskipun tidak lagi banyak digelar, seni pertunjukan Wayang Sasak masih digemari oleh masyarakat di Pulau Lombok terutama di pedesaan.

Sebagai dalang, Lalu Nasib menjadi barometer pewayangan di Pulau Lombok. Kekhasan humor dan penciptaan tokoh pewayangan menjadi kelebihan tersendiri baginya.

Ia juga mampu membawa pewayangan Sasak menembus situasi-situasi terkini, sehingga di anga dalang Lalu Nasib, cerita wayang Sasak tidak hanya melulu tentang Jayengrana seperti aslinya. Tapi bisa dijadikan sebagai penyampai pesan-pesan pembangunan, penyuluhan Keluarga Berencana, Pilkada dan lain-lain.

Wayang yang didalangi Lalu Nasib menggunakan Bahasa Sasak, sehingga pesan-pesan moral, kritikan, sindiran dan lainnya mudah diterima dan dimengerti masyarakat. Cerita intinya memang tetap pada pakem cerita Jayengrana, namun di sela-sela pergelaran, improvisasi Lalu Nasib bisa menjangkau hal-hal terkini.

BACA JUGA: Wayang Sasak, Lalu Nasib: Tontonan dan Tutunan Masyarakat

Namun begitu, Lalu Nasib akan selalu kembali pada cerita/lakon aslinya Jayengrana.

Sama halnya di beberapa daerah di Indonesia seperti Jawa dan Bali, seni pertunjukan wayang juga hidup dan berkembang di Pulau Lombok sebagai hiburan rakyat. Seni pewayangan mulai masuk ke Lombok bersamaan dengan penyebaran agama Islam di pulau ini.

Hal ini bisa dilihat dalam sejarahnya wayang Sasak diperkenalkan pertama kali oleh Sunan Prapen yang merupakan anak cucu dari keturunan Sunan Giri. Penyebaran Islam tidak dilakukan langsung pada masyarakat melainkan menggunakan media wayang.

Tokoh-tokoh Islam dahulu menyebarkan Islam dengan cara yang halus melalui seni dengan simbol-simbol (wayang) yang selalu menyesuaikan dengan tempat, kondisi geografi maupun latar belakang masyarakatnya.

BACA JUGA: Bau Nyale, Ini Kisah Drama Cinta Putri Mandalika

Wayang Sasak digelar kala itu untuk menarik perhatian masyarakat berkumpul sehingga mudah menyampaikan kisah-kisah berkaitan dengan agama Islam dalam lakon-lakon yang dimainkan. Sumber lakon wayang Sasak diambil dari Serat Menak yang isinya tentang perjuangan Amir Hamzah yang lebih dikenal dengan Prabu Jayengrana atau Raja Negeri Mekah atau Puser Bumi.

Jayengrana merupakan tokoh utama yang menyebarkan Agama Islam dalam dunia pewayangan Sasak.

Seni pertunjukan wayang di Pulau Lombok benar-benar beradaptasi dengan kondisi sosial   masyarakat di Pulau Lombok sejak wayang pertama kali masuk. Dalam wayang Sasak bahasa yang digunakan secara umum adalah Bahasa Sasak kecuali tokoh Raja, Tumenggung yang tetap memakai Bahasa Jawa Kuno (Kawi).

Dalam perkembangan wayang Sasak di Lombok, untuk memudahkan masyarakat memahami isi lakon, Lalu Nasib enciptakan tokoh-tokoh wayang yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat Sasak, seperti Amaq Ocong, Inaq Baok, Inaq Itet, Amaq Kesk dan Begol.

BACA JUGA: Festival Bau Nyale Spirit Kebahagiaan, Ini Kata Bang Zul

Sumbernya Serat Menak

Wayang Sasak bersumber dari Serat Menak
Rusmadi, S.Sn (kanan)

Dalang lulusan Institut Seni Indonesia(ISI) Surakarta, Rusmadi, S. Sn, yang sejak tahun 1998 tinggal di Lombok menuturkan, jika wayang Jawa lakon ceritanya bersumber dari Mahabarata/Ramayana,  sedang wayang Sasak sumber dari Serat Menak.

Sebanyak 9 tokoh utama dalam wayang Sasaka, terdiri dari 7 wayang kanan, yakni Jayengrana, Umarmaya, Umar Made, Raden Maktal, Serandil atau Alam Daur, Saptanus dan Tantanus.

Sedangkan sebelah kiri terdapat 2 tokoh wayang, yakni Prabu Nursiwan dan Patih Baktak.

“Selain itu ada wayang kanan dan kiri, ada pula yang disebut wayang sekutu dari Jayengrana  dan Raja Siwunegara yang merupakan sekutu Prabu Nursiwan,” ungkap.Rusmadi.,

Tokoh-tokoh ini memiliki karakter dan masing-masing. Prabu Nursiwan adalah tokoh yang tidak memiliki pendirian. Sedangkan tokoh Umarmaya dan Umar Made adalah tokoh yang bijaksana sebagai penasehat politik.

Mereka berdua merupakan punakawannya Prabu Jayengrana. Selandir adalah tokoh yang kuat dan keras sebagai pahlawan, yang merupakan tangan kanan Prabu Jayengrana. Sedangkan Raden Maktal adalah patih yang sering menjadi duta mewakili Prabu Jayengrana dalam berbagai kesempatan. Ia adalah tokoh yang arif dan bijaksana. Saptanus dan tamtanus merupakan prajurit yang berperan sebagai Senopati (Panglima Perang).

Masalah yang paling banyak dimainkan dalam wayang Sasak adalah sekutu-sekutu dari Prabu Nursiwan antara lain, Patih Baktak (tokoh penghasut berhati culas, licik tapi politikus ulung) yang selalu menentang Prabu Jayengrana dalam menyebarkan kebaikan dengan menebar hasutan-hasutan.

Bertahan dalam tradisi

Salah satu keunikan wayang Sasak adalah kukuh mempertahankan ketradisiannya pada adegan per adegan. Gending pengiringnya seperti Kabor, Janggelan, Flutur tidak bisa diubah sehingga mempengaruhi irama pertunjukan yang sama dari dulu sampai sekarang sehingga terkesan lamban.  Di samping itu, proses penciptaan bunyi iringan gamelannya asli.

BACA JUGA: Protein Tinggi dan Antimikroba pada Cacing Nyale

Bunyi yang diciptakan dari iringan gamelan wayang Sasak yang terdiri dari 2 gendang, lanang (laki-laki) dan wadon (perempuan), suling besar dan panjang ukuran sekitar satu meter dengan diameter 5 cm, 1 knot, 1 kajar, 1 rincik dan 1 gong, asli Sasak tidak masuk pengaruh Jawa atau Bali atau daerah lainnya.

Keunikan lainnya, dalang Sasak dikenal bekerja lebih berat dan memiliki kemampuan yang lengkap dibandingkan dengan dalang dari daerah lain.

“Selain menjadi sutradara pergelaran, dalang Sasak piawai menjadi sinden karena dalam pertunjukan wayang  Sasak, tidak ada sinden seperti dalam wayang Jawa yang bisa menjadi selingan selama pertunjukan. Sehingga dalang memiliki kesempatan beristirahat sembari memikirkan cerita berikutnya,” lanjut Rusmadi yang juga Wakil Ketua Persatuan Pedalangan Indonesia (Pepadi) Lombok.

Dalanglah yang melantunkan nyanyian sepanjang pertunjukan berlangsung. Inilah yang membuat tugas dalang Sasak menjadi berat. Dalang bertugas mendiskripsikan cerita, mengatur dialog antar tokoh hingga menyanyi tak henti-henti selama pertunjukan berlangsung.

Selain itu sistem pertunjukan wayang Sasak, dalang dan pengiring berada di balik layar. Ini berbeda dengan wayang Jawa dimana dalang, sinden dan seluruh pengirinya berada di depan layar sehingga dapat dilihat semua.

Pergelaran wayang Sasak

Dalam pertunjukan wayang Sasak hanya bisa dilihat dari balik kelir (layar). Ini disebabkan karena dalam masyarakat tradisi Sasak masih kuat anggapan bahwa yang disebut wayang adalah bayangannya sehingga penonton tidak dapat melihat dalang maupun pengirinya.

“Keunikan lain dalam wayang Sasak terbuka kemungkinan menciptakan tokoh-tokoh lain selain yang ada tersebut,” ujar dalang yang sehari-hari bertugas sebagai Tenaga Fungsional Pedalangan di Taman Budaya NTB ini.

Saat ini, wayang Sasak di Lombok yang menggunakan wayang kulit yang disebut wayang lendong mulai terbilang langka. Pertunjukan-pertunjukan yang digelar belum mampu kembali menarik minat masyarakat penontonnya dalam jumlah yang banyak seperti masa jayanya dahulu.

Meski begitu, dalam masyarakat pendukungnya, wayang Sasak masih merupakan hal yang dianggap sakral. Misalnya ketika ada masyarakat yang punya hajat perkawinan atau lainnya yang menggelar wayang Sasak, masih sangat menghindari lakon-lakon seperti Lampan Lahat (cerita tentang saat-saat menjelang kematian Jayengrana).

Pergelaran wayang Sasak

Cerita Lampan Lahat masih dianggap kisah yang angker dan tidak akan dipergelarkan mengisi hiburan-hiburan dalam kegiatan yang membahagiakan tersebut.

Lampan Lahat merupakan cerita yang angker bagi pertunjukan wayang Sasak yang hampir tidak pernah dimainkan oleh dalang-dalang di Pulau Lombok. ***

 




Wayang Sasak, Lalu Nasib; Tontonan dan Tuntunan Masyarakat

Seni tradisi Wayang sangat digemari di masyarakat Sasak, salah satunya karena kepiawaian dalang Lalu Nasib yang menjadikan wayang dekat dengan kehidupan sehari-hari. Lalu Nasib sukses menyesuaikan pertunjukan wayangnya dengan situasi terkini Ini wawancara Nanik I Taufan, yang menggali sisi lain dalang berusia lebih 72 tahun tapi tetap bersemangat itu 

MATARAM.lombokjournal.com ~ Lalu Nasib, dalang Wayang Sasak, namanya tersohor hingga ke pelosok desa di Nusa Tenggara Barat (NTB), khususnya di Pulau Lombok. 

Kiprahnya sebagai seorang dalang terbilang fenomenal, sebab ia memiliki ciri khas sendiri. Lucu dan segar, setidaknya itulah suasana yang bisa dinikmati penonton tatkala Lalu Nasib memainkan wayang-wayangnya.

Dalang Wayang Sasak
Lalu Nasib

Lalu Nasib menggemari wayang sejak kanak-kanak. Kegemarannya menonton wayang ia lalu membuat dan memainkan wayang-wayangan dari kardus. Bermula dari kegemaran menonton dan memainkan wayang itu, Lalu Nasib akhirnya memilih menjadi seorang dalang sejak tahun 1965. 

Sejak itu ia menjadi dalang yang mampu membius para penonton. Meski kini usianya telah menginjak 72 tahun lebih, Lalu Nasib tetap bersemangat memainkan wayangnya dan tetap tampil dengan penuh percaya diri. 

“Saya memang sangat menyukai dan senang menonton wayang sejak masa kanak-kanak,” katanya.

Salah satu kelebihan Lalu Nasib sepanjang 55 tahun  memainkan wayangnya, adalah  mampu menyatu dengan penontonnya. Ia senantiasa sukses menyesuaikan pertunjukannya dengan situasi terkini, dengan ragam kisah yang up to date. Ia selalu menggunakan bahasa sehari-hari yang mewakili perasaan masyarakat kalangan bawah.

BACA JUGA: Bau Nyale, Ini Kisah Drama Cinta Putri Mandalika

Sebagai seorang dalang yang lebih dari setengah abad berkarya, Lalu Nasib memiliki kharisma yang mampu membius para penonton. Ia memiliki kemampuan menciptakan pakem, gaya, genre, dan falsafah tersendiri dalam dunia pewayangan Sasak (Lombok), sehingga ia diterima dan diakui semua orang yang menjadikannya seorang Maestro

Ia mampu mengikuti perkembangan zaman dengan tetap eksis dalam dunia pewayangan hingga saat ini.

Bagaimana tidak, meski tetap memperhatikan pakem asli pewayangan Sasak, ia berinisiatif memasukkan benda-benda modern dalam pagelarannya, seperti alat transportasi tradisional Sasak berupa Cidomo. Bahkan hingga pesawat antariksa Apollo ada dalam pertunjukan wayangnya. 

Awalnya modifikasi ini mengagetkan, namun secara tidak langsung ternyata mampu mewakili kebutuhan hiburan masyarakat, khususnya masyarakat kelas menengah ke bawah sebagai komunitas pendukung wayang Sasak. Kreativitas Lal Nasib akhirnya diterima sebagai salah satu ciri khas dari inovasi dalang Sasak.

Tidak itu saja, pergaulannya yang luas membuat Lalu Nasib mampu menciptakan tokoh-tokoh yang mewakili kalangan bawah. Ia menciptakan sendiri tokoh-tokoh wayang Sasak yang mewakili kalangan bawah yakni Rerencek dan Punakawan. 

BACA JUGA: Event Sport Tourism, Lombok Jadi Incaran Para Pemacu Adrenalin

Lalu Nasib mampu menghadirkan tokoh tokoh wayangnya dengan karakter lokal, Inak Ocong, Amak Ocong, Amak Amat, Amak Baok, dan Inak Etet. Tokoh-tokoh ini sangat mewakili masyarakat kelas bawah. Tokoh-tokoh wayang ini kini sangat terkenal di Lombok khususnya, sebab memiliki karakter masing-masing yang mewakili kelas bawah baik karakter maupun caranya berkomunikasi.

“Saya bergaul dengan semua kalangan, dari berbagai suku bangsa,” ungkapnya.

Kecerdasan Lalu Nasib dalam menciptakan tokoh-tokoh lokal ini dilakukannya berdasarkan pengamatan lapangan. Bukan hanya pada orang Sasak Lombok, melainkan pengamatan menyeluruh pada berbagai karakter masyarakat di Nusa Tenggara Barat, yang memiliki tiga etnis besar, yaitu Sasak, Samawa dan Mbojo. Termasuk tipikal karakter orang Jawa bahkan etnis lainnya yang bisa mengundang gelak tawa.

Naluri penciptaannya tak pernah mati. Lihat saja, di tengah gencarnya Pemerintah Provinsi NTB yang memfokuskan diri dalam bidang pariwisata dengan target jutaan wisatawan, Lalu Nasib juga akhirnya menciptakan tokoh wayang ‘bernuansa’ bule. 

Wayang Sasak jadi tontonan dan tuntunan masyarakat

Sebab itulah dalam memainkan wayangnya, Lalu Nasib senantiasa mengemas cerita dan memakai bahasa yang bisa merangkul ketiga etnis tersebut.  

Salah satu keahlian langka yang tidak dimiliki dalang lain di Lombok khususnya, adalah kepiawaian Lalu Nasib mempertontonkan pertunjukan wayang Sasak yang menawarkan celoteh jenaka dari Sang Maestro Lalu Nasib.

Ia tidak hanya memainkan wayang dengan kisah cerita, pakem dan tokoh aslinya, melainkan ia selalu merespon situasi terkini, topik yang tengah hangat di masyarakat, menjadi kekuatan petunjukan wayang Lalu Nasib. Ia paham memainkan wayangnya sebagaimana fenomena yang tengah berkembang. Untuk bisa menguasai materi pertunjukan, Lalu Nasib rajin membaca koran, mendengarkan radio dan  berbincang dengan banyak kalangan.

“Saya pelajari semua topik dan perkembangan informasi dari media massa dan pergaulan dengan banyak orang,” ujarnya.

Tak ayal, sepanjang pergelarannya ia mampu membuat penonton terhibur dengan gelak tawa yang garing. Satu hal yang tidak boleh dilupakan dari Dalang Lalu Nasib adalah kemampuannya menguasai semua bidang, Ideologi, Politik, Ekonomi, Sosial, Kebudayaan, Keamanan dan Ketertiban Masyarakat (Ipoleksosbudkam) yang menjadi materi dalam setiap pertunjukannya. 

Ini menjadi nilai penting dari keberadaannya sebagai seorang dalang.  Sebab itu ia tetap mampu menjadikan pertunjukan Wayang Sasak sebagai tontonan dan tuntunan yang sesuai dengan masanya.

Itulah sebabnya Lalu Nasib menjadi dalang fenomenal yang langka milik Nusa Tenggara Barat. Sayangnya, perjalanan karir dan karyanya yang begitu panjang dalam dunia pewayangan Sasak tersebut, sejauh ini, tidak banyak terdokumentasi dengan lengkap. Padahal, nama dan kiprahnya di dunia seni pertunjukan pewayangan Sasak khususnya, dikenal hingga ke pelosok desa.

Bisa dikatakan bahwa dari tidak banyak lagi dalang wayang Sasak di Lombok (hanya sekitar 50-an dalang) saat ini, hanya nama Lalu Nasib yang masih dikenal luas dan tetap bertahan di hati masyarakat hingga hari ini. Kehadirannya dalam dunia seni pertunjukan tradisi pewayangan Sasak, tidak lekang oleh waktu, tak tergoyahkan oleh kemajuan zaman yang begitu pesat.

Ia tetap menjadi dalang idola yang pertunjukan-pertunjukannya selalu dinanti sebab ia mampu mampu mewakili kebutuhan masyarakat khususnya kalangan menengah ke bawah.

Tawaran tontonan televisi dan berkembangnya media sosial yang melintasi teknologi canggih yang semakin beragam, tidak mampu sepenuhnya ‘mematikan’ kecintaan masyarakat terhadap keberadaan pertunjukan wayang Lalu Nasib. 

Meski mengalami pergeseran pada soal waktu dan volume pertunjukan serta lainnya, pertunjukan wayang Lalu Nasib masih ditanggap hingga saat ini. Ia tetap bisa menghadirkan pertunjukan yang mampu menjadi tontonan dan tuntunan bagi penikmat wayang Sasak.

“Hanya satu yang selalu saya ingat, untuk menjadikan pertunjukan wayang sebagai tontonan dan tuntunan bagi masyarakat,” katanya.***

 




Protein Tinggi dan Antimikroba Pada Cacing Nyale

Festival Bau Nyale yang diselengarakan tiap tahun di Lombok Tengah menyimpan cerita menarik tentang legenda Puteri Mandalika. Beberapa tulisan dari Nanik I Taufan kali ini mendeskripsikan hasil penelitian tingginya kandungan protein pada Cacing Nyale

MATARAM.lombokjournal.com ~ Pulau Lombok memiliki keanekaragaman flora dan fauna pantai yang khas. 

Satu di antaranya adalah Cacing Nyale (Polychaeta) yang mempunyai keunikan tersendiri dengan peristiwa tradisi besar yang selalu dinanti-nanti masyarakat Lombok yang dikenal dengan Bau Nyale. 

Peristiwa munculnya Cacing Nyale dalam jumlah yang melimpah ini hanya terjadi sekali setahun. Masyarakat yang datang dari seluruh penjuru Lombok melakukan tradisi menangkap cacing (Bau Nyale).

BACA JUGA: Bau Nyale, Ini Kisah Drama Cinta Putri Mandalika

Ternyata Cacing Nyale mengandung protein tinggi
Warna warni Cacing Nyale

Cacing Nyale oleh masyarakat Lombok lebih dikenal karena fenomena tradisi dan budayanya. Selama ini peristiwa Bau Nyale lebih banyak dibicarakan dari segi tradisi maupun kepariwisataan. 

Kemunculan cacing yang konon ‘jelmaan Sang Putri Mandalika’ ini ternyata memberikan kontribusi yang besar bagi dunia keilmuan (penelitian).

Menurut Dra. Dwi Soelistya Dyah, M.Kes maupun Drs. Zainul Muttaqim, peneliti dari Universitas Mataram, yang melakukan penelitian secara khusus terhadap cacing laut ini, cacing-cacing nyale ini memiliki kandungan protein yang tinggi juga mengandung antimikroba serta dapat menguji kualitas air laut.

“Bahkan, kandungan protein cacing nyale lebih besar dua kali kandungan protein ayam ras,” ungkap Dwi Soelistya kepada Nanik I Taufan.

Peristiwa Bau Nyale berlangsung rutin tiap tahun, rata-rata pada hari kelima setelah bulan purnama. 

Cacing yang muncul ke permukaan antara pukul 04.00 hingga sekitar pukul 06.00 ini mempunyai ciri khusus antara lain, bentuk tubuhnya mengalami perubahan. Ad beberapa yang berwarna hijau, kuning ataupun abu-abu, coklat, jingga, merah dan ada yang mempunyai bintik-bintik hitam kecil membujur di sepanjang tubuhnya. 

Dari warna tersebut yang dominan adalah hijau dan coklat.

“Yang berwarna hijau si betina dan coklat adalah nyale jantan,” ungkap Soelistya.

Warna hijau pada epitok (badan belakang) si betina nampaknya karena pantulan dari warna telur  yang hijau dan besar. Sementara sperma si jantan berwarna kekuning-kuningan dan kecil sehingga yang terlihat cacing berwarna coklat. 

Sebenarnya, kemunculan Nyale secara serempak pada lima hari setelah bulan purnama tersebut merupakan masa kawin bagi cacing Nyale. Saat itu telur cacing betina sudah memenuhi seluruh badannya dan sperma si jantan pun demikian. 

“Tubuhnya jadi seperti balon mengembang dan memanjang hingga 36 cm,” katanya. Kulit cacing menjadi sangat tipis setipis-tipisnya kala itu.

BACA JUGA: Bau Nyale Spirit Kebahagiaan, Ini Kata Bang Zul

Maka pada musim kawin ini, cacing-cacing nyale yang tengah siap bereproduksi mulai keluar dari liang karang-karang tempatnya hidup. 

Kepala cacing tetap berada di dalam karang, sementara tubuh yang penuh dengan telur dan sperma hingga ekornya naik ke permukaan dan menari-nari siap untuk melakukan pemijahan. 

Pada saat epitoknya ini naik ke permukaan air, mereka bergerak seperti spiral dan saling berdekatan serta membelit satu sama lain sehingga tubuh cacing yang menipis akibat dipenuhi telur dan sperma tadi, mudah sekali hancur dan keluarlah sel telur dan sperma yang selanjutnya terjadi fertilisasi. 

Pada saat fertilisasi terjadi, dan zigot yang terbentuk akan menuju ke dasar perairan untuk selanjutnya membentuk larva menempati batuan-batuan karang, hidup dan berkembang hingga musim kawin tiba.

Pantai Selatan Lombok yang paling tinggi populasi cacing Nyale terdapat di Pantai Sager. Hal ini, tutur Bu Sulis, bisa jadi disebabkan oleh sifat pantai yang sesuai dengan habitatnya. Banyaknya karang merupakan salah satu faktor penting bagi cacing Nyale karena di bawah atau di lubang-lubang batu karang tersebutlah ia hidup dan berkembang biak.

Protein tinggi pada Cacing Nyale
Lezat bersama sambal goreng

Dibandingkan dengan Padak (pantai Timur Lombok), Tampes (Pantai Utara) yang jumlah nyalenya yang muncul sangat sedikit bahkan di Pantai Krandangan (Pantai Barat) tidak dijumpai nyale, di Pantai Sager justru muncul melimpah.

Hal ini tidak terlepas dari hamparan terumbu yang terdiri atas karang mati yang masif sebagai tempat yang cocok untuk hidup bagi cacing nyale terdapat di Pantai Sager. 

Juga populasi yang tinggi terjadi karena ketersediaan makanan yang cukup serta kurangnya predator pemangsa cacing, yang disebabkan kurangnya pasokan makanan pemangsa tersebut pada dasar laut yang berpasir.***

 

 




Bau Nyale, Ini Kisah Drama Cinta Putri Mandalika

Festival Bau Nyale yang diselengarakan tiap tahun di Lombok Tengah menyimpan cerita menarik tentang legenda Puteri Mandalika. Beberapa tulisan dari Nanik I Taufan mendeskripsikan Festival Bau Nyale dari beberapa sisi lain, untuk memahami lebih jauh event yang baru saja berlangsung

MATARAM.lombokjournal.com ~ Di atas bukit Batu Angkus yang terletak di bibir Pantai Seger, Kuta Lombok Tengah, seorang perempuan jelita berdiri putus asa. Di sekitarnya ada beberapa lelaki (Pangeran) yang siap menanti satu keputusan darinya. Dan ketika waktu yang ditunggu itu tiba, bicaralah ia kepada mereka.

Wahai para pangeran dan rakyatku, aku tidak akan memilih satu dari para pangeran yang melamarku. Demi kebaikan bersama, demi kedamaian negeri ini, aku tidak memilih seorang pun dari kalian. Aku akan menjadi milik semua orang. Jika kalian mencintaiku, temui aku di tempat ini pada tanggal 20 bulan 10 setiap purnama tiba”.

Bau Nyale merupakan jelmaan Putri Mandalika
Personifikasi Puteri Mandalika

Dalam legendanya, beginilah kira-kira kalimat terakhir yang sempat diucapkan perempuan yang kemudian memutuskan terjun ke laut dengan cara tiba-tiba. Para pangeran yang menantinya tentu saja kaget dan tidak menduga perempuan yang mereka rebut itu, tidak memlih satu pun dari mereka melainkan memilih menjadi milik semua orang.

BACA JUGA: Protein Tinggi dan Antimikroba pada Cacing Nyale

Adegan semacam ini kerap dipentaskan dalam mengenang perempuan yang menjadi legenda dalam masyarakat Sasak Lombok. Dialah Putri Mandalika, anak Raja dari Kerajaan Tonjen Beru, Lombok Selatan. Cantik jelita nan menawan, berbudi pekerti luhur sehingga membuat para pangeran kerajaan tetangga jatuh hati padanya.

“Kecantikan dan keluhuran budinya kesohor tidak hanya di Pulau Lombok melainkan hingga di luar Pulau Lombok sehingga ia menjadi rebutan. Para Pangeran sama-sama tidak mau mundur selangkah pun untuk dapat mempersuntingnya,” ungkap Lalu Putria, Budayawan Sasak.

Dikisahkan, perebutan tersebut terjadi antarpangeran yang berasal dari kerajaan yang ada di Pulau Lombok antara lain, Kerajaan Bumbang, Rambitan, Johor, Kedaro, Prabu Dundang dan lain-lain. Nyaris terjadi perang saudara karenanya. Putri Mandalika melakukan semedi untuk mencari petunjuk apa yang harus dilakukannya.

Ia bersemedi di sebuah hutan lalu mendapatkan petunjuk bahwa keputusan yang harus diambilnya adalah yang terbaik bagi dirinya, keluarga dan masyarakat Sasak.

Suatu hari pada waktu dan tempat yang telah disepakati, yakni pada tanggal 20 bulan 10 penanggalan Sasak bertepatan dengan purnama, lanjut Putria yang juga mantan Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Lombok Tengah ini,  pada Bukit Batu Angkus di pesisir Pantai Seger, ia pun mempersilahkan para Pangeran dan masyarakat datang ke sebuah tempat yang sudah disepakati untuk menyaksikan ia mengambil keputusan.

BACA JUGA: Festival Bau Nyale Sukses Digelar, Event Buda Pra MotoGP

Di sanalah Sang Putri memberikan pelajaran bagi semua Pangeran dan masyarakat, bahwa dalam kebimbangannya menjatuhkan pilihan, ia tidak memilih salah satu dari mereka yang memperebutkannya melainkan ia memilih mengorbankan dirinya dengan terjun ke laut demi mencegah terjadinya pertumpahan darah.

Ia memutuskan menjadi milik semua orang dengan cara menyerahkan dirinya pada alam, melompat ke laut dan menghilang.

Inilah akhir dari drama cinta Putri Mandalika, ketika ia menghilang di lautan lepas itu, angin kencang dan hujan badai pun datang. Para pangeran dan masyarakat yang hadir terkesima menyaksikan pengorbanan Putri Mandalika. Mereka menanti kembalinya Sang Putri. Namun Mandalika menghilang dan tak pernah muncul ke permukaan.

Mereka pun berduyun-duyun menuju lautan untuk menemukan dan menyelamatkannya. Tetapi Putri Mandalika benar-benar menghilang. Yang mereka temukan hanyalah jutaan cacing berwarna-warni yang menyala dan mengkilap diterpa sinar matahari..

“Cacing-cacing yang dikenal dengan nama Nyale inilah yang akhirnya dipercaya oleh masyarakat Sasak Lombok sebagai jelmaan Putri Mandalika. Cacing-cacing nyale ini tidak hanya ditemukan di Pantai Seger melainkan di sepanjang pesisir pantai bagian selatan Lombok, seperti Pantai Arguling di bagian barat Pantai Kuta Lombok, Pantai Mawun di Grupuk, jutaan nyale ditemukan,” katanya.

Sejak itulah, tiap tanggal 20 bulan 10 penanggalan Sasak (tahun 2022 ini jatuh pada tanggal 20-21 Februari), ratusan ribu warga Lombok akan tumpah ruah menanti “kedatangan” Putri Mandalika

yang menjelma dalam bentuk cacing nyale di sepanjang pesisir pantai selatan Lombok. Maka tiap tahun penanggalan Sasak tersebut, masyarakat Lombok selalu menyelenggarakan ritual Bau Nyale (menangkap Nyale).

Sejauh ini, dari tahun ke tahun, perhitungan waktu munculnya nyale selalu tepat dan sangat jarang meleset. Sebelum ritual inti bau nyale dilakukan, diawali dengan penentuan tanggal 20 bulan 10 penanggalan Sasak yang dilakukan oleh para pemangku adat Sasak yang berasal dari empat penjuru angin yakni, Timu’ (timur), Bat (barat), Lau’ (selatan) dan Daye (utara).

Untuk menentukan tanggal ini dilakukan ritual Mapan yakni melihat petunjuk pada sebuah buku semacam primbon (Jawa) yang disebut Papan Urige. Perhitungan ini dilakukan dengan cara tradisional. Masing-masing pemangku akan menghitung dengan caranya masing-masing dan setelah itu mencarikan titik temunya bersama-sama.

Selain itu, para pemangku adat yang telah turun temurun melakukan perhitungan waktu ini juga menggunakan tanda-tanda alam seperti gemuruh deru ombak yang lebih kuat dari biasanya, hujan angin disertai kilat yang menyambar dan petir bersahutan, yang dikenal dengan gerem genteng. Juga tanda-tanda alam lain berupa terlihatnya Bintang Tenggale yang posisinya kira-kira sama dengan penentuan hilal (menentukan waktu puasa pertama).

“Semakin kencang hujan angin turun maka semakin banyak nyale keluar. Namun jika waktu yang ditentukan itu tanpa hujan lebat dan angin kencang, nyale biasanya hanya sedikit,” kata Putria.***

 




Festival Bau Nyale ‘Spirit’ Kebahagiaan, Ini Kata Bang Zul

Gubernur Zul menyebut Festival Nyale merupakan spirit kebahagiaan seluruh warga NTB, termasuk mereka yang termajinalkan

LOTENG.lombokjournal.com ~Festival Bau Nyale merupakan simbol dan ‘Spirit’ atau semangat kebahagiaan bagi seluruh warga NTB, termasuk bagi warga yang selama ini termarginalkan. 

Hal tersebut disampaikan Gubernur NTB Zulkieflimansyah pada Puncak Festival Bau Nyale 2022 di Pantai Seger, KEK Mandalika, Minggu (20/02/22).

Menyampaikan sambutan Festival
Gubernur Zulkieflimansyah

“Mandalika adalah spirit, Bau Nyale menawarkan kegembiraan merayakan festival,” ucap Bang Zul sapaan akrab Gubernur NTB saat membuka festival. 

Dikatakan, Mandalika telah bermetamorfosis bukan hanya sebagai lokasi biasa. Layaknya kisah Putri Mandaika, kini lokasi Mandalika menjadi lokasi yang menarik bahkan populer di dunia. 

“Sehingga juga menjadi rebutan, layaknya kisah putri Mandalika yang diperebutkan para pangeran dan memilih terjun ke laut agar bisa dimiliki oleh seluruh masyarakat,” ujar Bang Zul sapaan gubernur. 

Menurutnya, Mandalika kini menjadi one of the best street circuit in the world. Mandalika dikejar dengan aroma kekuasaan yang sangat kental.

BACA JUGA: Festival Bau Nyale, Event Budaya Pra MotoGP

“Namun sprit Mandalika dengan berbagai event internasional, memberikan semangat buat seluruh masyarakat, termasuk yang mungkin selama ini termarginalkan, bisa merasakan festival dengan penuh kebahagiaan,” jelas Bang Zul. 

Ia berharap, Festival Bau Nyale bisa terus konsisten dilakukan tiap tahun. 

“Mudah-mudahan festival nyale ini bisa jadi spirit bersama untuk memberikan kebahagiaan bagi kita semua” kaanya.

Festival Bau Nyale Tahun 2022  digelar sebagai side event jelang MotoGP 2022, berbagai kegiatan budaya digelar mulai dari sangkep wariga atau penentuan acara kegiatan kemudian pemilihan Putri Mandalika dan Bebaosan yang disiarkan secara streaming. 

BACA JUGA: Event Sport Tourism, Lombok Incara Para Pemacu Adrenalin

Festival Nyale dengan Pemilihan Puteri Mandalika
Pemilihan Puteri Mandalika

Kegiatan lainnya seperti Peresean, Belancaran, Wayang dan Mandalika Fashion Carnaval tetap dilaksanakan secara offline dengan titik lokasi yang terpisah demi menghindari kerumunan.

Turut hadir pada kesempatan tersebut Menteri Parekraf RI, pimpinan DPRD Provinsi NTB, Sekda NTB, serta Forkopimda Kabupaten Lombok Tengah ***

 




Festival Bau Nyale Sukses Digelar, Event Budaya Pra MotoGP

Menjelang event MotoGP di Mandalika, Loteng, sukses digelar Festival Bau Nyale yang berkisah tentang Puteri Mandalika

LOTENG.lombokjournal.com ~ Festival Pesona Bau Nyale sukses digelar di Pantai Seger KEK Mandalika, menjelang event MotoGP buan Maret. 

Suksesnya penyelenggaraan Festival Nyale itu mendapat apresiasi Gubernur NTB Zulkieflimansyah. Khususnya kepada Bupati Lombok Tengah dan stakeholder lainnya yang dinilai sukses dalam penyelenggaraan Festival Nyale tahun ini.

Dalam festival Nyale, selalu ada acara mencari cacing laut

Menurutnya, Festival Bau Nyale telah berskala nasional, sehingga akan memberikan dampak positif tidak hanya bagi masyarakat sekitar, tapi juga daerah lainnya dengan tetap menguatkan nilai-nilai budaya. 

BACA JUGA: Festival Bau Nyale Spirit Kebahagiaan, Ini Kata Bang Zul

Karena itu, berbagai rangkaian kegiatan mulai dari “sangkep warige” atau penentuan acara kegiatan Bau Nyale tetap melibatkan tokoh agama dan masyarakat adat.

Selain itu, beberapa kegiatan yang sudah  diselenggarakan secara streaming, seperti pemilihan Puteri Mandalika dan Bepaosan. 

Kegiatan lainnya seperti Peresean, Belancaran, dan Mandalika Fashion Carnaval tetap dilaksanakan secara offline dengan menerapkan protokol kesehatan yang baik.

Spirit Mandalika

Menurut Bang Zul, Mandalika adalah spirit yang diceritakan oleh para orang tua agar sela penat berkelahi dengan kehidupan.

“Mandalika juga menawarkan kegembiraan dan keceriaan buat orang-orang kecil, orang-orang miskin, orang-orang termarjinalkan, orang terpinggirkan untuk sesekali dalam hidupnya  bergembira merayakan sebuah festival,” jelas Bang Zul sapaan akrab Gubernur NTB.

Ia memberikan sambutan pada kegiatan festival Bau Nyale di halaman belakang hotel Novotel Lombok Tengah, Minggu (20/02/22).

Bang Zul juga mengajak Bupati Lombok Tengah dan Forkompinda, agar Festival Bau Nyale terus dirayakan.  Karena Mandalika saat ini sudah bermetamorfosis bukan hanya tempat biasa, tapi menjelma sebagai one best street circuit in the World

“Mandalika ini diburu oleh para banyak pangeran-pangeran besar dari seluruh dunia, tapi bukan hanya itu melainkan spirit Mandalika untuk memberikan kegembiraan senyuman, pesta bagi orang-orang kecil, orang-orang termarjinalkan yang sesekali  mencicipi kebahagiaan dan kegembiraan itu,” katanya.

Sementara itu, Bupati Lombok Tengah, H. Lalu Fathul Bahri menyampaikan, sudah 3 tahun terakhir ini Festival Bau Nyale tidak pernah diadakan karena pandemi Covid-19 melanda Nusa Tenggara barat. Bahkan secara nasional maupun internasional.

BACA JUGA: Start L’etape Indonesia 2022, di Mandalika Lombok

Disebutkan Bupati Loteng, berkat kerjasama dan melalui rapat bersama Forkompinda Lombok Tengah beserta tokoh agama dan budaya sepakat untuk melaksanakan Festival Bau Nyale di kawasan ekonomi khusus Mandalika di ujung pantai selatan.

Masyarakat meramaikan festival Nyale

“Kami merasa bersalah jika acara tahunan seperti ini tidak dilaksanakan, ini semua untuk membangkitkan ekonomi masyarakat,” jelasnya.

Turut hadir dalam festival pesona Bau Nyale tersebut, Menteri Pariwisata RI, Sekretaris Daerah NTB, Bupati Lombok Tengah, Wakil Bupati Lombok Tengah, Danlanud, Ketua DPRD NTB beserta tokoh agama, tokoh masyarakat dan tokoh budaya, dan tamu-tamu undangan lainnya.***

 




Event MotoGP di Mandalika Harus Tonjolkan Budaya Sasak 

Tokoh adat Sasak menyerukan keharusan menampakkan nuansa etnik Sasak sejak tamu datang di bandara saat berlangsungnya event MotoGP

LOTENG.lombokjournal.com ~ Menampilkan dan menonjolkan fitur-fitur budaya adat Sasak sangatlah penting ketika MotoGP di Mandalika berlangsung.

Hal tersebut disampaikan Ketua Badan Pelaksana Majelis Adat Sasak, L. Bayu Winda, 

ketika menghadiri konferensi pers tentang kesiapan masyarakat adat Sasak menyambut MotoGP Mandalika,  di Media Center Indonesia, Sabtu (12/2).

BACA JUGA: Mandalika Terwujud oleh Keberpihakan Jokowi, Ini Kata Rachmat Hidayat

“Kami disini sebagai tokoh adat Sasak tentu akan lebih concern pada hal kebudayaan. Sangat penting untuk kita semua menampilkan fitur-fitur budaya daerah kita saat MotoGP nanti,” kata Lalu Bayu.

Ia menyatakan, menonjolkan fitur-fitur kebudayaan merupakan suatu keharusan, agar para pengunjung yang datang dapat lebih mengenal budaya adat Sasak.

“Fitur-fitur budaya itu harus mulai nampak nuansa etniknya sejak kedatangan di bandara. Jadi tamu-tamu kita dari luar meskipun tutup mata, tapi mereka tau kalau sedang berada di Lombok,” jelasnya.

Selain itu, Lalu Bayu juga menjelaskan bahwa kebudayaan suatu daerah menyangkut tiga hal penting, yaitu aspek norma and values, pola aktivitas masyarakat, dan hasil cipta karya.

BACA JUGA: Kapolri Pantau Vaksinasi di NTB, Upaya Kendalikan Covid

“Kebudayaan itu kan menyangkut tiga hal, ada aspek norma and values, aktivitas masyarakat yang berpola dan juga hasil cipta karya. Jadi dari event seperti ini, kita harap substansi kebudayaan itu benar-benar dihadirkan untuk membedakan kita dengan tempat-tempat lain,” kata Lalu Bayu.

Turut hadir dalam konferensi pers tersebut Ketua Umum Dharma Pertiwi, Camat Pujut Lombok Tengah dan Kadis Pariwisata Lombok Tengah. ***

 




Nonton Acara Tradisi Empas Menanga Mual di Akar-Akar, Bayan

Acara Tradisi Empas  Menanga Mual berawal dari kebiasaan masyarakat ramai-ramai mencari ikan, udang, dan kepiting di muara awal musim penghujan

TANJUNG.lombokjournal.com ~  Masyarakat di Kecamatan Bayan, Lombok Utara, kaya dengan ritual tradisi yang berlangsung tiap tahun.

Hampir di tiap desa mempunyai acara tradisi yang selalu dilaksanakan masyarakatnya, sebagai upaya menjaga tradisi yang berlangsung turun temurun.

Salah satunya acara tradisi Empas  Menanga Mual Dusun Akar-Akar Utara, yang berlangsung meriah.

BACA JUGA: Senaru Raih Anugerah Desa Wisata dari Kemenparekraf di Jakarta

Wakil Bupati Lombok Utara Danny Karter Febrianto R. ST., MEng membuka acara Ritual Adat Tahun Empas  Menanga Mual Dusun Akar-Akar Utara, Desa Akar-Akar, Kecamatan Bayan, Lombok Utara, Rabu (08/12/21).

Pada acara tradisi itu dihadiri Anggota DPRD KLU Lalu M Zaki, Camat Bayan Denda Peniwarni, SE,  Kepala Desa Akar-akar Akarman, SSos, Kapolsek Bayan, termasuk Kades se Kecamatan Bayan serta banyak undangan.

Wabup Lombok Utara mendukung acara tradisi Empas Menanga Mual

Acara Empas Menanga Mual ini merupakan tradisi ritual adat istiadat yang sudah berlangsung turun menurun masyarakat Desa Akar-Akar.

Tradisi ini berawal dari masyarakat Akar-Akar yang mencari ikan, udang, dan kepting di Muara pada awal musim penghujan, dan ini dilakukan secara bersama-sama.

Wabup Danny mengaku bangga atas ritual tahunan Empas Menanga Mual. Kegiatan ini menggambarkan hubungan sesama manusia melalui gotong royong.

Dan hubungan dengan alam yang dibuktikan dengan melestarikan dan menjaga muara yang merupakan kepedulian dengan adat budaya.

BACA JUGA: Wagub Tinjau Korban Bencana Banjir dan Longsor di Lobar

“Untuk masyarakat saya, khususnya warga Akar-Akar untuk peduli dan melestarikan adat budaya yang kita miliki, supaya tetap eksis di tengah arus perkembangan teknologi yang makin maju, Insyaallah  tradisi ini menjadi even budaya tahunan KLU,” ujarnya.

Tradisi ini  dilaksanakan tidak hanya melibatkan warga Desa Akar-Akar saja, namun juga warga desa lain di Kecamatan Bayan. Diharapkan jadi  penggerak kebangkitan adat dan budaya di Lombok Utara.

Kades Akar-Akar, Akarman mengharapkan  tradisi Emas Menanga menjadi event budaya tahunan Kabupaten Lombok Utara.

Kegiatan ini juga mampu membangkitkan perekonomian masyarakat desa di wilayah pesisir.

Karena kegiatan ini melibatkan hampir seluruh warga desa untuk beramai-ramai mencari udang dan ikan serta lainya.

@ng