Peluncuran Antologi Puisi, Meneruskan Tradisi Sastra Bima
BIMA – lombokjournal.com
Inilah yang membanggakan penyair Husain Laodet. Meski di Bima dianggap ‘daerah konflik’, kerap terjadi kekerasan antar kampung hanya sebab soal sepele, namun seperti dikatakan Husain Laodet, Bima memiliki karakter sastra yang dibanggakan.
Itu dikatakannya di tengah acara launching kumpulan puisi ‘Mihrab Kaki Terbang’, berlangsung di Museum Asi Mbojo, Sabtu (18/6) petang. Pecinta sastra, seniman, pelajar dan tokoh tokoh budaya di Bima meramaikan bangunan Istana Kesultanan Bimamenjadi tempat yang representatif bagi kegitan seni budaya sekaligus laboratorium kebudayaan Bima.
Kata Husain, dalam ungkapanterkait proses kreatif sastra, sampai hari ini sebuah tradisi sastra terus menggeliat di Bima. Ini bagian dari bukti – melalui puisi tersirat pesan — sejarah peradaban kesusastraan di Bima telah menempuh perjalanan panjang.
“Bima memiliki aksara, dan memiliki kitab BO, selain tulisan bernilai sastra juga merupakan catatan sejarah terlengkap di Nusantara,” katanya.
Dalam acara peluncuran buku antologi puisi ‘Mihrab Kaki Terbang’ itu dihadiri sekitar 170 orang dari berbagai kalangan; mahasiswa, pelajar, pendidik, seniman, tokoh politik, budayawan novelis N. Marewo, pemerhati budaya H.Ridwan Tayeb,. Bahkan hadir pula Ketua Komisi A DPRD Kota Bima, Kepala Imigrasi Bima Aji Irham, Dikbudpar kota Bima, Dikpora Kab. Bima.
Meski accara launching buku antologi puisi termasuk tak lazim dilakukan penulis dan penerbit, namun acara itu menyedot perhatian publik di Bima. Tentu yang menarik, bukan hanya terbatas kalangan seniman atau sastrawan. Meski acara itu bersahaja, tapi jadi performance menarik waktu maestro violin Rudi Biola berkolaborasi dengan para penyair yang membacakan puisi puisi yang terangkum dalam antologi Mihrab Kaki Terbang.
Pihak penerbit Genta Press Jogjakarta, Nasrullah Ompubana, saat memberi pengantar mengatakan bahwa dunia literasi bukan hanya budaya mencintai buku. Tapi yang tak kalah pentingnya adalah memberi ruang dan rangsangan pada penulis melalui kegiatan sastra.
“Sastra memiliki makna tersendiri dalam membentuk karakter bangsa. Karena sastra yang berkualitas tentu mengandung nilai, menyentuh langsung wilayah jiwa,” kata Nasrullah. Sastra harus menjadi medium penting muara energi energi positif generasi khususnya di Bima,
Setidaknya, buku antologi pusi Husain Laodet jadi bukti otentik, budaya literasi di Bima yang hidup sejak pada abad ke 14, terus bernafas. Husain sendiri berharap, bagaimana hari ini generasi muda Bima melihat realitas sejarah itu sebagai pijakan berproses kreatif dalam menggali kekayaan sastra di daerah.
Hal
Berlindung Dalam Fiksi Dystopian *)
ALEXANDRA ALTER – New York Times
Basma Abdel Aziz berjalan di pusat kota Kairo suatu pagi, dan ia melihat orang-orang yang berbaris memanjang di depan sebuah gedung pemerintah yang tertutup. Saat kembali beberapa jam kemudian, Ms. Abdel Aziz, seorang psikiater pendamping korban penyiksaan, melewati orang-orang yang sama masih menunggu lesu – seorang wanita muda dan seorang pria tua, seorang ibu memegang bayinya. Gedung itu tetap tertutup.
Sampai di rumah, ia mulai menulis tentang orang-orang berbaris selama 11 jam itu. Kisah antrian panjang itu mewujudkan novel surealis **) perdananya. Novel ANTREAN berkisah situasi sosial setelah revolusi gagal di sebuah kota Timur Tengah (tidak disebutkan namanya). Cerita yang mengungkapkan penantian warga sipil lebih dari 140 hari ‘di garis tak berujung’ untuk mengajukan petisi pada penguasa bayangan yang disebut ‘gerbang’ terbukanya layanan dasar.
“Fiksi memberi saya ruang sangat luas kemungkinan mengatakan apa yang ingin saya katakan tentang penguasa totaliter,” kata Ms Abdel Aziz dalam sebuah wawancara baru-baru ini.
Novel ANTREAN yang baru diterbitkan dalam bahasa Inggris oleh Melville House, nyaris disejajarkan dengan klasik Barat seperti karya George Orwell’s “1984” and “The Trial” karya Franz Kafka. Ini merupakan gelombang baru distopian dan fiksi surealis dari penulis Timur Tengah yang bergulat dengan kekacauan dan sengatan kekecewaan dari ‘Musim Semi Arab’.
Lima tahun setelah pemberontakan yang terkenal di Mesir, Tunisia, Libya dan di tempat lainnya, situasi makin suram. Beban nasib malang sastra pasca-revolusioner telah berakar di wilayah tersebut. Beberapa penulis menggunakan fiksi ilmiah dan kiasan fantasi untuk menggambarkan kesuraman realitas politik. Penulis lainnya menggarap subyek kontroversial, seperti seksualitas dan atheisme. Atau mengorek kegetiran episode sejarah yang sebelumnya terlarang.
Dalam budaya sastra di mana puisi sudah lama menjadi media yang populer, penulis bereksperimen dengan berbagai genre dan gaya, termasuk komik dan novel grafis, novel horor halusinasi dan karya alegoris fiksi ilmiah.
“Ada peralihan dari realisme, yang mendominasi sastra Arab,” kata novelis Kuwait kelahiran Saleem Haddad, buku barunya GUAPA mengisahkan pemuda Arab gay yang temannya dipenjarakan setelah pemberontakan politik, “Apa yang muncul ke permukaan saat ini lebih gelap.”
Fiksi ilmiah dan surealisme telah lama menjadi katup pelarian bagi penulis yang hidup di rezim penindas. Di Amerika Latin, beberapa dekade fasisme dan perang saudara menginspirasi karya realisme magis dari penulis seperti Gabriel García Márquez dan Isabel Allende. Di Rusia, novelis postmodern Vladimir Sorokin menerbitkan novel futuristik yang kontroversial, mengusik dan diam-diam menusuk pemerintah represif negara itu.
Tema ‘dystopian’ tak sepenuhnya baru dalam fiksi Arab. Namun, seperti diakui penerbit dan penerjemah, menjadi sangat menonjol dalam beberapa tahun terakhir. Genre ini menjamur karena rasa putus asa yang ditangkap sebagian besar penulis. Mereka mengatakan menghadapi pusaran kekerasan dan represi. Pada saat yang sama, latar futuristik dapat mengeksplorasi ide-ide bermuatan politik tanpa membuat penulis dicap sebagai pembangkang.
“Cerita-cerita futuristik semuanya tentang hilangnya utopia,” kata Layla al-Zubaidi, co-editor koleksi karya pasca-Musim Semi Arab yang berjudul ‘Catatan Harian Revolusi yang Belum Selesai.’ “Orang-orang bisa membayangkan masa depan yang lebih baik. Sekarang (semuanya) hampir lebih buruk daripada sebelumnya. ”
Pada bulan-bulan bergolak setelah pemberontakan, ketika janji demokrasi dan kebebasan sosial lebih besar tetap sulit dipahami, beberapa novelis menyalurkan frustrasi dan ketakutan mereka ke kisah malapetaka yang muram.
Dalam novel berani Mohammed Rabie ini OTARED yang akan diterbitkan dalam bahasa Inggris tahun ini oleh American University di Kairo; mantan perwira polisi Mesir bergabung dengan pertarungan melawan penguasa pendudukan misterius yang memerintah negara itu tahun 2025.
Mr. Rabie mengatakan, ia menulis novel menanggapi “kekalahan beruntun” para pendukung demokrasi yang dihadapi setelah demonstrasi 2011 yang mengakiri 30 tahun pemerintahan Presiden Hosni Mubarak. Meskipun ada paralel untuk menyajikan-hari masyarakat Mesir masa kini, cerita tentang masa depan memungkinkannya menulis lebih bebas, tanpa menarik perhatian eksplisit penguasa Mesir saat ini. Hal itu dikatakannya dalam sebuah wawancara email yang diterjemahkan oleh penerbit Arab-nya
Nael Eltoulkhy, yang menyindir muramnya 2013 dalam Novel ‘Perempuan dari Karantina’ sebagian berlangsung di Alexandria yang penuh kejahatan di tahun 2064. Ia mengatakan bahwa lelucon futuristik adalah cara terbaik untuk mencerminkan suasana hati yang lelah di Mesir saat ini.
“Di Mesir, terutama setelah revolusi, semuanya mengerikan, tetapi semuanya juga lucu,” katanya dalam sebuah wawancara. “Sekarang, saya pikir itu lebih buruk dari saat Mubarak.”
Cerita futuristik yang suram terbukti digemari pembaca, dan beberapa novel ini mendapat apresiasi para kritisi dan laku di pasaran. OTARED adalah finalis untuk Prize International bergengsi tahun ini kategori fiksi Arab.
Tubuh baru sastra pasca-revolusioner ini menunjukkan pergeseran nada tajam dari curahan gembira setelah Musim Semi Arab, saat banyak penulis kehabisan nafas menerbitkan memoar atau menggali naskah kuno mereka yang disembunyikan selama bertahun-tahun.
Perayaan novelis Mesir seperti Ahdaf Soueif dan Mona Pangeran menulis protes 2011 di Tahrir Square. Novelis Suriah Samar Yazbek menerbitkan buku hariannya selama pemberontakan Suriah. Sebuah generasi baru penulis mendapat inspirasi dari adegan menakjubkan dari warga yang bersama-sama melawan kediktatoran yang lamaberkuasa.
“Ada sesuatu tentang pengalaman revolusi, di mana tiba-tiba Anda memiliki suara, dan suara Anda memiliki bobot dan makna,” kata Yasmine el-Rashidi, seorang wartawan Mesir yang menulis novel pertama Novel ‘Chronicle dari Musim Panas Terakhir’ tentang kebangkitan politik seorang wanita muda di Kairo selama dan setelah Mubarak. Novel ini akan diterbitkan di Amerika Serikat bulan depan.
Tahun-tahun sejak revolusi, optimisme itu sudah kering, dan pihak berwenang di kawasan ini menindak tegas ekspresi kreatif. Di Arab Saudi, penyair Ashraf Fayadh dijatuhi hukuman mati tahun lalu oleh otoritas keagamaan yang menudingnya telah menghujat ayat-ayat Allah. Setelah kecaman internasional, hukumannya dikurangi menjadi delapan tahun penjara dan 800 cambukan.
Di Mesir, di bawah pemerintahan yang ketat dari Presiden Abdel Fattah el-Sisi, pemerintah menutup galeri seni, menggerebek penerbit dan menyita salinan buku yang dinilai kontroversial. Tahun lalu, petugas bea cukai menyita 400 salinan “Walls of Freedom,” tentang seni jalanan politik Mesir, dan menuduh bahwa buku itu “menghasut pemberontakan.”
“Kami prihatin sekarang dengan apa yang kami publikasikan,” kata Sherif-Joseph Rizk, direktur Dar al-Tanweer Mesir, sebuah rumah penerbitan Arab. Jika ada sesuatu yang dilarang, memang bukan berarti menimbulkan masalah komersial
Meskipun perlindungan eksplisit untuk kebebasan berbicara di Mesir 2014 dijamin Konstitusi, pemerintah memiliki target terhadap penulis individu dan seniman. Novelis Ahmed Naji menjalani dua tahun hukuman penjara karena melanggar ‘kesopanan publik’ dengan ayat-ayat eksplisit secara seksual dalam novel eksperimental “The Use of Life.” Banyak yang khawatir bahwa penahanan itu menyebabkan lebih banyak penyensoran diri.
“Musim Semi Arab dan revolusi, ketakutan masyarakat memberi mereka inisiatif untuk mengekspresikan diri,” kata Ms Abdel Aziz, yang novelnya ANTREAN diterbitkan dalam bahasa Arab pada 2013. “Sekarang kita kembali ke penindasan,” tegasnya.
Ms. Abdel Aziz, 39, meraih gelar master dalam neuropsychiatry pada tahun 2005 dan sekarang bekerja paruh waktu di sebuah pusat di Kairo yang mendampingi korban penyiksaan dan kekerasan. Ia menerbitkan dua koleksi cerita pendek dan beberapa buku nonfiksi tentang subyek sensitif, seperti penyiksaan dan pelanggaran HAM yang dilakukan oleh aparat keamanan Mesir.
Tapi setelah jatuh Mubarak, bukanlah cara yang tepat menulis kisah faktual untuk menangkap pengalaman nyata dari Mesir yang biasa hidup melalui pemberontakan dan penumpasan terus menerus, kata Ms Abdel azis. Ia bermaksud menulis cerita universal, yang mencerminkan apa yang sedang terjadi di sekelilingnya namun melampaui geografi dan kejadian terkini.
Dia mulai menulis ANTREAN (The Antrian) pada September 2012. Novel ini dengan penokohan salesman muda, Yehya, yang ditembak selama pemberontakan yang gagal. Perawat medis menolak Yehya, dan terpaksa menunggu di garis tak berujung untuk mendapat izin menjalani operasi.
Ms. Abdel Aziz menggunakan bahasa kode untuk memuat istilah politik di novelnya yang diterjemahkan oleh Elisabeth Jaquette. Pemberontakan tahun 2011 terhadap Mubarak disebut ‘Storm Pertama.’ Pemberontakan sipil kemudian yang berakhir pada pertumpahan darah disebut sebagai “Peristiwa Memalukan.”
Ms. Abdel Aziz menyesalkan adanya pengawasan terhadap penulis dan aktivis Mesir. Sekitar selusin teman-temannya berada di penjara. Ia pernah ditangkap tiga kali saat mengambil bagian dalam demonstrasi dan protes.
Tapi ia menegaskan, hidup dalam ketakutan adalah sia-sia.
“Aku tidak takut lagi,” katanya. “Saya tidak akan berhenti menulis.
Rayne Qu (Sumber: New York Times)
*) Dystopias kadang-kadang ditemukan dalam novel fiksi dan cerita ilmiah. Tidak ada satu definisi, sebagai istilah biasanya digunakan untuk merujuk sesuatu yang jauh lebih spesifik dari sekedar sebuah dunia mimpi buruk atau masa depan yang tidak menyenangkan. Dystopian kadang dihubungkan dengan istilah post-apocalyptic novel atau cerita fiksi ilmiah tentang penguasa totaliter (Wikipedia)
**) Surealisme adalah gerakan budaya yang dimulai pada awal 1920-an, dan terkenal karena karya-karya seni dan tulisan visual. Tujuannya adalah untuk “menyelesaikan kondisi sebelumnya bertentangan dari mimpi dan kenyataan” (Wikipedia)
Mantra Ardhana ‘Seniman Paling berpengaruh’ di NTB
MATARAM – lombokjournal
Perupa Mantra Ardhana, yang mendedikasikan seluruh waktunya untuk kesenian, dinilai sebagai ‘seniman paling berpengaruh’ di Nusa Tenggara Barat (NTB) versi TV swasta. “Selain dedikasinya, konsep Mantra tentang karya seni sangat kuat dan bisa dipertanggungjawabkan,” kata Hamdani, koresponden NET TV Jakarta, saat pengambilan gambar proses kreatif Mantra di rumah yang sekaligus menjadi studionya di Cakranegara, Sabtu (21/5).
Pilihan figur ‘paling berpengaruh’ yang dilakukan NET TV Jakarta di tiap provinsi memang tidak terbatas di kalangan seniman. Dari 27 provinsi se Indonesia (tidak seluruh provinsi) pilihan figur yang paling berpengaruh itu mulai dari kepala daerah, pengusaha maupun tokoh masyarakat lainnya. Selain berkontribusi bagi masyarakatnya sesuai bidang masing-masing, pilihan itu juga menyasar figur yang mempunyai ‘keunikan’ .
Sebagai perupa, Mantra memang sangat menonjol di NTB. Ia telah mendapat pengakuan nasional bahkan internasional. Bulan April lalu, pameran Mantra di Kalkuta, India, mendapat perhatian luas dari publik seni rupa serta kalangan kritisi. Di India ia disebut sebagai “salah satu seniman kontemporer Indonesia paling menarik”. Mantra yang juga ‘melukis dengan bunyi’ itu, kini sedang menyiapkan pamerannya yang kedua di Kalkuta.
Karya-karya Mantra — yang menyelesaikan studi seni rupa di Institut Seni Indonesia (ISI) Jogja — termasuk musiknya, merefleksikan identitas etnik Lombok. Namun ia sekaligus membenamkan identitas itu ke dalam aksen kegelisahan kontemporer dari kehidupan modern, seperti kemajuan teknologi dan multikulturalisme. Lukisan-lukisannya mernghadirkan psikis manusia neo-postmodern.
Nina Saxer, yang menjadi kurator karya-karya Mantra di Kalkuta mengatakan, Mantra adalah seniman yang berdedikasi dan bersemangat. “Mantra telah bekerja sangat keras untuk mengasah keterampilan, gaya dan konsep Organic Mind yang sudah diendapkannya sejak tahun 2010,” katanya.
Tentang konsep Organic Mind, Nina menjelaskan, melalui karya visual kontemporernya Mantra hendak mengungkapkan bahwa sebagai manusia tak mesti meninggalkan akal alamiah kita. Kemudian tenggelam dalam konsumerisme dan terpengaruh media. “Mantra menyampaikan pesan, agar kita untuk tidak melupakan keterampilan organik kita, termasuk pikiran dan perasaan yang organic,” katanya. Ini sisi keunikan Mantra
Di rumah yang merangkap studio Mantra itu kerap menjadi tempat berkumpul para seniman. Karena Mantra dikenal mempunyai kepedulian memajukan kehidupan seni, dan mudah berkolaborasi dengan seniman lainnya. “Saya ingin lebih banyak berkolaborasi dengan seniman lain,” kata Mantra.
Profil Mantra akan ditayangkan bersama figur paling berpengaruh dari seluruh Indonesia di NET TV, pada ulang tahun ke 3 TV swasta tersebut, tanggal 29 Mei mendatang.
Suk
GARIS BAWAH; Osama, Legenda dan Sastra
Rayne Qu
Apakah anda berpikir Osama Bin Laden, pemimpin Al Qaeda itu mati? Tidak.
Tahun 2013, Osama dikabarkan masih hidup tenang di vila mewah bersama lima orang istri dan anak-anaknya di Bahama. Anda tentu ingat, malam 1 Mei 2011, Pasukan Khusus AS (US Special Forces) masuk jauh ke teritori Pakistan dan melakukan operasi militer. Targetnya, orang paling diburu Amerika. Dunia kaget karena Osama bin Laden pemimpin Al-Qaeda, organisasi yang diidentifikasi sebagai organisasi teroris oleh Barat, terbunuh dalam serangan yang mirip adegan fiksi film. Belakangan, pemerintah Pakistan mendirikan Komisi untuk menyelidiki bagaimana pasukan AS bisa melanggar kedaulatan Pakistan dan bagaimana Bin Laden selama Sembilan tahun tinggal diam-diam di Pakistan.
Edward Snowden, yang kini mendapat suaka di Rusia seperti dikutip Tribune Moskow mengatakan, ia memiliki dokumen bahwa Osama mendapat kiriman gaji dari CIA (Central Intellegence Agency) sebesar $ 100.000 atau hampir satu setengah milyar per bulan. Kematian Osama dipalsukan. Ia diangkut bersama ‘teroris’ lainnya termasuk keluarganya, kemudian ditempatkan di sebuah tempat rahasia di Bahama. Bagi CIA, Osama yang konon bersikap koperatif menjadi ‘kolaborator’ yang efisien.
Believe or not. Siapa pun boleh mempercayai apa pun, atau sebaliknya.
Cerita kehidupan Osama Bin Laden mengalir layaknya legenda. Musuh-musuhnya menudingnya otak dari semua aksi teror, termasuk serangan monumental WTC pada bulan September 2001 yang menewaskan ribuan orang. Bagi Barat, Osama merupakan ‘sosok berjubah hitam dengan senjata gancu di tangan’ yang menghembuskan bau teror kecemasan dimana-mana.
Tapi bagi bangsa Arab lain lagi. Sebagian orang Arab yang memutuskan mengangkat pedang dan harus memerangi bangsa Barat yang dipandang wujud kezaliman, Osama Bin Laden merupakan hero masa kini. Osama layak dihormati sebab membela pride bangsa Arab, mewakafkan hartanya serta hidupnya sebagai ‘martir’ untuk memperjuangkan yang haq menurut keyakinan agama.
Tidak ada seorang pun benar-benar mengetahui, apakah pengikut Osama suka cita atas serangan September itu. Tunggu dulu, juga pada bulan September terjadi pembantaian atlet Israel di Olimpyade Munich tahun 1972, yang dikenal dengan peristiwa ‘Black September’.
Hingga kini pun belum diketahui sebenar-benarnya, siapa yang salah siapa benar. Apakah kaki tangan Osama (atau siapa pun) di balik perstiwa serangan September yang nekad menyasar WTC. Atau benar seperti laporan Kongres (Amerika) tentang terlibatnya pemimpin Arab Saudi dengan sepengetahuan CIA. Kejanggalan-kejanggalan atas drama mencengangkan itu terkubur sebagai rahasia. Kemudian, peristiwa itu menjadi mata air yang mengalirkan legenda masa kini, yang kelak menciptakan hero baru bagi pihak mana pun.
Saya memaparkan cerita Bin Laden karena ingin membandingkannya dengan legenda yang juga membungkus peristiwa ‘pemberontakan PKI’, sekitar 45 tahun silam. Peristiwa paling traumatik yang pernah terjadi dalam sejarah Indonesia modern.
Moral suatu legenda ditentukan siapa penilainya. Kebenaran “sejarah” kolektif (folk istory) itu ditentukan nilai-nilai dan pengalaman bawah sadar masyarakat yang hendak merekonstruksi “kebenaran” sejarahnya. Sebab legenda bisa merupakan sesuatu yang sekuler (keduniawian), terjadi pada masa kini, bertempat di dunia yang kita kenal sekarang, biasanya dengan tokoh manusia luar biasa.
Sebagai “sejarah” kolektif (folk history), legenda diwariskan turun temurun, memberi petunjuk yang benar dan yang salah. Siapa yang baik dan yang buruk, sifat yang benar dan yang salah, dan penjelasan peristiwanya terus menerus mengalami distorsi. Itulah legenda, tergantung bagaimana masyarakat hendak merekonstruksi sejarahnya.
Berdasarkan pelajaran sejarah yang diajarkan guru-guru di sekolah, peristiwa pemberontakan PKI pada 30 Septemberi 1965 memang nyata. Namun karena fakta-fakta itu (selalu terjadi dalam legenda) banyak mengalami distorsi, bisa kurang atau sebaliknya sangat berlebihan, peristiwa itu berkembang zig-zag seperti legenda. Dalam kurun tertentu, seorang pelaku sejarah bisa menjadi pahlawan, namun pada kurun berbeda figur yang sama hanyalah biang kerok yang memalsukan kebenaran sejarah.
Sebenarnya saya tak ingin menyinggung soal PKI. Kadang-kadang peristiwa itu kuanggap persoalan orang tua, dan bila tanpa tendensi politis sebenarnya ungkapan ‘bahaya laten’ komunisme itu nyaris sebagai kekonyolan. Bagi saya, dan mungkin bagi banyak teman-temanku, benar-benar tak produktif. Lebih baik para intelektual atau para orang tua, baik yang berkuasa maupun yang tengah meratap karena telah kehilangan kekuasaannya, lebih fokus memikirkan penciptaan lapangan kerja atau mengusahakan internet murah. Dari internet saya tahu, kelompok Neo Nazi di Swedia sudah diijinkan berunjuk rasa tanpa kekhawatiran generasi muda teracuni paham kuno yang sudah kehilangan pasaran itu.
Peristiwa pemberontakan PKI dinilai dengan penuh tendensi, terkesan banyak yang memamerkan nalar kurang baik. Padahal kemampuan nalar yang baik sangat penting untuk menghubungkan atau menjangkau masa depan. “Jangan melupakan sejarah,” kata Bung Karno. Memang benar. Tapi mestinya, orang tua mesti lebih mampu mengkonstruksi sejarah tanpa mewariskan permusuhan.
Karena itu saya, mungkin juga siapa pun, membutuhkan karya sastra yang baik. Sastra selalu bermula dari ketersentuhan emosi individual. yang benar-benar memahami peristiwa-peristiwa kehidupan masyarakatnya sekitarnya. Sebab karya individual sastra, mengekspresikan kenyataan yang sangat subyektif, namun menjadi tinjauan atas ‘dilema ekstensi manusia dan tiada apa pun yang tabu’. Ekspresi kejujuran individu itu biasanya mendapat hambatan dari luar; politik, agama, etika atau adat istiadat.
Sastra yang baik akan membentuk peradaban masa depan lebih baik. Sastra yang baik bisa mengedepankan eksistensi manusia sebenar-benarnya, bukan menulis omong kosong. Wawasan mendalam sastrawan dalam menyerap kebenaran, akan menentukan mutu karya sastra. Permainan kata-kata atau teknik menulis tak bisa menggantikannya.
Saya menyukai kata-kata pemenang Nobel sastra dari Cina, Gao Xingjian, ”banyak definisi tentang kebenaran, tapi akhirnya dapat dilihat apakah seorang sastrawan atau penulis sedang membumbuhi fenomena manusia, atau sedang membuat pelukisan yang lengkap dan jujur.”
Membacalah sastra, meskipun para pembaca beresiko menghadapi karya-karya sastra yang hanya bermain-main dengan keindahan bahasa. Tapi membaca terus akan bisa membedakan mana yang hanya ‘membumbuhi’ dan mana yang ‘membuat pelukisan yang lengkap dan jujur’ tentang tentang situasi kemanusiaan.
Awal Mei, 20016
Julio Docjar, Seniman Jalanan di Sao Paulo, Menggunakan Seni Sebagai Alat Perubahan Sosial.
Karya seni bukan semata-mata kebutuhan ekspresi seniman. Bagi seniman jalanan di Sao Paolo Brasil, xeni menjadi bagian perjuangan menuntut keadilan dan perbaikan nasib masyarakatnya.
Itu bagian kisah dari seniman jalanan yang mengaktualisasikan pemahaman sosialnya di tembok-tembok kota (graffiti). Mereka dibesarkan dan merasakan kegetiran hidup di Sao Paulo, kota yang makin membengkak, berkembang menjadi metropolis dan bisa jadi akan tumbuh menjadi kota terbesar di Amerika.
Kota yang juga merupakan pusat dari raksasa kapitalis Brasil. Kota yang terus bergerak dan berubah, menciptakan kestabilan ekonomi bagi sebagian kalangan, tapi menciptakan penderitaan bagi banyak orang lainnya.
Konsekuensi dari kota yang dinamis, makin menjamur kantong kemiskinan dan melonjaknya kejahatan dan korban ‘Cracolandia’, penggunaan narkoba ilegal. Julio Docjar adalah seniman grafiti yang berdedikasi untuk memperbaiki lingkungannya, dan ikut peduli membantu tetangganya mengatasi kesulitan-kesulitan hidup yang makin menghimpit.
Julio Docjar memulai dengan menyelenggarakan workshop (pelatihan) keliling tentang gerakan seninya, kemudian menampung mereka di perumahan sederhana. Julio berdedikasi membantu mereka yang lemah di sekelilingnya untuk memperbaiki nasibnya.
Julio mengajak mereka bersuara melalui seninya untuk menuntut keadilan sosial. Agar terjadi perubahan, dan membuat nasib yang lemah berubah menjadi lebih baik.
Pandangan Film’s Maker
Guta Pacheco & Willem Dias
(Keduanya membuat film dokumentasi proses kreatif yang tengah dijalani Julio Docjar. Metreka membuat catatan tentang seniman jalanan itu)
Sao Paulo adalah kota yang sangat besar, sangat padat penduduknya, membuka peluang bagi para profesional dan karya budaya. Namun kota itu memiliki kesenjangan sosial yang ekstrim. Umumnya kalangan kelas atas biasa mengunci diri di kondominium yang berpagar mewah, sementara orang miskin diabaikan masyarakat dan ditinggalkan oleh pemerintah.
Pengabaian sosial ini dirasakan lebih dari 500.000 keluarga; yang tidak memiliki akses ke hak-hak dasar kewarganegaraan seperti pendidikan, kesehatan dan perumahan. Tapi keluarga-keluarga miskin umumnya tidak berusaha memerangi ketidakadilan itu, karena mereka tidak tahu apakah mereka mempunyai hak untuk menuntut itu.
Keluarga-keluarga miskin tidak bisa keluar kehidupan menyedihkan, karena peluang itu tertutup bagi mereka. Melihat kenyataan ini, dibutuhkan seseorang yang mengkombinasikan ideologi dan aksai nyata untuk memperbaiki martabat kalangan miskin
Kami menemukan karya seniman jalanan, Julio Dojcsar, begitu istimewa dan inspiratif. Julio lahir dan dibesarkan di ujung timur Sao Paulo, salah satu dari banyak lingkungan perkotaan yang bahkan tidak diurus oleh pemerintah. Rasanya tidak mudah untuk menemukan daerah ini, sulit diakses tapi rumah Julio cukup dibanding rumah-rumah lain di lingkungannya.
Sejak usia dini, Julio belajar memerangi ketidakadilan sosial dari ayahnya, seorang tokoh masyarakat yang berpengaruh. Sebagai pemuda, ia bereksperimen mengekspresikan dirinya melalui seni.
Julio membawa seni jalanan dan kegiatan budayanya melibatkan masyarakat sekitarnya. Tujuannya memperkuat, mendidik dan mengintegrasikan orang-orang dari beberapa komunitas yang saling membutuhkan bantuan.
“Aku bukan seniman galeri,” kata Julio.
Sebab seni jauh lebih bersifat politis daripada sekedar bicara keindahan. Seni harus bisa mengganggu seseorang, dan membawa orang itu menjauh dari kelambanan memahami ketidakadilan. “Jika seni tidak bisa melakukan itu, seni menjadi tidak berarti,” tegas Julio.
Dalam film ini, menggambar bagaimana seni jalanan menjadi alat ampuh untuk transformasi sosial, dan bagaimana tindakan sederhana bisa begitu berarti bagi banyak orang. Kami mengikuti seniman itu pada garapannya yang disebut “Pindah Rumah”, yang berlangsung di daerah pusat kota yang dikenal sebagai “Cracoland”.
Lingkungan itu adalah tempat di mana pecandu obat terlarang mengambil ‘barang’nya di tempat terbuka. , Sebagian besar keluarga telah ‘rusak’ dan membiarkan anak-anaknya mengembara sendirian di jalanan, di antara trotoar dan tumpukan sampah. Ini adalah daerah dimana pergaulan berlangsung sangat keras
Kepekaan dan kekuatan moralitas Julio, juga cara berpikirnya menarik banyak orang. Tapi ia bersikeras, bahwa karyanya merupakan karya yang dikerjakan dengan banyak orang, terdiri dari seniman-seniman yang berkontribusi melakukan tindakan tertentu. Orang di lingkungan itu mengambil bagian sesuai kebutuhan garapan bersama itu.
Keterlibatan Julio sangat penting karena menguatkan masyarakat lokal dan menumbuhkan rasa bangga dalam masyarakat.
Pembuatan film ini adalah pengalaman belajar yang besar bagi kami.
Roman Emsyair
(Sumber : Al Jazeera)
Gerakan Seniman Masuk Sekolah 2016 di Bima Sangat Diminati Siswa
BIMA – lombokjournal
Para siswa di Kota Bima sangat antusias mengiukti program Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS) 2016. Mengajarkan kesenian dengan muatan nilai-nilai kelokalan cepat dipahami para siswa.
Program GSMS yang dilaksanakan Dewan Kesenian Bima peluncurannya dilakukan hari Jum,at (29/4) bertempat di Aula SMA 2 Kota Bima. Seperti direncanakan semula, 200 siswa yang terpilih untuk mengikuti dalam program itu mengikuti pembelajaran empat bidang seni yakni Seni Teater, Seni Tari, Seni Rupa dan dan Seni Musik.
Ruang Aula SMA 2 Kota Bima itu dipadati pengunjung. Sebab bukan hanya para siswa yang datang, para orang tua siswa yang tertarik program itu ikut datang memadati aula.
Para seniman yang terlibat memberi materi pembelajaran, juga mendemonstrasikan masing- masing bidang seni dihadapan siswa, guru dan termasuk orang tua siswa. “Apresiasi siswa sangat luar biasa. Mereka langsung menyaksikan dan merasakan bahwa seni itu menyenangkan,” kata Ketua dewan kesenian Bima, Husain Laodet, hari Jum’at (29/4).
Seni Teater misalnya, yang semula diperkirakan masih asing, ternyata justru sangat diminati siswa SD dan SMP. Setelah pengajar mendemonstrasikan bagaimana bermain teater, dengan contoh akting, para siswa sangat berminat.
Komunikasi yang terjalin antara siswa dan pemateri, bisa disebut sebagai indikasi keberhasilan program tersebut. Langkah awal awal GSMS ini memang difokuskan bisa membangun gairah siswa untuk melakukan praktik berkesenian.
Dan penting dicatat, dalam materi pembelajaran materi kesenian itu penekanan pada eksplorasi nilai kearifan lokal, khususnya budaya mBojo, mempercepat proses terbangunnya komunikasi antara pemberi materi dan para siswa.
“Dalam program itu siswa dirangsang agar mampu mengeksplor jenis kesenian atau alat musik tradisional misalnya, diramu dan dipadu bersama alat musik modern. Sehingga terbentuk harmonisasi yang indah,” jelas Husain.
Dengan mendekatkan siswa dengan khasanah alat musik tradisi, budaya tradisional tidak ditinggal begitu saja oleh generasi pelajar.
Suk
Teater Dari Lombok Meramaikan ‘Cirebon Theatre Festival’.
MATARAM – lombokjournal
Menghidupkan semangat berteater tidak mudah. Namun semangat itu tidak pernah mati. Komunitas teater dari Lombok, Samsul Fajri Nurawat (SFN) Lab, yang ikut membidani munculnya Cirebon Theatre Festival meyakini, jaringan kerja yang dibangun komunitas teater akan membuka ruang lebih luas bagi kreativitas teater.
Cirebon Theatre Festival menjadi peristiwa penting untuk diikuti, di tengah makin sepinya gerakan komunitas teater yang bisa melibatkan komunitas dari daerah lain.
Meski membawa gagasan besar membangun jaringan kerja teater, sebenarnya kerja komunitas teater di Cirebon itu digerakkan para pegiat teater dari kalangan pelajar. Bahkan penanggung jawab dan penggagas festival itu, Ade Fathullah Hisyam, adalah lulusan STSI Bandung angkatan 2001.
Mengajak Seniman
Setelah Gedung Kesenian Nyimas Rara Santang Cirebon usai direnovasi tahun 2014, pemda setempat membuka kesempatan seniman yang menggarap seni pertunjukan untuk memanfaatkan gedung tersebut.
Satu-satunya gedung kesenian yang ada di Cirebon itu memang pernah menjadi tempat pertunjukan musik, tari atau teater. Sampai tahun 2010, gedung itu kemudian dianggap tidak layak menjadi tempat pertunjukan.
Itu juga menjadi salah satu penyebab merosotnnya pertunjukan teater. Setelah gedung kesenian selesai direnovasi tahun 2014, gagasan menyelenggarakan Cirebon Theatre Festival yang dimotori Tjaroeban Inc mulai dijalankan. “Sebelumnya tidak ada gedung yang dianggap layak,” kata Ade Fathullah Hisyam yang akrab dipanggil Bedul.
Penyelenggaraan festival itu mendapat sambutan baik dari Dinas Budpar dan DIrjen Kebudayaan, serta tokoh teater di Cirebon. Festival yang dimulai tahun 2015 itu diikuti 24 grup teater. Mulai yang ada di Cirebon, Majalengka, Kuningan, Indramayu, Tasikmalaya, Bandung, Jakarta, Jogja dan Kota Mataram.
“Putu Wijaya yang ikut monolog (meski dengan kursi roda, red) memberi dukungan, agar penyelenggara tidak patah semangat,” cerita Bedul.
Festival itu ternyata menarik minat penonton teater. Selama 10 hari pertunjukan dari berbagai kota, penonton yang dipungut bayaran Rp20 ribu untuk menonton selama festival berlangsung, cukup ramai. Untuk pertunjukan yang berlangsung sore hari, penontonnya bisa mencapai 500 orang.
“Kita bersemangat dengan besarnya sambutan penonton,” kata Bedul.
Mereka berkomitmen, agar even teater satu-satunya di Cirebon itu terus terselenggara tiap tahun. Meski panitia mengaku, subsidi yang diberikan Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta dari pemda setempat dibagi habis untuk partisipasipan festival tersebut. Bahkan sisa uang di panitia bukan dibagikan sebagai honor, tapi menjadi persiapan untuk produksi teater mereka berikutnya.
Bagi Bedul, yang penting dari festival itu bisa mempertemukan komunitas teater dari berbagai tempat. Mereka bisa bertukar informasi dan share dengan teman-teman yang belum sempat hadir.
Teater di Lapis Pinggiran
Samsul Fajri Nurawat yang akrab dipanggil Jabo — aktor dan sutradara teater Lombok jebolan STSI (Sekolah Tinggi Seni Indonesia) Bandung bersama SFN Labs yang didirikannya — bisa disebut pilar yang konsisten menguatkan kehidupan teater di Lombok. Bersama 6 orang aktor asal kampus di Mataram yang selama ini mengikuti kegiatan di SFN Labs, minggu awal bulan April (2-12 April) lalu, meramaikan ‘Cirebon Theatre Fastival’ yang berlangsung di kota Cirebon, kota asal sutradara kondang Arifien C Noer (almarhum) dan Nano Riantiarno.
“Selama ini teater masih di lapis pinggiran. Memang kalangan teater sendiri yang seharusnya menjadi penggeraknya,” kata Jabo di rumahnya yang sekaligus menjadi aktifitas SFN Labs.
Menurut Jabo, apa yang dilakukan komunitas di Cirebon itu, sebenarnya sudah pernah berlangsung di Mataram. Tapi kondisi di Cirebon bisa jadi lebih baik. Sebab pihak Disbudpar Cirebon maupun Pemprov Jawa barat, selain memberi dukungan juga sangat dekat dengan seniman teater. Bahkan Wakil gubernur jawa Barat, Dedy Miswar, sebelum acara berlangsung sempat bertandang memberi dukungan pada panitia dan anggota komunitas teater itu.
“Ada kesadaran dari komunitas teater sendiri. Kemudian pemda setempat mendukungnya dan memberi apresiasi yang sangat baik,” cerita Jabo.
Seharusnya teman-teman komunitas teater di Mataram, khususnya pemda NTB bisa tergerak dengan penyelenggaraan festival itu. “Sayangnya, di Mataram, para seniman seperti sulit memakai gedung Taman Budaya yang sudah direnovasi,” tutur Jabo.
Ka-eS.
Gerakan Seniman Masuk Sekolah di Bima, Menjaga Pusaka Budaya,
BIMA – lombokjournal.com
Sukses jadi penyelenggara ‘Baca Sastra’ bekerjasama dengan Direktorat Kesenian tahun lalu, kini Dewan Kesenian Bima menyiapkan Gerakan Seniman Masuk Sekolah (GSMS). Program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan itu memilih Bima menjadi bagian bersama 19 provinsi lainnya se Indonesia.
Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menilai Kota Bima layak dipercaya menyelenggarakan program kegiatan GSMS. Pertimbangannya, keragaman khasanah budaya yang dimiliki, serta nilai-nilai kearifan lokalnya, perlu diperhatikan dan dilestarikan.
“Khasanah budaya itu menjadi pusaka budaya generasi Bima mendatang,” kata Ketua Dewan Kesenian Bima, Husain Laodet, Minggu (24/4)..
Kegiatan GSMS di Bima dimulai tanggal 30 April hingga 20 Meit ahun ini. Dewan Kesenian Bima sebagai penyelenggara bekerjasama dengan Dikpora Kota Bima, sudah mensosialisasikan ke sekolah-sekolah yang dipilih,
Dalam kegiatan itu, siswa diajak belajar bersama seniman di tempat yang telah di tentukan. Rencana kegiatannya dipusatkan di Istana Bima. “Kegiatan ini dilakukan di luar jam sekolah, agar siswa tidak terganggu proses belajarnya,” kata Hussain yang juga dikenal sebagai penyair..
Mencintai Budaya Daerah
Program GSMS ini akan memberi rangsangan pelajar SD sampai SMA mencintai budaya dan kesenian daerahnya. Bagaimana siswa membangun apresiasi siswa, menyukai dan mau melakukannya.
Ada empat jenis kegiatan kesenian yang akan diajarkan, yakni seni Rupa, Teater, Tari dan seni musik. Sebanyak 200 siswa dari SD, SMP dan SMA sederajat yang akan teribat itu, diarahkan mampu mengeksplor kesenian daerahnya.
Seniman yang akan mendampingi belajar siswa, adalah seniman lokal yang dianggap representatif serta memiliki kualitas baik. Selain memiliki kemampuan seni, juga memahami esensi berkesenian serta faham terhadap strategi kebudayaan.
“Seni budaya bukan hanya sebatas kesenian.Bgaimana memberdayakan kesenian dan
budaya lokal menjadi benteng. Menempatkan pondasi dengan nilai kearifan lokal, agar generasi ke depan memiliki karakter menentukan arah kebudayaannya,” jelas Husain Laodet..
Kegiatan GSMS di Bimma akan melibat pengajar seni yang dianggap mumpuni; untuk Seni Teater langsung ditangani Husain Laodet. Pengajar Tari adari Rahma dan Dita,keduanya lulusan ISI Jogja jurusan Seni Tari. Sedang pengajar Seni Rupa adalah Dedi Mawardi (pelukis dan Arsitek), serta musisi Ahmad Sandi yang mengajar Seni Musik.
Hasil karya siswa dari kegiatan GSMS masing masing jenis kesenian, akan pentaskan bersama yang berpusat di Istana Kesultanan Bima.
Suk.
Pameran Organic Mind perupa Mantra Ardhana di Kalkuta, dikuratori Nina Saxer
lombokjournal.com
Mantra Ardhana, perupa dari Caranegara-Lombok, baru-baru ini sukses memamerkan lukisannya di Kalkuta, India. Berikut ini laporan yang ditulis Cine Kolkata di www.cinekolkata.com
Pameran Organic Mind karya salah satu perupa asal Cakranegara Lombok, Mantra Ardhana, memungkinkan pecinta seni di India memahami sekilas pemikiran salah satu seniman kontemporer Indonesia paling menarik. Pameran itu dikuratori Nina Saxer dibuka tanggal 15 April oleh duo perancang busana Dev r Nil di Rage Gallery, 54, Lower Range, Beck Bagan, Kolkata 19. Pameran itu berakhir tanggal 17 April.
Acara ini dihadiri tokoh budaya Anjum Katyal, Konsulat Jerman Mr Iversen, sosialita Corina Popa, pengusaha Wu Lyf, Anita dan Shreya Kanoi dari Living Free. Malam itu juga tampak aktor Bobby Chakraborty, pekerja sosial Urmi Basu dan model terkenal Nick Rampal dan Mohammad Shabbir Baig serta tokoh-tokoh lainnya.
Seni Mantra termasuk musiknya, merefleksikan identitas etnik Lombok dengan takaran menggelitik. Mantra membenamkan identitas itu ke dalam aksen kegelisahan kontemporer dari kehidupan modern, seperti kemajuan teknologi dan multikulturalisme. Lukisan-lukisannya merupakan penggabungan abstraksi warna cerah dengan sentuhan abu-abu, mengimpresikan kepekaan gejolak emosi yang mernghadirkan psikis manusia neo-postmodern.
Ketika berbicarakurator pameran, Nina Saxer mengatakan, “Organic Mind adalah pameran lukisan kedua yang saya kurasi, dan itu adalah personal bagiku. Pameran pertama yang saya telah dikurasi adalah penghormatan akhir kepada kakak ipar saya, Philippe Saxer. Kali ini, perupanya teman baik saya.”
Nina lebih lanjut menambahkan, “Saya sangat senang, akhirnya bisa memperkenalkan seniman Lombok terkenal ke Kolkata. Saya yakin, pecinta seni di sini sangat gembira dengan pameran ini. Indonesia memiliki banyak perupa besar dan Mantra Ardhana adalah salah satunya. Ia seniman yang berdedikasi dan bersemangat, ia telah bekerja sangat keras untuk mengasah keterampilan, gaya dan konsep. Konsep Organic Mind itu diendapkannya sejak tahun 2010”
Menyinggung perupa dan pamerannya, Nina mengatakan, “Mantra sebagai seniman visual kontemporer, melalui koleksi ini hendak mengungkapkan, sebagai manusia kita tak mesti meninggalkan akal alamiah kita. Kemudian tenggelam dalam konsumerisme dan terpengaruh media dalam dunia neo postmodern kontemporer kita. Dalam seri ini, Mantra menyampaikan pesan, agar kita untuk tidak melupakan keterampilan organik kita, termasuk pikiran dan perasaan yang organik.”
Dalam kesempatan itu, Dev r Nil Nil mengatakan, “Meskipun kami datang dari genre seni yang sama sekali berbeda, beberapa tahun terakhir kami menyaksikan hanya beberapa pameran mendapat kurator yang baik, Seni dalam pameran ini luar biasa berlapis dan mengandung beragam tingkat penafsiran.”
Berbicara tentang Organik Pikiran, perupa Mantra Ardhana mengirim catatan, “Organic Mind atau pikiran organik atau alamiah akan mengubah wawasan kita tentang kehidupan, melalui sudut pandang kontroversial seorang seniman.”
Lukisan “A Love and The Rain (cinta dan hujan)” menampakkan dua tubuh saling terkait dalam nuansa abu-abu “Half Rain on My Pietry (gerimis dan puisiku)” gambaran wajah-wajah manusia yang nyaris impresionistik dengan curahan hujan menabburi sosok manusia untuk “The Poetry of A Man who Sell The world (puisi seorang pria yang menjual dunia,” merupakan lukisan penuh emosi, ekspresif dan magis.
Pameran “Organic Mind“; 13 akrilik dan 14 lukisan cat air.
penj, Rayne Qu
Seni Tato Yang Menakjubkan
lombokjournal
Kebiasaan manusia merajah atau atau mentato dirinya sudah berlangsung sejak ribuan tahun. Buktinya, mumi alamiah tertua di Eropa, Ötzi, yang berusia sekitar 5.200 tahun, memiliki tato.
Cara mengerjakan tato melalui tusukan jarum ke kulit. Tinta disuntikkan ke dalam lapisan kedua kulit, yang disebut lapisan dermis. Biasanya, jika ada sesuatu masuk ke dalam dermis, sel-sel darah putih menuntaskannya dari tubuh. Tapi karena partikel pigmen terlalu besar bagi sel darah putih, berarti tinta yang disuntikkan ke dalam dermis itu tetap di tempat.
Selama beberapa dekade terakhir, karya seni tato benar-benar berkembang. Ada orang-orang yang memiliki karya menajubkan untuk mendekorasi kulit mereka. Dalam penjelajahan di internet, beberapa yang ditemukan ini merupakan karya-karya favorit.
Salah satu pembuat tato yang cerdas adalah tato Ryu dari Street Fighter video game. Desainnya saling terkait antara tato dengan tangan pria itu. Membuatnya tampak seperti Ryu sedang melakukan gerakan klasiknya, pukulan ke atas (upper cut). Tato ini mungkin suatu gagasan bagus. Tapi butuh berapa lama sampai ia bosan berteriak “Shoryuken!” sambil berpura-pura memukul lagi dan lagi. Hanya bercanda, agar tak cepat tua.
Ukuran tidak penting, yang penting bagaimana Anda menggunakannya. Namun ungkapan itu tidak dapat diterapkan untuk tato ini. Tato ini yang terkecil dalam daftar, tetapi juga salah satu bentuk tato paling efektif. Penggunaan warna dan bayangan yang sangat baik, tato ini benar-benar tampak seperti luka di tangan seseorang yang sudah dijahit. Tampak sangat mengerikan, apalagi robekan itu seperti menyentuh benjolan tulang. Melihat tato ini, merupakan keharusan bagi siapa saja yang terobsesi film The 1.991 Body Parts or Frankenstein.
Tato yang relatif kecil ini tampak seperti itu akan sangat menyakitkan, karena seperti kulit dipelintir dan robek, yang meninggalkan bekas luka menjijikkan pada tubuh manusia. Tapi itu sebenarnya hanya ilusi yang dibuat dengan menggunakan bayangan tinta merah muda. Mungkin terlihat seperti salah satu tato paling menyakitkan di daftar kami. Tapi kenyataannya, lebih sederhana mengerjakan tato ini dibandingkan dengan banyak tato lainnya baik di atas maupun di bawah
Braeck kehilangan lengannya saat berusia 13, saat mencoba mengambil jalan pintas dengan memanjat di atas gerbong kereta. Kereta mulai bergerak dan ia kehilangan keseimbangan. Ketika ia jatuh, ia meraih kabel menyala dan membakar lengannya begitu parah, yang mengakibatkankan tangannya diamputasi. Di bahunya, dimana lengannya terpotong, ia memanfaatkan sebagai kanvas seni dari artis tato Bulgaria, Valio Ska tinta. Tato itu seperti sebuah patung lumba-lumba yang sangat realis. Tato pengannti lengan itu, contoh bagus mengubah tragedi menjadi sesuatu yang artistik.
Salah satu tren paling keren di tato adalah karya seni 3D. Tentu saja, kulit yang menjadi kanvas datar dan tidak dianjurkan untuk ukiran. Tapi dengan menggunakan teknik bayangan, seniman tato dapat menciptakan persepsi kedalaman, membuatnya terlihat seperti objeknya keluar dari kulit. Anda tentu bertanya-tanya, tato 3D membutuhkan waktu lebih banyak, dan para seniman pembuatnya akan kebanjiran untuk membuat tato semacam itu. Salah satu tato 3D paling mengesankan adalah seperti digambarkan di sini. Terlihat seperti reruntuhan Amerika Selatan yang diukir di lengan seorang pria. Tidak hanya terlihat tiga dimensi, tetapi juga memberikan kesan bahwa lengannya terbuat dari batu
Contoh lain dari tato 3D ini, sebuah tato kaki yang membuat seorang wanita tampak hilang potongan kakinya. Tentu saja, itu semua ilusi melalui detail dan bayangan gelap. Kita membayangkan, mendapatkan tato semacam ini akan membutuhkan panjang dan menyakitkan, meski terlihat mengesankan. Iusi optik begitu kuat sehingga terlihat potongan kaki wanita ini benar-benar hilang.
Meskipun tato sudah diterima secara sosial selama lebih 30 tahun terakhir, namun tato di wajah dan kepala umumnya masih tabu. Kebanyakan seniman tato juga tidak merekomendasikannya, kecuali kalau Anda jauh terlibat dalam budaya tato. Tapi tato kepala di gambar ini menakjubkan. Ini sebenarnya adalah replika darilitograf Hand with Reflecting Sphere oleh seniman Belanda terkenal M.C. Escher, yang dikenal karena litograf nya, Relativitas, atau Stewie From Family Guy menyebutnya, Crazy Stairs
Jika kulit menjadi kanvas artis tato, maka ruang paling longgar untuk melukiskan sesuatu yang mengagumkan adalah bagian punggung. Orang ini seluruh punggungnya ditato dalam gambar 3D yang menakjubkan. Seorang laki-laki berdiri siap untuk melompat. Tato ini sangat hidup. Tak terbayangkan, berapa jam waktu dihabiskan untuk menusuk kulit dengan jarum jarum listrik.
Tato ini dibuat oleh Den Yakovlev, seorang seniman tato berbasis di Moskow, Rusia yang dikenal gaya realismenya dengan penggunaan teknik 3D-nya. Kami tak mengerti makna kiasan di balik tato itu. Anda memiliki pendapat?
Benarkah ada tato senyata itu? Tapi itu nyata dan merupakan karya seorang seniman tato dari Wisconsin bernama Dan Hazelton. Gaya ini disebut “merobek”, dan itu benar-benar terlihat seperti kulit robek, dan di bawah kulit ada baju Spider-Man. Tato itu sedikit tidak masuk akal, mengapa orang memiliki setelan Spider-Man di bawah kulit. Anda lupa melihat itu sebagai kiasan dan semata-mata seni tato… menakjubkan.