Caleg Gerindra Apresiasi Nobar Wayang Kulit, Puji HBK Bangkitkan Seni Tradisi Sasak
Sebagai bentuk kepedulian HBK dalam melakukan revitalisasi nilai nilai budaya lokal agar tidak tergerus oleh kemajuan jaman
lombokjournal.com —
LOMBOK BARAT ; Menjelang gelaran Nonton Bareng Wayang Kulit Lalu Nasib di Dasan Tapen , Sabtu Malam (02/03) pukul 22.00 WITA, sejumlah Caleg Partai Gerindra memberikan Apresiasi.
Acara Nobar yg digagas HBK sebagai upaya melestarikan dan membangkitkan kesenian tradisional suku Sasak di tengah kemajuan teknologi .
Tunik Haryani , Caleg dapil 4 ( Narmada – Lingsar ) No urut 1 mengatakan, dirinya senang bisa menghadiri acara Nonton Bareng Wayang Kulit sebagai wahana untuk silaturahmi dan membangkitkan kembali kesenian tradisional khas Sasak yANg telah eksis di masyarakat .
“Apa yang dilakukan oleh HBK sebagai wujud kecintaan beliau dalam melestarikan seni tradisional sekaligus sebagai upaya memberikan hiburan kepada warga Lombok barat yang sebelumnya terkena bencana gempa bumi ,” katanya .
Sementara Haji Fathurohman , caleg dapil 5 ( Kediri – Labuapi ) No urut 4 mengatakan, dirinya sengaja menghadiri acara nonton bareng wayang kulit sebagai bentuk dukungannya terhadap HBK.
” Apa yang dilakukan Pak HBK malam ini sebagai hal positif untuk melestarikan kesenian wayang Sasak,” ungkapnya .
Terpisah Hajjah Nur Hidayah , Caleg dapil 3 ( Gunung Sari – Batu Layar ) No Urut 1 melihat acara nobar ini sebagai bentuk kepedulian HBK dalam melakukan revitalisasi nilai nilai budaya lokal agar tidak tergerus oleh kemajuan jaman.
“Dengan acara Nonton Bareng ini makin mendekatkan Gerindra di masyarakat karena ada interaksi langsung antara pengurus/ kader dengan konstituennya yang dikemas dalam bentuk seni hiburan Wayang khas Sasak ,” ungkap Nur Hidayah yang juga Sekretaris DPC Partai Gerindra Lombok Barat.
Dilain pihak, Farin, caleg DPRD NTB dapil Lobar KLU No urut 4 yang ketempatan tuan rumah Nonton Bareng Wayang menginformasikan, dirinya melalui relawan Semeton Farin telah mengundang relawannya di 10 kecamatan di Lombok Barat agar memeriahkan acara Nonton Bareng ini .
“Dan yang terpenting adalah mendengarkan orasi HBK dalam membangkitkan spirit kemenangan buat Gerindra pada tanggal 17 April 2019 mendatang,” ungkapnya.
Me
Gebyar Seni di Lobar, Tahun Depan Mengundang Kabupaten/Kota Se NTB
seni budaya merupakan salah satu metode mendidik karakter bangsa
Bupati Fauzan Khalid (kanan)
LOMBOK BARAT.lombokjournal.com — Penampilan puluhan pelajar dari 10 sekolah se-Lombok Barat (Lobar) sukses menghibur para tamu dan undangan yang memadati Gedung Budaya Narmada, Jum’at (16/11) malam.
Para siswa SD dan SMP tersebut menampilkan berbagai atraksi seperti seni tari, pantomim, musik kreatif dan ansambel gitar pada Gebyar Seni Pelajar 2018 yang diselenggarakan oleh Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Lobar.
Bupati Lobar H. Fauzan Khalid yang hadir dalam kesempatan itu berharap kegiatan seni semacam ini terus digalakkan dan ditingkatkan. Baginya seni budaya lokal merupakan cerminan perwujudan kenyaataan karakter masyarakat, sehingga harus terus dijaga dan dilestarikan.
Fauzan mengatakan, kegiatan ini diselenggarakan dari tahun ke tahun. Dan pihakya terus berusaha meningkatkannya. Tahun 2017 acara inni dilakuka di Bencingah, dan tahun ini di Gedung Budaya Narmada.
”Dan Insya Allah, tahun depan kita bisa mengundang kabupaten/kota di NTB untuk ikut menampilkan kebudayaan kabupaten/kotanya. Insya Allah apa yang kita lakukan ini menjadi kontribusi untuk bangsa dan negara kita,” harapnya.
Selain menampilkan kesenian dalam kegiatan ini juga dirangkai dengan pemberian penghargaan bagi siswa, guru dan sekolah yang berhasil meraih prestasi di tingkat provinsi dan nasional. Seorang Kepala Sekolah, 8 orang guru, 17 siswa, dan 13 sekolah menerima penghargaan karena berprestasi di bidang seni, sains, dan pembelajaran.
Fauzan mengapresiasi kontribusi mereka, terutama para dalam pembangunan bangsa.
“Peran dari guru sangat luar biasa untuk pembangunan bangsa kita. Kalau gurunya semangat kemungkinan masa depan daerah kita akan cepat tercapi. Saya harap kepada guru dapat meningkatkan kapasitas masing-masing. Lombok Barat mungkin satu-satunya kabupaten selain Kota Mataram yang mewakili NTB untuk lomba seni dan tradisional,” ungkapnya.
Sementara itu, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB H.M. Suruji juga mengaku bangga dengan kegiatan ini.
Ia memberi tekanan pada seni budaya sebagai salah satu metode mendidik karakter bangsa.
“Tradisi adalah pendidikan karakter. Saya juga sudah berpesan kepada Kadis Dikbud Lombok Barat nanti video kegiatan ini bisa saya minta untuk disebarkuaskan. Karena kegiatan ini di NTB yang pertama oleh karena itu saya berharap kegiatan ini bisa menular dan bisa diikuti oleh kabupten/kota lainnya bahkan Provinsi,” ujarnya sambil meminta agar tahun depan acara ini bisa melibatkan para siswa tingkat SMA.
Ibu Cesilia yang ikut melatih anak-anak tersebut menyatakan punya kebanggaan terlibat di acara tersebut. Wanita yang bekerja sebagai staf pada bidang kebudayaan di Dinas Dikbud Lobar ini menganggap melatih seni bagi anak-anak memiliki tantangan tersendiri.
“Anak-anak sangat antusias. Memang sedikit susah mengarahkan karena anak-anak ini baru pertama mengikuti kegiatan ini. Tapi mereka sangat bersemangat dan hasil dari latihan selama dua minggu bisa kita saksikan malam ini,” ungkapnya bangga.
Harry
Lomba Marching Band dan Gendang Beleq, Mengasah Bakat Siswa
Lomba Gendang Beleq, Marching Band dan Drum Band antar pelajar tingkat SMA/SMK/MA, SMP/MTs dan SD/MI Tahun 2017, dijadikan medium pembinaan mengasah bakat dan minat pelajar dalam berseni-budaya.
Sekda NTB, H Rosiady Sayuti saat pembukaan lomba
MATARAM.lombokjournal.com — Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi NTB, Ir. H. Rosiady Sayuti, Ph.D membuka Lomba Gendang Bele’, Marching Band dan Drum Band Tingkat SMA/SMK/MA, SLTP/MTs dan SD/MI di Lapangan Bumi Gora Kantor Gubernur NTB, Kamis (24/08).
Lomba yang digelar itu bertujuan menumbuhsuburkan semangat cinta tanah air dan membentuk generasi muda yang berkepribadian luhur dan berkarakter budaya.
Sekda menegaskan, berkompetisi tidak hanya untuk mencari juara. Namun, kompetisi juga harus dapat dimanfaatkan untuk menumbuhkembangkan bakat yang ada.
“Melalui kompetesi, seluruh bakat yang dimiliki seseorang, khususnya pelajar harus senantiasa diasah. Terlebih bakat yang dimiliki tersebut selalu mendapat pembinaan, baik di lembaga pendidikan formal maupun nonformal,” katanya.
Sekda yang akrab disapa Pak Ros itu lebih lanjut mengatakan, bahwa lomba sangat perlu untuk melihat apakah kita sudah hebat atau masih jalan di tempat.
“Inilah tempat untuk mengetahui apakah kemampuan kita sudah memiliki kemajuan atau tidak,” tegas Sekda di hadapan ratusan peserta lomba yang hadir. Diharapkannya kemampuan yang dimiliki pelajar tersebut dapat berkembang terus sehingga dapat bersaing di tingkat nasional.
Sekda juga menjelaskan Gendang Beleq yang menjadi alat musik kebanggaan suku sasak tersebut merupakan warisan budaya yang harus tetap terjaga. Salah satu cara untuk menjaganya adalah dengan mewariskan kemampuan bermain Gendang Bele’ kepada pelajar.
“Ini adalah aset kita yang dapat menjadi salah satu daya tarik wisata kita,” pungkas Sekda.
Ketua Panitia Penyelenggara, Athar, SH. Melaporkan, penyelenggaraan lomba tersebut agar pembinaan kesenian Gendang Bele’ dan Marching Band dapat terlakasana secara terarah dan berkesinambungan.
Lomba itu digagas Biro Kesejahteraan Rakyat Setda Provinsi NTB, melibatkan sekitar 40 group Gendang Bele’ dan Marching Band dari berbagai tingkatan pendidikan. Waktu efektif lomba itu berlangsung delapan hari. Namun, jadwal display dan penilaiannya akan berangsung empat bulan, yaitu Agustus sampai September 2017.
AYA/Hms
–
Kesenian Dipercaya Bisa Cegah Terorisme dan Paham Radikalisme
Karya seni bisa menyampaikan pesan-pesan penuh makna, sebagai sarana cegah terorisme dan berkembangnya pahan radikalisme
MATARAM.lombokjournal.com — Kesenian memiliki nilai kuat sebagai sarana sosialisasi pencegahan terorisme dan berkembangnya paham radikalisme. Dengan melibatkan seniman dapat disampaikan pesan-pesan untuk mitigasi tindakan terorisme dan berkembangnya radikaslisme di masyarakat.
Wakil Gubernur NTB. H. Muh. Amin, SH., M.Si menegaskan itu saat membuka dialog pelibatan komunitas seni budaya dalam pencegahan terorisme dengan tema “Sastra cinta damai, cegah faham radikalisme”, di Hotel Grand Legi Mataram, Kamis, (3/8).
Hadir saat itu, Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Dr. Hj. Andi Intang Dulung, tokoh agama, tokoh adat, para budayawan dan mahasiswa.
Di depan ratusan peserta tokoh agama, tokoh adat, budayawan dan mahasiswa, wagub menegaskan pentingnya kerjasama berkesinambungan semua pihak, melalui program-program strategis mencegah terorisme dan radikalisme.
“Kita jadikan perbedaan itu sebagai kekuatan untuk membangun negara dan daerah menjadi lebih maju dan kuat, bukan sebaliknya sebagai sumber perpecahan,” ajak Wagub sambil mengingatkan pentingnya mewaspadai adanya sel-sel tidur teroris yang siap bangun.
Pemerintah dan DPR diharapkan segera bersinergi membuat regulasi sebagai payung hukum meminimalisir atau men-zero-kan tindakan terorisme.
Sebelumnya, Kasubdit Pemberdayaan Masyarakat BNPT, Dr. Hj. Andi Intang Dulung menyampaikan, pelibatan komunitas seni budaya dalam pencegahan terorisme merupakan kegiatan sangat strategis dan perlu terus dilakukan.
Pendekatan seni budaya, akan menjadi strategi efektif mengeleminir masuknya faham radikalisme di kalangan generasi muda. “Melibatkan mereka secara langsung, dan kesenian disenangi oleh banyak pihak,” katanya.
Mitigasi harus mulai dari generasi muda, karena mereka paling aktif berinteraksi dengan media sosial. Generasi muda paling rentan terpapar persoalan radikalisme.
Diharapkan peran tokoh agama dan tokoh adat mencegah tindakan terorisme dan faham radikal. “NTB sebagai daerah yang paling terkenal dengan kepatuhan masyarakatnya terhadap tokoh agama dan kearifan lokal yang ada,” kata Hj. Andi Intang Dulung.
AYA
Bersama Penulis “Novel Ayat-ayat Cinta”, TGB Jelaskan Perintah Al Qur’an Pentingnya Membaca dan Menulis
Tradisi membaca dan menulis merupakan tradisi penting untuk membangun peradaban. Perintah Al Qur’an sudah jelas tentang kewajiban membaca dan menulis
Dialog dalam acara “Meet and Great”, TGB bersama penulis novel “Ayat-ayat Cinnta” Habiburrahman El-Shirazy, di Ballroom Islamic Center di Mataram, Minggu (11/06).
MATARAM.lombokjournal.com — Banyak ulama dan penulis hebat di dunia berhasil membangun peradaban lewat membaca dan menulis. Itu ditegaskan Gubernur NTB, Dr. TGH. M. Zainul Majdi atau Tuan Guru Bajang (TGB) mengungkapkan. pada acara “Meet and Great” bersama penulis novel “Ayat=ayat Cinta” Habiburrahman El-Shirazy, di Ballroom Islamic Center di Mataram, Minggu (11/06).
Gubernur menjelaskan, perintah membaca dan menulis tersebut, tertera sangat jelas dalam Al-Qur’an. “Maknanya telah memberikan banyak inspirasi bagi umat manusia,” tutur TGB
Alquran itu dua diantaranya bersinggungan langsung dengan proses intelektualitas kemanusiaan. Proses pembudayaan manusia adalah menulis dan membaca. Dengan demikian, manusia bisa melihat secara simbolik Allah Subhanahu Wa Ta’ala di dalam kitab suci-Nya.
“Inilah yang mendorong kita dan memotivasi kita setinggi tingginya untuk terus-menerus menulis dan membaca,” tegas gubernur di hadapan ratusan peserta yang hadir.
Dijelaskannya, jadi proses membaca dan menulis ini, diinisiasi atau dimulai bukan oleh Rasul Shallallahu Alaihi Wasallam sebagai rasul terakhir. Tetapi perintah langsung Allah. Tidak ada alasan bagi umat Islam malas menulis atau membaca.
Upaya meningkatkan minat membaca dan menulis anak-anak NTB, yang dilakukan Pemerintah Provinsi NTB adalah memfasilitasi mereka mendapatkan wawasan yang luas melalui membaca. Di antaranya dengan menambah dan melengkapi sarana sarana perpustakaan di seluruh Nusa Tenggara Barat,.
“Kalau dulu perpustakaan hanya ada di ibukota provinsi atau kabupaten/ kota saja, tetapi sekarang ini perpustakaan yang cukup bagus sudah dibangun di rumah rumah ibadah di seluruh pelosok desa di NTB,” ujarnya.
Lebih dari itu, Pemprov NTB memberikan insentif dalam bentuk program-program khusus kepada para penulis putra daerah yang menulis segala hal tentang NTB.
Di tempat sama, penulis novel “Ayat-ayat Cinta” Habiburrahman El-Shirazy memberi tips bagi yang ingin menggeluti dunia penulisan. Berdasarkan pengalamannya menulis Novel Ayat-Ayat Cinta, k menjadi penulis produktif harus dimulai dengan cinta dan menulis. Layaknya hobi-hobi lain, seperti pramuka dan traveling.
Penulis harus mempunyai target saat ingin melahirkan sebuah karya. Dengan target tersebut, penulis dapat mengatur waktu dan menyesuaikan dengan agenda-agenda lain.
“Penulis juga perlu melakukan riset,” ungkapnya. Sering bergaul dan bertemu dengan penulis-penulis hebat merupakan salah satu kunci menjadi penulis produktif
Acara “Meet and Great” diselenggarakan dalam rangkaian kegiatan Pesona Khazanah Ramadhan 1438 Hijriyah di Bumi Seribu Masjid Provinsi Nusa Tenggara Barat.
AYA
Bob Dylan, Akhirnya Datang ke Stockholm Terima Nobel Sastra
Penyanyi gaek asal Amerika yang disebut “sopan” tapi “sombong” itu akhirnya datang ke Stockholm, menerima medali emas dan sertifikat Nobel dalam upacara yang dihadiri 12 anggota Akademi Swedia.
Lombokjournal.com Minggu, 2 April 2017 16.13 WIB
Bob Dylan muda
Berbulan-bulan pasca Akademi Swedia mengumumkan Bob Dylan, 75, sebagai pemenang hadiah Nobel Sastra 2016, muncul ketidakpastian dan kontroversi. Akhirnya penyanyi gaek yang lirik-lirik lagunya penuh renungan dan bernada protes itu datang ke Stockholm, Swedia.
Dylan menerima Penghargaan Nobel 2016 di bidang sastra di sebuah upacara dibubuhi sampanye dalam suasana penuh canda, hari Sabtu (01/04) waktu setempat. Medali Nobel diserahkan kepada Dylan yang disebut sebuah “upacara pribadi di Stockholm” yang dihadiri 12 anggota akademi. Peristiwa itu diposting Sara Danius, sekretaris tetap akademi dalam sebuah blog. Upacara dengan sampanye itu berlangsung dalam semangat tinggi.
Pemberian penghargaan itu berlangsung di lokasi rahasia sebelum konser pertama Dylan di Stockholm, rangkaian perjalanan tour pertamanya di Eropa yang direncanakan untuk album terbarunya. Konser kedua jatuh pada Minggu.
Dylan mendapat kehormatan “karena telah menciptakan kenaruan ekspresi puitis (melalui lirik-lirik lagunya) dalam tradisi lagu Amerika,” kata komite Nobel ketika penghargaan itu diumumkan Oktober lalu.
Namun, bahkan Dylan sendiri “meragukan” kemenangannya meraih Nobel. Ia berdiam diri berminggu-minggu setelah diumumkan sebagai pemenang, dan ia saat ditanya mengapa tidak menanggapi panggilan Academy, ia bereaksi apa adanya, “Yah, aku ada di sini,” katanya pada wartawan.
Reaksi misteriusnya memicu anggota Academy Per Wastberg menyebutnya sebagai orang yang “sopan” tapi “sombong”.
Mungkin saja Dylan memang merasa tak layak memenangkan Nobel di bidang Sastra.
“Aku sama sekali tidak pernah punya waktu untuk bertanya pada diri sendiri, apa lagu-lagu saya bernilai sastra ?’” kata Dylan dalam pidato ucapan terima kasih yang dibacakan Duta Besar AS untuk Swedia dalam upacara Nobel, bulan Desember di Stockholm.
Dia tak menghadiri acara tersebut, karena sedang terikat komitmen yang tak mungkin ditingglkan. Tapi Dylan belakangan minta maaf tak menghadiri perayaan itu. Sebab ia mengaku terkejut memperoleh kehormatan yang sama kepada tokoh besar sastra yang dikaguminya, seperti Ernest Hemingway dan Albert Camus.
“Jika ada yang pernah memberitahu saya, bahwa saya berkesempatan sedikit saja memenangkan Hadiah Nobel, saya harus berpikir sama tentang peluang seperti berdiri di bulan,” tambahnya.
Akademi Swedia mengakhiri spekulasi berkepanjangan mengenai kemenangan Nobel penyanyi 75 tahun itu. Dan menggunakan kesempatan persinggahan konser di Stockholm untuk memberikan medali emas dan sertifikat kepada Dylan.
Pihak Akademi Swedia menegaskan, tak sedikit waktu dihabiskan guna mencermati peraih medali emas Nobel, dengan gambar pria muda duduk di bawah pohon salam yang mendengarkan The Muse, yang diambil dari Aetneid-nya Virgil. Tertulis prasasti: ‘Inventas vitam iuvat excoluisse per artes.’ Tterjemahan bebasnya ‘Dan mereka menjadikan kehidupan di bumi ini lebih layak dengan karya cipta yang baru ditemukannya.’
Bob Dylan muda
Bob Dylan merupakan musisi dan penulis lagu pertama yang menerima penghargaan bergengsi itu. Dylan disejajarkan dengan paraih nobel sastra sebelumnya termasuk Thomas Mann, Samuel Beckett, Gabriel Garcia Marquez dan Doris Lessing.
Dylan belum memberikan ‘ceramah’ sebagai bagian tradisi bagi penerima Nobel – salah satu persyaratan menerima delapan juta kronor (837.000 euro, $ 891.000) yang diberikan bersama penghargaan.
Ia punya waktu hingga 10 Juni mendatang untuk memberikan ceramahnya, bisa dalam bentuk apapun dari pidato singkat prestasinya, melalui video atau sebuah lagu. Kalau itu tak berlangsung, ia akan kehilangan hadiah uang. “Akademy memiliki alasan untuk percaya, versi yang direkam akan dikirim di lain waktu,” kata Danius.
Beberapa anggota Academy, termasuk Danius, hadir di konser Dylan, yang mengenakan topi putih, bergaya Barat blazer hitam dan sepatu bot koboi, menampilkan Love Sick dan Full Moon dan Empty Arms, bagian dari playlist hit yang ditulisnya sendiri
Penampilannya mendapat sambutan meriah, penonton berulang kali menghormatinya dengan tepuk tangan berdiri (standing ovations), terutama saat ia bermain harmonika. Namun dalam penampilan itu, Dylan tidak mengatakan apapun tentang penghargaan Nobel.
Lars Sjoblom, 65 tahun teknisi suara dan cahaya, mengaku tumbuh dengan musik Dylan tetapi “sangat terkejut” bahwa Dylan tidak mengatakan apapun tentang Nobel. “Saya datang ke sini untuk mendengarkan apa yang dia katakan tentang Yayasan Nobel dan kepada orang-orang Swedia,” kata Sjoblom. “Saya pikir dia bisa menunjukkan rasa hormat bagi Swedia untuk mengatakan ‘terima kasih’.”
Roman Emsyair
(Sumber : The Guardian)
Peluncuran Buku Puisi ‘Hai Aku Sent to You’ Noorca
Noorca Marenda Massardi meluncurkan buku kumpulan puisi Hai Aku Sent To You, di Mataram, Lombok, Sabtu (25/2) malam. Puisi yang disebutnya hai-aku itu menerapkan (sebagian) aturan-aturan struktur puisi Haiku.
MATARAM.lombokjournal.com
Diskusi peluncuran buku puisi ‘Hai Aku Sent To You’, dari kiri: Zaeni Muhammad, Noorca M. Massardi Kongso Sukoco, dan Dr Abudu Wahid. (foto; Lombok Journal)
Penulis novel, naskah drama dan penyair Noorca M. Massardi mendapat sambutan hangat dari sekitar 50 orang dari berbagai komunitas seni di Mataram, NTB, dalam acara peluncuran kumpulan puisi terbarunya Hai Aku Sent To You. Dalam puisi terbarunya yang ketat mengikuti struktur tradisi penulisan puisi Haiku Jepang itu, Noorca juga sempat bertanya jawab dengan komunitas Haiku di Mataram.
Menurut Noorca, ia tertarik menulis gaya tradisi puisi Jepang itu setelah sempat menemani salah seorang pemenang penulisan puisi Haiku. “Dalam acara itu saya spontan menulis dan membaca Haiku,” katanya tentang perkenalannya dengan Haiku yang terjadi di bulan Desember 2016.
Dalam peluncuran buku yang berlangsung di POST (Paox Open Stage), salah satu komunitas seni di Mataram, diramaikan dengan penampilan Yoi Acoustic (Wing Irawan, Gde Agus Mega Saputra dan Yuga Anggana) satu kelompok musik akustik yang sangat populer di Mataram. Noorca sempat membaca puisi diiringi kelompok tersebut.
Bisa dikatakan, Noorca M. Massardi merupakan salah satu dari jumlah yang sangat sedikit dari penulis Indonesia yang tetap produktif menulis di masa senjanya. Lebih dari itu, kumpulan puisinya – kabarnya baru diiterbitkan (dicetak) bulan Maret – yang diluncurkan di POST (Paox Open Stage) di Batudawe, Mataram itu menunjukkan semangat pengggunaan bahasa Indonesia untuk menjelajah puisi Haiku yang memiliki aturan struktur ketat.
Prof Maman S Mahayana, pengajar di Universitas Indonesia, dalam pengantar buku kumpulan puisi itu juga menilai Noorca berhasil membangun larik-kariknya sesuai ketentuan Haiku yang menggunakan struktur suku kata dan larik 5-7-5.
“Dia berhasil membangun larik-lariknya sesuai ketentuan haiku. Kita boleh punya keyakinan bahwa Bahasa Indonesia di tangan penyair andal, relatif menjelma jadi luwes dan lincah, meskipun diperlakukan dalam kemasan haiku,” tulisnya dalam kata pengantar buku.
Dalam diskusi peluncuran buku itu juga menghadirkan pembicara Kongso Sukoco, sutradara teater dan wartawan, dan pengajar IAIN Mataram, Dr Abudu Wahid. Kalau Kongso Sukoco banyak membandingkan penulisan puisi Noorca dengan unsur-unsur instrinsik puisi Haiku, sedang Abudu Wahid banyak menyoroti sikap religiusitas dalam puisi Noorca.
“Mas Noorca berhasil mempermainkan kata-kata untuk mengejar makna,” ujar Wahid.
Noorca mengatakan, meski Haiku memiliki aturan ketat, namun telah mengalami perkembangan. Kalau dalam tradisi penulisan Haiku sebelumnya terkandung pencitraan alam, penjajaran (yang besar dan kecil, keheningan dan gerak, dan lain-lain) dan memiliki kigo (kata berkonotasi musim) yang menjadi ciri sensitivitas orang Jepang untuk perubahan musim.
“Memang haiku sudah berkembang. Kalau dulu tidak memuat perasaan sosial, dan lebih dominan citra alam,” kata Noorca yang puisi-puisinya lebih banyak memuat langsung perasaan sosial dan religius.
Dalam acara peluncuran buku puisi itu, yang menarik saat Noorca memproklamirkan bentuk lain, yaitu bondiku. Bondiku (nama yang diambil dari cucu laki-lakinya, Bondi), merupakan puisi pendek tiga baris dengan komposisi 5-6-1 suku kata yang diciptakannya. Namun penulisannya bisa dilakukan dengan pola terbalik 1-6-5 suku kata.
Menurut Noorca, Bondiku boleh ditulis bebas, bisa serius bisa lucu, religius atau sekuler, tentang manusia atau alam semesta, dengan tema apa saja, dan tak wajib soal rima. Namun diakuinya, struktur 5-6-1 itu terilhami 0leh 5 rukun Islam, 6 rukun Iman, dan 1 Allah SWT.
“Saya belum menuliskan kredo tentang bondiku,” kata Noorca.
Ka-eS
Konser YOI ACOUSTIC, Mengelola Naluri di Ruang Kosong
Tiga serangkai Yuga Anggana, Wing Irawan dan Gde Agus Mega Saputra, bergabung dalam YOI ACOUSTIC, sedang melakukan konser dari TITIK ke TITIK, layaknya tengah melakukan ‘anjangsana batin’.
Si anjing putih, buduk//Ia belum makan//Si anjing putih, buduk//Ia belum minum
……………………
lombokjournal.com
“Di tiap tempat kami sedang mengelola naluri di ruang-ruang baru, ruang kosong yang belum kami kenal, naluri harus dilatih agar cepat menanggapi berbagai situasi,” kata Yuga Unggana, usai main musik, berdialog dengan aktivis, dan apresiator lainnya termasuk mahasiswa yang banyak bertanya justru di luar musik.
Yuga Anggana
Wing Irawan
Gde Agus Mega Saputra
Di halaman belakang sekretariat SOMASI (Solidaritas Masyarakat Transparansi), LSM anti korupsi, hari Kamis (23/2) sore itu, konser Yoi Acoustic itu sudah ke titik ke empat. Sebelumnya menyellesaikan konser satu di Long Stone, dua di Vee Navhan, dan tiga di Lombok Light Music dan Forges (LLMG).
Di tiap tempat itu, naluri mereka bekerja dalam situasi berbeda. Misalnya di Vee Navhan sungguh menantang, mereka harus bernyanyi tanpa penonton. Bahkan tuan rumah pun ikut bermain. Bahkan ini tak mudah, karena mereka justru membayangkan bagaimana respon apresiatornya.
Konser tanpa penonton
Konsernya di titik ke empat di LLMG, ketiganya bermain di ruko di pinggir jalan raya yang bising. Namun pengalaman itu justru membuat ‘progres’ perjalanan konsernya. Gde Agus membuat catatan tentang ini ,”sensasi terror bunyi maupun suara eksternal jadi catatan penting dari petualangan tiitik ke titik,” tulis Gde dalam akun facebook-nya.
Situasi itu justru memberinya pemahaman baru yang menarik dan berkesan, saat keberagaman kompleksitas melebur dalam pertunjukan. Situasi itu menawarkan sensasi liar, kebisingan malah menjadi stimulus memahami ruang fisik maupun imajiner. Naluri kejeliannyanya bekerja menebak kehadiran soundscape.
Di halaman belakang sekretariat SOMASI
Mereka bertiga, seperti diakui Yuga Anggana, tak muluk-muluk untuk dianggap sedang menggelar pertunjukan. “Lebih dari cukup untuk disebut sebagai pertunjukan musik,” kata Yuga. Cukuplah ada karpet sebagai panggung, kehadiran penonton, tubuh-tubuh pemusik dan tentu ada karya yang sedang dikomunikasikan.
Tapi apa yang sedang mereka komunikasikan pada khalayak?
Pertanyaan ini memang mestinya dijawab Wing Irawan, yang menulis syair dan mencipta lagu-lagunya. Namun tak mudah bagi pesepeda yang sempat berkeliling hampir separuh nusantara, dan ke beberapa negara Asia Tenggara, untuk menjawab pertanyaan yang sederhana pun.
Seperti-syair-syair lagu Wing Irawan, juga seperti artikel-artikelnya yang dimuat di koran-koran. Bahasa baginya “bukan sekedar alat komunikasi dan membangun pengertian publik, tapi berlaku sebagai materi pencitraan diri yang sangat subyektif.”
Lagu-lagu hasil persenyawaan tiga serangkai itu memang menawan. Harus diingat Yuga dan Gde punya latar pendidikan musik yang baik, keduanya menyelesaikan studi S2nya di ISI (Institut Seni Indonesia) Surakarta. Keduanya juga dosen musik di Jurusan Sendratasik Universitas NU di Mataram. Sedang Wing Irawan, meski bermusik secara otodidak, tapi ia bermusik lebih separuh umurnya.
KONSER TITIK KE TITIK ini jadi menarik, mungkin bukan semata-mata karena musiknya. Ketiganya lebih dari sekedar bermusik ria. Itu berangkat seperti diungkapkan Gde Agus, tentang kegelisahan, kemanusiaan, bahkan terkait arsitektur komunikasi sosial. Dan seterusnya, bagaimana membangun titik menjadi garis, atau menjadi bidang, ruang dan penampakan kreatif lainnya.
Saya kira, Yoi Acoustic salah satu yang membuka harapan, bagaimana berproses mensublimkan “senimu” di jalan yang meyakinkan.
Ka-eS
Pertunjukan “Energi Bangun Pagi Bahagia”; Ocehan Politik Dan Lain-lain
MATARAM – lombokjournal.com
Ibu dan ayah kami mempunyai tanah, air dan udara/Rumah untuk kita semua. Rumah untuk merdeka/Apakah kita akan bahagia di
(Siapa yang Mengajarimu Bahagia?)
Kutipan puisi yang berjudul ‘Siapa Yang Mengajarimu Bahagia”? (Kumpulan Puisi “Energi Bangun Pagi Bahagia”, Andy Sri Wahyudi, 2016) seperti pertanyaan dari pertunjukan teater sekitar 60 menit, yang berlangsung di lapangan rumput, Taman Budaya NTB, Selasa (10/1) malam. Naskah pertunjukan itu — sama dengan judul buku kumpulan puisi yang diluncurkan sehari sebelumnya — disutradarai oleh penulisnya, Andi Sri Wahyudi
Pertunjukan itu pelakunya tiga remaja jalanan, Bas (Andy Sri Wahyudi, Frank (Dinarto Ayub Marandhi a.k.a Odon, Bob (Yudhi Becak), ditambah Gadis Pembaca Puisi (Jovanka Edwina Dameria Ametaprima).
Ini impresi dari dunia dari jalanan. Tentang momen penting jaman ‘pancaroba’ saat Soeharto, yang biasa meninabobokan rakyatnya untuk membanggakan tanah airnya, dilengserkan rakyat yang menuntut reformasi. Seperti sketsa sebuah narasi besar tentang perubahan dari bangsa besar, yang disampaikan melalui celotehan remaja jalanan.
Apakah momen kejatuhan penguasa yang mengangkangi kekuasaannya lebih dari 30 tahun itu penting? Bagi anak-anak jalanan, yang sibuk membangun dunia kecilnya sendiri, peristiwa “reformasi” tak lebih sebuah album foto. “Seperti acara ulang tahun atau pesta kebun yang menjadi sebuah kenangan berdebu dalam album foto,” jelas Andy tentang pertunjukannya.
Mereka berceloteh tentang politik, gerakan mahasiswa, tokoh-tokoh reformasi yang cakar-cakaran setelah berhasil menyingkirkan penguasa lama, atau pemimpin yang satu persatu disindirnya. Misalnya, ada pemimpin di republik ini, “yang selama 10 tahun memimpin hanya plonga-plongo seperti kerbau,” celoteh Frank.
Dunia jalanan yang memandang hidup penuh ketidaksengajaan itu, membicarakan politik tidak lebih penting dengan obrolan dengan seorang gadis yang mengaku kehilangan miliknya. Yang penting, “lain kali jangan kehilangan harga dirimu,” celetuk tokoh Bas.
Seperti puisi-puisinya, Andy menuliskan naskah drama dan menyuguhan pertunjukannya dengan ringan dan segar. Mungkin itu dunia batin Andy, meski berkeluh kesah dan menyampaikan sumpah serapah menanggapi situasi sekelilingnya, tetap dengan semangat menyampaikan pesan bahagia.
Hidup penuh ketidaksengajaan, termasuk meraih bahagia seperti dalam pandangan orang- orang jalanan, mungkin bernada absurditas. Karena itu, meski ringan dan segar, Andy mengaku tak terpengaruh Gandrik-nya Butet Kertarajasa.
“Dalam menulis naskah, saya justru lebih dekat dengan (Samuel) Becket,” kata Andy yang menulis dramanya awal 2016.
Drama “Energi Bangun Pagi Bahagia” sudah dipentaskan di beberapa kota di Jawa Tengah dan Jawa Timur, antara lain Jogja, Solo, Surabaya, dan Malang. Mataram merupakan kota ke 10 yang disinggahinya, bekerjasama dengan Komunitas Akar Pohon dan SFN Lab. Biasanya Andy membuat pertunjukan setelah meluncurkan buku kumpulan puisinya. Perjalanan kelilingnya merupakan proses berkesenianya, yang intens dan berlangsung terus menerus.
Di Mataram mestinya Andy bisa membuat pertunjukan di Gedung Tertutup Taman Budaya, tapi akhirnya ia memilih lapangan terbuka. Di mana pun bukan soal, sebab di beberapa kota lainnya yang kondisinya berbeda, teaternya bisa pentas di aula atau halaman sekolah.
“Saya terbiasa menghadapi kondisi yang berbeda di tiap tempat,” kata Andy yang mengaku menyiapkan pertunjukannya sekitar 8 bulan.
Ka-eS
Diskusi Puisi, Kesederhanaan “Energy Bangun Pagi Bahagia”
Sekitar 55 puisi karya Andy Sri Wahyudi yang terkumpul dalam buku “Energy Bangun Pagi Bahagia” menjadi perbincangan menarik kalangan komunitas sastra di Mataram, hari Senin (9/1) di ruang seni rupa Taman Budaya NTB.
MATARAM – lombokjurnal.com
Andy Sri Wahyudi, penyair asal Jogja yang juga dikenal sebagai pantomimer itu mengatakan, ia bermain pantomime karena tak mempercayai kata-kata. Tapi akhirnya, kata berbalik menggugatnya.
“Waktu bermain pantomime, saya menyadari tenyata ada yang hanya bisa saya ungkapkan dengan kata,” kata Andy dalam diskusi yang mendapat tanggapan serius dari sekitar 100 pecinta sastra, sebagian besar kalangan mahasiswa, di Mataram.
Andy Sri Wahyudi (tengah), Zaeni Muhammad (kiri) dan Rony ST
Puisi-puisi Andy (ditulis kurun 2014-2015), seperti dikatakan Itsna Hadi Septiawan yang mengulas sore itu, diksinya sederhana. Pilihan kata-katanya dengan mudah dipahami dalam bacaan pertama. Andy berusaha konsisten dengan diksi sederhana, karena itu pengucapan sajak-sajaknya ringan dan tidak dibebani tumpukan majas.
Dalam bahasa berbeda, Afrizal Malna yang menulis pengantar kumpulan puisi itu, menikmati puisi-puisi Andy yang disebutnya membebaskan diri dari teritori makna. Dalam puisi Andy terkuak motif “anti dunia orang dewasa” yang tegang.
“Medan narasi seperti ini (imajinasi yang terungkap dalam puisi-pusi Andy, pen) terasa segar,” tulis Afrizal.
Diskusi buku puisi yang diprakarsai komunitas Akar Pohon itu jadi ramai, karena peserta tak sulit memahami maksud sajak-sajaknya. Apalagi Andy yang terkesan “renyah dan gaul” itu mengapresiasi tiap tanggapan peserta. Ia telaten menjawab dengan penjelasan sederhana seperti kata-kata dalam sajak-sajaknya.
Beberapa peserta diskusi mengaku, tiga tulisan yang dimuat dalam buku itu dari Kiki Sulistyo (penyair), Latief Noor Rahman (Redaktur Budaya Minggu Pagi), dan Andri Nur Latif (Tukang Soreng Manten), bisa membantu lebih memahami puisi Andy Sri Wahyudi.
Andi Sri Wahyudi lahir di Jogjakarta tahun akhir 1980, selain menulis puisi dan artikel ia juga dikenal sebagai aktor yang aktif di Bengkel Mime Theater (BMT). Bersama BMT aktif menyelenggaraan pementasan pantomime, diskusi dan wokshop di berbagai kota, termasuk di luar negeri seperti Singapura dan Timor Leste.
Mataram merupakan kota ke 17 yang dikunjunginya untuk mengenalkan keseniannya. Selain menyelenggarakan workshop, hari Selasa (10/1), bersama beberapa temannya dari Jogja ia mementaskan karya teaternya di Teater tertutup Taman Budaya NTB.
“Saya selalu intens dengan pekerjaan saya. Melakukan terus menerus,” kata Andy.