Teater Insomnia Gelar Diskusi Seni Pertunjukan dengan Tema ‘Titik Kumpul’
Tanggapi Kondisi Darurat Seni Pertunjukan NTB
MATARAM.lombokjournal.com –
Titik Kumpul dimaknai tempat pertemuan sementara (transit point) saat terjadi bencana atau keadaan darurat lain.
Saat ini, kondisi ‘darurat’ mulai menghinggapi seni pertunjukan. Setidaknya itu itu yang dimaknai kelmpok Teater Insomnia menanggapi detak kehidupan seni pertunjukan di Nusa Tenggara Barat (NTB).
Hal ini ditandai oleh kesenjangan antara produk seni pertunjukan dan pasarnya. Karenanya, penting untuk membuat titik kumpul guna menjawab situasi darurat tersebut.
Teater Insomnia menghadirkan beberapa narasumber dari pegiat seni pertunjukan NTB seperti sutradara senior Kongso Sukoco, pegiat teater Majas Pribadi dan aktor muda Novrizal Hamzah.
Kegiatan sendiri akan dilangsungkan di cafe Bawah Pohon di Kekalek, Mataram pada hari Sabtu (27/03/21) pukul 20.00 WITA.
Selain bincang seni, kegiatan juga dimeriahkan pertunjukan pantomim oleh mimer kelahiran Bima, Nash Jauna.
Menurut Indra Putra Lesmana, pendiri Teater Insomnia, bincang seni Titik Kumpul diharapkan jadi titik pertemuan menemukan berbagai gagasan tentang seni pertunjukan menghadapi kondisi darurat seni pertunjukan saat ini.
Selain itu, untuk melihat sejauh mana posisi tawar seniman selaku penghasil produk di tengah-tengah masyarakat selaku pasar otonom seni pertunjukan.
Teater Insomnia ingin menegaskan, seni pertunjukan tidak lahir dari ruang hampa, melainkan dari realitas yang ada di tengah masyarakat. Karenanya penting untuk melihat ulang-alik hubungan karya para seniman dengan masyarakat penontonnya.
Ast
Mantra Ardhana, BERANI MELAWAN ‘KEKALAHAN’
Mantra Ardhana
MATARAM.lombokjournal.com —
Bulan Agustus 2020, Nyoman Mantra Ardhana jatuh sakit, stroke. Sekitar dua minggu ia terbaring di rumah sakit, dan selama itu memorinya menguap. Tapi Mantra tidak menyerah, ia justru menyelami dengan intens dan mengungkapkan ‘masa gelap’ itu dalam karya-karyanya.
Dalam goresan cat air dengan media kertas gambar, jumlahnya mencapai ratusan, yang Sebagian besar sudah dipostingnya melalui akun Facebook, Mantra mengaku menjalani fase baru dalam ekspresi rupa.
Tidak seperti lazimnya (sebelumnya) ketika ia berhadapan dengan media kanvas, ia selalu membua ruang jadi penuh. Seolah-olah hendak ditegaskan, ekspresi itu baru disebut selesai saat media itu tak menyisakan ruang kosong.
Tapi di atas kertas, kita temui banyak ruang kosong. Tentu, bukan berarti ia membuat ‘corak’ baru. Siapa pun yang akrab dengan lukisan-lukisannya akan segera mengenali sosok, warna termasuk tipografi yang selalu muncul.
Melalui media kertas ia menyelami masa-masa ‘kekalahannya’, waktu jiwanya berontak dengan keinginan-keinginan, ternyata ia tidak mampu menunaikan hasrat itu. Tubuhnya tidak memenuhi keinginannya.
“(akhirnya) Saya kembali ke dasar, ke elemen-elemen sederhana, pikiran-pikiran sederhana, yang tidak bisa didefinisikan lagi,” kata Mantra.
Seperti tipografi yang selalu muncul, ia hendak mengatakan sesuatu yang ia sendiri tidak memahaminya. Tipografi merupakan simbol yang menjadi tanda, yang mestinya mengantarkan pengertian, justru Mantra sendiri yang melukisnya tapi tak menangkap maknanya.
Bentuk huruf simbolis itu, seperti halnya bentuk, sosok dan warna lainnya, merupakan lukisan perasaan yang tidak dimengertinya.
“Saya merasakan perasaan tapi saya sendiri tidak tahu perasaan apa itu,” kata Mantra.
Daya hidup
NYOMAN MANTRA ARDHANA, lahir di Cakranegara 22 Agustus 1971, pernah mengalami masa pahit masa kecilnya. Ia lahir normal seperti bayi laki-laki lainnya. Saat beranjak besar, ia harus menghadapi kenyataan pahit, mengalami kelumpuhan kedua kakinya. Ia mengalami cacat kedua kaki, dan membuatnya harus selalu di kursi roda hingga kini.
Beranjak dewasa, Mantra mulai menemukan dirinya dan bisa mengatasi keterbatasannya.
“Saya tidak caat, saya hanya berbeda dengan orang lain,” kata Mantra tanpa perasaan inferior.
Mantra kerap mengatakan bahwa ia harus selalu bergerak, tumbuh dan ia bukan orang mati. Dalam percakapan ia berterus terang tentang kekurangan tubuhnya, tapi ia yakin bisa mengatasinya.
Ia menyadari bahwa ia tidak bisa lari, tapi bukan berarti ia tidak bisa bergerak maju. Mantra mengaku harus menemukan equal dari tindakan saat dihadapkan dengan keterbatasan.
Karena itu, Mantra tetap berkarya beberapa saat setelah sembuh dari sakitnya, dan menyelami memorinya yang sempat menghilang.
Mantra belajar banyak dari ayahnya, Wayan Pengsong, satu-satunya perupa Lombok yang mewarnai peta seni rupa nasional. Ayahnya mengajarkan perjuangan, keberanian menghadapi keterbatasan, ketegasan dalam sikap dan prinsip, dan tanggung jawab pada kehidupan termasuk keluarga.
Rr
Festival Qasidah Nasional Bulan November, Kota Mataram Siap Jadi Tuan Rumah
Dari segi fasilitas daerah dan kesiapan personil, Kota Mataram telah memiliki banyak pengalaman dalam mensukseskan kegiatan berskala nasional
MATARAM.lombokjournal.com –
Pertemuan LASQI Kota Mataram dan LASQI Kabupaten Sumbawa Barat berlangsung di ruang tamu Pendopo Gubernur NTB, Selasa (19/01/21), penentuan tuan rumah Festival Qasidah tingkat nasional berskala kecil.
Pertemuan Yang digelar Ketua DPW Lembaga Seni Qasidah Indonesia (LASQI) Provinsi NTB, Hj. Niken Saptarini Widyawati Zulkieflimansyah itu dihadiri oleh Ketua DPD LASQI Kota Mataram dan Ketua DPD LASQI Kabupaten Sumbawa Barat.
Festival Qasidah Nasional rencananya akan dilaksanakan di NTB bulan November 2021 mendatang.
Dalam pertemuan itu juga dibahas kesiapan anggaran maupun kesiapan fasilitas dan item yang dibutuhkan dalam perlombaan .
Bunda Niken menyampaikan, lomba dalam festivalitu akan diikuti sekitar 408 peserta dari 34 Provinsi. Kategori yang dinilai adalah bintang vokalis untuk kategori anak/remaja serta dewasa masing – masing putra/putri.
“Dengan adanya kegiatan festival ini semoga menjadikan kita lebih semangat dalam mengembangkan kesenian dan qasidah,” ungkap Bunda Niken.
Setelah diskusi berlangsung, akhirnya diputuskan Kota Mataram terpilih sebagai tuan rumah Festival Qasidah Nasional.
Karena dari segi fasilitas daerah dan kesiapan personil, Kota Mataram telah memiliki banyak pengalaman dalam mensukseskan kegiatan berskala nasional.
“Dari sisi fasilitas, personil dan dengan mempertimbangkan pengurus LASQI, InsyaAllah siap dan akan dilaksanakan di Mataram, dan pembahasan lebih lanjut akan dibahas pada pertemuan selanjutnya,” kata Bunda Niken.
Rr/BiroAdpim
The BADJIGUR BLUEGRASS Presentasi Lagu Album SEVENIUM PRE MILENIUM
Komunitas ER-KA-EM (Rumah Kucing Montong) yang dimotori Ary Juliant , selalu punya agenda yang perlu terus disimak. Selama tiga hari berturut-turut, dan berakhir hari Sabtu (16/01/21), menyelenggarakan Pekan ER-KA-EM, menggelar pemutaram film-film Iran, diskusi musik hingga presentasi album musik
MATARAM.lombokjournal.com –
Bertandang di komunitas ErKaEm selalu menangkap denyut semangat kreatif yang tak putus-putus. Ada nuansa saling memberi semangat, ada kepercayaan bahwa kreativitas (dalam kesenian) merupakan upaya memperbaiki kualitas hidup.
Itu juga yang tersirat dalam Pekan ErKaEm, Pada hari terakhir agenda Pekan ErKaEm itu didahului dengan pembacaan puisi oleh Julia Arungan, guru sekolah dasar di Nusa Alam yang saat mahasiswa dikenal aktif di Teater Putih FKIP Universitas Mataram.
Julia Arungan
Paris
Sabtu sore itu, pekan ErKaEm berakhir dengan presentasi musik Ary Juitant & The BADJIGUR BLUEGRASS yang hadir membawakan musiknya pada sesi musik kamar. Ary dan kawan-kawannya (Arif Prasojo, Wawan Wardaya dan Aditya) membawakan 7 lagu lama karya Ary Juliyant (1987 – 2006) yang diaransemen ulang di Studio ARIFTONE-nya Arif Prasojo.
Itu juga bagian dari progres garapan album baru nya SEVENIUM PRE MILENIUM produksi FOLKOPI Rec AJ&F / ARIFTONE. Album itu berisi tujuh lagu; OVERHANG (Ary Juliyant), DOWN IN TIMIKA ROADS ( Ary Juliyant), SALAM.KEPADA IKAN- IKAN.(Ary Juliyant), AKU TIDAK TIDUR, MANIS (Ary J/ Kartawi/ Ammy K), DELAPAN BARIS HUJAN GERIMIS (Ary Juliyant), KEPUNAHAN (Ary Juliyant), dan NYANYIAN DEWI (Ary Juliyant).
Oseng
Meski sore itu yang dipresentasikan hanya tiga lagu, antara lain Panjat Tebing, Delapan Baris Hujan Gerimis, dan satu lagu renungan tentang hutan di Papua, suara Ary dan musik The Badjigur Buegrass yang unik nyerempet keroncong menyentuh telinga dan rasa kemanusiaan penonton di ErKaEm sore itu..
Dan yang menarik dari Ary Juliyant adalah tetap konsisten dengan semangat gerilya keseniannya. Karena itu ia mengesampingkan dan menolak terjerumus dalam industri seni.
“Saya tidak menolak industri, tapi apakah mungkin misalnya industri musik membiarkan seniman tetap bebas dan utuh dengan ekspresi musiknya,” kata Ay Juliyan.
ka-es.
Film SAMOTA, Ungkap Kekayaan Alam dan Surga Pariwisata di Kawasan Timur NTB
MATARAM.lombokjournal.com –
Film SAMOTA (teLuk SALEH, pulau MOYO dan kawasan gunung TAMBORA) dalam dua sesi merupakan film bergenre semi documenter, yang disutradarai sineas senior Indonesia, Adi Pranajaya.
Film tersebut diproduksi guna mengungkap dan menyampaikan ke dunia luar kekayaan alam dan budaya di kawasan bgia timur Provinsi Nusa Tenggra Barat (NTB).
Sutradara film Samota mengatakan, meski durasi film Samota masing-masing 10 menit, film Samota dalam dua sesi menjadi film yang cukup menguras tenaga dan pikiran.
Bahkan disebut sebagai film ‘tersulit’ dari hampir ratusan film yang pernah digarapnya, sejak mulai berkarir sebagai sutradara film pada tahun 1994 silam.
Sesi pertama film Samota diberi sub-judul Perikanan, Pertanian, Perkebunan dan Kemaritiman. Pada film pertama ini, Adi mengupas potensi Teluk Saleh, Pulau Moyo dan Gunung Tambora dari segi melimpahnya potensi alam dari mulai perikanan, pertanian, perkebunan dan kemaritiman.
Sesi ke dua dengan sub-judul Samota dalam bingkai Pariwisata mengupas jauh dan dalam kekayaan pantai dan laut Samota.
Dalam sesi dua film itu, Adi mendeskripsikan Kawasan Samota sebagai bakal surga yang menunggu sedikit polesan investor guna menjadi surganya pariwisata.
“Ini adalah persembahan untuk NTB kita yang lebih baik ke depan,” ungkap Adi dalam sambutannya.
Asisten II Setda Provinsi NTB H. Ridwansyah menyampaikan apresiasi tinggi untuk Adi Pranajaya yang dengan penuh kegigihan dan ketekunan berhasil menyelesaikan pembuatan film Samota.
Diharapkan, karya tersebut bisa jadi pintu masuk para pemerhati pariwisata dan kebudayaan untuk melebarkan sayapnya dengan berinvestasi di Samota.
“Kita berharap film ini semakin banyak ditonton, orang akan mengenal NTB bukan hanya Lombok, Mandalika, di timur ada Sumbawa. Ketika bicara Sumbawa, jawabannya adalah Samota,” kata Ridwansyah.
Ridwansyah menggambarkan pentingnya film sebagai media propaganda untuk kemajuan daerah. Ia menjadikan Bangka Belitung sebagai percontohan.
Pasca film Laskar Pelangi yang settingnya di Bangka Belitung, daerah tersebut menjadi tujuan banyak investor asing. Hal yang sama ia harapkan terjadi di NTB melalui film Samota.
“Kita ingin mengabarkan Samota ke dunia luar. Kalau tidak dikabarkan percuma. Pernah nonton Laskar Pelangi dan akhirnya Bangka Belitung mendunia. Tanpa banyak bicara, investor datang ke Belitung,” kata Ridwansyah.
Pemilihan gambar pada dua sesi film Samota banyak memperlihatkan keindahan bawah laut Teluk Saleh yang berair jernih tanpa polusi.
Di dalam laut diperlihatkan beragam spesies ikan dengan bermacam bentuk dan ukuran. Mulai dari ikan hias yang kecil-kecil hingga hiu paus berukuran besar yang ramah pada manusia.
Demikian halnya dengan Pulau Moyo dan Gunung Tambora yang digambarkan memiliki keindahan alam luar biasa yang patut untuk dikelola dan dijadikan objek wisata berkelas dunia.
Film Samota – diputar di Taman Budaya NTB, Rabu (16/12/20) — merupakan film ke tiga Adi Pranajaya yang semua kru-nya berasal dari NTB.
“Saya hanya membawa diri saya dari Jakarta. Semua dari NTB,” terang Adi Pranajaya dikenal banyak belajar film dari Teguh Karya.
Ast
Buka Pekan Budaya Daerah, Gubernur Dorong Sekolah Terus Berinovasi
Acara menarik ini diadakan guna memeriahkan Gelar Budaya tahun ini, di antaranya Gebyar SMK, Gebyar PK-PLK, Gebyar SMA, Pameran Pagelaran Seni, Gelar Seni Tari, Musyawarah Kebudayaan dan berbagai kegiatan lainnya
MATARAM.lombokjournal.com —
Gubernur NTB, Dr. H. Zulkieflimansyah membuka kegiatan Gelar Budaya yang berlangsung di Kantor Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Provinsi NTB, Senin (23/11/20).
Dalam kesempatan tersebut, Gubernur mengapresiasi dan terkesan dengan berbagai terobosan yang dilakukan Dikbud Provinsi NTB, terlebih di masa pandemi seperti saat ini.
Hal ini diharapkan Gubernur dapat terus dipertahankan bahkan ditingkatkan lagi oleh jajaran Dikbud Provinsi NTB.
“Mudah-mudahan kekompakan ini bisa dijaga terus,” ucap Gubernur yang akrab disapa Bang Zul tersebut.
Ke depan, Bang Zul berharap Dikbud, Kepala Sekolah dan Sekolah-Sekolah yang ada di NTB dapat terus menghadirkan inovasi-inovasi demi kemajuan daerah. Sehingga, situasi pandemi Covid-19 tidak lantas menyurutkan semangat anak-anak muda NTB untuk tetap berkarya dan berprestasi.
“Selamat kepada para teman-teman Dikbud, yang dengan terobosan dan kreasinya yang luar biasa kita disuguhi hal-hal yang menarik. Saya begitu takjub dan terpesona oleh SMA dan SMK kita,” ungkap Bang Zul.
Sebelumnya, Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi NTB, Dr. H. Aidy Furqan melaporkan kegiatan Gelar Budaya merupakan rangkaian dari acara Pekan Kebudayaan Daerah, yang mulai berlaku diseluruh daerah di Indonesia mulai hari ini dan berlangsung pada bulan November.
“Karena dinas ini mengelola dua dimensi, pendidikan dan kebudayaan, maka kami menggabungkan dua dimensi itu, aktifitas kebudayaan dirangkaikan dengan ekspo untuk semester ini adalah ekspo pengolahan hasil bagi anak-anak SMK dan fokus konsentrasi di tata boga, kriya, tata busana dan sebagainya,” ujar Aidy.
Selain itu, Ia juga menjelaskan bahwa kegiatan Gelar Budaya akan berlangsung selama satu minggu, tepatnya tanggal 23 sampai dengan 28 November 2020 ke depan.
Berbagai acara menarik diadakan guna memeriahkan Gelar Budaya tahun ini, di antaranya Gebyar SMK, Gebyar PK-PLK, Gebyar SMA, Pameran Pagelaran Seni, Gelar Seni Tari, Musyawarah Kebudayaan dan berbagai kegiatan lainnya.
“Oleh karena itu, rangkaian kegiatan kebudayaan ini berlangsung selama satu minggu dan nanti akan memperebutkan trofi Gubernur NTB bagi kabupaten/kota dan Insya Allah bupati/walikota yang hasil penilaian dari aktifitas kebudayaan selama satu tahun ini akan mendapatkan trofi Gubernur,” terangnya.
Rr/HmsNTB
Lintasan un Nocturno de Jabo dalam Pameran “Air Palem, Burung Hantu dan Pohon Kamboja”
SYAMSUL FAJRI NURAWAT (SFN) pameran seni rupa tunggal bertajuk “Air Palem, Burung Hantu dan Pohon Kamboja” di Galeri Gudang ErKaEm, di Lombok Barat, 21-28 Oktober 2020. Di hari akhir pameran itu ditutup dengan pertunjukan ‘teater gerak’ (istiah yang disampaikan Jabo sapaan SFN). “Untuk menguatkan pemaknaan karya yang saya pamerkan,” kata Jabo
SFN atau kita sebut Jabo, yang dikenal sebagai aktor dan penata artistik teater, memamerkan 10 karya lukisan yang menggunakan media karton dengan tarikan garis bolpoin, 2 karya instalasi dan sebuah pertunjukan ‘happening’ tunggal.
Kita tak membicarakan seni drawing yang memvisualkan sesuatu sebagai bentuk representasi, atau suatu karya ilustrasi yang memberi keterangan atau gambar keterangan.
Syamsul Fajri Nurawat / Jabo
Karya-karya dalam pameran itu masing-masing dipajang di ruang (yang sengaja dipilih) dengan tingkatan makna yang berbeda. Mulai beranda dan ruang tamu, ruang tengah yang berisi karya instalasi sepatu boot dan sebutlah topi cowboy serta satu pitcher tuak dan lilin yang merobek gelap , hingga di lantai dua Galeri Gudang ErKaEm yang selama ini dipakai untuk pelbagai keperluan.
Tingkatan makna di masing-masing ruang itu, seperti pemahaman akan struktur drama, mulai dari diperkenalkannya ‘konflik’ hingga mencapai krisis. Masing-masing karya menyimpan riwayat sastra dari lintasan un Nocturno de Jabo.
Misalnya, setelah mengamati di antaranya ‘Kematian di Hari yang Mengecewakan’ , ‘Sebuah Adegan Mengenai Metamorfosa’, kemudian berlanjut pada ‘Patria o Muerte!!! (Negara atau Kematian!!!), lalu berlanjut ke ‘Laki-laki Pejuang dan Raungan Pembebasan’.
Tapi karya-karya Jabo memuat kisah sambung menyambung. Tiap karya bukanlah captura del momento yang berdiri tunggal, tapi peristiwa satu bergerak menuju peristiwa lain yang merakit bangunan drama. Kita tengah menyaksikan riwayat seseorang, yang dikatakan Ahmad Tabibudin (dalam pengantar kurasionalnya), seorang aktor ‘yang (selalu) ingin menunjukkan sistem kerja neurosisnya dalam menangkap gejala dan simbol-simbol dalam masyarakat’
Saat menyadari pemahaman demikian, pameran karya-karya di Galeri Gudang ErKaEm itu tak cukup semata-mata layaknya mengapresiasi pameran tunggal perupa. Ini (mungkin) tentang seniman yang mengubah diri melalui eksperimen estetik melalui bentuk-bentuk kolaborasi pelbagai media artistik.
Jabo disebut menguasai cara menjadi sunyi di tengah keramaian, dan terbiasa memendam apa pun. Dan memang, dalam karyanya memancar pesona pilu yang terbingkai dalam raungan semangatnya. Pertunjukan tunggalnya juga dengan hentakan kaki, teriakan tertahan dan tubuh menggeiat, campur aduk antara kobaran semangat, kekecewaan, sensiblero, dan tentu rasa pilu.
Ari Juliant
ARI jULIANT
“Saya menangkap rasa pilu, kekecewaan dan kesepian,” kata Ari Juliant. Itu diugkapkannya mengomentari pameran dan pertunjukan Jabo.
Ari Juliant, musisi yang selalu mengumandangkan gerakan gerilya kesenian dan penggagas Galeri Gudang ErKaEm, merupakan bagian penting dari pameran dan pertunjukan Jabo. Sejak pameran dibuka dan diakhiri dengan pertunjukan, 21-28 Okober 2020, musik Ari (bersama violis Arif dan pemain bas kang Maman) mengisi ruang auditif dan menyeret pengunjung dalam kekecewaan dan kepiluan Jabo.
Tapi seperti diakuinya, bunyi-bunyi yang dimainkan bukan berfugsi memberi ilustrasi tapi ekspresi otonom sebagai respon bentuk-bentuk visual yang ditangkapnya. Baru saya sadari, bunyi-bunyi itu menyarankan kegembiraan dan optimisme meski membingkai kekecewaan dan rasa pilu.
Dan kemudian saya juga menyadari, selama pameran ‘Air Palem, Burung Hantu dan Pohon Kamboja’ itu juga tentang kesenangan murni. Hadirnya kolaborasi pelbagai media artistik, seperti kata orang, momen ‘Happenings’ dengan gagasan seni sebagai penanda kualitas hidup
Ka-Es
PONDOK PITAMIN, Komunitas Seni Rupa Baru di Lombok Utara yang Sering Adakan Pameran
Kantong-kantong seni rupa berbasis komunitas, harus tumbuh banyak di Kabupaten Lombok Utara
KLU.lombokjournal.com –
Pondok Pitamin adalah komunitas seni dengan fokus seni rupa yang berlokasi di Kecamatan Pemenang Kabupaten Lombok Utara.
Komnitas seni tempat berhimpunnya para perupa Lombok Utara ini berdiri tahun 2018 lalu, Memang masih tergolong belum panjang erjalanannya alias masih muda usianya.
Imam Hujatul Islam
Kendati demikian, Pondok Pitamin sukses menyelenggarakan beberapa kali pameran, baik pameran tunggal maupun pameran bersama.
Kepada lombokjournal.com, salah seorang pendiri Komunitas Pondok Pitamin, Imam Hujatul Islam menyampaikan, tak hanya melaksanakan pameran di Kabupaten Lombok Utara, komunitasnya juga berpameran di Kabupaten Lombok Barat dan Kota Mataram.
“Di Taman Budaya (NTB), di ErKaEm, di sini juga beberapa kali,” ujarnya. Senin (28/09/20).
Komunitas Jadi Wadah Transformasi Pengetahuan Seni Rupa di Lombok Utara
Lebih jauh, Hujatul mengatakan berdirinya komunitas seni rupa di Lombok Utara diharapkan jadi pemicu masifnya geliat seni rupa Lombok Utara.
Terutama para perupa muda yang ia lihat gairah belajarnya cukup besar.
Untuk menunjang kegelisahannya, Hujatul lantas intensif jalin komunikasi dengan beberapa perupa lain di luar komunitasnya.
Dari komunikasi tersebut, lahirlah gagasan untuk mendirikan beberapa komunitas seni rupa di luar Komunitas Pondok Pitamin.
“Saya kunjungi semua. Yang senior-senior itu saya kunjungi,” ungkapnya.
Untuk diketahui, saat ini sudah terbentuk satu komunitas seni rupa bernama Pararupa di Kecamatan Tanjung.
“Saya kebetulan bertemu teman yang saya ajak pameran. Karena anaknya senang seni rupa ia mau mendirikan komunitas,” terangnya.
Hujatul menyebut kantong-kantong seni rupa berbasis komunitas, harus tumbuh banyak di Kabupaten Lombok Utara agar generasi muda Kabupaten Lombok Utara yang tertarik belajar seni rupa memiliki akses belajar yang tidak terlalu sulit.
“Saya dulu itu belajar ke Mataram. Bertemu Jabo. Jabo bawa saya ke Ismiadi, guru pertama saya,” ujarnya menceritakan pengalaman sulitnya menemukan guru tempat belajar seni di masa lalu.
Komunitas-komunitas yang nantinya terbentuk jadi wadah transformasi informasi dan ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan seni rupa.
Hal tersebut penting agar pengalamannya yang sulit menemukan tempat belajar di masa lalu tidak dialami perupa muda Lombok Utara saat ini.
Ast
Art Comunity Exibition 2020; Ajang Mengukur Perkembangan Komunitas Seni Rupa
Untuk penyelenggaraan mendatang, akan ditunjuk lebih dari satu kurator. Beberapa kurator yang ditunjuk akan membentuk satu panel diskusi guna merumuskan tema dan menentukan seniman mana yang karyanya bisa ditampilkan
MATARAM.lombokjournal.com –
Tanggal 15-19 September jadi catatan sejarah tersendiri bagi pelaku seni khususnya yang tergabung dalam beberapa komunitas seni rupa di NTB, khususya bagi yang mengikuti pameran bertajuk Art Comunity Exibition 2020, di Taman Budaya NTB.
Dengan melibatkan puluhan komunitas seni rupa dan menampilkan 70 karya rupa, gelaran tersebut sekaligus jadi barometer melihat sejauh mana komunitas seni rupa mempengaruhi medan seni rupa NTB.
Andi Afihan
Majas Pribadi
Kepada lombokjournal.com, penyelenggara pameran Majas Pribadi menyampaikan, komunitas seni dipilih sebagai objek pameran berangkat dari catatan penyelenggaraan pameran tahun sebelumnya.
Kala itu, banyak perupa yang mempersoalkan pola berpameran ya ia selenggarakan. Salah satu yang dipersoalkan adalah bagaimana proses kurator melakukan kurasi terhadap karya yang ditampilkan.
Majas melihat, banyak perupa NTB yang terlibat saat itu belum membuka diri dengan memberi kepercayaan penuh pada kurator, dalam memilih karya mana yang layak dan tidak untuk dipamerkan.
“Misalnya 2019 dipertanyakan, kriterianya apa sih sebenarnya orang bisa ikut eksibisi ini. Niatnya kan nampak tilas perupa perintis ke perupa teranyar hari ini. Tapi itu juga debateble, dipersoalkan, dipertanyakan, kita kok nggak diajak dan sebagainya. Maka hari ini agar tidak terjadi banyak kesalahpahaman dalam kriteria karya maka kita bicara komunitas,” jelasnya. Minggu (20/09/20).
Hal lain yang disinggung Majas kaitannya dengan pola pengelolaan pameran tahun lalu dengan tahun ini.
Untuk Art Community Exhibition 2020, pihaknya lebih menekankan independensi kurator dengan memberi kurator kuasa penuh menentukan komunitas mana yang akan dilibatkan.
Hal tersebut dilakukan agar semua perangkat pameran mulai dari penyelenggara, pemilik galeri (Taman Budaya), kurator dan seniman bisa menjalankan fungsi masing-masing dengan maksimal.
“Soal komunitas, karya apa pun saya tidak mau terlibat. Bahkan sampai display saja saya tidak mau terlibat. Kita nggak mau ikut-ikut. Di banding 2019 jauh. Saya hanya menyiapkan space, hal-hal yang berkaitan dengan kebutuhan-kebutuhan untuk eksibisi ini jadi tanggung jawab saya. Yang berkaitan dengan komunitas dan pemilihan karya saya nggak ikut-ikut,” jelasnya.
Lebih jauh, pameran kali ini diinisiasi untuk menyongsong penyelenggaraan pameran tahun depan.
Untuk penyelenggaraan pameran tahun mendatang, Majas berencana menunjuk lebih dari satu kurator. Beberapa kurator yang ditunjuk akan membentuk satu panel diskusi guna merumuskan tema dan menentukan seniman mana yang karyanya bisa ditampilkan di dalam pameran. Termasuk menunjuk satu kritikus seni rupa.
“Jadi begini, kurator menurut saya tidak bisa berdiri sendiri. Ia butuh kritik seni. Jadi kemudian ia (kurator) tidak bisa memonopoli gagasan. Maka panel itu nanti, yang saya sebut tiga atau lima orang itu, salah satunya adalah kritikus seni,” paparnya.
Penyangga geliat seni rupa
Terpisah, kurator pameran Sasih Gunalan menyampaikan peran komunitas-komunitas seni rupa jadi penyangga geliat seni rupa di NTB. Hal yang menurutnya menarik untuk ditelaah lebih jauh.
“Sangat menarik. Kalau di NTB geliat komunitas pada tahun 90-an dikuasai Lombok Timur dengan Sanggar Berugak. Memasuki tahun 2000-an ini sudah terpecah,” katanya.
Sasih juga menyampaikan, pada pameran kali ini pihaknya tidak menerapkan pola kuratorial ketat sebagaimana umumnya kurator bekerja.
Ia lebih menitikberatkan pada penentuan komunitas mana yang akan terlibat.
Sementara Sasih, Andi Aftihan selaku Ketua Panitia pameran menyebut tingginya animo masyarakat yang mengunjungi pameran di luar ekspektasinya.
Banyaknya pengunjung yang datang dilihat Andi sebagai respon masyarakat NTB yang sangat merindukan kegiatan-kegiatan hiburan, salah satunya kegiatan kesenian berupa pameran seni rupa.
“Hari pertama pembukaan saja itu ratusan yang datang. Masyarakat butuh hiburan,” ujarnya.
Terlepas dari itu, pihaknya selaku panitia menegaskan kegiatan pameran tetap menjadikan protokol Covid-19 sebagai acuan pameran.
Untuk diketahui, Art Community Exhibition 2020 melibatkan 14 komunitas seni di NTB dengan menampilkan 70 karya rupa berupa lukisan, patung dan instalasi.
Selain pameran penyelengga juga mengadakan diskusi, tur galeri Instagram, seniman berkarya di tempat, dan beberapa kegiatan lain yang berkaitan dengan pengembangan seni rupa di NTB.
Ast
Lombok Utara, Daerah yang Komunitas Seni Rupanya Paling Bergeliat
Komunitas seni rupa jadi penyangga geliat seni rupa Kabupaten Lombok Utara
MATARAM.lombokjournal.com –
Pada periode 90-an, Kabupaten Lombok Timur jadi daerah yang geliat komunitas seni rupanya paling maju, dengan komunitas Sanggar Berugak sebagai motor penggerak.
Memasuki periode 2000-an, Kabupaten Lombok Utara menggeser Lombok Timur dan memunculkan diri sebagai daerah yang komunitas seni rupanya paling bergeliat.
“Tahun 2000-an ini Lombok Utara cukup kuat,” kata Sasih Gunalan, seorang kurator seni rupa kepada lombokjournal.com. Kamis, (17/09/20).
Fakta tersebut disampaikan Sasih Gunalan selaku kurator pameran bertajuk Art Comunity Exibition 2020 setelah melakukan penelitian sebelum pameran digelar Taman Budaya NTB, mulai 15-19 September 2020.
Dalam pemaparannya, Sasih mengatakan peran komunitas-komunitas seni rupa jadi penyangga geliat seni rupa Kabupaten Lombok Utara. Hal yang menurutnya menarik untuk ditelaah lebih jauh.
“Sangat menarik. Kalau di NTB geliat komunitas pada tahun 90-an dikuasai Lombok Timur dengan Sanggar Berugak. Memasuki tahun 2000-an ini sudah terpecah saya melihat yang saat ini cukup kuat Lombok Utara. Pendatang baru,” terangnya.
Lombok Tengah Kompetitor Baru
Selain Lombok Utara, daerah lain yang disebut Sasih jadi kompetitor dalam geliat seni rupa NTB baru-baru ini adalah Kabupaten Lombok Tengah.
Menariknya, dominasi Kabupaten Lombok Utara sebagai daerah dengan komunitas seni rupa paling bergeliat bisa digeser Kabupaten Lombok Tengah.
Selain karena dibukanya ruang pamer baru, posisi Lombok Tengah diuntungkan sebab menjadi Kabupaten dengan status daerah wisata super prioritas.
“Tapi gini, sejak dibukanya Sakart Art Space di Lombok Tengah sekarang, ini juga kompetitor baru dengan momen yang tepat karena ada tim akselerasi seni rupa yang digagas di Mandalika itu juga akan menarik wacana seni rupa di Lombok Tengah dengan event sandingan itu,” jelasnya.
Pameran Art Comunity Exibition 2020 sendiri mewajibkan karya seni yang dipajang bersumber dari karya seniman yang tergabung dalam komunitas seni rupa.
Untuk tema karya yang dipamerkan, Sasih tak membuat batasan sebagaimana pola kerja kuratorial umumnya.
Yang jadi fokus kerja kuratorial Sasih adalah ingin melihat khasanah seni rupa sesuai dengan latar belakang daerah di mana komunitas berasal.