Hari Santri Nasional, PWNU NTB Napak Tilas Perjuangan Ulama

MATARAM – lombokjournal.com

Menandai peringatan Hari Santri Nasional, Jajaran PWNU NTB, termasuk Badan Otonom (Banom), secara serentak melakukan Kirab Tapak Tilas perjuangan para Ulama, Sabtu (22/10).  Kegiatan napak tilas itu dilepas di Kantor PWNU NTB di Mataram menuju Ponpes Abhariyah,  Pagutan (Mataram), Dari Pagutan dilanjutkan menuju makam Tuan Guru Shaleh Hambali di Ponpes Darul Qur’an Bengkel (Lobar).

harisantri22okt

Kirab tersebut diakhiri di Ponpes Al Ishlahuddiny, Kediri. Kedatangan rombongan kirab yang diikuti ratusan peserta tersebut diterima pimpinan Ponpes Al Ishlahuddiny, TGH Muhlis Ibrahim, yang didampingi Ketua PCNU Lombok Barat, DR Nazar Naami, dan Wakil Ketua DPRD Lobar, Sulhan Muhlis, ST. Selain itu, juga ikut menyambut Dewan Perguruan dan ribuan Santriwan dan Santriwati.

Tampak dalam penyambutan itu  Ormas Pemuda Pancasila Kecamatan Kediri, HMI Kediri, Karang Taruna dan Forum remaja Masjid se Kecamatan Kediri. Meski saat penyambutan berlangsung di tengah hujan lebat, namun tak mengurangi antusiasme para santri yang menyambut.

“Salut pada perjuangan tokoh-tokoh ulama dan pesantren, sehingga keluar keputusan pemerintah tentang penetapan tanggal 22 Oktober sebagai Hari Santri Nasional,” kata TGH Muhlis Ibrahim usai acara penyambutan.

Menurutnya, lahirnya Hari Santri Nasional merupakan hasil perjuangan tokoh-tokoh NU di pusat. Patut bagi santri dan pesantren seluruh Indonesia, sebagai tempat tumbuh dan  berkembangnya santri dan tafaqquh fiddin. menyambut dengan semarak peringatan Hari Samtri.  “Seperti roadshow yang juga dilakukan pengurus Cabang NU Lobar,” kata TGH Muhlis Ibrahim.

Emas Farosy.

 

 

 




Mendesak, Sekolah Seni di NTB

MATARAM – lombokjournal.com

Kekayaan khazanah seni di NTB sudah saatnya diikuti dengan adanya pendidikan formal yang  khusus menyelenggarakan kurikulum pengajaran kesenian. “Saya berharap sekolah seni bisa terwujud di NTB,” kata Direktur Kesenian Kementerian Depdikbud, Prof Endang Caturwati dalam percakapan dengan Lombok Journal di Mataram, Minggu (28/8).

Prof Endang Caturwati
Prof Endang Caturwati

Di Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB), baik di Pulau Sumbawa atau Lombok, memiliki kekayaan berbagai jenis seni tradisi, antara lain musik tradisi, tari atau sastra lisan. Banyak di antara seni tradisi itu – karena kecilnya perhatian pada konservasi seni tradisi itu – mulai dilupakan masyarakatnya.

Selama dua hari di Lombok, Profesor Endang banyak bertemu dengan guru-guru  di sekolah untuk mendiskusi seputar pendidikan seni di sekolah. Bukan hanya karena potensi khazanaah kesenian di NTB sangat kaya, tapi murid-murid sekolah sangat antusias mengikuti pelatihan kesenian. “Saya jadi bertanya-tanya, kenapa sih di NTB belum ada sekolah seni,” kata Endang.

Memang diakuinya, dampak langsung dari kebijakan efisiensi anggaran yang dilakukan Pemerintah, anggaran bantuan infrastruktur langsung untuk pendidikan seni jauh menurun. Kalau tahun sebelumnya, diberikan bantuan untuk laboratorium seni masing-masing sebesar Rp700 juta  dengan bangunan untuk 15 sekolah, untuk tahun ini jumlah bantuan itu dibatasi hanya untuk empat sekolah.

Meski demikian Endang menganggap penting dan mendesak adanya sekolah kesenian di NTB. Memang belum ada guru-guru yang langsung menyampaikan usulan tentang sekolah kesenian. Namun hasil bincang-bincang dengan para guru, Endang mulai berpikir adanya sekolah  kesenian,.

“Sekolah kesenian itu penting untuk konservasi dan inovasi,” tegas mantan Rektor STSI Bandung.

Dicontohkannya tentang seni Gendang Beleq. Musik tradisi yang sangat populer di Lombok itu sangat diminati siswa. Tapi saat anak didik itu ingin mempelajari Gendang Beleq menghadapi persoalan terbatasnya biaya untuk membeli alat-alat kesenian. Kadang-kadang karena keterbatasan alat-alat iu, anak-anak belajar dengan alat pengganti yang tidak sesuai.

Dengan adanya sekolah seni, antara lain akan mengatasi hambatan-hambatan seperti itu. ”Ini juga memotivasi anak agar bisa berkembang,” kata Endang yang sempat akan membicarakan itu dengan Bupati Lobar, Fauzan Khalid, namun urung karena ia harus segera kembali ke Jakarta.

Suk

 




TRADISI “MUJA TAON-BALIT” MASYARAKAT DESA LENEK

LOMBOK UTARA — lombokjournal.com

Masyarakat Lenek Desa Bentek Kecamatan Gangga masih mempertahankan tradisi selamatan sebelum dan setelah menggarap sawah mereka. Tradisi ini disebut Muja Taon (sebelum menggarap) dan Muja Balit (setelah memanen).

Ritual adat tiap tahun ini diadakan sebagai bentuk rasa syukur warga. Mereka meyakini karunia Tuhan di alam semesta ini melimpah ruah dan manusia patut mensyukurinya. Tanah yang subur dan alam yang indah nan sejuk membawa keberkahan yang sungguh luar biasa.

Mereka yakin Tuhan akan memberi berkah kepada hamba-Nya bila selalu ingat atas segala karunia dan rahmat yang diberikan. Perayaan Muja Taon dan Muja Balit ini adalah pengejawantahan mereka atas segala macam karunia yang diberikan Tuhan di muka bumi.

Ritual ‘sebelum turun ke areal sawah pertanian’ itu dirayakan sebagai doa agar panen berlimpah ruah dan terbebas dari pelbagai macam hama penyakit. Sedang ritus adat yang digelar setelah panen itu sebagai bentuk ‘rasa syukur atas keberhasilan panen’.

Dua ritus adat dirayakan di waktu berbeda, bentuk pelaksanaannya hampir sama. Misalnya pada malam hari acara biasanya diisi dengan persiapan dulang (sesajen) yang berisi berbagai macam makanan.

Malam hari suasana kampung semakin ramai dengan tabuhan gamelan. Pada malam itu pula gamelan yang penduduknya seratus persen umat Budha, dikeluarkan dan ditabuh. Tabuhan gamelan tersebut diiringi dengan berbagai jenis tarian. Dan tarian itu biasanya dilakukan spontan oleh kaum hawa willayah, muda-mudi, anak-anak dan para tua di wilayah setempat.

Acara doa bersama dilakukan di salah satu makam leluhur. Biasanya makam yang dianggap keramat dan mendatangkan berkah bagi warga. Di kompleks makam itu seluruh jenis makanan dari pelbagai bahan yang disiapkan sehari sebelumnya, disajikan lalu dikumpulkan dengan susunan rapi, mirip tangga berundak. Kemudian makanan itu didoa kemudian dibagi dan dimakan secara bersama-sama.

Untuk ritual Muja Balit, puncak acara ditandai dengan pelbagai bentuk ketupat yang telah dihias dengan apik. Kemudian acara ditutup dengan perang tupat. Ketupat yang telah dikumpulkan dijadikan senjata. Dan, menariknya lagi cuma anak-anak saja yang boleh ikut perang topat ini.

djn

 

 




Wayang Sasak Berdialog Soal Perdamaian, Ajak Penonton Menyanyikan Indonesia Raya

MATARAM – lombokjournal

Di tengah pertunjukan wayang di Pantai Ampenan,  Kapolsek Ampenan, Kompol Sujoko Aman, yang malam itu duduk di deretan penonton, dipanggil maju berdialog dengan tokoh-tokoh wayang. Kapolsek pun bicara soal perdamaian, yang menurutnya diawali dari diri masing-masing.  “Kalau kesadaran dalam diri sudah terbangun maka perdamaian bersama akan bisa kita wujudkan,kata Joko menjawab pertanyaan salah satu tokoh wayang, Amaq Ocong.

wayangsasak,13Agustus4

Juga Zulhakim, Pendiri Komunitas Semeton Ampenan, diajak berdialog. Zulhakim pun mengapresiasi Roah Ampenan, ” Kegiatan seperti ini kita butuhkan sebagai pengingat , perdamaian itu mutlak dibutuhkan untuk keharmonisan Ampenan.” katanya.

Dua dialog itu bagian dari pentas wayang perdamaian di taman eks Pelabuhan Ampenan, Sabtu, 13/8.  Pentas wayang itu, antara lain, menjawab kegelisahan makin renggangnya interaksi sosial warga Ampenan.

“Mereka tenggelam dalam kesibukan masing-masing. Seolah tak ada lagi waktu buat bercengkrama,” kata Abdul Latif Apriaman, penanggung jawab pentas wayang itu, dalam rilisnya yang dikirim ke Lombok Journal.

Menurutnya, sekarang banyak orang sibuk membangun dunianya masing-masing;  dunia maya dengan komunitas sosial maya, tegur sapa maya, senyum dan kesedihan maya termasuk solidaritas maya.

Roah Ampenan; Pentas Wayang Perdamaian, adalah bagian dari kerja Hibah Cipta Perdamaian Kelola 2016. “Roah Ampenan adalah perwujudan rasa syukur atas semua anugerah yang telah diberikan Tuhan kepda kita, terutama nikmat perdamaian,” kata Abdul Latif Apriaman, Ketua Yayasan Pedalangan Wayang Sasak saat membuka pentas malam itu.

Menurut Latif,  ide Roah Ampenan digagas bersama sejumlah komunitas masyarakat di Ampenan. Bersama kelompok Semeton Ampenan, ide itu digulirkan dengan mengajak perwakilan yang ada di Ampenan untuk berembuk, merancang pertunjukan yang partisipatif dan bisa diterima semua kalangan.

“Roah Ampenan ini adalah pengingat bagi kita, bahwa Ampenan ini adalah Indonesia Kecil yang di dalamnya ada beragam etnis, suku dan agama yang berbeda. Perbedaan itu adalah sebuah keniscayaan, bersama kita bisa merayakannya.” Kata Latif.

Wayang Alternatif                                                                                                    Dalang Bayu Azmi–siswa Sekolah Pedalangan Wayang Sasak— berinteraksi dengan penonton. Dalang tidak lagi bermonolog dan menjadi satu-satunya sumber “suara”, tapi penonton diajak berkomunikasi.

Pertunjukan malam itu juga diwarnai munculnya wayang-wayang berwarna.  Ada penari Rudat mengenakan pakaian warna-warni.  Ada naga berwarna yang meliuk-liuk mengikuti alunan musik Barongsae, bendera merah putih muncul di depan kelir.

Wayang-wayang berwarna itu terbuat dari plastik bekas air mineral yang dicat berwarna warni.  Model wayang berwarna dari bahan sampah plastik  ini ternyata mendapat respon positif penonton.

Pada akhir pertunjukan, penonton, berdiri bersama mengikuti  ajakan dalang, bersama-sama menyanyikan Indonesia Raya, menyambut HUT RI ke 71.

Suk




Wayang Sasak, Pentas ‘Perdamaian’ di Pantai Ampenan

MATARAM – lombokjournal

Remaja yang diasah di Sekolah Pedalangan Wayang Sasak  (SPWS) menggelar pertunjukan ‘Wayang Perdamaian’ di taman Pantai Ampenan, Sabtu (13/8). Tak hanya hendak menghibur, dalang remaja itu dengan pergelaran Wayang Sasak-nya malam itu juga membawa misi perdamaian. “Agar Ampenan tetap nyaman dan aman, hidup berdampingan dalam keberagaman,” kata Latif Apriaman, penanggung jawab program Roah Pentas wayang Perdamaian

wayangsasak,13Agustus2

Kalau banyak orang masih bicara melestarikan, tapi SPWS yang berdiri sejak 28 Mei 2015 sudah meloncat ke depan.  Dengan hajatan ‘Roah Ampenan’ di taman eks Pelabuhan Ampenan, 23 Juli-13 Agustus, pergelaran Wayang Sasak malam mingguan itu merupakan langkah memasuki ‘dunia baru’.

Merambah ke dunia baru itu berarti membuat pertunjukan Wayang Sasak tidak berjarak dengan persoalan kekinian penontonnya. Lebih jauh dan lebih ‘kontemporer’ untuk perjalanan seni tradisi ini yaitu menjalin interaksi dengan penonton.

Waktu menggelar pertunjukan beberapa waktu sebelumnya di Selagalas,  Mataram, dua orang siswa Sekolah Luar Biasa (SLB) berdialog dengan tokoh-tokoh wayang. Dan dua siswa SLB itu sempat memberi masukan tentang topik pertunjukan.

Dalam pertunjukan Sabtu malam, Dalang remaja, Bayu Azmi, tak hanya terpaku mengantarkan jalan cerita dan dialog tokoh-tokoh wayangnya.  Selain menyindir remaja dan pelajar yang banyak disibukkan dengan telpon selularnya, Dalang itu masih sempat ‘menyutradarai’ pertunjukan gerak dan musik Diampenan Ansamble yang berlangsung di luar kelir/layar pewayangan,. Dalang pun mengajak penonton bertepuk tangan.

wayangsasak,13Agustus4

Dan penonton pun bertepuk tangan. Setidaknya, dari pertunjukan wayang sekitar dua jam itu, perjalanan seni wayang tadisi milik masyarakat Sasak itu tetap terlacak jejaknya.

“Kita punya harapan, sudah tumbuh generasi baru yang meneruskan tradisi Wayang Sasak. Kita harus mengapresiasi pihak yang bersusah payah menghidupkan dan merevitalisasi wayang sasak,” ujar salah seorang penonton di warung kopi pinggir pantai.

Suk   

 

 

 

 

 




Penyuluhan Ketertiban Lalu Lintas Siswa KLU

LOMBOK UTARA –  lombokjournal.com

Sebanyak 20 siswa pelajar sekolah menengah atas di Lombok Utara mengikuti sosialisasi atau Penyuluhan Ketertiban Lalu Lintas untuk peningkatkan pemahaman tertib lalu lintas, 10-12 Agustus. “Pelajar yang mengikuti sosialiasi akan menyebarkan informasi di lingkungannya,” kata kepala Dinas Dishubkominfo, Sinar Wurgoanto, jum’at (12/8)

 Penyuluhan Ketertiban Lalu Lintas Untuk Siswa,12Agustus1

Menurut Sinar Wurgianto, masing-masing pelajar yang mewakili sekolahnya mengikuti kegiatan ini rata rata juara di sekolahnya. “Duta-duta yang terpilih akan  diikutkan mewakili KLU ke tingkat provinsi. Pihak Dishub akan mem-back up wakil KLU agar bisa terus ke jenjang nasional,” katanya.

Dalam dialog sempat muncul pertanyaan dari siswa, kenapa di KLU belum ada traffic light. Pihak Dishubkominfo melalui Kabid Hubungam Darat, M Taufik mengatakan, yang pertama akan segera dipasang lokasinya di perempatan Pemenang menuju Bangsal.

“Supaya KLU tidak dikatakan gawah (daerah terpenccil, red), lampu rambu-rambu di perempatan itu segera dipasang,” kata Taufik sambil bercanda.

Selain kegiatan penyuluhan, dalam waktu yang sama sekaligus  diselenggarakan Pemilihan Pelajar Pelopor Keselamatan Transportasi Darat Tingkat Kabupaten Lombok Utara. Penyelenggaraan kegiatan tersebut diperlukan mengingat belum tertibnya perilaku kalangan pelajar di jalan raya.

“Yang paling menonjol, banyak pelajar berkendaraan tidak pakai helm. Padahal kalau terjadi kecelakaan, kita tidak punya nyawa cadangan,” kata Dodi Damara pelajar SMA 1 Kayangan peserta penyuluhan tersebut.

Peserta kegiatan penyuluhan dan penilaian itu diikuti Siswa SMKN 1 BAYAN,SMAN 1 BAYAN,SMAN 1 Kayangan, SMKN 1 Gangga, SMAN 1 Gangga, SMAN 1 dan 2 Tanjung, SMKN Tanjung, SMAN 1 Pemenang dan SMKN 1 Pemenang.
Emas F

 




TOLAK BALA, Ritual Lima Tahunan di San Baro

LOMBOK UTARA – lombokjurnal.com

Ritual religi yang unik dan punya  makna mendalam bagi masyarakat warga Dusun San Baro, Bentek, Lombok Utara atau kabupaten yang kerap disebut ‘dayan gunung’, yakni ritual Tolak Bala (baca: cegah musibah). Ritual Tolak Bala dilakukan untuk memulihkan keadaan alam dan lingkungan sosial yang dirasakan tidak nyaman atau mencekam, agar kembali aman, tenang dan nyaman.

Warga dusun setempat biasanya menggelar kegiatan tolak bala tiap lima tahun sekali. Khususnya saat lingkungan alam dan sosial dianggap ‘kurang bersahabat’, mungkin karena sebab-sebab tertentu. Ritual Tolak bala diharapkan kembali menormalkan keadaan.

Selain memiliki nilai religi, ritual ini memiliki dimensi sejarah yang berkelindan sepanjang dinamika kehidupan masyarakat.  Salah seorang Tokoh Adat di San Baro, Kabul, ditemui saat berlangsung tolak bala di San Baro beberapa waktu lalu mengungkapkan, tolak bala merupakan ritus warga setempat yang sudah berlangsung lama.

Masyarakat meyakini, untuk pemulihan lingkungan alam dan lingkungan sosial yang yang mengancam manusia, harus dilakukan ritual tolak bala. “Orang tua kita dulu sangat yakin, tolak bala menjadi sarana memulihkan situasi yang mengancam. Kami hanya mewarisi, berkewajiban menjaga dan mempertahankan turun temurun,” ungkapnya pada lombokjurnal saat pelaksanaan tolak bala di kampung setempat, pekan lalu.

Abu Mustafa, salah seoarng tokoh agama masyarakat setempat mengatakan, ritual  tolak bala punya sejarah panjang setelah datangnya Islam. Tolak bala, selaras dengan ajaran Islam, saat ritual berlangsung dibacakan sholawat-sholawat badriah (selakaran, Sasak –red).

Ajaran Islam yang disyi’arkan para mubaligh menjadi penuntun kehidupan umat muslim masa lampau, salah satunya adalah tradisi selakaran. Tradisi ini penting dilanjutkan dan dipelihara untuk menciptakan keadaan alam menjadi aman dan damai.

Bacaan lain yang menyertai shalawatan (berzanji) yakni dzikir, yasinan, hidziban, dan doa-doa lainnya. “Ke depan ritus ini harus kita pelihara dengan baik,” harapnya.

djn

 




Mendorong Masyarakat Cinta membaca

MATARaM – lombokjournal

Meningkatkan kualitas diri bisa dilakukan dengan membaca.  Wagub NTB, H Muhammad Amin mendorong masyarakat, khususnya siswa, agar meningkatkan kualitas diri. “Itu bisa dilakukan dengan banyak membaca,” kata Muhammad Amin.

wagubmembaca30mei3

Wagub NTB, Muhammad Amin menyampaikan itu,  saat Peluncuran dan Pencanangan Gerakan Cinta Membaca, Pembangunan Arsip Gubernur dan Program Arsip Digital di Tangan, di Kantor Badan Perpusatakaan dan Arsip Daerah Provinsi NTB, Senin (30/05).

“Masyarakat yang memperoleh pengetahuan dan wawasan baru akan semakin membuat kehidupannya cerdas. Sehingga, apa pun tantangan zaman ke depan, mereka mampu menjawabnya,” kata Wagub.

Dikatakannya, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi menuntut terciptanya masyarakat yang gemar membaca.  Sebab masyarakat yang gemar membaca adalah masyarakat yang gemar belajar. Karena itu ditekannya agar siswa terus meningkatkan kualitas diri dengan membaca.

Di tempat sama, Plt. Kepala Perpustakaan Nasional, Drs. Dedy Junaedy, M.Si menyampaikan gerakan gemar membaca sudah dicanangkan di tujuh provinsi di Indonesia. NTB merupakan provinsi ketujuh yang mencanangkan gerakan tersebut.

Tapi khusus di NTB dikatakannya agak unik.  “Pak Wagub. Kalau di tempat lain menggunakan Gerakan Budaya Membaca, tapi di sini pakai Gerakan Cinta Membaca. Berarti itu melekat dari anak yang kecil, sampai remaja, dewasa dan orang tua. Kalau sudah cinta, Insya Allah kita akan terus membaca,” ungkapnya di hadapan ratusan siswa dan guru yang hadir di acara tersebut.

Dedy Junaedi berharap, gerakan cinta membaca menjadi contoh teladan bagi orang tua dan masyarakat dalam menumbuhkembangkan cinta membaca. Sehingga, dengan tumbuhkembangnya cinta membaca, masyarakat tidak ketinggalan dan siap menghadapi Masyarakat Ekonomi Eropa.

Terkait arsip, Wagub mengungkapkan banyaknya arsip daerah yang belum diolah dan ditata dengan baik, sehingga sangat mungkin arsip yang bernilai guna dan bersejarah tersebut masih ditemukan atau ditempatkan tidak semestinya.

“Saya berharap lembaga kearsipan secara aktif menelusuri dan mengambil alih arsip-arsip tersebut. Arsip ini kemudian diolah agar dapat bercerita dan memberikan informasi yang objektif kepada masyarakat,” harap jelas Wagub di hadapan Plt. Kepala Perpustakaan Nasional, Drs. Dedy Junaedy, M.Si dan Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi NTB, Drs. H. Imhal.

Senada dengan Wagub dan Plt. Perpustakaan Nasional, Kepala Badan Perpustakaan dan Arsip Provinsi NTB, Drs. H. Imhal menyampaikan kegiatan-kegiatan yang akan menunjang suksesnya gerakan cinta membaca di masyarakat.

“Dengan koleksi perpustakaan yang mencapai satu juta enam ratus ribu, akan mendukung kebutuhan masyarakat. Kita juga telah menyelenggarakan lomba perpustakaan, lomba cerita, lomba menulis di media, semua itu dalam rangka menumbuhkan kecintaan terhadap perpustakaan,” jelasnya saat itu.

Karena itu, pihaknya terus melakukan inovasi melalui E-Perpustakaan. Sehingga, masyarakat yang membutuhkan referensi atau buku dapat mengaksesnya dengan mudah, bahkan dalam hitungan beberapa detik, daftar referensi yang dibutuhkan akan langsung muncul.

 

HAYKAL, DUTA NTB UNTUK NASIONAL

wagubmembaca30mei1

Muhammad Haykal Faturrahman, mewakili Provinsi Nusa Tenggara Barat di ajang Lomba Cerita Tingkat Nasional tanggal 16 Agustus 2016 mendatang. Siswa Kelas IV SDN Inpres Leu Kabupaten Bima tersebut peraih peringkat pertama pada Lomba bercerita Daerah Tingkat Provinsi, yang diselenggarakan Badan Perpustakaan dan Arsip Daerah Provinsi NTB.

Awalnya, Haykal, 11, mengikuti seleksi tingkat kecamatan. Setelah berhasil menyisihkan ratusan siswa di tingkat Kabupaten, ia berhak mewakili Kabupaten Bima di tingkat Provinsi.

Di tingkat provinsi, Haykal menduduki peringkat pertama setelah bersaing ketat dengan Halimatus Sa’diah, siswa SDN 05 Kota Bima, pada peringkat kedua. Di peringkat ketiga ditempati siswa SDK Tunas Daud Kota Mataram, Paulina Devina Wijaya.

“Kuncinya, kita tidak boleh takut, harus berani tampil di depan siapa saja,” ungkap Haykal setelah tampil membawakan cerita Daerah Bima di hadapan Wakil Gubernur NTB, H. Muh. Amin, SH.M.Si pada Peluncuran dan Pencanangan Gerakan Cinta Membaca, Pembangunan Arsip Gubernur dan Program Arsip Diigital di Tangan, di Kantor Badan Perpusatakaan dan Arsip Daerah Provinsi NTB, Senin (30/05).

Guru Pembina Haykal, Siti Aisyah, S.Pd meminta do’a dan dukungan semua pihak untuk keberhasilan anak didiknya pada saat berlaga di tingkat nasional. “Anakda Haykal akan mewakili NTB. Jadi, kalau ada kerjasama yang baik, Insya Allah saya yakin akan berhasil. Semoga ada perhatian khusus dari pemerintah daerah kita,” ungkapnya di sela-sela acara tersebut.

Aisyah juga menyampaikan tips sehingga anak didiknya dapat bersaing dengan siswa lain, baik di level kabupaten, provinsi maupun nanti di level nasional.

“Tumbuhkan rasa keberaniannya. Lalu, tampilkan sesuatu yang berbeda dengan kebanyakan orang. Dan yang lebih penting, tidak sombong saat mencapai prestasi terbaik,” jelasnya saat itu.

Suk

Foto;

  1. (atas) Dedy Junaedy memukul gendang beleq tanda dimulainya Peluncuran dan Pencanangan Gerakan Cinta Membaca, Pembangunan Arsip Gubernur dan Program Arsip Digital di Tangan.
  2. (bawah) Wagub Muhammad Amin bersama Muhammad Haykal Faturrahman

(Foto; Biro Humas dan Protokol Setda Pemprov NTB)




TGH Zainul Majdi Berwasiat Pada Alumni Ma’had Darul Qur’an wal Hadist

Pancor – Lombokjournal

Gubernur Nusa Tenggara Barat DR. TGH M Zainul Majdi yangjuga Ketua Umum Tanfiziyah PB NW Pancor, menghadiri  acara Adz-Dzikrol Hauliyyah Ma’had Darul Quran wal hadis  Almajdiyah Asy syafiiyah  NW  ke 51  (lima Satau) yang bertempat di Al- Abrol  Ponpes, di  Mushalla Al- Abror lingkungan Yayasan Ponpes NWDI Pancor Lombok Timur (29/5). Turut hadir Dewan Penasehat  PBNW  ummi Ustazah Rauhun Zainuddin Abdul Majid.

Sekitar 1000 jamaah hadir menghadiri Hauliyyah yang ditandai penyerahan Toliban baru yang berjumlah 199 orang Tullab dan 166 orang Tullaban. Dengan demikian yang akan menjadi santri baru Darul Quran wal hadist  Almajdiyah Asy syafiiyah  NW berjumlah365 orang. Penyerahan ini  diwakili TGH. H. Najmul Ahyar Lombok Utara, kemudian penyerahan  diterima oleh Ummi Ustazah  Hj. Rauhun ZM.

gubernur30MeiNW3
TGH M ZMajdi, Ketua Dewan Tanfidzyah ini menyerahkan ijazah kepada Mutkahrijin dan Mutkharijat

Setelah menerima santri baru, Ummi Hj. Rauhun  menyerahkan kembali Mutakharijin dan mutakharijat yang telah menyelesaikan studinya selama kurang lebih 4 tahun di Ma’had Darul Quran wal hadis  Almajdiyah Asy syafiiyah  NW   kepada wali santri yang hadir pada saat itu. Tercatat yang menyelesaikan studi  pada Mahad Darul Quran wal hadist  Almajdiyah Asy syafiiyah  NW pada tahun 2016  berjumlah 50 orang.

Sebelum  menyampaikan tauzyah (pengajian Umum), TGH M zainul Majdi, Ketua Dewan Tanfidzyah ini  menyerahkan ijazah  kepada  Mutkahrijin dan Mutkharijat yang sukses menimba ilmu di  Ma’had Darul Quran wal hadist  Al majdiyah Asy syafiiyah  .

Gubernur NTB DR. TGH M Zainul Majdi sebagai Syaihul Ma’had  menyampaikan syukurnya dapat bersilaturrahmi dalam acara Tasyakur  mahad yang sudah berusia 51 Thun.  Kepada jamaah yang hadir, YGH zainul Majdi mengucapkan terima kasih yang setulus-tulusnya   atas keistikomahan untuk meneruskan amanah Maulana Syaikh  Zainuddin Abdul Majid Al- Pancory hingga berusia 51 tahun.

“Mudah-mudahan Allah memperpanjang usianya melipat gandakan keberkahannya dan memberikan Tulllab dan Tullibat kebaikan yang tidak putus-putus,” ujarnya.

Sebagai Syaihul Mahad TGB berpesan kepada seluruh santri baru maupun yang  sudah lulus,  hendaknya menjaga ketakwaan kepada Allah SWT jadilah Mutakarrijin dan Mutakarijat yang bertakwa kepada Allah, kalau sudah bertakwa insya Allah semua tugas  akan dapat terselesaikan denagan baik. Kalau dipegang teguh pokok-pokok syariat hususnya seluruh rukun islamdan penjabaranya , yang ke tiga pegang teguh sifat-sifat dan ahlak mulia yang di contohkan Rasullallah  SAW.

“Cukuplah kebanggaan kami sebagai mutakharrijin dan mutakharrijat, bila kalian bisa membawa pesan dan waksiat takwa dimana pun dan kapan pun anda berada,” wasiatnya

Dalam acara itu, hadir Ketua  PB Muslimat NW Hj. Rahmi Djalillah, Anggota DPR RI H. Syamsul Lutfi, Bupati Lombok Utara DR. TGH Najmul Ahyar,  Kadispora NTB DR. H Rosyiadi Syayuti, Kepala BKD dan Diklat Drs.H. Suruji dan kepala BPKAD NTB Ir. H. Iswandi dan hadir juga segenap Masaikh para Alim ulama Abituren Nahdatul Wathan.

(Syamsul/Biro Humas dan Protokol Setda Pemprov NTB)




Kemajuan Literasi ; Tersedianya Buku ‘Tingkat Keterbacaan’nya Sesuai Jenjang Pendidikan

MATARAM – lombokjournal

Mantan Kepala Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Prof Mahsun, menunjukkan kelemahan Peraturan Menteri (Permen) Pendidikan dan Kebudayaan No 13/2015 tentang Penumbuhan Budi Pekerti.  Apakah kelemahan iutu? Menurutnya, Permen yang kegiatan utamanya antara lain mewajibkan siswa membaca buku non pelajaran selama 15 menit (literasi sekolah) itu, tidak ditunjang buku-buku yang menumbuhkan pemuliaan perilaku. “Permen itu mandul,” katanya.

Terbitnya Permen itu memang tak ditopang infra struktur, yakni penyediaan buku-buku bacaan yang menumbuhkan pemuliaan perilaku.  Menteri Dikbud, Anis Baswedan, bahkan tidak memikirkan seandainya membutuhkan buku-buku yang berisi tokoh-tokoh yang mempunyai karakter mulia, dimana harus memperolehnya. Khususnya untuk menunjang kegiatan literasi sekolah.

Prof Mahsun; penyediaan buku-buku bacaan yang menumbuhkan pemuliaan perilaku
Prof Mahsun; penyediaan buku-buku bacaan yang menumbuhkan pemuliaan perilaku

Kelemahan ini menimbulkan masalah di beberapa tempat. Misalnya di Surabaya yang telah menetapkan diri sebagai “Kota Literasi”.  Tiap sekolah di Kota Pahlawan itu bersemangat  membangun ‘pojok perpustakaan’.  Untuk mengatasi kekurangan buku, pihak sekolah meminta sumbangan buku dari orang tua siswa.

Ketika buku-buku terkumpul, siapa akan menyeleksi buku-buku tersebut? Memang banyak cerita-cerita lokal, bagaimana kalau terbukti banyak ditemui buku-buku cerita dengan bahasa tak senonoh?

Demikian juga yang terjadi di Aceh, yang mencoba meniru apa yang telah dilakukan sekolah-sekolah di Surabaya. Pihak sekolah juga meminta sumbangan buku dari orang tua. Sayangnya, di Aceh sangat sedikit toko buku yang menyediakan buku-buku yang sesuai dengan misi penumbuhan budi pekerti. “Sumbangan buku yang terkumpul lebih banyak komik yang sama sekali tidak sesuai dengan misi penumbuhan budi pekerti,” kata Mahsun.

Kelemahan serupa berlangsung terus, hingga pihak Dirjen Pendidikan Dasar dan Menengah mengeluarkan Desain Induk Gerakan Literasi Sekolah. Apa yang terjadi? Misi yang diemban adalah menumbuhkan budi pekerti, namun buku yang diwajibkan untuk dibaca siswa ternyata adalah “buku pengayaan” (penunjang mata pelajaran).

“Setiap kegiatan harus ada indikator pencapaiannya.  Kegiatan literasi sekolah harus mengutamakan kemajuan dan pengembangan kemampuan membaca dan menulis,” kata Mahsun. Itulah sebabnya, ia mengatakan Permen Dikbud itu mandul.

Tingkat Keterbacaan

Kegiatan literasi memang bertujuan menumbuhkan motivasi agar siswa bergairah membaca dan menulis.  Dalam konteks penumbuhan budi pekerti, misalnya siswa diwajibkan membaca buku cerita lokal yang mempunyai pesan pemuliaan perilaku. Kemudian siswa yang bersangkutan diwajibkan untuk mereproduksi kembali (menceritakan dengan bahasanya sendiri) hasil bacaannya.

Namun dalam kegiatan literasi sekolah, siswa tidak sekedar asal dibiasakan membaca buku. Buku-buku yang wajib dibaca siswa adalah buku yang ‘tingkat keterbacaannya’ sesuai jenjang pendidikan siswa. Menurut Prof Mahsun, yang dimaksud ‘tingkat keterbacaan’ sesuai kebutuhan siswa itu mencakup dua hal, yakni segi kebahasaan dan substansi isinya.

“Kalau seorang ibu membacakan cerita untuk anaknya yang kelas 3 SD, harus tersedia buku yang bahasa maupun isinya benar-benar sesuai dengan jenjang pemahaman anaknya,” kata Mahsun mencontohkan.

Pengalaman Prof Mahsun sebagai Tim Pengarah Pengembangan Kurikulum 2013, memang sangat ketat dalam penentuan standar buku-buku wajib. Sebagai anggota Tim Pengarah itu, Mahsun berperanan dalam menilai standar kompetensi lulusan (SKL).  Ia juga menilai buku-buku yang disusun Tim Inti. “Waktu itu kita harus ketat, karena itu banyak penulis yang harus diganti karena tidak memenuhi standar,” katanya.

Karena itu, dengan program ‘provinsi literasi’, tim yang dipimpinnya tengah mengembangkan buku iterasi sekolah, dengan penulisan kembali cerita-cerita lokal yang disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Selain itu juga melatih guru-guru agar kegiatan literatur sekolah dapat berlangsung.

Prof Mahsun dengan Institut Riset Nusantara yang didirikannya juga menyiapkan penyediaan buku yang ‘tingkat keterbacaannya” disesuaikan dengan jenjang pendidikan. Juga termasuk merancang agar sekolah siap melakukan kegiatan literasi sekolah.

Kemajuan literasi perlu diupayakan, mengingat siswa Indonesia hanya 1,5 persen yang memiliki kemampuan memahami bahan bacaan yang memerlukan pemikiran. Contohnya, kalau siswa diberi soal biasanya bisa menjawab cepat kalau jawaban itu terdapat dalam bahan yang dibacanya. Kalau harus menyimpulkan sendiri isi bacaannya, kemampuannya masih rendah. Ini juga tercermin dari penelitian PICA, kemajuan literasi di Indonesia masih menempati urutan 64 dari 65 negara yang diteliti.

Sebagai pakar bahasa, Mahsun juga mengkritik pelajaran Bahasa Indonesia dalam Kurikulum 2006. Dalam kurikulum 2006, pelajaran bahasa tidak mendorong kemampuan berpikir, tapi hanya mempelajari penguasaan ‘bentuk bahasa’.

“Kurikulum 2013 saat ini yang mengembangkan kemampuan berpikir,” kata Prof Mahsun yang memimpin Badan pengembangan dan Pembinaan Bahasa sejak tahun 2012 hingga bulan Desember 2015.

Penetapan NTB sebagai ‘Provinsi Literasi Tahun 2016’ memang tak lepas dari masukan Prof Mahsun. Hal terpenting dari program itu, untuk mendorong kemampuan berpikir siswa. “Siswa kita kemampuan berpikirnya rendah, karena terbiasa menghafal,” katanya.

Seperti biasa, pria kelahiran 1959 di Jereweh, Sumbawa itu selalu bersemangat. Mahsun optimis, dengan potensi yang dimiliki NTB, program provinsi literasi ini akan menjadikan NTB sebagai model penyelenggaraan kegiatan literasi sekolah secara nasional.

Ka-eS.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

,